Anda di halaman 1dari 8

Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah

Remaja yang Bertunangan


Finda Anesia C.P. dan Hari Basuki Notobroto
Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR
Alamat Korespondensi:
Finda Anesia C.P.
anesiafinda@gmail.com
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115

ABSTRACT
In a dating relationship, teenagers are usually permissive to do a kind of relationship which leads to premarital
sex behaviour. The same condition usually happen to those who were in engagement relationships. The risk of
premarital sex behaviour was higher on teenagers who were in engagement relationship. This research aimed
to analyze factors that influenced premarital sex behaviour of teenagers who were in engagement relationship in
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. This research was observational with cross-sectional design. The sample
of this research were 40 teenagers aged 1315 years old who were in engagement relationship in Kecamatan Kendit
Kabupaten Situbondo. The sampling technique used in this research was simple random sampling. The independent
variables of this research were age, sex, parents educational background, knowledge, attitude, information
resources, parents control, family background, and early age engagement in family tradition. Statistical analysis
used in this research were chi square statistic (2) and multiple logistic regression with significance level = 0.05.
The result showed that the significance value of parents control was 0.001 (p < 0.05) and early age engagement
in family tradition was p = 0.055 (p < 0.05). Parents control and early age engagement in family tradition affect
the premarital sex behaviour of teenagers who are in engagement relationship in Kecamatan Kendit Kabupaten
Situbondo.
Keywords: teenagers, engagement, pre marital sex behaviour
ABSTRAK
Dalam menjalankan hubungan, remaja biasanya permisif untuk melakukan jenis hubungan yang mengarah ke
perilaku seks pranikah. Kondisi yang sama biasanya terjadi pada mereka yang berada dalam hubungan pertunangan.
Risiko perilaku seks pranikah lebih tinggi pada remaja yang berada dalam hubungan pertunangan. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja yang berada dalam
hubungan pertunangan di Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Penelitian ini bersifat observasional dengan
desain cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah 40 remaja berusia usia 1315 tahun yang berada di hubungan
pertunangan di Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah simple random sampling. Variabel bebas penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan,
pengetahuan, sikap, sumber informasi, orang tua, kontrol orang tua, latar belakang keluarga, dan keterlibatan anak
dalam tradisi keluarga. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi square statistic dan regresi
logistik ganda dengan tingkat signifikansi = square (0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi
kontrol orang tua adalah 0,001 (p < 0,05) dan keterlibatan usia dini dalam tradisi keluarga adalah p = 0,055
(p < 0,05). Kontrol orang tua dan keterlibatan usia dini dalam tradisi keluarga mempengaruhi perilaku seks pranikah
remaja yang berada dalam hubungan pertunangan di Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.
Kata kunci: remaja, keterlibatan, perilaku seks pranikah

PENDAHULUAN

yang melakukan perilaku seksual pranikah.


Berdasarkan hasil temuan Lembaga Studi
Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian
Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di
tahun 2008 yang melakukan penelitian terhadap
1.660 mahasiswi di Yogyakarta memperoleh

Kasus perilaku seksual pranikah yang


dilakukan remaja cenderung mengkhawatirkan
karena data hasil survey maupun penelitian
menunjukkan peningkatan jumlah remaja

