Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai
mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
(Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut.
( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan,
2007)
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halusinasi
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan halusinasi
c. Mampu membuat diagnose keperawatan, rencana keperawatan, implementasi
keperawatan pada klien dengan halusinasi
d. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi

C. Metode penulisan
Dalam punulisan makalah ilmiah, penuli menggunakan metode deskriptif yaitu
metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa serta menarik
kesimpulan yang selanjutnya akan di sajikan dalam bentuk narasi dan tabel yang akan
menjadi bahan pembahasan.
D.

Sistematika penulisan
Adapun sestematika penulisan makalah ilmiah ini adalah terdiri dari : BAB I
pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penilisan dan
sistematika penulisan, BAB II Tinjauan teori yang meliputi pengertian, predisposisi
dan presipitasi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, aspek legal etik, pengkajian,
analisa data, diagnosa, rencana tindakan keperawatan BAB III Tinjauan kasus yang
membahas tentang kasus halusinasi pendengaran dan pembahsan kasus

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

a.

Definisi Halusinasi
Berdasarkan definisi yang dapat dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu :
1.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi tanpa


rangsangan eksternal (Igrain, 1995).

2.

Halusinasi

adalah

penginderaan

tanpa

ada

rangsangan apapun pada pancaindera seorang klien yang terjadi dalam


keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik
ataupun histeria. (Carpenito, 2001).
3.

Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya


rangsangan apapun pada pancaindera seorang pasien, yang terjadi dalam
keadaan sadar/bangun dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik
ataupun histeria. (Maramis, 2005).

4.

Halusinasi merupakan pengalaman pancaindera


tanpa ada rangsangan atau stimulus misalnya penderita mendengar suarasuara/bisikan-bisikan ditelinga pada hal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu
(Hawari, 2006).

b. Macam-Macam Halusinasi
Maramis, 2004 menjelaskan bahwa halusinasi dapat dibagi menjadi lima macam,
yaitu :
1. Halusinasi Pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungan dengan stimulus
yang nyata atau lingkungan, dengan kata lain orang yang berada disekitar
klien tidak mendengar suara atau bunyi yang didengar klien.
2. Halusinasi Penglihatan

Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar atau tanpa adanya
stimulus yang nyata dari lingkungan dengan kata lain orang yang berada
disekitar klien tidak melihat gambaran serta apa yang dikatakan klien.
3. Halusinasi Penciuman
Klien mencium sutatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata, artinya orang yang berada disekitar klien tidak mencium sesuatu
seperti apa yang dirasakan klien.
4. Halusinasi Perabaan
Klien merasa seperti ada sesuatu yang merayap-rayap ditubuhnya atau
kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
5. Halusinasi Pengecapan
Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau atau hirup. Individu itu
merasa mengecap sesuatu dimulutnya.

c. Penyebab Halusinasi
Faktor penyebab yang mungkin mengakibatkan perubahan persepsi sensori :
halusinasi adalah aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya (Stuart and
Sundeen, 1998 dikutip oleh Hamid, 2005) yaitu :
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan saraf pusat dapat
menimbulkan gangguan halusinasi seperti hambatan perkembangan otak
khususnya korteks prontal, temporal, dan limbik. Gejala yang mungkin terjadi
adalah dalam belajar, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri
atau kekerasan
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan sangat mempengaruhi respon psikologis
dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi terjadinya halusinasi
dimana terjadi konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)
kemiskinan, kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk.
d. Tanda dan Gejala Halusinasi
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2. Mengatakan mendengar suara-suara, melihat, mengecap, menghirup dan


merasakan sesuatu yang tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata
5. Tidak memusatkan perhatian dan konsenntrasi
6. Pembicaraan kacau dan tidak masuk akal
7. Sikap curiga dan bermusuhan
8. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan
10. Menolak makan
11. Tidak dapat tidur
e. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Stuart and Laraia, 2001 bahwa halusinasi dapat berkembang dalam
empat fase :
1. Fase Pertama
Comporting (ansietas sedang), halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, megnggerakan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat jika sedang asyik,
diam dan asyik sendiri.
2.

Fase Kedua
Comdemming (ansietas berat), halusinasi menjadi menjijikan
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan, klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalama sensori dan menarik diri dari orang lain, psikotik ringan.
Perilaku klien : Meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
Rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensorik dan
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi.

