Anda di halaman 1dari 26

A.

Konsep Dasar
1. Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan
jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadibeberapa subbagian
menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum (Sherwood, 2001)
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis
yaitu selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura
parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara
kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton,
2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3
mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari
Foregut. Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut
membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada
perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary
lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabangcabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16
minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan
jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi,
pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa
terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).

Gambar Anatomi paru


Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian
atas dan pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah

meliputi,

laring,

trakea,

bronkus,

bronkiolus dan alveolus paru (Guyton, 2007)


Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi
yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot
pernafasan dibagi menjadi dua yaitu,
1. Otot

inspirasi

yang

terdiri

atas,

otot

interkostalis

eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.


2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis
internus ( Alsagaff dkk., 2005).
2. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada.
Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).

Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah


dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan
oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat
aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat
memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West,
2004).
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paruparu utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung
paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana
oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka
oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan
alveoli untuk mengempis (McArdle, 2006).

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi


menjadi empat mekanisme dasar, yaitu:
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli
dan atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel
4. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan
dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan
volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).

Inspirasi
menaikkan

merupakan
volume

proses

intratoraks.

aktif

kontraksi

Selama

bernafas

otot-otot.

Inspirasi

tenang,

tekanan

intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada
akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana
tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke
luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan

volume

toraks

ini

meningkatkan

tekanan

intrapleura

maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan


atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru
sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, 2005).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveol

ke

dalam

pembuluh

darah

dan

berlaku

sebaliknya

untuk

karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke


tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru
ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
(Guyton, 2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah,


1. Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi

penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan


kapasitas paru.
2. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita,
karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan wanita.
Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance
paru sudah terlatih.
3. Tinggi badan dan berat badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek

(Guyton,

2007).
3. Pengertian Pneumotoraks
Pneumotorax adalah adanya

udara

dalam

rongga

pleura.

Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma


(Antunes, 2003).
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura
(Hendra Arif, 2000).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara,
sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam
rongga pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya paru-paru pada sisi yang
terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari
dinding dada (yaitu trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura
visceral.
4. Klasifikasi Pneumotoaks
Pneumotorak dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Traumatic dapat dibagi lagi akbat komplikasi tindakan medis
dan jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu :
o Pneumotorak traumatic iatrogonik aksidental ini terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut, misal pada tindakan parasentesis
dada,

biopsy

pleura,

biopsi

biopsy/aspirasi paru perkutaneus

transbronkial,

o Penumotorak traumatic iatrogonik artificial (deliberate)


merupakan

pneumotorak

yang

sengaja

dilakukan

dengan cara mengisi udara kedalam rongga pleura


melalui jarum dengan satu alat Maxwell box. Biasanya
untuk terapi tuberculosis (sebelum era antibiotic), atau
untuk menilai permukaan paru
2. Pneumotorak spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa
adanya penyakit yang mendasarinya) ataupun sekunder
(komplikasi dari penyakit paru atau kronik).
5. Etiologi Pneumotoraks
Infeksi saluran nafas
Adanya rupture bleb pleura
Traumatik misalnya pada luka tusuk
Acute lung injury yang disebebkan materi fisik yang terinhalasi dan

bahan kimia
Penyakit inflamasi

paru

akut

dan

kronis

penyakit

paru

obstruktifkronik (PPOK), TB paru, fibrosis paru, abses paru, kanker


dan tumor metastase ke pleura
6.

Patofisiologi dan Pathway

Trauma
tajam & tumpul
Etilogi

3.

Akumulasi cairan dalam


kavum pleura
4.

5.