140

Finda, dkk., Faktor yang Memengaruhi Perilaku

hasil 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah


kehilangan keperawanannya (Munir, 2010).
Data survei terakhir Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada
tahun 2010 menyebutkan sebanyak 5.912 wanita
di umur 1519 tahun secara nasional pernah
melakukan hubungan seksual (Munir, 2010).
Terjadinya perilaku seksual pada remaja
salah satunya dipengaruhi oleh perubahan
pandangan yang tampak saat remaja mulai
memasuki masa pacaran. Masa pacaran telah
diartikan menjadi masa untuk belajar melakukan
aktivitas seksual dengan lawan jenis, mulai dari
ciuman ringan, ciuman maut, saling masturbasi,
seks oral, bahkan sampai hubungan seksual.
Berdasarkan hasil survei kesehatan reproduksi
remaja yang diselenggarakan BKKBN tahun
2010 perilaku pacaran permisif yang dilakukan
oleh remaja antara lain berpegangan tangan saat
pacaran (92%), berciuman (82%), rabaan petting
(63%) (Ningtyas, 2012).
Dalam hubungan dengan status pacaran, para
remaja sudah permisif untuk melakukan gaya
pacaran yang menjurus pada perilaku seksual
pranikah. Hal yang serupa dapat terjadi pada
remaja yang menjalani hubungan dengan status
bertunangan di mana status bertunangan memiliki
tingkatan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
status pacaran.
Menurut hasil riset Wijaya (2001) terhadap
202 remaja di kota Malang diperoleh data bahwa
lebih dari 90% remaja yang sudah bertunangan
telah melakukan hubungan seksual pranikah.
Hasil penelitian Suryoputro tahun 2006 pada
remaja di Jawa Tengah menemukan lebih dari
90% remaja wanita telah melakukan hubungan
seks pranikah dengan tunangannya.
Tradisi tunangan pada usia dini umumnya
masih terdapat di daerah pedesaan yang sebagian
besar penduduknya bersuku Madura. Di wilayah
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo yang
di mana sebagian besar penduduknya berasal
dari suku Madura, dapat ditemukan para remaja
kelompok usia dini yang telah bertunangan.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan di
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo
ditemukan bahwa sebanyak 66 orang remaja
dari total keseluruhan remaja yang berusia
1315 tahun telah diikat dengan hubungan
pertunangan.

141

Adanya pertunangan pada usia dini ini dapat


memicu terjadinya perilaku seksual pranikah
yang berujung pada kehamilan. Dari hasil indepth
interview dengan bidan di salah satu desa di
Kecamatan Kendit, diketahui bahwa pada tahun
2011 terjadi kehamilan yang tidak diinginkan
(KTD) pada siswi kelas 2 SMP yang merupakan
hasil hubungan seksual dengan tunangannya.
Kehamilan tersebut berakhir dengan aborsi paksa
yang kemudian menyebabkan terjadinya infeksi
pada rahim, namun untuk kasus-kasus lain tidak
diketahui lebih detail karena kasus dugaan hamil
di luar nikah ataupun kasus aborsi umumnya
ditutupi rapat-rapat oleh pihak keluarga sehingga
baik warga kecamatan sendiri maupun pihak
sekolah tidak mengetahui.
Berdasar uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan pertunangan
tersebut berpotensi untuk memicu terjadinya
perilaku seks pranikah pada kelompok remaja
usia dini tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku seksual
pranikah yang telah dilakukan oleh kelompok
remaja usia dini yang telah bertunangan dan
faktor yang memengaruhinya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan rancangan cross sectional.
Populasi penelitian adalah remaja usia 1315
tahun yang telah bertunangan di Kecamatan
Kendit Kabupaten Situbondo sebanyak 66 orang
dengan sampel sebanyak 40 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling.
Variabel dalam penelitian ini adalah umur
Responden, jenis kelamin Responden, pendidikan
terakhir orang tua (pihak ayah), pengetahuan
tentang seks pranikah, sikap terhadap seks
pranikah, kontrol orang tua, sumber informasi
tentang seks pranikah, latar belakang tunangan
orang tua dan tradisi pertunangan di usia muda
dalam keluarga.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Persentase terbesar umur Responden adalah
14 tahun yaitu sebanyak 18 orang (45%). Hasil

142

Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 140147

Tabel 1.

Karakteristik Responden

Variabel
Umur
13 tahun
14 tahun
15 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan Orang Tua
Tamat SD/sederajat
Tamat SMP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
Jumlah

karakteristik umur Responden secara lengkap


disajikan dalam Tabel 1.
Persentase terbesar Responden berdasarkan
jenis kelamin adalah berjenis kelamin lakilaki yaitu sebanyak 22 orang (55%). Hasil
karakteristik jenis kelamin Responden secara
lengkap disajikan dalam tabel di bawah ini.
Sebagian besar orang tua Responden memiliki
pendidikan terakhir SMP yaitu sebanyak
42,5%. Hasil karakteristik pendidikan orang tua
Responden secara lengkap disajikan dalam tabel
di bawah ini.
Bentuk Perilaku Seks Pranikah
Jenis perilaku seks pranikah yang pernah
dilakukan oleh remaja yang bertunangan di
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo yaitu
sebanyak 100% pernah berpegangan tangan,
37,5% pernah berpelukan, 37,5% pernah
berciuman pipi, 20% pernah berciuman bibir,
17,5% pernah meraba/diraba pada bagian tubuh
yang sensitif, 17,5% pernah melakukan petting
dan 10% pernah melakukan hubungan seks
(intercourse).
Tabel 2.

