Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil
konsepsi sebulum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat
ini janin yang terkecil, yang dilaporkan yang dapat hidup diluar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan
tetapi karena janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah
500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus sponta. Abortus buatan ialah pengakhiran
kehamilansebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik
ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang
dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak
20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian
mengalami abortus.
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu
keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai
dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita hamil pernah
mengalami

perdarahan

pada

awal

kehamilan

dan

sebagian

mengalami abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidak


berdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari suatu kesehatan akan
sangat ditanggulangi untuk meningkatkan keberdayaan seorang
wanita.

Ada

beberapa

keadaan

yang

dapat

menimbulkan

perdarahan pada awal kehamilan seperti imlantasi ovum, karsinoma


servik, abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik, menstruasi,
kehamilan normal, kelainan lokal pada vagina atau servik seperti
varises, perlukaan, erosi dan polip. Semua keadaan ini akan
menurunkan keberdayaan seorang wanita dan karenanya akan
dijelaskan

bagaimana

cara-cara

penanggulangannya

seperti

pencegahan, pengobatannya, maupun kalau perlu rehabilitasinya.


Maka

semua

wanita

dengan

peradarahan

pervagina

selama

kehamilan seharusnya perlu penanganan dokter spesialis. Peranan


USG vaginal smear, pemeriksaan hemoglobin, fibrinogen pada pada
missed abortion, pemeriksaan incomptabiliti ABO dan lain-lain,
sangat diperlukan.
Sejak tahun 1993, termasuk kebijaksanaan Dep. kesehatan RI dalam pelayanan
obstetri adalah menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal
menjadi prioritas utama. Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3
hal yang pokok yaitu perdarahan dalam kehamilan, preklampsi/eklamsi dan infeksi.
Pada masa sekarang oleh perkembangan pertambahan jumlah tenaga medis terutama
dokter kebidanan yang banyak maka kasus tersebut diatas telah menurun, tetapi
kematian ibu akibat perdarahan masih tetap sebagai faktor utama. Perdarahan
sebenarnya dapa terjadi bukan saja pada masa kehamilan tetapi dapat juga pada masa
persalinan maupun pada masa nifas. Penatalaksanaan dan prognosa kasus perdarahan
selama kehamilan, sangat bergantung pada umur kehamilan, banyaknya perdarahan,
keadaan dari fetus dan sebab dari perdarahan. Setiap perdarahan dalam kehamilan
harus diaanggap sebagai keadaan akut berbahaya dan serius dengan resiko tinggi
karena dapat menimbulkan kematian ibu dan janin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abortus

adalah

keluarnya

hasil

konsepsi

sebelum

usia

kehamilan 20 minggu. Dari segi mediko-legal maka istilah abortus,


keguguran, dan kelahiran prenatur mempunyai arti yang sama
dengan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan
cukup.(ilmu

forensik)

Dikalangan ahli kedokteran dikenal dua macam

abortus (keguguran kandungan) yakni abortus spontan dan abortus


buatan

(provokatus).

mekanisme

alamiah

Abortus
yang

spontan

menyebabkan

adalah

merupakan

terhentinya

proses

kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebab pada umumnya


berhubung dengan kelainan pada sistem reproduksi. Lain halnya
dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu
upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan
sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang
dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.

Aborsi umum dilakukan di Indonesia, pada tahun 2000 di


Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi. Angka
ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel
yang diambil dari fasilitas-fasilitas kesehatan 6 wilayah, dan juga
termasuk jumlah aborsi spontan yang tidak diketahui jumlahnya
walaupun dalam hal ini diperkirakan

jumlahnya kecil. Walau

demikian, estimasi aborsi dari penelitian tersebut adalah estimasi


yang paling komprehensif yang terdapat di Indonesia sampai saat
ini. Estimasi aborsi berdasarkan penelitian ini adalah angka tahunan
aborsi sebesar 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia
produktif (15-49 tahun). Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara lain di Asia dalam skala regional sekitar 29
aborsi terjadi untuk 1.000 perempuan usia produktif.
Sementara tingkat aborsi yang diinduksi tidak begitu jelas,
namun terdapat bukti dari 4,5 juta kehamilan yang terjadi setiap
tahun di Indonesia pada waktu sekitar penelitian tersebut dilakukan
760.000 (17%) dari kehamilan yang terjadi adalah kelahiran yang
tidak diinginkan.
Kita mengetahui bahwa abortus menurut pengertian kedokteran terbagi dalam.
1. Abortus spontan
2. Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam
a. Abortus provokatus terapeutikus
b. Abortus provokatus kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam
lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam
dua golongan yakni :
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan

abortus provocatus therapcutius, karena alasan yang sangat mendasar untuk


melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk
menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus
provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagai sebagi berikut:(1)
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebakan
kematian

janin

atau

cacat.

Kelainan

berat

biasanya

menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda, faktorfaktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
sebagai berikut:
a. Kelainan kromosom, kelainan yang sering ditemukan pada
abortus spontan ialah trisomi, poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan kromosom seks.
b. Lingkungan
kurang
sempuran,

bila

lingkungan

endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna


sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi
terganggu.
c. Pengaruh dari luar, seperti radiasio, virus, obat-obatan dan
sebagaonya dapat menpengaruhi hasil konsepsi maupun
lingkungan

hidupnya

dalam

uterus.

dinamakan pengaruh teratogen.


