Disusun oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan itu diperoleh dengan manusia melalui berbagai
cara dan menggunakan berbagai alat. Perkembangan filsafat
banyak
sekali
memiliki
cabang-cabang
aliran
dalam
pada
unsur
pengetahuannya.
Filsafat Rasionalisme
satu
rasional
aliran
dalam
filsafat
menerima
modern,
yaitu
yang
demikian
tidak
sia-sia,
melihat
tambahan
ilmu
individu,
mahluk
sosial
dan
mahluk
Tuhan
untuk
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas, penting bagi penulis
membahas sebuah permasalahn dan perlu pengangkatan suatu
rumusan masalah seperti berikut :
1. Apa pengertian aliran Rasionalisme ?
2. Apa pemikiran Spinoza dan corak pemikirannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakana bahwa akal
(reason) adalah terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut
aliran rasionalisme, sesuatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir. 1
Rasio adalah sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang pada kebenaran. Yang benar adalah tindakan akal yang
terang benderang yang disebutnya Ideas Claires el Distintes (pikiran yang
terang
benderang
dan
terpilah-pilah).
Idea
terang
benderangini
tidak
pengetahuan,
mengingkari
pengalaman
kegunaan
indera
indera
dalam
diperlukan
untuk
pengetahuan3.
Jika
empirisme
mengatakan
bahwa
yang
bersifat
berpendapat
logis.4 Sebagai
bahwa
sebagian
lawan
dan
empirisme,
bagian
penting
2 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 25
3 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal.
127
berdiri atas kenyakinan diri sendiri yang dihasilkan itu menyusun argumen
yang kuat, yang distinct, yang iman, bukan ayat suci, bukan yang
lainnya.9
B. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada
tahun 1677. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri
dari agama Yahudi, ia mengubah nama menjadi Benedictus de Spinoza. Ia
hidup dipinggiran kota Amsterdam. Spinoza mencoba menjawab tentang
pertayaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu,
sebagaimana
pertanyaan,
apa
subtansi
dari
sesuatu,
bagaimana
biasanya
dikelompokkan
ke
dalam
satu
mazhab,
yaitu
pemikiran
Spinoza
tentang
rasionalisme
dapat
dibagi
persoalan
ini.
Ia
memulai
filsafatnya
dari
pengertian
saja.
Sebagai
Tuhan,
alam
adalah
natura
naturans
(alam
yang
melahirkan). Namun subtansinya adalah satu dan sama, yaitu Tuhan atau
(juga) alam. Dengan demikian , Spinoza menolak ajaran Descartes bahwa
realitas terdiri dari tiga subtansi (Tuhan, jiwa, dan materi). Bagi Spinoza
hanya ada satu subtansi, yakni Tuhan atau alam. Menurut Spinoza,
Descartes salah dalam memandang pemikiran (res cogitans, hakikat jiwa)
dan keleluasaan (res extensa, hakikat tubuh) sebagai dua subtansi yang
berbeda pada manusia. Yang benar menurut Spinoza, jiwa atau pikiran
dan tubuh atau keleluasaan bukanlah dua subtansi, melainkan dua atribut
ilahi, yakni dua dari sekian banyak sifat Tuhan atau alam yang bisa
ditangkap
manusia.
Dau
atribut
ini
membentuk
manusia
dan
14
menerimanya
atau
menolak
Tuhan
menunjukkan
bahwa
Tuhan
untuk
memperoleh
cinta-Nya
(surga)
atau
binasa
selamanya (neraka). Jadi, ada kehidupan lagi setelah kehidupan ini, dan
kepercayaan
akan
adanya
kehidupan
sesudah
kematian
juga
menimplikasikan bahwa jiwa adalah abadi. Orang Yahudi, Kriten dan Islam
mengharapkan bahwa sesudah kematian bertemu dengan mereka yang
sudah meninggal.16
Namun bagi Spinoza, individualitas, jiwa dan kebebasan manusia
yang diajarkan oleh agama-agama monoteis tidak ada dasarnya.