Frekuensi
12
18
10
22
18
10
17
13

Persentase
30,0
45,0
25,0
55,0
45,0
25,0
42,5
32,5

40

100,0

Hasil bentuk perilaku seks pranikah yang


pernah dilakukan oleh Responden secara lengkap
disajikan dalam Tabel 2.
Hubungan antara Pendidikan Orang Tua
dengan Kontrol Orang Tua
Hasil hubungan antara pendidikan terakhir
orang tua dengan kontrol orang tua terhadap
remaja yang bertunangan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pendidikan
orang tua yang semakin rendah berkaitan dengan
persentase kontrol/pengawasan yang kurang
terhadap hubungan pertunangan anaknya.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan
Fishers Exact test, diperoleh nilai p sebesar
0,007 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pendidikan
terakhir orang tua dengan kontrol orang tua.
Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Seks Pranikah
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tingkat
umur yang semakin tinggi, persentase remaja

Distribusi Perilaku Seks Pranikah Remaja yang Bertunangan

Perilaku Seks Pranikah


Berpegangan tangan
Pelukan
Ciuman pipi
Ciuman bibir
Perabaan Daerah Sensitif Tubuh
Mendekatkan Alat Kelamin (petting)
Hubungan Seks

Ya
40
15
15
8
7
7

(%)
100,0
37,5
37,5
20,0
17,5
17,5

Tidak
0
25
25
32
33
33

(%)
0,0
62,5
62,5
80,0
82,5
82,5

10,0

36

90,0

Finda, dkk., Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Tabel 3.

Tabulasi Silang Pendidikan Orang


Tua dengan Kontrol Orang Tua pada
Remaja yang Bertunangan

Kontrol Orang
Tua
Baik Kurang
Tamat SD
4
6
40,0% 60,0%
Tamat SMP 15
2
88,2% 11,8%
Tamat SMA 11
2
84,6% 15,4%
Jumlah
30
10
75,0% 25,0%
Pendidikan
Orang Tua

Jumlah Peluang
10
0,007
100,0%
17
100,0%
13
100,0%
40
100,0%

yang melakukan perilaku seks pranikah kategori


intim semakin meningkat.
Perilaku seks kategori intim lebih banyak
dilakukan oleh remaja laki-laki dibandingkan
remaja perempuan. Remaja yang memiliki
pengetahuan kurang cenderung melakukan
perilaku seks pranikah kategori intim dan
sebaliknya semakin baik pengetahuan yang
dimiliki remaja tentang seks pranikah maka
remaja tersebut cenderung melakukan perilaku
seks pranikah yang tidak intim. Semakin permisif
Tabel 4.

sikap yang dimiliki remaja maka persentase


perilaku seks pranikah kategori intim semakin
besar. Sebanyak 70% remaja dengan kontrol
orang tua yang baik melakukan perilaku seks
yang tergolong tidak intim. Persentase ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan remaja yang
memiliki kontrol orang tua baik yang melakukan
perilaku seks intim yaitu sebesar 30%. Remaja
dengan sumber informasi banyak yang melakukan
perilaku seks tidak intim memiliki persentase
sebesar 51,6% lebih tinggi jika dibandingkan
remaja dengan sumber informasi banyak yang
melakukan perilaku seks intim yaitu sebesar
48,4%. Remaja dengan latar belakang orang tua
yang bertunangan yang melakukan perilaku seks
tidak intim yaitu sebesar 55,2% lebih tinggi jika
dibandingkan dengan remaja yang melakukan
perilaku seks intim yaitu sebesar 44,8%. Remaja
yang memiliki tradisi pertunangan dalam keluarga
yang melakukan perilaku seks pranikah tidak
intim sebesar 25% lebih rendah jika dibandingkan
dengan remaja yang memiliki tradisi pertunangan
dalam keluarga yang melakukan perilaku seks
intim yaitu sebesar 75%.
Hasil analisis bivariat dengan chi square
2
( ), diperoleh kesimpulan bahwa umur,

Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja yang Bertunangan
Variabel

Umur
Jenis kelamin
Pengetahuan
Sikap
Kontrol Orang Tua
Sumber Informasi
Latar Belakang Tunangan
Orang Tua
Tradisi Pertunangan
Jumlah

143

Kategori
13 Tahun
14 Tahun
15 Tahun
Laki-laki
Perempuan
Baik
Kurang
Permisif
Tidak permisif
Baik
Kurang
Banyak
Sedikit
Tunangan
Tidak Tunangan
Ada
Tidak Ada

Perilaku Seks Pranikah


Tidak Intim
Intim
9 (75%)
3 (25%)
11 (61,1%)
7 (38,9%)
2 (20%)
8 (80%)
11 (50%)
11 (50%)
11 (61,1%)
7 (38,9%)
19 (73%)
7 (27%)
3 (21,4%) 11 (78,6%)
7 (35%)
13 (65%)
15 (75%)
5 (25%)
21 (70%)
9 (30%)
1 (10%)
9 (90%)
16 (51,6%) 15 (48,4%)
6 (66,7%)
3 (33,3%)
16 (55,2%) 13 (44,8%)
6 (54,5%)
5 (45,5%)
4 (25%)
12 (75%)
18 (75%)
6 (25%)
22 (55%)

18 (45%)

Jumlah

Peluang

12 (100%)
18 (100%)
10 (100%)
22 (100%)
18 (100%)
26 (100%)
14 (100%)
20 (100%)
20 (100%)
30 (100%)
10 (100%)
31 (100%)
9 (100%)
29 (100%)
11 (100%)
16 (100%)
24 (100%)

0,028

40 (100%)

0,701
0,005
0,026
0,002
0,476
1,000
0,005

144

Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 140147

pengetahuan, sikap, kontrol orang tua dan tradisi


pertunangan berhubungan dengan perilaku
seks pranikah pada remaja yang bertunangan.
Analisis tersebut dengan menggunakan = 5%.
Sedangkan jenis kelamin, sumber informasi, latar
belakang tunangan orang tua tidak berhubungan
dengan perilaku seks pranikah pada remaja yang
bertunangan.
Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual
Pranikah Remaja yang Bertunangan
Dari hasil analisis bivariat diperoleh
enam variabel independen yang memiliki nilai
p < 0,25 yaitu pendidikan orang tua, umur,
pengetahuan tentang seks pranikah, sikap
terhadap seks pranikah, kontrol orang tua dan
tradisi pertunangan dalam keluarga. Untuk
menguji pengaruh variabel independen tersebut
terhadap perilaku seks pranikah remaja yang
bertunangan dilakukan dengan analisis regresi
logistik berganda. Adapun hasil uji regresi
logistik berganda secara lengkap disajikan pada
Tabel 5.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Dorongan seksual dapat muncul pada remaja
di umur pertengahan yaitu antara umur 14 sampai
16 tahun. Ciri khas remaja pertengahan yaitu
para remaja sudah mengalami pematangan fisik
secara penuh, anak laki-laki sudah mengalami
mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah
mengalami haid.
Santrock dalam Darmasih (2009)
menyatakan bahwa minat remaja terhadap lawan
jenis dipengaruhi oleh perkembangan organ
seksual. Terjadinya peningkatan minat remaja
terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh faktor
perubahan fisik selama masa pubertas.

Tabel 5.

Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik


Berganda

Variabel
Kontrol Orang Tua
Tradisi Pertunangan
Konstanta

Koefisien
4,619
2,251

p-value
0,001
0,055

2,916

0,005

Menurut Prayitno dalam Darmasih (2009),


orang tua yang memiliki pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi yang rendah juga akan
berdampak pada peranan yang rendah terhadap
pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak
sehingga anak akan mencari informasi tentang
seks pranikah kepada sumber lain di mana hal
ini bisa mengakibatkan informasi yang diperoleh
anak tidak tepat.
Hubungan antara Pendidikan Orang Tua
dengan Kontrol Orang Tua
Menurut Hady dalam Darmasih (2009),
ketidaktahuan orang tua tentang konsep
kesehatan reproduksi menyebabkan remaja dapat
mencari informasi di luar rumah yang justru
sering mengarahkan mereka pada solusi yang
menjerumuskan. Orang tua yang melakukan
pengawasan atau kontrol yang kurang terhadap
media informasi, dapat mengakibatkan anak
berisiko menerima informasi yang salah tentang
seksualitas.
Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Seks Pranikah
Menurut Hyde (2006) semakin muda
umur seseorang saat mengalami pubertas maka
semakin besar risiko terjadinya perilaku seks
pranikah dikarenakan perubahan pada hormon
yang terjadi seiring dengan masa pubertas
berkontribusi pada meningkatnya keterlibatan
seksual pada sikap dan hubungan dengan lawan
jenis. Hal ini dikarenakan pada umur ini adalah
potensial aktif bagi mereka untuk melakukan
perilaku seks bebas. Hal tersebut tergambar
dalam hasil penelitian ini di mana sebagian besar
Responden yang telah melakukan perilaku seks
kategori intim berada pada umur 1415 tahun
jika dibandingkan dengan Responden umur 13
tahun yang memiliki persentase perilaku seks
kategori intim lebih sedikit.
Menurut Sarwono (2006) laki-laki
memiliki peluang untuk melakukan perilaku
seks dibandingkan perempuan dikarenakan
norma yang berlaku pada laki-laki lebih
longgar daripada perempuan. Selain itu
perempuan memiliki orientasi pernikahan yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga
perempuan biasanya memiliki keinginan untuk

Finda, dkk., Faktor yang Memengaruhi Perilaku

mempertahankan keperawanannya sebelum


pernikahan. Hasil penelitian ini menunjukkan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara
jenis kelamin dan perilaku seks pranikah. Hal ini
dapat disebabkan karena pada hasil penelitian ini
jumlah remaja laki-laki yang melakukan perilaku
seks kategori tidak intim sama dengan jumlah
remaja perempuan meskipun pada perilaku seks
kategori intim jumlah remaja laki-laki lebih
banyak dibandingkan remaja perempuan.
Rendahnya pengetahuan remaja tentang
seksualitas akan berpengaruh pada perilaku
negatif dikarenakan dukungan informasi
yang kurang tentang permasalahan kesehatan
reproduksi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan dan penyakit kelamin akibat
hubungan seks pranikah, sedangkan remaja
yang memiliki pengetahuan secara benar dan
proporsional tentang kesehatan reproduksi
cenderung menggunakan cara alternatif yang
dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan
seksual secara sehat dan bertanggung jawab
(Sarwono, 2006).
Menurut Fitriana (2009) remaja yang
memiliki sikap mendukung tentang seks
pranikah cenderung telah melakukan perilaku
seksual mulai dari berpegangan tangan sampai
bersenggama, namun ada juga remaja yang
memiliki sikap tidak mendukung tentang seks
pranikah cenderung tidak melakukan perilaku
seksual. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya, antara lain agama, sosial
budaya dan pendidikan.
Tingkat keintiman perilaku seks yang
dilakukan Responden yang memperoleh
kontrol orang tua yang baik lebih rendah jika
dibandingkan Responden yang memperoleh
kontrol yang kurang. Menurut Widyastuti (2009),
jenis kebebasan yang diberikan orang tua kepada
anak dapat dilandasi oleh rasa kepercayaan.
Orang tua yang memberikan kebebasan karena
kepercayaan yang tinggi pada anak biasanya
akan membuat anak melakukan segala sesuatu
sesuai dengan rasa tanggung jawab, termasuk
menghindari perilaku seks pranikah yang intim.
Rohmawati (2008) menyatakan bahwa
paparan media cetak dan media elektronik
memiliki pengaruh hubungan seksual pranikah
yang dilakukan remaja. Remaja yang sedang
dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba,