2. Kelainan pada plasenta
Endarteritis
dapat
terjadi
dalam
menyebabkan

oksigenisasi

plasenta

villi

Pengaruh

koriales

terganggu,

ini

dan

sehingga

menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.


Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.
3. Penyakit ibu

4. Kelinana traktus genitalia


Retroversia uteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus
dapat menyebakan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa
hanya

retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma

submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain


abortus dalam trimester ke 2 ialah servik inkompeten yang
dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks,
dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan
serviks luas yang tidak dijahit.
Penyebab abortus secara umum :
1. Infeksi akut
- Virus mialnya cacar, rubella, hepatitis infeksi,
- Infeksi bakteri, misalnya steptokokkus
- Parasit, misalnya milaria
2. Infeksi Kronis
- Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester
kedua
- Tuberkulosis paru aktif
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa
4. Penyakit Kronis, misalnya : hipertensi, nefritis, diabetes,
anemia berat, penyakit jantung dan toxemia gravidarum.
5. Gagngguan fisiologis, syok, ketakutanm, dll
6. Trauma fisik
Penyebab yang bersifat lokal
1.
2.
3.
4.

Fibroid, inkompetensia serviks


Radang pelvis kronis, endometritis
Retroversi kronis
Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus

Indikasi melakukan abortus terapeutik


1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai
dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah
meninggal (missed abortion).
2. Mola hidatidosa atau hidrammnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker


serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi
pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kaknker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa dilatasi.
6. Telah berulang kali melakukan operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang

mengandung,

misalnya penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan


jantung, hipertensi, nefritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia
gravidaarum yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak
terkontrol

yang

disertai

dengan

hipertiroid.
9. Epilepssi, sklerosis yang luas dan berat
10.
Hiperemesis gravidarum yang
11.

komplikasi

berat

vaskuler,

dan

Korea

gravidarum.
Gangguan jiwa disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tidkan abortus
harus berkonsultasi dengan psikiater.
Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu

mengandung resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Kekerasan mekanik lokal
dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam, kekerasan dari luar dapat dilakukan
sendiri oleh ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik berlebihan,
jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau
uterus, pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya. Kekerasan dapat pula dari
dalam dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus. Manipulasi vagina dan
serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio,
aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, pemasangan laminaria stift atau
kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi
uterus, dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke
dalam uterus.
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja
yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan
biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan

cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini
dapat mengakibatkan emboli udara. Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan
harapan agar janin mati tetapi ibu cukup kuat untuk bisa selamat. Pernah dilaporkan
penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang
merangsang saluran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi
uterus dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi
mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran),
sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia gestasi). Bahan-bahan tadi ada
yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras dicampur lada
hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat, laksans
dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin,
dikumarol, kina dan lain lain, kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis
(oksitosin) ternyata sangat efektif.
Cara

melakukan

abortus

buatan

dalam

garis

besarnya

dibedakan antara kehamilan triwilan 1 dan dalam triwilan ke 2.


Perbedaannya
kandungan

ialah

belum

pada

kehamilan

seberapa

besar,

sampai
sehingga

12

minggu

tindakan

isi

untuk

melahirkannya pada umumnya dapat dilakukan dalam satu tahapp


sesudah kanalis servikalis dilebarkan. Pada kehamilan yang lebih
tua, karena besarnya janin, hal ini tidak mungkin dilakukan sehingga
uterus perlu dirangsang untuk berkontaks dan mengeluarkan janin
dan plasenta seperti pada persalinan biasa.(1) cara melakan abrtus
tersebut :
a. Abortus buatan pada triwulan ke 1 (sampai 12 minggu)
Dilatasi dan kuretasi
-

Setelah penderita ditidurkan dalam letak lithottomi dan


dipersiapkan

sebagaimana

mestinya,

dilakukan

pemeriksaan bimanual untuk sekali lagi menentukan besar


dan letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan
disamping uterus.

Sesudah premedikasi dilakukan, infud RL intravena dengan


10 IU oksitoksin disamping dan teteskan perlahan-lahan
untuk

menimbulkan

kontraksi

dinding

uterusdan

mengecilkan bahaya perforasi.


Kemidian dilakukan anestesi umum,
Spekulum vagina dipasang
Tenakulum/cunam serviks menjepit dinding depan porsio
uteri. Tenaculum/cunam dipegang dengan tangan kiri

sipenolong untuk mengadakan fiksasi pada seviks uteri.


Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk
megetahui letak dan panjangnya kavum uteri. Sesudah itu
dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan busi Hegar dari
nomor kecil hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari

busi nomr 12 pada seorang multipara.


Kerokan dilakukan secara simetris menurut putaran jarum
jam. Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, gunkan kuret
tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil
konsepsi untuk sebagian besar lepas dari dinding uterus,
maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin
dengan cunam abortus, kemudian dilakukan kerokan hatihati dengan kuret tajam yang cukup besar. Apabila perlu,
dimasukan tanmpon kedalam kavum uteri dan vagina,
yang harus dikeluarkan esok harinya.