Ekspansi paru

toraks

pneumotoraks

Pemasangan
WSD
Toraksdrains
bergeser

Resiko infeksi
kerusakan integritas
kulit

Diskontinuitas
jaringan

Merangsang
reseptor nyeri
Penyebab pneumotoraks meliputi luka tusuk, fraktur pada
iga ,perifer
dan kulit
Merangsang reseptor nyeri
trauma tembus pada dinding
dada,viseralis
Luka tembus
di dada merupakan
Nyeri akut
pada pleura
&
penyebab umum. Pneumotoraksparietalis
terjadi jika terdapat hubungan terbuka

Ketidakefektifan pola napas

antara rongga pleura dan udara luar (trauma dada) .

Ketika itu udara

masuk ke dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah dari tekanan


atmosfir, sehingga paru akan kolaps sampai pada batas tetentu tetapi jika

terbentuk saluran terbuka maka kolaps masif akan terjadi sampai tekanan
dalam rongga pleura sama dengan tekanan atmosfir. tegangan (tekanan)
terbentuk di dalam ruang pleura, menyebabkan akumulasi cairan dalam
rongga (vakum) pleura.

Sehingga saat terjadi ekspirasi, tekanan akan

meningkat dan mediastinum kembali bergerak ke sisi yang kolaps.


Dengan kata lain, Mediastinum akan bergeser ke arah paru yang kolaps
dan dapat berpindah bolak-balik selama siklus pernapasan. Pergeseran
mediastinum ini (mediastinal flutter) mengurangi upaya pernapasan (VT)
pada paru yang sehat. Jika bagian yang terluka membentuk mekanisme
seperti-ventil sehingga udara dapat masuk tapi, udara tidak dapat keluar.
Pada keadaan ini, udara keluar dari paru dan masuk ke ruang pleura
sewaktu inspirasi. Namun, udara tersebut tidak dapat kembali ke paru
pada waktu ekspirasi karena lubang kecil kolaps saat paru mengempis.
Oleh karena itu, pemesangan Water Seal Dreinase

(WSD)/selang dada

sangatdi anjurkan hal ini karena tindaan seang dada memiliki tujuan
untuk mengelarkan udara maupun cairan yang ada di rongga pleura
dengan cara menginsisi bagian toraks.
7. Manifestasi Klinis
1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
2. Nyeri dada pliritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja
pernapasan, dispnea
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit
4.
5.
6.
7.

tidak mengembang seperti sisi yang sehat


Suara napas jauh atau tidak ada
Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan
Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotorak
Tension pneumotorak
Hipoksemia
Ketakutan
Gawat napas (takipnea berat)
Peningkatan tekanan jalan napas puncak

dan

rerata,

penurunan komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif


(auto-PEEP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis
Kolaps kardiovaskular (frekuensi jantung >140 kali/menit
pada setiap hal berikut : sianosis perifer, hipotensi, aktivitas
lintrik tanpa denyut nadi)

8. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks : deviasi mediastinal menunjukkan adanya tegangan
(tension). Umumnya didapat garis penguncupan paru sangat
halus (pleura line). Bila disertai darah atau cairan lainnya akan
tampak garis mendatar yang merupakan batas udara dan cairan

(air fluid level)


Saturasi oksigen harus diukur, biasanya normal kecuali ada

penyakit paru
Ultrasonografi atau CT Scan Toraks baik dalam mendeteksi
pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi paru
perkutan.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Biodata
Anamnesa mengenai biodata meliputi nama, umur, jenis kelamin,
tempat tinggal dll

Riwayat kesehatan
o Keluhan utama
Keluhan utama dapat berupa sering nyeri dada , sesak napas
o Riwayat kesehatan dahulu
Dapat berupa infeksi saluran napas maupun pasca traumatik
o Riwayat kesehatan keluarga
Adanya penyakit keturunan , tetapi jarang terjadi

Penyakit psiko-sosio-kulturals
b. Pemeriksaan Fisik
Penilaian fisik berkaitan dengan sistem pernafasan meliputi
inspeksi leher dan dada, seperti juga palpasi, perkusi dan
auskultasi dada posterior.

Inspeksi dada
- Inspeksi berguna untuk menilai bentuk dan simetrisitas
dada, pola dan ketenang respirasi, dan ada/tidaknya
syanosis.