145

akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya


dari media massa tersebut, akan tetapi dalam
hasil penelitian ini diketahui bahwa banyaknya
sumber informasi yang diperoleh remaja tentang
seksual pranikah tidak berhubungan dengan
perilaku seks pranikah yang mereka lakukan.
Adanya latar belakang pertunangan di usia
muda yang pernah dialami orang tua remaja
dapat menimbulkan adanya suatu kebiasaan pada
orang tua tersebut untuk mengikatkan hubungan
pertunangan pada anaknya di usia muda. Apalagi
jika orang tua masih terpengaruh pada nilai
budaya lama yang menganggap bahwa menstruasi
merupakan tanda telah dewasanya seorang anak
gadis, di mana hal ini akan membentuk sikap
mendukung orang tua terhadap pertunangan usia
dini yaitu segera mencarikan jodoh untuk anak
perempuan bila sudah memasuki masa haid,
namun karena pertunangan orang tua di masa
muda dilakukan di masa lalu sehingga tidak
menunjukkan hubungan dengan perilaku seks
pranikah yang dilakukan oleh anak.
Adanya pertunangan di umur muda
menyebabkan remaja memiliki pasangan kencan.
Menurut Hyde (2006), remaja yang memiliki
kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang
seumurannya memiliki kemungkinan untuk
bersikap permisif dalam hubungan seks bebas.
Untuk menjadi lebih aktif secara seksual
dan untuk memiliki hubungan dengan lebih
banyak pasangan daripada mereka yang mulai
bertunangan pada umur yang lebih lanjut. Selain
itu dengan adanya hubungan pertunangan juga
akan menimbulkan adanya hubungan afeksi/
pengalaman berkencan di mana individu yang
menjalin hubungan afeksi/pacaran dari umur yang
lebih dini, cenderung lebih permisif terhadap
perilaku seks bebas begitu juga halnya dengan
individu yang telah lebih banyak berpacaran
dari individu yang berumur sebaya dengannya.
(Hyde, 2006)
Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual
Pranikah Remaja yang Bertunangan
Menurut Green dalam Suwarni (2009),
perilaku remaja dapat dipengaruhi oleh sikap dan
perilaku dari orang tua terhadap remaja dalam
bentuk kontrol orang tua. Hal ini terjadi karena
munculnya kontrol psikologis dalam diri remaja
bahwa orang tuanya mengetahui keberadaannya

146

Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 140147

dan kegiatan yang dilakukan sewaktu keluar


rumah. Semakin tinggi persepsi remaja mengenai
kontrol orang tua terhadap dirinya maka dapat
mempengaruhi perilaku seksual remaja tersebut.
Tradisi pertunangan di usia muda ini
biasanya terjadi pada kehidupan keluarga
di pedesaan yang mayoritas dari keluarga
prasejahtera. Penentuan pertunangan ini
dilakukan karena pihak anak perempuan
umumnya masih terlalu muda dan masih berada
pada masa sekolah sehingga pihak orang tua
tidak langsung menikahkan anak perempuan
dengan pihak laki-laki. Dari segi budaya yang
berkembang di desa-desa yang ada di Kecamatan
Kendit masih menganut kepercayaan bahwa jika
ada seorang laki-laki yang datang untuk melamar
anak perempuannya maka lamaran tersebut harus
diterima karena penolakan terhadap sebuah
lamaran dapat menyebabkan anak perempuan
tidak akan laku lagi. Seorang anak perempuan
yang sudah laku/sudah ada yang melamar
merupakan kebanggaan bagi orang tuanya.
Dampak yang muncul dari adanya hubungan
pertunangan pada usia dini tersebut adalah bagi
remaja yang secara psikologis sedang mengalami
kematangan seksual akan mengembangkan
hubungan khusus dengan lawan jenis dan
sangat rentan dengan berbagai pengalaman yang
dapat mempengaruhi mereka untuk melakukan
perilaku seksual pranikah. Hal ini karena pada
saat remaja sudah memiliki tunangan, remaja
akan mencapai suatu perasaan aman dengan
pasangan tunangannya. Perasaan aman ini dapat
menimbulkan suatu keintiman seksual pada diri
mereka (Gunarsa, 1986).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perilaku seksual yang dilakukan oleh
remaja yang bertunangan di Kecamatan
Kendit Kabupaten Situbondo sebagian besar
mengarah pada perilaku seks pranikah kategori
tidak intim yang meliputi berpegangan tangan
dan berpelukan, sedangkan untuk perilaku
seks kategori intim jumlahnya tidak terlalu
banyak. Ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan orang tua dengan kontrol orang tua.
Ada hubungan yang signifikan antara umur,
pengetahuan, dan sikap dengan perilaku seks