Alasannya, manusia hanyalah modus Tuhan dan oleh karena itu ia tidak
abadi dan tidak mutlak pada dirinya sendiri (manusia). Ia tergantung
sepenuhnya kepada Tuhan, subtansinya, sehingga tidak ada kebebasan
dan hidup individual sesudah kebangkitan. Surga dan neraka tidak ada
dalam rangka pemikiran Spinoza.17
Maka, dapat dimengerti mengapa Spinoza dituduh ateis: Spinoza
mengakui Tuhan sebagai Pencipta alam semesta, yang bisa ada dan
berdiri diluar alam ciptaan-Nya. Namun, lebih tepat ia disebut penganut
panteisme-monistik. Sebab ia menyakini Tuhan dan alam bersatu
sedemikian rupa sehingga antara pencipta (Khalik) dan ciptaanNya
(mahluk) tidak mungkin diadakan pemisahan sedikitpun. 18 Spinoza
percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam
semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan
sesuatu, tidak terbatas (ultimate). Tuhan itu tidak memperhatikan
sesuatu, juga tidak mempedulikan manusia.
Di sini kesatuan antara Tuhan dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan
secara modern. Substansi ini memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakikat (essential)
nya mencakup juga keberadaan (existential) nya. Hakekatnya ditentukan oleh atribut-atribut
atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna
mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala
16 Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual...., hal. 214
17 Ibid.,
18 Ibid.,
hal yang konkrit, yaitu dunia yang berane raga ini, adalah modi atau cara berada satu
substansi yang satu itu.19
Demikianlah, Pemikiran Spinoza tentang Tuhan, jiwa dan manusia yang merupakan
satu kesatuan. Berbeda dengan Descartes yang berpendapat bahwa antara Tuhan, jiwa dan
manusia merupakan sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih
luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes. Baginya di dalam dunia
tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu,
begitu juga Tuhan.
b. Ajaran tentang Etika
Dengan
latar
belakang
pemikiran
Spinoza
yang
menyangkal
pertanyaan
Apakah
kewajibanku?
melainkan
Apakah
suatu
dalil
umum
dan
selanjutnya
menarik
dengan
bisa
ditemukan
dari
semua
pengada
adalah
usaha
untuk
menjadi kesedihan atau rasa sakit. Dengan demika rasa nikmat dan
rasa
sakit,
beserta
keinginan
adalah
tiga
emosi
dasar
manusia.
Selajutnya, Spinoza bisa menentukan mana yang baik atau buruk bagi
manusia. Yang baik adalah yang mendukung dan memenuhi keinginan
kita untuk memperoleh kenikmatan, sedangkan yang buruk adalah yang
menghambat dan membuat kita sedih. Kebahagiaan akan terwujud jika
kita tidak merasa sedih, tetapi nikmat.21
Spinoza bahwa pemahaman paling tinggi yang bisa dicapai manusai
adalah mengenal Tuhan. Tuhan adalah keseluruhan realitas. Semakinkita
mengerti Tuhan, kita semakin mencintai-Nya. Cinta yang didasarkan pada
pemahaman intelektual tentang Tuhan (amor Dei intellectualis) adalah
puncak etika dan kebahagiaan manusia. Kalau kita sudah mencapai
pemahaman tertinggi ini (mengenal dan mencintai Tuhan), maka kita bisa
menerima segala sesuatu yang ada di alam sebagi kehendak-Nya dan
nsanggup menyerahkan diri kepad-Nya. Disini ada dua hal penting dalam
pemikiran yang berkaitan dengan kebebasan dan kebahagiaan manusia:
Pertama, menurut spinoza kebebasan tidak bersifat pasif, melainkan aktif.
Kita secar intelektual mengenal da mencintai Tuhan, lalu menyerahkan
diri kepada-Nya. Kedua, cinta kepada Tuhan juga bersifat intelektual
lkarena didasarkan pada pengertian atau pemahaman belaka,bukan
merupakan suatu hubungan antar pribadi yang menggadaikan adanya
keterkaitan dalam mencintai.22
c. Pandangan Spinoza tentang Metafisika
Dalam pandangan Spinoza tentang metafisika modern tetap sama
dengan permasalahan metafisika pada masa pra-Socrates, yaitu beberapa
subtansi yang ada? Apa itu Apa yang satu dengan yang lain? Bagaimana
setiap subtansi (atau sesuatu) itu berinteraksi? Bagaimana subtansi itu
muncul?
mencoba
Apakah
alam
menjawab
semesta
mempunyai
pertanyaan-pertanyaan
permulaan?.
itu.
Sebenarnya
Spinoza
dapat
24
mengandung
eksistensi
atau
sesuatu
yang
hanya
BAB III
PENUTUP
pengetahuan,
pengetahuan
indera
diperlukan
untuk
suatu
dalil
umum
dan
selanjutnya
menarik
dengan
DAFTAR PUSTAKA