Dilatasi dalam dua tahap


Pada

seorang

primigravida,

atau

pada

seorang

multipara yang memerlukan pembukaan kanalis yang lebih


besar (misalnya untuk mengelurkan mola hidatidosa) dapat
dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukan dahulu gagang
laminaria dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis
dengan ujung atasnya masik sedikit kedalam kavum uteri dan
ujung

bawahnya

masih

divagina,

kemudian

dimasukkan

tampon kasa kedalam vagina. Gagang laminaria mempunyai


daya

untuk

mengabsorbsi

air,

sehingga

diameternya

bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-

lahan pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam gagang


dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan dengan busi
hegar. Bahaya memegang gagang laminaria ialah infeksi dan
perdarahan mendadak.(1)
Pengeluaran dengan cara penyedotan (suction curettage)
Dalam tahun-tahun terakhir cara ini makin banyak
digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan
banyak perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persuiapan
seperlunya

dan letak serta besarnya uterus ditentukan

dengan pemerikasaan bimanual, bibir depan serviks dipegang


dengan cunam

serviks, dan sonde uterus dimasukan untuk

mengetahui panjang dan jalannya kavum uteri. Anastesia


umum dengan penthotal sodium, atau anestesia paracervical
block dilakukan, dan 5 satuan oksitosin disuntikan pada
korpus

uteri

perbatasannya

di

bawah

dengan

kandung

serviks.

kencing

Sesudah

dekat

itu,

jika

pada
perlu

diadakan dilatasi pada serviks untuk dapat memasukkan kuret


penyedot yang besarnya di dasarkan pada tuanya kehamilan
(diameter 6 dan 11 mm). Alat tersebut dimasukan sampai
setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar di
pasang pada alat pengisap (aspirator).
Penyedot dilakukan dengan tekanan negatif antara 4080 cm dan kuret dilakukan naik-turun sambil memutarkan
porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang 10 minggu
abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan
yang lebih tua kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret
dan cairan serta isi lainnya diisap ke luar. Apabila masih ada
yang tertinggal, sisi itu dikeluarkan dengan kuret baisa.

b. Abortus buatan pada triwulan kedua (kehamilan sesudah 16


minggu)

Pemberian cairan NaCl hipertonik


abortus buatan pada kehamilan sesudah 16 minggu
diusahakan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus,
supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan.
Cara yang dilakukan ialah mengadakan amniosentesis melalui
dinding

perut

kedalam

dan

kantong

pemberian

infus

memasukan

larutan

amnion,

tindakan

intravena

dengan

NaCl

ini

hipertonik

dibantu

oksitoksin.

dengan
Cara

ini

hendaknya jangan dilakukan pada kehamilan dibawah 16


minggu, oleh karena amniosintesis dalam hal ini sering gagal.
(1)

Setelah

dilakukan

pemeriksaan

untuk

menentukan

tinggi fundus uteri, kandung kencing dikosongkan. Infus


intravena

dengan

cairan

glukosa

5%

dipasang

dan

diselenggarakan disinfeksi dinding depan perut antara pusat


dan simfisis. Tepat pada garis tengah antara fundus uteri dan
simfisis diberi anestesi lokal dengan cairan prokain atau
lidokain 15% dan kemudian jarum spinal ditusukan sampai
menembus
ultrasonograf

dinding
untuk

uterus.

Sebagai

menghindari

penutup

trauma

pada

dipakai
plasenta

berupa perdarahan retroplasenter dan sebagainya. Setelah


silet dikeluarkan dari jarum, maka cairan amnion mengalir
keluar sebagai bukti bahwa jarum telah memasuki kantong
amnion. Dengan menjaga supaya posisi tidak beruabah, ujung
jarum dihubungkan dengan semprit untuk menyedot cairan
amnion. Setelah itu perlahan-lahan dimasukkaan larutan NaCl
20% kedalam kantong amnion, smbil mengawasi penderita
dengan seksama, pasien diminta untuk segera melaporkan
bila terasa sakit kepala, panas, nyeri perut yang keras, haus,
atau semutan pada tangan dan muka. Apabila gejala-gejala ini
timbul,

pemberian

larutan

hipertonik

dihentikan

untuk

beberapa menit atau untuk seterusnya . Dalam keadaan baik

dimsukkan larutan NaCl dalam jumlah yang sama dengan


cairan amnion yang dikelurakan. Jika sesudah dimasukan
jarum

spinal

tidak

keluar

cairan

amnion

larutan

NaCl

hipertonik tidak boleh diberikan. Sesudah larutan NaCl masuk,


disuntukan 10 satuan oksitosin ke dalam infus intravena
dengan larutan glukosa 5% sebanyak 500 ml yang sudah
dipasang lebih dahulu, infus dijalankan dengan kecepatan 1224 tetes dalam 1 menit. Apabila dalam 24 jam abortus belum
mulai, pemberian infus dihentikan untuk 6 jam atau lebih
untuk

menghindari

pengaruh

antidiuretik.