3. Fase ketiga

Controling (ansietas berat), pengalaman sensori menjadi berkuasa


Karakteristik : Pengalaman klien berhenti melakukan perlawanan terhadap
halusinasi dan mengarah pada halusinasi tersebut, kesepian jika sensori
halusinasinya berhenti. Klien mengalami psikotik.
Perilaku klien : Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti
kerusakan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa
detik atau menit, adanya tanda-tanda ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Conquering (panik), umunya menjadi lebur dalam halusinasinya
Karakteristik : Pengalaman sensori beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi terapeutik. Klien mengalami psikotik berat,
Perilaku klien : Perilaku tremor akibat panik, potensi kuat, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik. Tidak mampu berespon terhadap berita
komplit dan lebih satu orang.
Halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.

f. Rentang Respon Neurobiologis


Perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon neurobiologis dari
yang adaptif ke maladaptif (Stuart, 2007) sebagai berikut :
Respon Adaptif

Respon Maladaptif

- Perilaku logis

- Proses piker kadang

- Persepsi akurat

terganggu (ilusi)

- Emosi konsisten
- Perilaku sesuai
- Hubungan sosial
harmonis

- Emosi
berlebihan/kurang
- Perilaku tidak
sesuai/tidak biasanya
- Menarik diri

- Gangguan proses
pikir, waham
- Halusinasi
- Perubahan proses
emosi
- Perilaku tidak
terorganisir
- Isolasi sosial

Gambar 1 : Rentang Respon Halusinasi (Stuart, 2007)


a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis koheren
b. Persepsi akurat yaitu proses diterimahnya rangsangan melalui panca indera
yang didahului oleh perhatian (Attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada didalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak koponen fisologik, dan biasanya berlangsung tidak
lama.
d. perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterimah oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial harmonis yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi) yaitu misi interprestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran
sensori pada area tertentu ditolak kemudian diinterprestasikan sesuai
dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai/biasanya yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum berlaku.
i. menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang
lain, menghindar hubungan dengan orang lain.
j. waham yaitu individu menginterprestasikan sesuatu yang tidak ada
stimulus dari lingkungan.
k. kerusakan proses emosi yaitu terjadinya kerusakan manifestasi perasaan
l. Perilaku tidak terorganisir
m. Isolasi sosial yaitu sesuatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena orang lain mengatakan sikap yang negatif dan mengacam.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Beberapa aspek yang perlu dikaji pada klien halusinasi menurut kumpulan Keperawatan
kesehatan Jiwa, 1999 meliputi :

1.

Pengkajian
Pengkajian adalah awal dari dasar dalam proses keperawatan dalam keseluruhan
(Keliat, 1998) yang meliputi :

a.

Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung terjadi perubahan persepsi sensori halusinasi yaitu :
1)

Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat dapat
menimbulkan perubahan persepsi sensori : Halusinasi khususnya daerah
kortek, frontal, temporal dan limbik.

2)

Psikologis
Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi respon psikologi individu
adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan baik dalam keluarga
maupun masyarakat.

3)

Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya seperti kemiskinan konflik sosial budaya
(peperangan, kerusuhan) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang
menumpuk.

b.

Faktor Presipitasi
Faktor pemicu atau penyebab terjadinya perubahan persepsi sensori : Halusinasi,
umumnya muncul gejala klien mengalami hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

c.

Mekanisme Koping
Mekanisme Koping yang sering dipakai pada klien dengan perubahan
persepsi sensori : Halusinasi adalah proyeksi untuk mengurangi perasaan cemas.
Karena klien mengalami berduka disfungsional sehingga terjadi gangguan konsep
diri : harga diri rendah yang mengakibatkan klien menarik diri dari lingkungan
sehingga menyebabkan klien berhalusinasi sehingga dapat berisiko perilaku
kekerasan dan perilaku menarik diri mengakibatkan klien defisit perawatan diri
sehingga terjadilah gangguan pemeliharaan kesehatan.

Pohon masalah
(Efek) Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Pemenuhan
Kesehatan

Perubahan Persepsi
Sensori : Halusinasi

(CP)..

(Etiologi).. Isolasi Sosial : Menarik Diri

Defisit Perawatan Diri :


Mandi dan Berhias

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah
Berduka Disfungsional
Gambar 2 : Pohon Masalah (Keliat, 2005)
2.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan masalah utama
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran, yaitu :
1.

Risiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi


pendengaran.

2.

Perubahan persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran berhubungan


dengan Menarik Diri

3.

Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik diri berhubungan dengan


Harga Diri Rendah

4.

Sindrom Defisit Perawatan Diri : Mandi atau kebersihan,


berpakaian atau berhias berhubungan dengan intoleransi aktivitas (Keliat, 1998).

3.