Pasien dipersilahkan duduk tegak, agak condong ke


depan dengan kedua lengan diletakkan dengan nyaman

di pangkuannya.
Inspeksi bentuk dan simetrisitas dada. Dalam kondisi
normal,

diameter

anteroposterior

dada

lebih

kecil

daripada diameter transversal atau dari sisi ke sisi.


Awasi laju, irama dan kedalaman dan ketenangan proses
bernafas pasien. Dalam kondisi normal, laju pernafasan
pasien sebaiknya antara 12-20 pernafasan per menit,
irama

regular,

dan

pernafasan

berlangsung

tanpa

kesulitan dan tenang. Desahan yang kadang-kadang


-

muncul adalah normal.


Perhatikan leher pasien,

dan

catat

apakah

ada

penggunaan otot-otot tambahan (sternomatoid dan


-

skalenus) untuk membantu inspirasi.


Perhatikan warna kulit dan kondisi pasien, meliputi
bibir, cuping hidung, dan membrane mukosa. Hal-hal
tersebut harus sesuai dengan latar belakang genetic
pasien dan sebaiknya tidak menunjukkan tanda-tanda
syanosis (warna kebiruan akibat kurangnya oksigen
dalam dara) atau pucat (warna pucat akibat kurangnya
aliran darah)

Palpasi dada posterior


- Persilahkan pasien duduk tegak, tubuh agak condong ke
depan dengan lengan yang diletakkan dengan nyaman
-

di atas pangkuannya.
Minta pasien laki-laki

untuk

membuka

pakaiannya

sebatas pinggang dan pasien wanita membuka bagi


-

punggung dari gaunnya.


Letakkan tangan anda pada dinding dada dengan ibu

jari sejajar dengan vertebra torakal 9 atau 10.


Geser tangan anda kea rah medial, sehingga lipatan
kecil kulit berada di antara kedua ibu jari anda. Minta
pasien untuk bernafas dalam. Saat pasien menarik

nafas, kedua ibu jari anda bergerak menjauh secara


simetris.

Nilai fremitus taktil


- Fremitus taktil mengarah pada vibrasi yang teraba, yang
dialirkan melalui percabangan bronkus/bronkiolus pada
-

dinding dada saat pasien berbicara.


Letakkan telapak tangan anda pada dada posterior
pasien, dimana telapak tangan berada pada masing-

masing sisi dada.


Minta pasien untuk mengatakan dan mengulang angka
99.
Evaluasi kualitas getaran.
Ulangi langkah di atas pada sisi paru yang berlawanan
seperti ditampilkan pada, dibandingkan antara satu sisi
dengan sisi yang lain secara ebrsamaan. Dalam kondisi
normal,

getaran

seharusnya

terasa

sama

bila

dibandingkan antara kedua sisi

Perkusi dinding dada posterior


- Perkusi dinding dada posterior

membantu

untuk

mengevaluasi densitas jaringan paru yang berada di


bawahnya hingga kedalaman kurang lebih 5 sampai 7
cm.

Dimulai

dari

atas

scapula,

secara

sistematis

dilakukan perkusi pada dinding dada posterior dengan


jarak 3 sampai 5 cm, bergerak dari satu sisi ke sisi yang
lain

dan

ke arah bawah. Hindari scapula,

tulang

belakang, dan tulang iga, karena tulang mengurangi


kegunaan

perkusi

dengan

mengurangi

bunyi

yang

dihasilkan. Dengarkan setiap perbedaan volume dan


tinggi suara, dibandingkan antara kedua sisi.

Auskultasi suara nafas

Udara

melewati

percabangan

trakeobronkial

menghasilkan satu set suara yang khas, yang dapat didengar


melalui dinding dada menggunakan stetoskop. Abnormalitas,
seperti

obstruksi

atau

perubahan

parenkim

di

paru,

menyebabkan suara ini berubah.


