Anda di halaman 1dari 15

RASIONALISME

Makalah Ini Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat


Ilmu
Dosen Pengampu Dr. Sumedi, M.Ag

Disusun oleh:

Rahmad Fitriyanto 1420410061

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM


MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan itu diperoleh dengan manusia melalui berbagai
cara dan menggunakan berbagai alat. Perkembangan filsafat
banyak

sekali

memiliki

cabang-cabang

aliran

dalam

perkembangannya. Aliran filsafat terdapat aliran rasionalisme yang


berlandasakan

pada

unsur

pengetahuannya.
Filsafat Rasionalisme

satu

rasional
aliran

dalam

filsafat

menerima

modern,

yaitu

empirisme. Rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme.


Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati
berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu
bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah
merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke
XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi
ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi
(ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal
budi

yang

demikian

tidak

sia-sia,

melihat

tambahan

ilmu

pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat


dari ilmu-ilmu alam.
Filsafat sebagai suatu ilmu yang berusaha mencari kebenaran
telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran,
kemauan dan kemampuan manusia dengan posisinya sebagai
mahkluk

individu,

mahluk

sosial

dan

mahluk

Tuhan

untuk

diaplikasikan dalam kehidupan. Filsafat diharapkan manusia mampu


memahami sesuatu yang belum ada dan memberikan pengetahuan
dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas, penting bagi penulis
membahas sebuah permasalahn dan perlu pengangkatan suatu
rumusan masalah seperti berikut :
1. Apa pengertian aliran Rasionalisme ?
2. Apa pemikiran Spinoza dan corak pemikirannya ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakana bahwa akal
(reason) adalah terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut
aliran rasionalisme, sesuatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir. 1
Rasio adalah sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang pada kebenaran. Yang benar adalah tindakan akal yang
terang benderang yang disebutnya Ideas Claires el Distintes (pikiran yang
terang

benderang

dan

terpilah-pilah).

Idea

terang

benderangini

pemberian Tuhan sebelum orang dilahirkan (idea innatae : ide bawaan).


Sebagai pemberian Tuhan tidak mungkin tidak benar.
Rasionalisme
memperoleh

tidak

pengetahuan,

mengingkari
pengalaman

kegunaan
indera

indera

dalam

diperlukan

untuk

merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang enyebabkan akal


dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenarann
adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme
merupakan bahan yang belum jelas, kacau. Bahan ini kemudian
dipertimbagkan oleh akal dalam pengalaman berfikir. Akal mengatur
bahan itu sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang banar. Jadi akal
bekerja karena ada bahan dari indera. Akan tetapi, akal dapat juga
1 Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metodologi
sampai Teofilosofi, (Bandung, Pustaka Setia, 2008), hal.247

menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama


sekali, kadi akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek
yang betul-betul abstrak.2
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal
(reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan
mengetes

pengetahuan3.

Jika

empirisme

mengatakan

bahwa

pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka


rasionalisme mangajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidahkaidah logika.3
Para tokoh aliran rasionalisme adalah Descartes (1596- 1650 M),
Spinoza (1632-677 M), dan leibnis (1646-1716 M). Aliran rasionalisme
terbagi menjadi dua macam dalam bidangnya, yaitu :
a. Dalam bidang agama
Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas
dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama.
b. Dalam bidang filsafat
Dalam bidang filsafat, aliran rasionalisme adalah lawan empirisme
dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja
empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan
mengetahui objek empirisme, sedangkan rasionalisme mengajarkan
bahwa pengetahuan diperoleh denga cara berfikir, pengetahuan dari
empirisme di anggap sering menyesatkan karena dianggap tidak
rasionalis. Dalam palat berfikir aliran rasionalisme adalah dengan
akidah-akidah
rasionalisme

yang

bersifat

berpendapat

logis.4 Sebagai

bahwa

sebagian

lawan

dan

empirisme,

bagian

penting

2 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 25
3 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal.
127

pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang paling jelas


ialah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Aliran rasioanlisme menegaskan bahwa untuk sampainya manusia kepada
kebenaran adalah semata-mata dengan akal. Namun demikian,aliran
rasionalisme juga tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengetahuan indera diperlukan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja.5
Penemuan-penemuan logika dan matematika begitu pasti. Kita tidak hanya
melihatnya sebagai benar, tetapi lebih dari itu kita melihatnya sebagai kebenaran yang tidak
mungkin salah, kebenarannya universal. Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama
rasionalisme ialah Descartes, lalu menyusul Baruch spinoza dan Leibniz. 6 Latar belakang
munculnya Rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran
tradisional (skolatik), yang perna diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil
ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga
masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.7
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat
Descartes. Kata modern disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu
filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan
dengan corak filsafat pada abad pertengahan Kristen. 8Descartes dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Menurut Bertrand Russel, anggapan itu
memang benar. Kata Bapak diberikan kepada Descartes karena dialah
orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat yang
4 Ibid., hal. 247
5 A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta, Bumi Aksara, 2011), hal. 141
6 Ahmad Tafsir, filsafat umum, (Bandung,, PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.
127
7 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2009), hal.
116.
8 Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum..., hal.128

berdiri atas kenyakinan diri sendiri yang dihasilkan itu menyusun argumen
yang kuat, yang distinct, yang iman, bukan ayat suci, bukan yang
lainnya.9
B. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada
tahun 1677. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri
dari agama Yahudi, ia mengubah nama menjadi Benedictus de Spinoza. Ia
hidup dipinggiran kota Amsterdam. Spinoza mencoba menjawab tentang
pertayaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu,
sebagaimana

pertanyaan,

apa

subtansi

dari

sesuatu,

bagaimana

kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya


dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh rene descarkes,
yakni dengan pendekatan deduktsi matematis, yang dimulai dengan
meletakkan defenisi, aksioma, proposisi, kemudian barulah membuat
pembuktian (penyimpulan) berdasarkan defenisi, aksioma, atau proposisi
itu.10
Selain Spinoza ada tokoh filofof lain yang mengikuti pemikiran Rene
Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi
sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga
mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes, Spinoza, dan
Leibniz,

biasanya

dikelompokkan

ke

dalam

satu

mazhab,

yaitu

rasionalisme. De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene


Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran
dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh,
yang eksistensinya berbarengan.11

9 Ibid., hal. 128


10 Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum .... hal.259
11 Atang Abdul hakim, Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi, Cet I(Bandung:Pustaka
Setia), hal. 259

De Spinoza memiliki pemikiran bahwa kebenaran itu berpusat pada


pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan
adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan antara jiwa dan tubuh
pada setiap individu.12
Dalam

pemikiran

Spinoza

tentang

rasionalisme

dapat

dibagi

menjadi beberapa bagian yaitu :


a. Ajaran tentang subtansi Tunggal: Tuhan atau Alam (Deus sive
Natura)
Bagaimanakah Tuhan, jiwa dan dunia material bisa dipikirkan
sebagai satu kesatuan utuh? Inilah permasalahan utama dari filsafat
Descartes. Dalam bukunya yang berjudul Ethica, ordine geometrico
demonstrata (Etika yang dibuktikan secara geometris, 1677), Spinoza
menjawab

persoalan

ini.

Ia

memulai

filsafatnya

dari

pengertian

subtansi. Spinoza mendefinisikan subtansi sebagai sesuatu yang ada


dalam dirinya sendiri dan dipikirkan oleh dirinya sendiri. Artinya, sesuatu
yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya.
Jadi subtansi adalah apa yang beridiri sendiri dan ada oleh dirinya sendiri.
Spinoza membedakan subtansi dengan atribut, yautu sifat atau ciri khas
yang melekat pada subtansi. Sifat subtansi bersifat abadi, tidak terbatas,
mutlak dan tunggal. Menurut Spinoza, hanya satu yang memenuhi semua
defenisi ini, yaitu Tuhan! Ya, hanya Tuhan yang mempunyai sifat abadi,
tidak terbatas, mutlak, tunggal dan utuh. Implikasinya jelas, spinoza
menolak Tuhan yang bersifat personal, atau dengan kata lain Tuhan yang
bisa disapa manusia dengan kata Engkau atau Bapak, sepertinya
yang dinyakini agama monoteisme, khusunya agama Yahudi atau Kristen.
Sebab, hal tersebut adalah sifat atau ciri untuk manusia, padahal
manusia sendiri bersifat fana, relatif dan terbatas, yang dalam hal ini
sesungguhnya merupakan kebalikan sifat Tuhan.13
Kata kunci ajaran Spinoza yang terkenal adalah Deus sive natur
(Tuhan atau alam). Yang berbeda hanyalah istilah atau sudut pandangnya
12 Ibid., hal. 259

saja.