Rencana Tindakan Keperawatan


Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, maka rencana keperawatan disusun
sebagai berikut :

DX I : Risiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran


(keliat, 1998).
a. Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontol halusinasinya
5) Klien dapat memenfaatkan obat dengan baik
c. Intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya : dengan menggunakan komunikasi
terapeutik, beri salam, perkenalkan diri, jelaskan tujuan pertemuan,
tunjukkan rasa empati, buat kontak yang jelas.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
1) Lakukan kontak sering dan singkat
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bicara dan
tertawa tanpa ada stimulus, memandang kekiri dan kekanan.
3) Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
4) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasinya, serta diskusikan waktu dan frekwensi
timbulnya halusinasi.
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(tidur/marah/menyibukan diri)
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
1) Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi
2) Diskusi manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.

3) Diskusi cara baru untuk memutuskan atau mengontrol halusinasi :


a) Katakan Saya tidak mau dengar kamu
b) Menemui orang lain (perawat, teman atau keluarganya) untuk
bercakap-cakap
c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d) Meminta keluarga, teman, atau perawat lainnya menyapa jika
tampak berbicara sendiri
4) Bantu klien memilih cara memutuskan halusinasi secara bertahap.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
dan beri pujian jika berhasil
6) Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok

TUK IV : Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol


halusinasinya
Intervensi :
1) Anjurkan klien memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi
2) Diskusi dengan keluarga :
a) Gejala halusinasi yang dialami klien
b)

Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk


memutuskan halusinasi

c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah : beri


kegiatan jangan biarkan sendiri, makan bersama.
d) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekwensi dan
manfaat obat.
2) Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat
3) Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
4) Bantu klien menggunakan obat denga prinsip 5 benar (benar pasien,
benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu).

DX II : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan


menarik diri (Rasmun, 1998)
a. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain, lingkungan sehingga
halusinasi dapat dicegah.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik
diri
3) Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
5) Klien dapat dukungan keluarga dalam berhubungan dengan orang
lain
c. Intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan sikap terbuka dan empati, sapa
klien dengan ramah, perkenalkan diri, jelaskan tujuan pertemuan,
buat kontak dengan jelas.
TUK II : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku
manarik diri
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
4) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK III : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan
orang lain
Intervensi :
1) Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
a) Mendapat teman
b) Mengungkapkan perasaan
c) Membantu pemecahan masalah

2) Dorong klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan


orang lain
3) Beri pujian terhadap kemampuan klien
TUK IV : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Intervensi :
1) Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang
lain
2) Klien dapat mendemonstrasikan hubungan social secara bertahap
antara :
a) Klien Perawat
b) K-P-Perawat lain
c) K-P-Klien lain
d) Klien kelompok
e) Klien keluarga
3) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
4) Beri pujian positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien
5) Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan anggota keluarga
TUK V : Klien dapat dukungan keluarga dalam berhubungan dengan
orang lain
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengemukakan perawatanya tentang keluarga
2) Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga, seperti
makan dan rekreasi.

DX III : Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah (rasmun, 1998)
a. Tujuan Umum
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
c. Intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
Intervensi :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
3. Utamakan memberi pujian yang realistik
TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
1. Diskusi dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan.
TUK IV : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan :
a) Kegiatan mandiri
b) Kegiatan dengan bantuan sebagian

c) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total


2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
TUK VI : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
DX IV : Sindrom dfisit perawatan diri : mandi/berhias, berpakaian/berhias
berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
a.

Tujuan Umum
Klien

dapat

meningkatkan

minat

dan

motivasinya

dalam

mempertahankan kebersihan diri


b.

Tujuan Khusus
1. Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
2. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat
3. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.

c.

Intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya : dengan komunikasi terapeutik, beri
salam, perkenalkan diri, jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan rasa
empati, buat kontak yang jelas.
TUK II : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
Intervensi :
1.

Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan


cara menjelaskan arti bersih dan tanda-tanda bersih.

2.

Jelaskan kepada klien tentang manfaat dari perawatan diri.

3.

Motivasi klien untuk mandi :


a) Anjurkan klien untuk mandi
b) Membantu klien dalam mengadakan fasilitas kebersihan seperti :
odol, sikat gigi, shampo, handuk, sisir dan lain-lain.

4.

Kemampuan klien dalam mempertahankan kebersihan diri

5.

Beri reinforcement positif jika klien berhasil melakukan


kebersihan diri

IV. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat dan telah diimplementasikan.
V. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindakan lanjut dapat berupa :
1.

Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah

2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
hasil belum memuaskan.
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang, dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan
Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai (Keliat, 1999)

Anda mungkin juga menyukai