- Minta pasien untuk duduk, condong sedikit ke depan
dengan kedua lengan diletakkan dengan posisi nyaman
di atas pangkuannya. - Instruksikan pasien untuk
bernafas perlahan, dengan dalam dan teratur melalui
-

mulut.
Berdiri di belakang pasien, letakkan diafragma stetoskop
pada dinding dada posterior, di permukaan lobus atas

paru dan di bawah klavikula. Auskultasi suara nafas.


Lanjutkan langkah di atas secara menyilang dan

bergerak ke arah bawah dengan pola seperti huruf Z.


Dengarkan paling tidak satu proses respirasi penuh pada
setiap lokasi, bandingkan tinggi suara satu sisi dengan
sisi yang lain, intensitas, dan durasi suara nafas. Catat
adanya suara nafas tambahan. Tiga tipe suara nafas
yang

berbeda

dapat

terdengar,

tergantung

dari

lokasinya. Suara bronchial adalah suara nafas dengan


nada tinggi dan keras, dimana lama inspirasi lebih
pendek daripada ekspirasi, dan dalam kondisi normal
dapat terdengar di daerah trakea dan laring. Suara
bronkovesikular memiliki tinggi nada dan intensitas
sedang, lama inspirasi dan ekspirasi sama panjang, dan
dalam kondisi normal terdengar di sepanjang bronkus
mayor atau antara scapula. Suara vesicular terdengar
lembut dan bernada rendah, dengan lama inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, dan dalam kondisi normal akan
terdengar

daerah bronkiolus

yang

lebih

kecil

dan

alveolus atau di sepanjang hampir sebagian besar area


paru perifer.

2. Rumusan Dignosa Keperawatan


Ketidakefektian pola napas b.d
Nyeri Akut b.d
Resiko Infeksi b.d
.

3. Perencanan/Intervensi
4.
9.

5. Diagnosa
10.

6. NOC

Ketidakefe

ktifan
nafas b.d

11.

pola
-

7. NIC

Kriteria

13.

Hasil :
Mendemostrasikan
batuk

efektif

suara

nafas

bersih,

dan
yang

tidak

ada

8. Rasional

Airway management :

14. Buka jalan nafas, gunakan

26.

teknik chin lift atau jaw

27.

thrust

bila

perlu(Mendapatkan keadekuatan
28.

ventilasi)

sianosis dan dsypneu


- Posisikan

(mampu

pasien

untuk

mengeluarkan

memaksimalkan ventilasi(Posisi

sputum,

mampu

semi

bernafas

dengan

memudah

mudah,

tidak

jalan

yang

fowler

sehingga
terjadi

pursed lips)
Menunjukan
nafas

ada

(45

derajat)

kan

jalan

nafas

pola

nafas

tidak

dan

Untuk

tahanan

memaksimalkan

potensial

paten

ventilasi.)
Identifikasi
pasien
perlunya
(klien tidak merasa
pemasangan alat jalan nafas
tercekik,
irama

nafas,
pernafasan

frekuensi
dalam

25.

buatan(Membantu
memenuhi kebutuhan O2)

- Pasang mayo bila perlu

klien

rentang
tidak
-

normal,
ada

15. Lakukan fisiotrapi dada


jika perlu(Memberikan
kelembapan pada membrane
mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.)

suara

nafas abnormal)
Tanda-tanda
vital
dalam

rentang

normal

(tekanan

darah,

nadi,

pernafasan)
12.

16. Keluarkan sekret


dengan batuk atau
suction(Meningkatkan
gerakan secret ke jalan nafas,
sehingga mudah untuk
17. Dikeluarkan)
- Auskultasi suara nafas,
adanya

suara

(Auskultasi

untuk

catat

tambahan
Memonitor

kepatenan jalan napas)


- Lakukan suction pada mayo
- Berikan
bronkodilator
bila

perlu(bronkodilator

dapat

memvasodilatasi

saluran

pernafasan sehingga jalan nafas


paten

dan

kebutuhan

oksigen

terpenuhi.)

