Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi banyak hambatan dan

kendala dalam melaksanakan program-program pembangunan. Hambatan dan


kesulitan antara lain disebabkan oleh kondisi prasarana yang kurang memadai
terutama di dalam sektor transportasi. Peningkatan taraf hidup sosial ekonomi yang
cepat mengakibatkan peningkatan mobilitas yang pada gilirannya meningkatkan pula
jumlah kendaraan. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan berarti meningkat pula
jumlah repetisi yang menjadi beban perkerasan jalan.
Umumnya rusaknya suatu perkerasan jalan bukanlah semata-mata disebabkan
oleh beban berat. Dari hasil evaluasi beberapa ahli perencanaan perkerasan jalan
dikatakan bahwa kerusakan perkerasan jalan lebih diakibatkan oleh frekuensi repetisi
beban yang tinggi. Mengapa perlu evaluasi perkerasan jalan. Karena dengan evaluasi
jalan bisa meningkatkan kondisi jalan yang rusak menjadi lebih baik. Berhasil
baiknya perencanaan perkerasan jalan tergantung pada keakuratan data masukan dan
parameter-parameter yang digunakan.
Pemakaian alat-alat pengukur kerusakan yang cukup canggih sebenarnya
merupakan pemecahannya, tetapi hal ini terbentur pada masalah dana, karena alat-alat
tersebut cukup mahal dan untuk satu jenis alat hanya mengukur jenis kerusakan
tertentu saja. Metode pemeriksaan kerusakan secara visual merupakan salah satu
pemecahan yang baik, karena cukup praktis, sederhana dan efisien sehingga dapat
menunjang pembangunan jalan raya yang baik. Di Indonesia pembangunan jalan raya
saat ini sedang berkembang pesat, baik di kota-kota besar maupun di daerah. Hal ini
dilakukan untuk memajukan dan menyeimbangkan suatu sistem dan segala aspek
agar tercipatanya kemajuan dari segala bidang bagi seluruh wilayah di Indonesia.

Oleh karena itu, kami menyusun karya tulis ini untuk mengkaji, menjelaskan
dan mengulas tentang metode-metode evaluasi perkerasan jalan raya untuk
menunjang kegiatan belajar-mengajar di lingkungan akademisi.
1.2

Rumusan Masalah
i.

Apa yang dimaksud dengan perkerasan jalan?

ii.

Apa yang dimaksud dengan evaluasi perkerasan jalan?

iii.

Apa saja metode evaluasi perkerasan jalan ?

iv.

Bagaimana cara kerja Benkelman Beam (BB)?

1.3

1.4

Tujuan
i.

Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkerasan jalan

ii.

Dapat membedakan jenis-jenis evaluasi perkerasan jalan.

iii.

Mengetahui beberapa metode evaluasi perkerasan jalan.

iv.

Mengetahui cara kerja Benkelman Beam (BB).


Pembatasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang metode evaluasi perkerasan jalan dan

pelaksanaannya.
1.5

Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan ini adalah pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif

melalui referensi yang ada.


1.6

Data dan Sumber data


Data dan sumber data didapat dari materi kuliah, sumber-sumber pustaka dan

unduh internet.

BAB II
PERKERASAN JALAN

2.1 Pengertian Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan
bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu
lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya
dengan mudah dan cepat (Clarkson H.Oglesby,1999).

2.2 Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang diletakan diatas lapis pondasi dengan ketebalan
tertentu dan dapat menahan beban lalu lintas serta kedap air agar air tidak merembes ke lapis
dibawahnya tapi dapat mengalirkan air ke tepi jalan. Aggregat yang dipakai adalah batu pecah, batu
belah dan batu kali serta hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan pengikatnya yaitu aspal,
semen, dan tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :
1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen
(Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan diatas tanah dasat dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang


dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan
kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Perbedaan utama antara perkerasan
kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku

Bahan pengikat
Repetisi beban

Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Aspal
Semen
Timbul Rutting (Lendutan Timbul retak retak pada

Penurunan tanah dasar

pada jalur roda)


permukaan
Jalan
bergelombang Bersifat sebagai balok diatas

Perubahan temperatur

(mengikuti tanah dasar)


Modulus kekakuan berubah.

1
2

perletakan
Modulus kekakuan tidak berubah.