Selama

infus

diberikan pemasukan cairan secara oral dibatasi sampai 1500


ml.
Abortus rata-rata terjadi dalam 30 jam. Pada kurang
lebih 10% 2jam sesudah lahir, plasenta belum juga keluar.
Dalam hal ini biasanya plasenta sudah terlepas dari dinding
uters dan dapat dikeluarkan dengan cunam abortus, apabila
plasenta belum terlepas, perlu digunkan kuret tumpul besar.
c. Abortus pada kehamilan antara 12 dan 16 minggu
Pada kehamilan setua ini kerokan lebih banyak jarang
dilakukan,

oleh

karena

akan

dialami

kerusakan

untuk

melahirkan janin melalui kanalis servikalis yang tidak cukup


terbuka,

sedangakan

amniosentesis

juga

tidak

jarang

mengalami kegagalan. Sebaiknya ditunggu sampai kehamilan


berumur 16 minggu, sebelum melakukan abortus dengan
amniosintesis.
bertindak,

Apabila

maka

jalan

ada

alasan

yang

kuat

terbaik

untuk

ialah

segera

melakukan

histerotomi abdominal. Dalam hal ini biasanya adapula alasan


umtuk

melakukan

sterilisasi

dengan

mengankat

atau

mengikat tuba kanan dan kiri


Setelah dinding perut pada garis tengah antara pusat dan
simfisis di buka dengan sayatan, plika vesiko-uterina di buka
melintang dan bersama-sama dengan kandung kencing di
dorong kebawah. Dinding uterus bagian bawah dibuka secara
vertikal, dan setelah kantong amnion digunting, janin dan

plasenta dikeluarkan. Setelah diberi 10 satuan oksitoksin


dalam otot uterus, luka pada uterus dijahit dalam dua lapisan,
kemudian luka yang dijahit ini ditutup dengan plika vesicouterina. Selanjutnya dinding dengan peritoneumnya ditutup
secara biasa.
Komplikasi

biasanya

bergantung

kepada

tehnik

yang

digunakan dalam melakukan tindakan abortus, dimana semakin


invasif tindakan maka komplikasi yang ditimbulkan senakin besar,
berikut komplikasi yang dapat timbul.(1)
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa
selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus,
yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, atau ke kandung
kemuh. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih
dulu dengan seksama pada awal tindakan. Bahaya perforasi
ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau
diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan
seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan
darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan
perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila serviks masih kaku dan dilatasi dipaksakan, maka
akan dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu
dijahit. Apabila terjadi luka pada osteum uteri internum, maka
akibat yang segra timbul ialah peredarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka
panjang ialah kemungkinan timbulnya inkompetensi serviks.
3. Perlekatan dalam kavum uteri (sindom Asherman)
Merupakan sindroma post aborsi dengan adanya perlengketan
rongga endometrium (adhesi) yang ditandai dengan amenore

post abossi. Dalam melakukan kerokan secara sempurna


memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus
dikeluarkan,

tetapi

jaringan

miometrium

jangan

sampai

terkerok karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya


perlekatan

dinding

kavum

uteri

di

beberapa

tempat.

Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila


pada tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu
lembut lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa
ada bahaya perdarahan. Oleh karena itu jika perluhendaknya
diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai
dimasukkan tampon kasa kedalam uterus dan vagina.
5. Infeksi
Apabila syarat-syarat asepsis dan anti sepsis diindahkan ,
bahaya infeksi tidak besar dan bisa dicegah.(1)
Menurut hukum, penguguran kandungan adalah tindakan penghentian
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktunya kelahiran, tanpa melihat usia
kandungan. Ini terlihat dari ketentuan undang-undang sebagai berikut :
KUHP Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun, atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah
2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian tersebut
KUHP Pasal 346

Seorang

perempuan

yang

sengaja

menggugurkan

atau

memastikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun

KUHP Pasal 347


1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, iancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
KUHP Pasal 348
1.

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara

paling lama lima tahun enam bulan


2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam
paling lama tujuh tahun
KUHP Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Yang diancam dengan hukuman adalah:
1)

Perempuan sendiri yang hamil

2)

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan

Pada butir (1) si perempuan tidak perlu melakukan sendiri penguguran itu,
tetapi ia dapat menyuruh orang lain untuk itu. Untuk orang lain itu kemudian berlaku
butir (2).
Dalam ketiga pasal dijumpai:

Dengan sengaja mematikan kandungan

Dengan sengaja menggugurkan kandungan

Mematikan kandungan berarti mematikan anak dalam kandungan yang masih


hidup. Karena anak yang dikeluarkan sudah mati, maka pembuktian bahwa anak
masih hidup dalam kandungan sulit dilakukan, bahkan mungkin tidak dapat
dilakukan. Dengan sengaja menggugurkan kandungan yang dinilai adalah perbuatan.
Di rumah sakit, bila anak dalam kandungan sudah mati, dokter tidak tergesa-gesa
mengeluarkannya, kecuali ada indikasi untuk itu, seperti pendarahan yang parah,
bahaya infeksi yang mengancam sang ibu. Biasanya anak yang mati dalam kandungan
akan lahir sendiri, sebab anak yang mati merupakan benda asing bagi ibunya. Jarang
sekali anak yang mati dalam kandungan tidak dikeluarkan, tetapi cairan dalam tubuh
anak kemudian diserap, diabsorpsi, sehingga anak menjadi keras membatu:
lithopedion.