18. Be-

Berikan

pelembap

udara kassa basah NaCL


Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan( Indikasi dasar
adanya

gangguan

pernafasan,

saluran

meningkatkan

pertukaran gas, memberikan rasa


nyaman.)
19.
20. Monitor respirasi dan
status O2 Oxygen
Therapy (Untuk Menjaga
aliran oksigen mencukupi
kebutuhan pasien)

- Bersihkan mulut , hidung dan


secret

trakea

(Untuk

memudahkan pola nafas yang


efektif)
- Pertahankan jalan nafas yang
paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen (Untuk
Menjaga aliran oksigen mencukupi

kebutuhan pasien)

- Pertahankan

posisi

klien(Merangsang

fungsi

pernapasan / ekspansi paru)

- Onservasi adanya tanda-tanda


hipoventilasi
21. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
(Perasaan ansietas berat
berhubungan dengan
ketidakmampuan bernapas /
terjadinya hipoksemia dan
dapat secara actual
meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan)
22.
23. Vital sign monitoring :
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
- Monitor

VS

saat

pasien

Berbaring, duduk, atau berdiri


- Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan

- Monitor TD, nadi, suhu dan RR,


sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan

irama

pernapasan
- Monitor suara paru(
- Monitor
pola
pernapasan
abnormal(Mengetahui

adanya

sumbatan pada jalan napas)

- Monitor

suhu,

kelembapan

warna,
kulit

cyanosis

dan

(adanya

menunjukkan

vasokonstriksi perifer (syok) dan


atau

gangguan

aliran

darah

sistemik)

- Monitor sianosis perifer


- Monitor adanya cushing

triad

(tekanan nadi yang melebar,


bradikardi,
sistolik)
- Identifikasi

peningkatan
penyebab

dari

perubahan vital sign (selama


periode

waktu

ini,

potensi

komplikasi fatal (hipotensi/syok)

dapat terjadi.)

29.

30.

Nyeri akut

31.

b.d inflamasi,
edema pada

bagian
toraks

Kriteria

Hasil :
Mampu
mengontrol

24.
33. Menejemen Nyeri
42.
Lakukan
pengkajian
nyeri- Pengkajian

dan

secara

rasa

komprehensif

pengendalian

nyeri (tahu penyebab

termasuk lokasi, karakteristik,

nyeri

nyeri,

durasi, frekuensi, kualitas dan

karena

mampu

sangat

penting

kegelisahan

menggunakan teknik

faktor presipitasi
pasien
meningkatkan
34.
non
farmakologi
metabolisme tubuh
35.
- Teknik
relaksaasi
untuk
mengurangi 36.
- Observasi reaksi non verbal
memungkinkan
nyeri,
mencari
dari ketidaknyamanan
untuk
mengurangi
bantuan)
37.
Melaporkan
bahwa
rasa nyeri sehingga
38.
nyeri
berkurang 39.
pasien
merasa
40.
dengan
nyaman.
- Gunakan teknik komunikasi
- Kontrol
lingkungan
menggunakan
terapeutik untuk mengetahui
yang
baik
akan
manajemen nyeri
pengalaman nyeri pasien
Mampu
mengenali
membuat
pasien
- Kaji
kultur
yang
nyeri
(skala,
merasa nyaman.
mempengaruhi respon nyeri
43.
Pemberian
intensitas, frekuensi - Evaluasi pengalaman nyeri
analgesik
dapat
tanda nyeri)
masa lampau
mengurangi
rasa
Menyatakan
rasa - Kontrol lingkungan yang dapat
nyaman setelah nyeri

mempengaruhi nyeri seperti

nyeri jika teknik non-

berkurang
32.
-

suhu ruangan, pencahayaan

farmakologi

dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan

efektif.

nyeri

(farmakologi,

farmakologi

non
dan

interpersonal)
Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan intervensi


Ajarkan tentang teknik non

farmakologi
Berikan
analgetik

mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter

untuk

jika ada keluhan dan tindakan


nyeri tidak berhasil
41. Analgesik
-

Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas,

dan

derajat

nyeri

sebelum pemberian obat


Cek instruksi dokter tentang

obat, dosis dan frekuensi


Cek riwayat alergi

tidak

Pilih

analgesik

diperlukan
dari
-

yang

atau

kombinasi

analgesik

ketika

pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya

nyeri
Tentukan
rute

pemberian,

untuk

45.