Timbul tegangan dalam yang Timbul tegangan dalam yang besar


kecil
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

2.3 Evaluasi Perkerasan


Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan , keamanan, pelayanan yang efisien kepada
penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas
dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan (Christopher Bennett, 2007).
Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk mengetahui kinerja sebuah
perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan datang. Evaluasi ini akan menentukan
kemampuan sebuah perkerasan jalan dalam memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jalan
(kenyamanan, keamanan, dan efisiensi pelayanan). Pada gambar 2.2, skema sederhana fungsi dan
karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasinya.
Tabel 2.2. : Fungsi perkerasan dan Karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasi
Jenis Evaluasi

Fungsi

Karakteristik

Indikator

Perkerasan

Perkerasan

Serviceability

Roughness
Texture

Evaluasi Fungsional

Safety

dan
Indeks
IRI
PSI
QI
Makroteksture
Mikroteksture
Koefisien Skid

Skid Resistance
Sifat
Evaluasi Struktural

Kapasitas

Resistance
IFI
Deflections

Mekanik

Perkerasan

Struktural

Kerusakan Jalan

Cracking
Surface Defects
Profile Deformations

Referencing
(Location of Pavemanet
System
Characteristic Data)
Sumber : Christopher Bennett, (2007). Data Collection Technology for Road Management,
Washington, D.C

2.3.1 Jenis Evaluasi Jalan


Evaluasi

perkerasan

ini

akan

mencatat

karakteristik

yang

mampu

menggambarkan kinerja perkerasan melalui beberapa indeks. Berdasarkan pada


karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi
evalusi fungsional dan evaluasi structural (Christopher Bennett, 2007).
1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik
perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan
kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang
disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal

keamanan berupa

kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface
texture), serta ketidakrataan jalan (road roughness) dalam hal pelayanan
(serviceability).

2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur


perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini,
survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang
kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/strukrural
jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah
fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan
mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada
sambungan jalan yang akan mempengaruhi ketidakrataan jalan (road roughness).

BAB III
METODE EVALUASI PERKERASAN JALAN

Evaluasi perkerasan jalan diperlukan untuk meningkatkan kondisi jalan yang


rusak menjadi lebih baik. Kerusakan jalan disebabkan beban lalu lintas yang

melintasi melebihi dari beban yang direncanakan dalam pelaksanaan pembangunan


jalan sehingga jalan menjadi rusak.
Di Indonesia, metode pemeriksaan tingkat kerusakan jalan secara visual telah
dikembangkan oleh Puslitbang Jalan tahun 1979. Metode ini telah dipakai untuk
inventarisasi jalan-jalan negara oleh Bina Marga. Pada pertengahan tahun 1988
Yoganandan memperkenalkan metodenya untuk digunakan di Indonesia. Harijanto
dan Abidin (1988) telah mengembangkan metode Pennsylvania USA.

3.1

Metode Bina Marga (1979)


Direktorat penyelidikan masalah tanah dan Jalan (1979), sekarang Puslitbang

Jalan telah mengembangkan metode penilaian kondisi permukaan jalan yang


diperkenalkan didasarkan pada jenis dan besarnya kerusakan serta kenyamanan
berlalu lintas. Jenis kerusakan yang ditinjau adalah retak, lepas, lubang, alur,
gelombang, ambles dan belah. Besarnya kerusakan merupakan prosentase luar
permukaan jalan yang rusak terhadap luas keseluruhan jalan yang ditinjau.
1) Peralatan
Kendaraan standart Toyota Jeep dengan kondisi baik, dilengkapi

tempat duduk dengan menghadap ke muka.


Formulir pemeriksaan

2) Staff Pelaksana
Pelaksana terdiri dari 3 orang petugas penilai dan 1 orang pengemudi. Para
petugas harus berpengalaman dalam bidang jalan, mengetahui persoalanpersoalan quality control, pelaksanaan, jenis dan penyebab kerusakan jalan.
3) Cara pemeriksaan

Kendaraan dijalankan dengan kecepatan tetap sebesar 40 km/jam, pada

ruas yang dinilai.


Petugas penilai memberikan penilaian terhadap kenyaman perjalanan,
mencatat jenis dan besarnya kerusakan yang terdapat pada jalan yang
diperiksa dengan interval 1 Km.