BAB I
PENDAHULUAN
Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa,
baik dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun perlakuan terhadap anak membutuhkan
spesialisasi perlakuan khusus dan emosi yang stabil.
Pada anak tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan masa depan
bangsa dan agama disandarkan. Anak adalah bapak masa depan, penerus cita-cita dan
pewaris keturunan. Bahwa anak adalah tunas bangsa, dan generasi muda penerus citacita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensial bangsa dan negara pada masa depan.

Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang
mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih
bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode
dalam menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik
fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan
membentuk perilaku yang diharapkan.
Sering pula kekerasan pada anak hadir tanpa kita sadari. Di sekolahsekolah
bermunculan geng-geng yang bernuansa kekerasan, kekerasan yang dilakukan oleh
guru kepada siswanya, ataupun tawuran antar pelajar. Jika kekerasan di sekolah ini
tidak ditangani maka budaya bullying dapat subur dan membudaya yang
menyebabkan anak akan membentuk geng-geng kekerasan di sekolah. Geng-geng
inilah yang mewarnai layar televisi akhir-akhir ini. Tawuran antar pelajar, yang
disinyalir sebagai kegagalan program dan kurikulum pendidikan. Sekolah, hanya
berhasil dalam penanaman teoritis akademis namun gagal dalam penerapan nilainilai/akhlak. Akibatnya, anak diarahkan kesuatu jurang yang menganga dan melintas
diatas titian yang rapuh.
Lingkungan rumah, dan sekolah adalah lahan subur dan sumber utama
terjadinya

kekerasan,

karena

anak

lebih

banyak

berinteraksi

dengan

orangtuanya/pengasuh ataupun guru. Kasus anak jalanan adalah kasus yang unik,
dimana mereka hidup dijalan, mencari nafkah sendiri ataupun untuk agen dari
penyedia jasa anak. Banyak anak tidak dapat memperoleh haknya sebagai seorang
anak.
Kasus-kasus kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara
mental, kekerasan seksual, pedofilia, anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak
dibawah umur, kasus tenaga kerja dibawah umur, trafficking, anak-anak yang
dipekerjakan sebagai PSK, dan kasus perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak
yang tentu saja akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak,
baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa depan anak.
Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi : Kekerasan pada
anak juga dipengaruhi oleh tayangan televisi yang marak akhir-akhir ini, namun
semua itu harus disikapi bijaksana oleh para orangtua, seperti mengingatkan agar anak
tidak banyak nonton sinetron televisi yang menayangkan kekerasan. "Kita pernah
melakukan dengar pendapat tentang kekerasan yang ditayangkan televisi, namun
semua itu adalah nafas dari siaran televisi. Jadi, kita tidak bisa berkutik. Karena itu,

orang tua harus mengalah jangan menonton televisi sepanjang hari. Jika tidak begitu,
maka anak akan ikut-ikutan menonton televisi sampai larut dan mengabaikan tugas
utamanya, yaitu belajar," kata Seto. Ditambahkannya, orang tua harus mampu
menjadi contoh anak-anaknya untuk bertingkah laku positif di rumah, seperti
membelikan buku-buku cerita dan sekaligus bersedia mendongeng untuk si anak.
Sebaliknya, orang tua jangan hanya bisa bercerita apa yang mereka tonton di televisi.
Kasus kekerasan pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Dimana jenis
kasusnya yang beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh dengan
perdebatan. Sebagian orang menganggap bahwa kasus kekerasan digunakan sebagai
hak otonominya, dan bersifat pribadi, dan orang lain tidak boleh mengetahuinya
karena terhasuk aib yang harus ditutupi. Dengan alasan ini, sehingga banyak kasuskasus kekerasan tidak bisa diungkap.
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai
pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang
penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anak buah hati. Tetapi sekarang ini
berita-berita tentang ditemukannya bayi baru lahir dalam keadaan meninggal yang
dimasukan dalam tas platik sering dimuat di media masa.

BAB II
ISI
A. INFANTISID
Infantisid menurut pasal 341 KUHP adalah pembunuhan bayi yang dilakukan
oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena
takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.
Infantisid atau pembunuhan anak sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk
kejahatan terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan
haruslah ibu kandungnya sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan
tersebut adalah karena si ibu takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh
karena anak tersebut umumnya adalah hasil hubungan gelap.

Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah membuat keadaan
asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan. Di
Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukan
dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di
kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).
Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan
atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan
anak. Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologik ibu yang baru
melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut
menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan sadar yang penuh,
dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

Gambar 1. Infantisid atau pembunuhan anak sendiri (PAS)

Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan:


(1) pengertian pembunuhan mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa bayi
lahir hidup, terdapat tanda kekerasan dan sebab kematian akibat kekerasan (termasuk
peracunan)
(2) pengertian baru lahir mengharuskan penilaian atas: cukup bulan atau belum,
usia gestasi, usia pasca lahir serta memberikan pula asupan laik hidup (viable) atau
tidaknya bayi tersebut
(3) pengertian takut diketahui diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih
sayang si ibu kepada bayinya yang diperlihatkan dengan belum tampaknya tandatanda perawatan. Anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya perawatan
menunjukkan adanya kasih sayang ibu kepada bayinya, sehingga dapat diartikan
bahwa rasa takut diketahui telah melahirkan tersebut telah hilang

(4) pengertian si ibu membunuh anaknya sendiri mengharuskan kepada kita untuk
berupaya membuktikan apakah mayat bayi yang diperiksa adalah anak dari tersangka
ibu yang diajukan.
Tanda lahir hidup adalah adanya udara dalam paru-paru, lambung dan usus, dan
liang telinga tengah. Adanya udara dalam paru-paru ditandai gambaran paru-paru
memenuhi rongga dada, paru paru berwarna merah ungu, dan gambaran mozaik,
tepi paru tumpul, terdapat krepitasi dan bila dibenamkan dalam air akan tampak
gelembung udara, berat 1/35 berat badan, tes apung positif, pada pemeriksaan
mikroskopik tampak pengembangan alveoli yang tidak merata dengan dinding alveoli
licin tanpa ada penonjolan ( projection ). Adanya makanan dalam lambung
menandakan bahwa anak sudah cukup lama hidup.
Tanda tanda perawatan, antara lain :
- keadaan tubuh sudah bersih dari darah dan verniks caseosa
- tali pusat telah terpotong dan diikat
- anak sudah berpakaian atau diberi susu
Untuk membuktikan PAS harus dapat ditentukan apakah bayi lahir hidup atau
lahir mati.

Dari hasil pemeriksaan dalam secara makroskopik terlihat gambaran

mozaik pada kedua paru dan uji apung paru positif sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada kasus ini bayi lahir hidup. Seyogyanya juga harus dilakukan pemeriksaan
mikroskopik pada paru, akan tetapi buku teks menyebutkan bahwa paru dengan
gambaran mozaik selalu memberikan hasil uji apung paru yang positif yang bisa
diasumsikan bahwa bayi sudah pernah bernafas.
Adanya asfiksia mekanik berupa pembengkapan dan pencekikan dapat
disimpulkan dari hasil pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Memar pada
lidah kiri memberikan petunjuk akibat pembengkapan. Sedangkan luka lecet pada
leher memberikan ciri-ciri yang khas sesuai dengan kasus pencekikan. Lebam mayat
yang luas (wajah, leher, belakang tubuh dan tungkai), bintik perdarahan pada mata,
pangkal batang tenggorok serta pada piala ginjal juga merupakan temuan yang
mendukung tanda-tanda asfiksia.
Pembengkapan dan atau pencekikan merupakan cara yang paling sering
digunakan dalam kasus PAS oleh pelaku, hal ini dilakukan untuk mencegah bayi
menangis agar tidak diketahui oleh orang lain bahwa ia melahirkan bayi.
Bentuk kekerasan lain yang ditemukan pada mayat bayi ini adalah kekerasan
tajam pada daerah kepala dan dada, serta kekerasan tumpul pada daerah kepala, lidah,

dagu dan leher. Luka terbuka pada daerah kepala merupakan kekerasan tajam yang
terjadi intravital karena ditemukan tanda-tanda intravitalitas seperti resapan darah dan
perdarahan pada kulit kepala. Tidak ditemukannya darah pada rongga dada kanan
maupun kiri sebagai akibat kekerasan tajam pada dada kanan menunjukkan bahwa
luka merupakan luka pasca mati. Tulang tengkorak yang patah dan hancurnya
jaringan otak menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi adalah kekerasan tumpul.
Beberapa studi menunjukkan bahwa asfiksia mekanik merupakan metode yang
paling sering digunakan, kekerasan tumpul jarang dan kekerasan tajam amat jarang,
hanya 2,1% dari keseluruhan PAS.
Metode metode yang dapat dilakukan untuk penentuan identitas seseorang,
antara lain:
1. Metode visual
Dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau teman
dekatnya.
2. Pemeriksaan pakaian
Meliputi bahan pakaian, model pakaian, inisial merek.
3. Pemeriksaan dokumen
Seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), kartu golongan
darah, paspor, struk struk pembayaran.
4. Pemeriksaan perhiasan
Seperti anting anting, kalung, gelang, atau cincin.
5. Identifikasi medis
Meliputi pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, ras,
jenis kelmin, warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh / kelainan khusus, jaringan
parut bekasi operasi / lka, tato, dsb.
6. Pemeriksaan serologis
Untuk menentukan golongan darah korban. Sampel dapat dari darah, rambut, kuku,
atau tulang.
7. Pemeriksaan sidik jari
Dengan membuat sidik jari langsung dari jari korban atau pada keadaan dimana jari
telah keriput, sidik jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas dan
mengenakan pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan sidik jari.
8. Pemeriksaan gigi