Resiko

46.

infeksi b.d
perawatan

Kriteria

Hasil :
-

Klien bebas dari

dan

dosis

pengobatan

pengobatan

nyeri

secara

teratur
Monitor

sign

sebelum

dan

44.

pilihan,

optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM

analgesik

vital
sesudah

pemberian

analgesik pertama kali


Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat


Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
48. Nutrition
Management :
49. Infection
Control

Untuk
kebersihan

menjaga
daerah

yang terpasang WSD

WSD

tanda dan gejala


-

infeksi
Menunjukkan

( kontrol infeksi)
-

kemampuan

untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah
leukosit
dalam

batas

dapat

Bersihkan lingkungan setelah

meminimalisir

dipakai pasien lain


Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum

peluang

terjadinya

infeksi.
Untuk

melindungi

dan

sesudah

tindakan

keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung


Pertahankan
lingkungan

normal
47.

sehingga

tubuh

dari

infeksi
Mencegah
kontaminasi
lingkungan terhadap

aseptik selama pemasangan

pasien

alat
Monitor

emmicu

infeksi sistemik dan lokal


Inspeksi kulit dan membran

tanda

dan

resiko

gejala
-

yang

dapat

terjadinya

infeksi
Mendeteksi

adanya

infeksi

mukosa terhadap kemerahan,

sedini

mungkin

panas dan drainase


Inspeksi kondisi luka/insisi

bedah
Dorong masukan nutrisi yang

cukup
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga

sehingga

dapa

segera

dilakukan
agar

tindakan

infeksi

tidak

semakin parah
Mengendalikan
factor pemicu infeksi
Meminimalkan

pemicu infeksi.

tanda dan gejala infeksi


Ajarkan
cara
menghindari

50.

infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi

51.
52.
53.
54.

Evaluasi
Evidence based

55. Menurut penelitian Vindo Dwika Pratama dari Program Studi Diploma III Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2014 pada pasien sdr. A umur 17 thn dengan kondisi pneumotorak dextra
dilakukan fisioterapi menggunakan teknik breathing exercise, thoracic exspanci exercise, cuping, dan tranfer ambulasi dengan hasil
sebagai berikut:
56.

1.Evaluasi tingkat sesak nafas

57.

Grafik Penilaian sesak nafas dengan skala borg

58.
59.
Dari penilaian sesak nafas dengan skala borg yang diperoleh selama T1- T6 sesak nafas berkurang. Tetapi bila
pasien tidak dilatih maka dikhawatirkan akan terjadi peningkatan sesak nafas kembali,pada kasus ini setelah
dilakukan terapi latihan sesak nafas berkurang.
60.

2. Pemeriksaan expansi thorax Grafik HasilEvaluasiexpansi thorax dengan mid line

61.

62.

Dari grafik tersebut terlihat ada peningkatan expansi thorax dari T1 sampai dengan T6. Hal tersebut
bisa berdampak pada pasien yang bernama A usia 17 tahun dengan diagnosa PneumothoraxDextrasetelah diberikan
terapi sebanyak 6 kali maka didapat hasil sebagai berikut sesak nafas berkurang danexpansi thorax meningkat.
63.
Selama pelayanan fisioterapi terapis memberikan berupa latihan breathing exercise yang merupakan
program treatment ditujukan untuk meningkatkan oksigenasi serta meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan
daya tahan pernafasan, deep breathing exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion Exercise(TEE) berfungsi
untuk mengurangi sesak nafas karena mengefektifkan kerja dari otot-otot pernapasan sehingga dapat memperbaiki
ventilasi paru yang menurun pada penderitapneumothorax, Thoracic Expansion Exerciseyang merupakan program