3.2

Metode Yoganandan (1988)


Yoganandan (1988) adalah seorang tenaga konsultan asing yang dikontrak

oleh Dirjen Bina Marga DPU, telah mengembangkan suatu metode penilaian
permukaan jalan secara visual. Metode ini telah diuji coba selama kurang lebih 3
tahun pada 4 kota besar di Indonesia, yaitu Bandung, Semarang, Surabaya dan
Medan. Metode ini secara garis besar dibedakan dalam 2 bagian.
Bagian pertama penilaian terhadap kondisi perkerasan dan bagian kedua
penilaian terhadap kondisi drainase. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan kerja
tim survey dan untuk memisahkan penentuan prioritas untuk perkerasan dan drainase.
3.2.1

Pelaksanaan
Peninjauan kondisi permukaan jalan meliputi hal-hal sebagai berikut :
Surface texture : peninjauan tentang keadaan permukaan jalan
Photoles : pencatatan dilakukan terhadap jumlah dan luas (m2)
Patching : pencatatan dilakukan terhadap jumlah dan luas (m2)
Cracking : pencatatan dilakukan terhadap panjang dan lebar keretakan
dan dicatat berdasarkan tipe retak (longitudinal, transverse, random dan

alligator)
Rutting : pencatatan dilakukan terhadap panjang dan dalamnya alur

yang ada.
Depression : pencatatan dilakukan terhadap jumlah dan kedalaman
depresi.

3.3

Metode Harijanto dan Abidin (1979)

Harijanto dan Abidin (1979) telah mengembangkan suatu metode penilaian


yang berdasarkan pada metode Pennsylvania untuk diterapkan di Indonesia.
Dalam metode ini dilakukan peninjauan kondisi jalan yang meliputi :
a. Peninjauan permukaan jalan, yakni peninjauan kerusakan
b. Peninjauan kondisi drainase
c. Peninjauan riding quality
3.3.1

Pelaksanaan Survey
a. Penentuan section survey
Seksi survey diambil sepanjang jalan yang dievaluasi
b. Personal survey
Personal survey terdiri dari 2 orang evaluasi untuk 2 jalur jalan
c. Peralatan survey
Peralatan survey terdiri dari peta lokasi, alat tulis, formulir survey, clipboard,
manual survey, penggaris 30 cm, meteran 2 m, kalkulator, kamera, mobil.
d. Cara melakukan survey
Sebelum melakukan survey, semua data tentang jalan yang akan

dievaluasi dimasukkan dalam formulir survey


Survey dilakukan pada hari minggu / hari-hari libur untuk jalan-jalan

yang sibuk dan hari-hari biasa untuk jalan yang tidak sibuk.
Survey dimulai dari ujung jalan dan dilakukan dengan berjalan kaki
Arah survey berlawanan dengan arah lalu lintas
Banyaknya lintasan survey tergantung lebar jalan
e. Peninjauan kondisi kerusakan
Peninjauan kondisi kerusakan meliputi :
Excess Asphalt
Ravelling dan Weathering
Block Cracking
Transverse dan Longitudinal Cracking
Alligator Cracking
Edge Deterioration

3.4

Pemeriksaan Lendutan Jalan (Benkelman Beam)


Metode ini digunakan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan

dengan alat Benkelman Beam yaitu dengan cara mengukur gerakan vertikal pada
9

permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban
tertentu.
Tujuan dari pemeriksaan Benkelman Beam ini adalah untuk memperoleh data
lapangan yang akan bermanfaat pada :
1. Penilaian struktur perkerasan
2. Perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan.
3.4.1 Peralatan
1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut :
- Berat kosong truk (5 01) Ton
- Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda
- Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 0,045) Ton atau
(9000 100) Lbs
- Ban dalam kondisi baik dan dari jenis kembang halus (zig-zag) dengan ukuran
25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi
- Tekanan angin ban (5,5 0,0) kg/cm2 atau (80 1) Psi
- Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan antara 10-15 cm
atau 4-6 inchi
2. Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (Portable Weight
Bridge) kapasitas 10 Ton.
3. Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total
standar (366 0,16) cm yang terbagi menjadi 3 bagian dengan perbandingan 1 : 2
sumbu 0 dengan perlengkapan sebagai berikut :
- Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm dengan ketelitian 0,01mm
- Alat penggetar (Buzzar)
- Alat pendatar (Waterpass)
4. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum 5 kg/cm2
atau 80 Psi.
5. Termometer (5oC-70oC) dengan perbandingan skala 10C atau (40F-140F) dengan
pembagian skala 1oF.
6. Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft).
7. Formulir lapangan dan hardboard).
8. Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk membersihkan batang arloji
pengukur.
9. Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pengujian :

10

- Tanda batas kecepatan lalu lintas pada saat melewati tempat pengujian pada
ditempatkan 50 m didepan dan dibelakang truk.
- Tanda penunjuk lalu lintas yang dapat dilewati.
- Tanda lampu peringatan terutama bila pengujian malam hari.
- Tanda pengenal kain yang dipasang pada truk dibagian depan dan belakang.
- Tanda pengaman lalu lintas yang dipegang oleh petugas.
- Pakaian khusus petugas yang warnanya dapat dilihat jelas oleh pengendara.