Sebagai

Tuhan,

alam

adalah

natura

naturans

(alam

yang

melahirkan). Namun subtansinya adalah satu dan sama, yaitu Tuhan atau
(juga) alam. Dengan demikian , Spinoza menolak ajaran Descartes bahwa
realitas terdiri dari tiga subtansi (Tuhan, jiwa, dan materi). Bagi Spinoza
hanya ada satu subtansi, yakni Tuhan atau alam. Menurut Spinoza,
Descartes salah dalam memandang pemikiran (res cogitans, hakikat jiwa)
dan keleluasaan (res extensa, hakikat tubuh) sebagai dua subtansi yang
berbeda pada manusia. Yang benar menurut Spinoza, jiwa atau pikiran
dan tubuh atau keleluasaan bukanlah dua subtansi, melainkan dua atribut
ilahi, yakni dua dari sekian banyak sifat Tuhan atau alam yang bisa
ditangkap

manusia.

Dau

atribut

ini

membentuk

manusia

dan

menjadikannya modus atau cara keberadaan Tuhan atau alam.

14

Descartes, moyangnya yang amat dekat, membagi substansi menjadi


tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa, dan Tuhan. Spinoza berpendapat tentang
substansi, Ia menyatakan bahwa hanya ada satu substansi, dan satu
substansi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dirusak, ia tidak
mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir. 15 Tubuh dan jiwa
menurutnya adalah atribut (sifat asasi) yang satu . Tubuh dan jiwa bukan
substansi yang berdiri sendiri.
Menurut ajaran-ajaran monoteis, kususnya filsafat Kristiani, setiap
orang secara individual bersifat mutlak. Artinya, Tuhan mencintai
individu-individu secara pribadi dan menghendaki mereka tampa kenal
batas waktu. Namun, manusia dapat menjawab cinta Tuhan secara positif
(menerimanya) atau secara negatif (menolaknya). Kenyataan bahwa
manusia

menerimanya

atau

menolak

Tuhan

menunjukkan

bahwa

manusia mempunyai kebebasan. Dengan demikian, kalau manusia wafat,


ia tidak larut dalam alam semesta, melainkan secara individual datang
kepada

Tuhan

untuk

memperoleh

cinta-Nya

(surga)

atau

binasa

13 Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual, (yogyakarta, Kanisius,


2004), hal. 212
14 Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual...., hal. 213
15 Ahmad Tafsir,Filsafat Umum ...., hal.127

selamanya (neraka). Jadi, ada kehidupan lagi setelah kehidupan ini, dan
kepercayaan

akan

adanya

kehidupan

sesudah

kematian

juga

menimplikasikan bahwa jiwa adalah abadi. Orang Yahudi, Kriten dan Islam
mengharapkan bahwa sesudah kematian bertemu dengan mereka yang
sudah meninggal.16
Namun bagi Spinoza, individualitas, jiwa dan kebebasan manusia
yang diajarkan oleh agama-agama monoteis tidak ada dasarnya.
Alasannya, manusia hanyalah modus Tuhan dan oleh karena itu ia tidak
abadi dan tidak mutlak pada dirinya sendiri (manusia). Ia tergantung
sepenuhnya kepada Tuhan, subtansinya, sehingga tidak ada kebebasan
dan hidup individual sesudah kebangkitan. Surga dan neraka tidak ada
dalam rangka pemikiran Spinoza.17
Maka, dapat dimengerti mengapa Spinoza dituduh ateis: Spinoza
mengakui Tuhan sebagai Pencipta alam semesta, yang bisa ada dan
berdiri diluar alam ciptaan-Nya. Namun, lebih tepat ia disebut penganut
panteisme-monistik. Sebab ia menyakini Tuhan dan alam bersatu
sedemikian rupa sehingga antara pencipta (Khalik) dan ciptaanNya
(mahluk) tidak mungkin diadakan pemisahan sedikitpun. 18 Spinoza
percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam
semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan
sesuatu, tidak terbatas (ultimate). Tuhan itu tidak memperhatikan
sesuatu, juga tidak mempedulikan manusia.
Di sini kesatuan antara Tuhan dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan
secara modern. Substansi ini memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakikat (essential)
nya mencakup juga keberadaan (existential) nya. Hakekatnya ditentukan oleh atribut-atribut
atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna
mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala
16 Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual...., hal. 214
17 Ibid.,
18 Ibid.,