treatment yang dapat membantu meningkatkan expansi thorax, latihan nafas dalam yang menekan pada fase
inspirasi. Inspirasi bisa dengan penahanan nafas selama 3 detik pada waktu inspirasi sebelum dilakukan ekspirasi.
Thoracic Expansion Exercise(TEE) dapat digabung dengan teknik clapping atau vibrasi. Teknik ini bermanfaat untuk
membantu proses pembersihan muskus, cupping berfungsi untuk meningkatkan ekspansi thoraks pada pasien,
dilakukan dengan cara menepuk semua lapang paru/dada paru, merupakan penepukkan pada daerah dimana sekret
terakumulasi (dada dan punggung) dengan tangan yang dibentuk menyerupai mangkuk, tekuk akan tangan secara
berirama dan sistematis dari arah atas menuju ke bawah dan terapi dilakukan selama 6 kali. Dan selama T1 sampai T6
didapatkan hasil sesak nafas berkurang. Modalitas yang digunakan fisioterapi breathing exercise, thoracic expansion
exercise dan cupping: untuk mengurangi sesak nafas dan meningkatkan ekspansi thoraks karena dari latihan BE, TEE
dan cupping dapat mengefektifkan kerja dari otot-otot pernapasan sehingga dapat memperbaiki ventilasi paru yang
menurun pada penderita pneumothorax.

64.

- Sesak nafas Setelah diberikan terapi berupa breathing exercise, Thoracic Expansion Exercise(TEE) dan
cupping selama 6 kali dapat mengurangi sesak nafas, dari nilai skala Borg pada T1 sampai T6 sesak nafas menjadi
berkurang. Hal ini disebabkan karena breathing exercisemerupakan program treatment yang ditujukan untuk
meningkatkan oksigenasi serta meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan pernafasan, deep
breathing exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion Exercise(TEE) berfungsi untuk mengurangi sesak nafas
karena mengefektifkan kerja dari otot-otot pernapasan sehingga dapat memperbaiki ventilasi paru yang menurun pada
penderita pneumothorax, Thoracic ExpansionExercise yang merupakan program treatment yang dapat membantu
meningkatkan expansi thorax, latihan nafas dalam yang menekan pada fase inspirasi. Inspirasi bisa dengan
penahanan nafas selama 3 detik pada waktu inspirasi sebelum dilakukan ekspirasi. Thoracic Expansion Exercise(TEE)
dapat digabung dengan teknik clapping atau vibrasi. Teknik ini bermanfaat untuk membantu proses pembersihan
muskus, cupping berfungsi untuk meningkatkan ekspansi thoraks pada pasien, dilakukan dengan cara menepuk semua
lapang paru/dada paru, merupakan penepukkan pada daerah dimana sekret terakumulasi (dada dan punggung)
dengan tangan yang dibentuk menyerupai mangkuk, tekuk akan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas
menuju ke bawah.

66.

65. Daftar Pustaka


Alsagaff H, Mukty HA, eds. 2005. Penyakit pleura. In: Dasar-

67.

dasar ilmu penyakit paru. Universitas Airlangga


Antunes G., Neville E., Duffy J., Ali N., Pleural Diseases Group,
Standards of Care Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku

68.

Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC.


Committee, British Thoracic Society. 2003. BTS guidelines for

69.

the Management of malignant pleural effusions. Thorax.


Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

70.

Edisi 9. Jakarta: EGC


Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

71.

Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC


Price, Sylvia A, dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Edisi 6. Jakata:

72.
73.

EGC.
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Saifuddin, AB. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

74.

Prawirohardjo.
Sherwood Lauralee, 2001 ; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
(Human Physiology: From cells to systems) . Edisi 2. Jakarta :

75.

EGC
Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2007. Teks dan Atlas

76.

Berwarna Patofiologi. Jakarta: EGC


Smeltzer, C., Suzanne dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Sudarth vol. 1, Edisi 8.

77.

Jakarta: ECG
.
78.

Anda mungkin juga menyukai