Gambar 4.1 Skema Benkelman Beam


3.4.2

Pelaksanaan

1.

Memasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi sambungan

2.

kaku.
Dalam keadaan batang pengukur terkunci, menempatkan Benkelman Beam pada

3.
4.

bidang datar, kokoh dan rata misalnya pada lantai.


Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan datar.
Menempatkan alat penyetel pada alat yang sama dan mengatur sehingga alat
berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur, kemudian mengatur

5.

landasan sehingga batang menjadi datar dan mantap.


Melepaskan pengunci (P) atau batang pengukur atau menurunkan ujung batang
perlahan-lahan hingga TB terletak pada penyetel.
11

6.

Mengatur arloji pengukur (AP2) Benkelman Beam pada kedudukannya hingga


ujung arloji pengukur bersinggungan dengan batang pengukur, kemudian dikunci

7.

dengan kuat.
Mengatur arloji pengukur alat penyetel (AP1) pada dudukannya hingga ujung
batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat diatas TB kemudian

8.

dikunci dengan erat.


Mengatur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan batang arloji

alat penyetel, sehingga batang arloji dapat bergerak 5 mm


9. Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum arloji pengukur pada angka nol.
10. Menghidupkan alat penggetar, kemudian menurunkan plat penyetel dengan
memutar skrup pengatur, sehingga arloji pengukur pada formulir yang sudah
tersedia dapat dibaca.
11. Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji pengukur
0,25 mm sampai mencapai penurunan, mencatat pembacaan arloji pada setiap
penurunan tersebut.
12. Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan penyetel berturut-turut pada
setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai kenaikan 2,5
mm (tumit batang kembali pada kedudukan normal).
13. Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan dengan faktor skala batang
Benkelman Beam (perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu nol
terhadap jarak antar sumbu nol sampai belakang ujung belakang batang
pengukur) untuk alat Benkelman Beam yang umum digunakan dengan faktor
perbandingan 1 : 2 maka pembacaan arloji tersebut dikalikan dengan 2.
14. Jika pembacaan arloji Benkelman Beam berbeda dengan hasil pembacaan pada
arloji alat penyetel berarti ada kemungkinan kesalahan pada alat seperti gesekan
pada sumbu yang terlalu besar atau peluru-peluru sumbu yang terlalu longgar.

12

ALAT UJI BENKELMAN BEAM


BAB IV
PENUTUP

13

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang diletakan diatas lapis pondasi dengan ketebalan
tertentu dan dapat menahan beban lalu lintas.
2. Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :
konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), konstruksi perkerasan kaku (Rigit
Pavement) dan konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement).
3. Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk mengetahui kinerja sebuah
perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan datang .
4. Evaluasi perkerasan diklasifikasikan menjadi dua yaitu evaluasi fungsional
dan evaluasi struktural.
5. Di Indonesia, metode pemeriksaan tingkat kerusakan jalan secara visual
dikembangkan oleh Puslitbang Jalan tahun 1979, antara lain Metode Bina
Marga (1979), Metode Yoganandan (1988) serta Metode Harijanto dan Abidin
(1988) yang telah mengembangkan metode Pennsylvania USA.
6. Metode yang digunakan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan
yaitu dengan menggunakan alat Benkelman Beam, dengan cara mengukur
gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda
yang diakibatkan oleh beban tertentu.
4.2 Saran
Pembangunan jalan sebaiknya direncanakan dengan baik dan lebih teliti agar
tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang singkat, dan perlu dilakukan
pemeliharaan jalan untuk kelancaran proses lalu lintas. Metode-metode yang telah
diuraikan mungkin masih mempunyai kekurangan namun ini menjadi salah satu cara
untuk menganalisis pada kerusakan jalan, sebaiknya lebih mencari metode baru untuk
evaluasi kerusakan jalan yang lebih ekonomis, praktis dan efisien supaya saat
evaluasi kerusakan jalan tidak mengganggu arus lalu lintas.

14

DAFTAR PUSTAKA

Christopher Bennett, 2007, Data Collection Technology for Road Management, Washington, D.C
Clarkson H Oglesby, 1999, Teknik Jalan Raya 1, Gramedia, Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Sukirman, S., 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung

15

Anda mungkin juga menyukai