hal yang konkrit, yaitu dunia yang berane raga ini, adalah modi atau cara berada satu
substansi yang satu itu.19
Demikianlah, Pemikiran Spinoza tentang Tuhan, jiwa dan manusia yang merupakan
satu kesatuan. Berbeda dengan Descartes yang berpendapat bahwa antara Tuhan, jiwa dan
manusia merupakan sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih
luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes. Baginya di dalam dunia
tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu,
begitu juga Tuhan.
b. Ajaran tentang Etika
Dengan

latar

belakang

pemikiran

Spinoza

yang

menyangkal

kebebasan dan individaulitas, namun menekankan detrminisme Tuhan


atau alam atas manusia, dia tidak mempertimbangkan tentang suatu
etka yang menganjurkan perubahan hidup. Pertanyaan yang ingin
dijawab Spinoza dalam etika adalah bagaimanakah orang yang bijaksana
bisa hidup dengan lebih tenang dan lebih mantap? Yang dicari bukanlah
tentang

pertanyaan

Apakah

kewajibanku?

melainkan

Apakah

kebahagiaanku. Bagaimana aku bisa memperolehnya?.20


Spinoza menyusun etikanya dengan mengutip prinsip ilmu ukur
(ordine geometrico), atau dengan kata lain, ia mengawalinya dengan
menetapkan

suatu

dalil

umum

dan

selanjutnya

menarik

dengan

konsekuensi logis lainnya secara deduktif. Menurut Spinoza, dalil umum


yang

bisa

ditemukan

dari

semua

pengada

adalah

usaha

untuk

mempertahankan diri(conotus): setiap mahluk berusaha sekuat tenaga


untuk mempertahankan keberadaannya (conotus seseconservandi). Pada
manusia, mahluk yang berakal budi, usaha tersebut muncul sebagai
keinginan atau dorongan yang disadari secara intelektual. Apabila
keinginan ini beralih ke keadaan yang lebih kuat, lebih hidup, lebih penuh,
maka keinginan tersebut akan menjadi nikmat. Apabila sebaliknya
(misal keinginan itu padam, tidak bergairah, terhambat), maka akan
19 Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat Barat, Cet 19(Yogyakarta:Kanisius,2005), hal. 19
20 Ibid., hal. 214

menjadi kesedihan atau rasa sakit. Dengan demika rasa nikmat dan
rasa

sakit,

beserta

keinginan

adalah

tiga

emosi

dasar

manusia.

Selajutnya, Spinoza bisa menentukan mana yang baik atau buruk bagi
manusia. Yang baik adalah yang mendukung dan memenuhi keinginan
kita untuk memperoleh kenikmatan, sedangkan yang buruk adalah yang
menghambat dan membuat kita sedih. Kebahagiaan akan terwujud jika
kita tidak merasa sedih, tetapi nikmat.21
Spinoza bahwa pemahaman paling tinggi yang bisa dicapai manusai
adalah mengenal Tuhan. Tuhan adalah keseluruhan realitas. Semakinkita
mengerti Tuhan, kita semakin mencintai-Nya. Cinta yang didasarkan pada
pemahaman intelektual tentang Tuhan (amor Dei intellectualis) adalah
puncak etika dan kebahagiaan manusia. Kalau kita sudah mencapai
pemahaman tertinggi ini (mengenal dan mencintai Tuhan), maka kita bisa
menerima segala sesuatu yang ada di alam sebagi kehendak-Nya dan
nsanggup menyerahkan diri kepad-Nya. Disini ada dua hal penting dalam
pemikiran yang berkaitan dengan kebebasan dan kebahagiaan manusia:
Pertama, menurut spinoza kebebasan tidak bersifat pasif, melainkan aktif.
Kita secar intelektual mengenal da mencintai Tuhan, lalu menyerahkan
diri kepada-Nya. Kedua, cinta kepada Tuhan juga bersifat intelektual
lkarena didasarkan pada pengertian atau pemahaman belaka,bukan
merupakan suatu hubungan antar pribadi yang menggadaikan adanya
keterkaitan dalam mencintai.22
c. Pandangan Spinoza tentang Metafisika
Dalam pandangan Spinoza tentang metafisika modern tetap sama
dengan permasalahan metafisika pada masa pra-Socrates, yaitu beberapa
subtansi yang ada? Apa itu Apa yang satu dengan yang lain? Bagaimana
setiap subtansi (atau sesuatu) itu berinteraksi? Bagaimana subtansi itu
muncul?
mencoba

Apakah

alam

menjawab

semesta

mempunyai

pertanyaan-pertanyaan

permulaan?.

itu.