Meliputi oencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara manual, radiologis, dan
pencetakan gigi dan rahang.
9. Metode eksklusi
Dilakukan jika terdapat korban yang banyak dengan daftar tersangka korban pasti
seperti pada kecelakaan masal penumpang pesawat udara, kapal laut, (melalui daftar
penumpang). Bila semua korban kecuali satu yang terakhir telah dapat ditentukan
identitasnya dengan metoda identifikasi lain, maka korban yang terakhir tersebut
kangsung diidentifikasikan dari daftar korban tersebut.
Pemeriksaan Pada Bayi
Autopsi
Pada kasus dilakukan Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal. Yaitu
dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan Undang Undang, dengan
tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas
b. Menentukan sebab pasti kematian
c. Memperkirakan cara kematian. Wajar (natural death) atau tidak wajar.
Kematian wajar sebagai contoh, cedera atau luka akibat penyakit. Sedangkan
kematian tidak wajar adalah, akibat kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan.
d. Memperkirakan mekanisme kematian
e. Mengumpulkan serta mengenali barang-barang bukti
f. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta Visum et Repertum.
g. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu penuntutan terhadap yang
bersalah
Pemeriksaan Hubungan Bayi dan Wanita
a. Identifikasi DNA
Setiap orang memiliki DNA yang unik. DNA adalah materi genetik yang
membawa informasi yang dapat diturunkan. Di dalam sel manusia DNA dapat
ditemukan di dalam inti sel dan di dalam mitokondria. Di dalam inti sel, DNA
membentuk satu kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel manusia yang
normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom somatik dan 1
pasang kromosom sex (XX atau XY).
Kedua pola penurunan materi genetik dapat diilustrasi seperti gambar
sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan

untuk mengidentifikasi dan membedakan individu yang satu dengan individu yang
lain.
Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi dan
hukum antara lain: tunjangan anak, perwalian anak, adopsi, imigrasi, warisan dan
masalah forensik (dalam Identifikasi korban pembunuhan). Hampir semua sampel
biologis dapat dipakai untuk tes DNA, seperti buccal swab (usapan mulut pada pipi
sebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya, walaupun lebih dipilih penggunaan
darah dalam tabung (sebanyak 2ml) sebagai sumber DNA.
b. Aspek Hukum
Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika
sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat dan polisi atau jaksa),
maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum. Hingga saat ini pengaturan
mengenai penggunaan alat bukti tes DNA hanya diatur dalam KUHAP. Berikut adalah
beberapa paparan mengenai pengaturan mengenai alat bukti tes DNA dari peraturan
hukum tersebut berdasarkan ketentuan dalam KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981).
Sebagai produk hukum yang mengatur mengenai pidana formil, di dalam KUHAP
tidak banyak kita temui pengaturan mengenai penggunaan alat bukti tes DNA sebagai
alat bukti. Dalam hal ini hanya terdapat satu pasal yang mengatur alat bukti, yaitu :
Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan Alat bukti yang sah ialah;
(1) Keterangan saksi
(2) Keterangan ahli
(3) Surat
(4) Petunjuk
(5) Keterangan terdakwa
Mengingat pembuktian dengan menggunakan tes DNA memang tidak diatur
secara khusus dalam KUHAP, sehingga berakibat masalah legalitasnya bersifat sangat
interpretatif. Namun sebelum melangkah lebih jauh mengenai memanfaatkan alat
bukti tes DNA sebagai alat bukti di persidangan, berbagai pemikiran dan ulasan serta
kerangka pikir yang terbangun nampaknya sudah mulai mengerucut bahwa alat bukti
tes DNA paling dekat korelasinya dengan alat bukti petunjuk.
B. KEKERASAN TERHADAP ANAK
Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam.
Meski tampaknya setiap orang sering mendengar dan memahaminya. Salah satu
definisi yang paling sederhana adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti

orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan ( Abu
Huraerah:2006). Masing-masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan
konsekuensi yang berbeda-beda.

Penderaan anak atau penganiayaan anak atau

kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan terjemahan bebas
dari

child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya menjadi

pelindung (guard) pada seorang anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara
fisik, seksual, dan emosional. Pengertian kekerasan Menurut UU perlindungan anak
no 23 tahun 2003 dalam Pasal 3 UU PA adalah meliputi kekerasan fisik, psikis,
seksual, dan penelantaran. UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak
adalah Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau emosional, penganiayaan
seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang
mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan,
dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan
yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.
Faktor penyebab terjadinya

kekerasan terhadap anak antara lain : (1) Anak

mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu
lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu
bergantung kepada orang dewasa. (2) Kemiskinan keluarga, banyak anak.(3) Keluarga
pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau
keluarga tanpa ayah. (4) Keluarga yang belum matang secara psikologis,
ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang
tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah. (5) Penyakit gangguan
mental pada salah satu orang tua. (6) Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang
dulu sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan
anak-anaknya dengan pola yang sama, serta (7) Kondisi lingkungan sosial yang
buruk, keterbelakangan. Namun, di luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan
struktural menjadi problem utama kehidupan anak-anak Indonesia.
C. UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBUNUHAN DAN KEKERASAN
TERHADAP ANAK
1. Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika
dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa

ia sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan
hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.
2. Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya
sebab takut ketahuan bahwa ia tak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan
jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian dari pada itu,
dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan (kindermoord) dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Pasal-pasal diatas (pasal 341 dan 342) berlaku jika dan hanya jika pembunuh
adalah ibu kandung sendiri. Apabila pembunuh bukan ibu kandung, berarti orang
tersebut dihukum karena pembunuhan tanpa rencana (pasal 338; ancaman pidana 15
tahun) atau pembunuhan berencana (pasal 339 dan 340 ancaman pidana 20 tahun,
seumur hidup, atau hukuman mati)
3. Pasal 343 KUHP
Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan.
4. Pasal 181 KUHP
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan
mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lirna ratus rupiah.
5. Pasal 308 KUHP
Bila seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah melahirkan
anak, menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan
maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam
pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
6. Pasal 305 KUHP
Barangsiapa menempatkan anak yang berumur di bawah tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
7. Pasal 306 KUHP
(1) Bila salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 304 dan 305 mengakibatkan lukaluka berat, maka yang bersalah dianeam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun enam bulan.

(2) Bila mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Apabila bayi yang lahir mati itu sebelumnya masih dapat hidup di dalam
kandungan ibunya, namun karena usaha-usaha tertentu mengakibatkan pengeluaran
janin tersebut sebelum waktunya, terkena pasal :

1. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun
2. Pasal 347 :
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun
3. Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

4. Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Kekerasan Pada Anak Menurut UU Perlindungan Anak
Definisi anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002;
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam
kandungan.

Definisi undang-undang ini mencakup janin, bayi, anak-anak sampai berumur


18 tahun. Undang-undang ini juga mengatur tanggung jawab sosial anak dan
tanggung jawab anak dimuka hukum. Kekerasan (Bullying) menurut Komisi
Perlindungan Anak (KPA) adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang
yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti
orang atau membuat orang tertekan, trauma/depresi dan tidak berdaya.
Batas-batas kekerasan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23
tahun 2002 ini, Tindakan yang bisa melukai secara fisik maupun psikis yang berakibat
lama, dimana akan menyebabkan trauma pada anak atau kecacatan fisik akibat dari
perlakuan itu. Dengan mengacu pada defenisi, segala tindakan apapun seakan-akan
harus dibatasi, dan anak harus dibiarkan berkembang sesuai dengan hak-hak yang
dimilikinya (Hak Asasi Anak). Hak anak untuk menentukan nasib sendiri tanpa
intervensi dari orang lain.

BAB III
PENUTUP
Kasus-kasus pembunuhan bayi (infantisid), untuk mengetahui: (1) Siapa orang
tua bayi (2) Berapa umur bayi, berkenan dengan penetapan berat ringannya sanksi
dalam kasus abortus kriminalis, seperti yang diatur dalam KUHP pasal-pasal 306,
308, 342 dan 349. Umur bayi dalam bulan dapat diperkirakan berdasarkan ukuran
panjang badan menurut Haase (puncak kepala-tumit) atau menurut Streeter (puncak
kepala-tulang ekor). Untuk mengetahui apakah bayi lahir hidup atau mati dapat

diektahui melalui tes apung paru-paru atau dapat juga melalui pemeriksaan histologis
garis-garis neonatal gigi. Mengenai garis-garis neonatal ini, disebutkan bahwa proses
mneralisasi pada gigi berlangsung kontinyu dan ritmis, fase aktif dan istirahat silih
berganti dalam keseimbangan yang halus dan peka. Ritme perkembangan ini berpola,
terlihat sebagai garis-garis sejajar disebut garis-garis pertumbuhan (incremental lines)
Retzius dalam email dan Owen dalam dentin. Pada gigi geligi yang proses
kalsifikasinya mulai prenatal, yaitu gigi-gigi susu dan geraham tetap pertama,
disebutkan tampak dalam penampang mikroskopis ada garis-garis pertumbuhan yang
menyimpang polanya dan bentuknya lain. Hal ini disebabkan karena goncangan dan
perubahan dalam metabolisme mineral pada saat lahir, karena pengaruh makanan dan
perubahan lingkungan. Sejumlah garis pertumbuhan yang menunjukkan aksentuasi
sesaat lahir, dinamakan garis-garis neonatal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chadha, P., V., 1995, Ilmu Forensik dan Toksikologi, Edisi V,
Penerbit Widya Medika, Jakarta.
2. Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T.,
Munim, A., Sidhi., Hertian, S., Sampurna, B., Purwadianto, A.,
Rizkiwijaya, Herkutanto, Atmadja, D., S., Budiningsih, Y.,
Purnomo, S., 1997, Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Pertama,
cetakan

kedua,

Bagian

Kedokteran

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Forensik

Fakultas

3. Sampurna, B., Samsu, Z., 2004, Peranan Ilmu Forensik dalam


Penegakan Hukum, Edisi kedua, Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
4. Dahlan, S., 2000, Ilmu Kedokteran Forensik, Cetakan I, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
5. Afandi D, Swasti D, dkk. Pembunuhan anak sendiri (PAS) dengan kekerasan
multipel. Maj Kedokt Indon 2008, Vol 5, No.9.
6. Putrika P.R. Gharini. ( 2004) . Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan
Tinjauan Agama . Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma
ke-3, 13-19 September 2004

Anda mungkin juga menyukai