pranikah remaja telah bertunangan namun tidak


ada pengaruh umur, pengetahuan, dan sikap
terhadap perilaku seks pranikah remaja yang telah
bertunangan di Kecamatan Kendit Kabupaten
Situbondo. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin, sumber informasi dan latar
belakang pertunangan orang tua dengan perilaku
seks pranikah remaja yang telah bertunangan di
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Ada
pengaruh secara signifikan antara kontrol orang
tua dan tradisi pertunangan usia muda dalam
keluarga dengan perilaku seks pranikah remaja
yang telah bertunangan di Kecamatan Kendit
Kabupaten Situbondo.
Saran
Orang tua dapat memberikan pemahaman
yang baik tentang pengertian hubungan
pertunangan dan hendaknya melakukan kontrol
atau pengawasan yang baik terhadap intensitas
hubungan anaknya yang sudah bertunangan.
Orang tua harap memperhatikan lama
pertunangan dari anaknya agar lama waktu
pertunangan tidak terlalu lama dengan waktu
pernikahan. Pihak sekolah dapat bekerja sama
dengan Badan Kependudukan dan KB Situbondo
untuk memberikan KIE atau mensosialisasikan
program PUP melalui program PIK Remaja.
Pihak sekolah dapat memberikan edukasi
tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui
bimbingan konseling yang mendalam.
Pihak KUA agar dapat mensosialisasikan
kepada para mudin untuk lebih teliti dalam
mengeluarkan surat keterangan umur untuk
persyaratan pernikahan bagi warganya sehingga
tidak ada yang memanipulasi umur pernikahan
sehingga lolos dari persyaratan pernikahan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmasih, R. 2009. Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Seks Pranikah pada Remaja
SMA di Surakarta. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Fitriana, N. 2009. Hubungan Pengetahuan dan
Sikap tentang Seks Pranikah dengan Perilaku
Seksual Pada Siswa SMK XX Semarang.
diakses tanggal 10 Juni 2013.
Gunarsa. 1986. Psikologi Perkembangan dan
Remaja. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Finda, dkk., Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Hyde, J.S. 2006. Psychology of Women. Cengage


Learning Publisher.
Munir, M. 2010. Tiap Tahun Remaja Seks
Pranikah Meningkat. www.okezone.com.
diakses tanggal 15 Desember 2012.
Munir, M. 2010. Survei BKKBN Soal Perawan
Bikin Panik Orang Tua. www.okezone.com.
Diakses tanggal 15 Desember 2012.
Ningytas, I. 2012. KPAI: Umur Pacaran Anak
Petama 12 Tahun. www.tempo.co. Diakses
tanggal 15 Desember 2012.
Rohmahwati D.A., Lutfiati, A., Sri M., 2008.
Pengaruh Pergaulan Bebas dan VCD Porno
terhadap Perilaku Remaja di Masyarakat.
http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2569 .
Diakses tanggal 29 Januari 2013.
Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

147

S u ry o p u t ro . 2 0 0 6 . F ak t o r-F ak t o r y an g
Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap
Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual
dan Reproduksi. Makara Kesehatan. Volume
10, No. 1, Juni 2006: 2940.
Suwarni. 2009. Monitoring Parental dan Perilaku
Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual
Remaja SMA di Kota Pontianak. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia, Volume 4, No.
2, Agustus 2009.
Wijaya, Andik. 2001. Hasil Riset Perilaku Seksual
Remaja di Malang. Nusantari.
Widyastuti, E. 2009. Personal dan Sosial yang
Memengaruhi Sikap Remaja terhadap
Hubungan Seks. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia, Volume 4, No. 2, Agustus 2009.

Anda mungkin juga menyukai