Sebenarnya

21 Ibid., hal. 214-215


22 Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual...., hal. 216-217

Spinoza
dapat

diduga, ia pasti menggunakan cara yang digunakan oleh Descartes, orang


yang memang diikutinya.23
Dengan adanya sains, sudah umum adanya anggapan bahwa alam
semesta ini, adalah sebuah mesin raksasa, mungkin disiptakan oleh
Tuhan, tetapi ternyata dalam kasus tertentu mekanismenya itu dapat
dikoordinasi dan diperhitungkan.

24

Kristen dan pengaruh sains terhadap

penyelesaian persoalan-persoalan itu. Dalam pendapat Spinoza dalam


metafisika, beliau meletakkan defenisi-defenisi geometri dalam membuat
kesimpulan-kesimpulan metafisika :
a. Suatu yang sebabnya pada dirinya, yang dimaksudkan adalah
esensinya

mengandung

eksistensi

atau

sesuatu

yang

hanya

dipahami sebagai ada.


b. Suatu dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang
lain, misalnya tubuh kita terbats, yang membatasinya ialah
besarnya tubuh kita itu.
c. Subtansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipahami melalui
dirinya, konsep dapat dibentuk tentang bebas dari orang lain.
d. Yang dimaksud dengan atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami
sebagai melekat pada esensi subtansial.
e. Yang dimasud dengan mode ialah perubahan-perubahan pada
subtansi.
f. Suatu yang disebut bebas ialah suatu yang tak terbatas secara
absolut (mutlak).
g. Yang dimasksud dengan kekekalan (eternity) ialah sifat pada
eksistensi itu tadi.25
jikalau perhatikan apa perbedaan defenisi-defenisi itu dari apa yang
telah diajukan oleh Aristoteles? Misalnya defenisi subtansi sebagai dasar
stuff. Begitu juga mengenai atribut dan mode; atribut adalah karakteristik
subtansi dan mode adalah perubahan-perubahan pada atribut. Sebab
23 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum....., hal.134
24 Ibid., hal. 135
25 Ibid., hal. 136

pada dirinya sendiri sama denga penggerak pertama pada Aristoteles.


Akan tetapi, ada perbedaan yang amat prinsip: penggerak pada Spinoza
identik denga alam semesta dan Tuhan pada Spinoza kira-kira sama
dengan memikirkan dirinya sendiri pada Aristoteles. Akan tetapi, dasar
pijak permulaan seluruh sistemnya (Spinoza), sebagaimana tergambar
didalam defenisi dan aksioma, sama dengan pengertian subtansi pada
Aristoteles.26

BAB III
PENUTUP

Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal


adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Aliran rasioanlisme menjelaskan bahwa untuk sampainya
manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal atau rasio.
Aliran rasionalisme juga tidak mengingkari kegunaan indera dalam
memperoleh

pengetahuan,

pengetahuan

indera

diperlukan

untuk

merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal


dapat bekerja. akal dan indera digunakan dalam aliran rasionalisme,
dapat diketahui bahwa aliran rasionalisme dapat menerima pengetahuan
dan subtansinya dari ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh akal.
Ada tiga tokoh dari aliran rasionalisme yaitu Descartes, Spinoza dan
Leibnis.
Spinoza mempunyai pemikiran bahwa hanya ada satu substansi,
yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia.
26 Ibid.

Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan


dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu
substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun
demikian kita hanya mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada
manusialah kedua ciri tersebut terdapat bersama-sama pemikiran (jiwa)
dan serentak juga keluasan tubuh. Pandangan Spinoza bahwa Tuhan dan
alam, Spinoza membedakan subtansi dengan atribut, yaitu sifat atau ciri
khas yang melekat pada subtansi. Sifat subtansi bersifat abadi, tidak
terbatas, mutlak dan tunggal. Spinoza menyusun etikanya dengan
mengutip prinsip ilmu ukur (ordine geometrico ia mengawalinya dengan
menetapkan

suatu

dalil

umum

dan

selanjutnya

menarik

dengan

konsekuensi logis lainnya secara deduktif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Atang, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari


Metodologi sampai Teofilosofi, 2008, Bandung, Pustaka Setia
Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, 2009, Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Cet 19, 2005,
Yogyakarta, Kanisius
Hakim, Atang Abdul, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari
Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung, Pustaka Setia, 2008
Petrus L., Simon, Tjahjadi, Petualangan Intelektual, 2004,
Yogyakarta, Kanisius,

Susanto, A. , Filsafat Ilmu, 2011, Jakarta, Bumi Aksara


Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai
Capra, 2010, Bandung, Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai