Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Laring


Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan
terletak setinggi vertebra cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan
wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka,
hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan.14
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat aditus laringeus
yang berhubungan dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi
inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah
posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral,
dinding dan cavum laringofaring, serta di sebelah anterior ditutupi oleh
fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi
oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid, dan lobus kelenjar
tiroid.14.15
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang
hyoid dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti
huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula,
dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun
laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid,
kartilago kornikulata dan kartilago tiroid.14.15.16
Pada laring terdapat dua buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring
adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior),
ligamentum

krikotiroid

medial,

ligamentum

krikotiroid

posterior,

ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum


hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis,

ligamentum vokal yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan


kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotika. 14.15.16
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding
kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah
bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta
akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun.14.15.16

Gambar 2.1. Anatomi Laring


Sumber : Atlas of Human Anatomy, Sixth Edition. Elsevier 2014
Anatomi Bagian Laring Dalam
Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut:14.16
1. Supraglotis (vestibulum superior)
Yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet
laring.
2. Glotis (pars media)
Yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara
sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.
3. Infraglotis (pars inferior)
Yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago
krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring:14.16
Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh
epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago
kornikulata dan tepi atas m. aritenoideus.
Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.

Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang
antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
Plika Ariepiglotika

Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan


dari kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
Plika Pyriformis (Hipofaring)
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago
tiroidea.

Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan
dan kiri.

Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis,
kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan
m.interaritenoidea.

Plika Ventrikularis (pita suara palsu)


Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan
kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa,
merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis
di tengahnya.

Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)


Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung
anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas
diantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi
epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau
sakulus ventrikel laring.

Plika Vokalis (pita suara sejati)


Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk
oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion,
dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago
aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.
Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus
Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan
kanan.14.16
1. Nn. Laringeus Superior.
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum,
melengkung ke depan dan medial di bawah A. karotis interna dan
eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu : Cabang Interna ;
bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis
dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati. Cabang
Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m.
Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren).
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring
tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri
mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga
mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian
proksimal A. subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang
lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring
tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan:
Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea
Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea
Pendarahan

Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan


Inferior sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior.14.16
1. Arteri Laringeus Superior
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus
membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan
dasar sinus pyriformis.
2. Arteri Laringeus Inferior
Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui
area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M.
Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan
A. Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring.

Gambar 2.2 Sistem Arteri dan Vena pada Laring


Sumber : Atlas of Human Anatomy, Sixth Edition. Elsevier 2014
Darah vena dialirkan melalui V. Laringeus Superior dan Inferior ke V.
Tiroidea Superior dan Inferior yang kemudian akan bermuara ke V.
Jugularis Interna.
Sistem Limfatik
Laring mempunyai tiga sistem penyaluran limfe, yaitu:14.16
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul
membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju

kelenjar limfe cervical superior profunda. Limfe ini juga menuju ke


superior dan middle jugular node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe
trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan
sistem limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan
metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya.
2.2.

Fisiologi Laring
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan
proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian
berikut:15.17.18.19
1. Fungsi Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling
kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang
konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara
dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik
dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut,
udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan
mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati.
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya
reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.
Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya
rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter

10

dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan


menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur
ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke
sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior
terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka.
Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH
darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis,
sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis.
Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring
secara

reflektoris,

sedangkan

peningkatan

pO2

arterial

dan

hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial


CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
4. Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return.
Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan
bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya
reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah
baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N.
Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior.
Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi
penurunan denyut jantung.
5. Fungsi Fiksasi.
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar
tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.

11

6. Fungsi Menelan.
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada
saat berlangsungnya proses menelan, yaitu: Pada waktu menelan faring
bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus
dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago
krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju
basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi
pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral
menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus
esofagus.
7. Fungsi Batuk.
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan
secara

mendadak

menimbulkan

batuk

yang

berguna

untuk

mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan


sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.
8. Fungsi Ekspektorasi.
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar
berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.
9. Fungsi Emosi.
Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring,
misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

12

2.3.

Laringitis Tuberkulosa
2.3.1 Definisi Laringitis Tuberkulosa
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat
terjadi, baik secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi
mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu.
Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis akut (common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan
radang kronis laring yang dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga
disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriakteriak atau biasa berbicara keras.20
Laringitis kronis dibagi menjadi laringitis kronik non spesifik dan
spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor
eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia,
infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) atau faktor
endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik). Sedangkan laringitis kronik
spesifik disebabkan tuberkulosis dan sifilis.21
Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis
tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa
pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.17.21
2.3.2

Etiologi dan Epidemiologi


Hampir selalu disebabkan tuberkulosis paru. Setelah diobati

biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya


menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago serta
vaskularisasi tidak sebaik paru. Infeksi laring oleh Mycobacterium

13

tuberculosa hampir selalu sebagai komplikasi tuberkulosis paru aktif, dan


ini merupakan penyakit granulomatosis laring yang paling sering.
Sebagaimana insidensi dan prevalensi tuberkulosis paru yang
mengalami penurunan, kejadian laringitis tuberkulosis juga mengalami
penurunan, meskipun kecenderungan peningkatan kejadian laringitis
tuberkulosis dalam beberapa tahun terakhir.21.22.23
Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok
usia muda yaitu 20 40 tahun. Dalam 20 tahun belakangan, insidens
penyakit ini pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun jelas
meningkat. Saat ini tuberkulosis dalam semua bentuk dua kali lebih sering
pada laki-laki dibanding dengan perempuan. Tuberkulosis laring juga lebih
sering terjadi pada laki-laki usia lanjut, terutama pasien-pasien dengan
keadaan ekonomi dan kesehatan yang buruk, banyak diantaranya adalah
peminum alkohol.23
2.3.3. Patogenesis
Laringitis tuberkulosis umumnya merupakan sekunder dari lesi
tuberkulosis paru aktif, jarang merupakan infeksi primer dari inhalasi basil
tuberkel secara langsung. Secara umum, infeksi kuman ke laring dapat
terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau
penyebaran melalui darah atau limfe.21.22.23.24
Berdasarkan

mekanisme

terjadinya

laringitis

tuberkulosis

dikategorikan menjadi 2 mekanisme, yaitu:


2.3.3.1. Laringitis Tuberkulosis Primer
Laringitis tuberkulosis primer jarang dilaporkan dalam literatur
medis. Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi
Mycobacterium tuberculosa pada laring, tanpa disertai adanya
keterlibatan paru. Rute penyebaran infeksi pada laringitis tuberkulosis
primer yang saat ini diterima adalah invasi langsung dari basil tuberkel
melalui inhalasi.24.25 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shin dkk

14

(2000), menyatakan bahwa sebanyak 40,6% pasien dengan laringitis


tuberkulosis memiliki paru yang normal.26
2.3.3.2.

Laringitis Tuberkulosis Sekunder

Laringitis tuberkulosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi


laring akibat Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya
keterlibatan

paru. Laringitis

tuberkulosis

sekunder merupakan

komplikasi dari lesi tuberkulosis paru aktif. Mekanisme penyebaran


infeksi ke laring dapat berupa penyebaran langsung di sepanjang
saluran pernapasan dari infeksi paru primer berupa sputum yang
mengandung kuman maupun penyebaran melalui sistem darah ataupun
limfatik. 20.26
Penyebaran Lewat Sputum (Bronkogen)
Penyebaran infeksi basil tuberkel ke laring melalui mekanisme
bronkogenik merupakan teori yang lazim dipahami. Adanya bronkogen
dalam hal ini, sputum yang mengandung bakteri M. tuberculosis
mendasari patogenesis terjadinya laringitis tuberkulosis. Terjadinya
laringitis tuberkulosis dapat disebabkan oleh tersangkutnya sputum
yang mengandung basil tuberkulosis di laring, terutama pada struktur
posterior laring termasuk aritenoid, ruang interaritenoid, pita suara
bagian posterior dan permukaan epiglotis yang menghadap ke
laring.22.23.26
Antigen dari basil TB yang berada di laring dicerna sel dendritik
lalu dibawa ke kelenjar limfe regional dan mempresentasikan antigen
M. Tuberculosis ke sel Th1. Th1 kemudian berproliferasi dan dapat
kembali ke tempat awal infeksi. Restimulasi oleh sel penyaji setempat
menghasilkan produksi IFN dan mengaktifasi makrofag. Bila
eliminasi mikroorganisme ini gagal akan berlanjut pada inflamasi
kronik terjadi dimana patogen persisten di dalam tubuh, maka terjadi

15

pengalihan respon imun berupa reaksi hipersensitifitas tipe lambat


membentuk granuloma. 27
Setelah kontak awal dengan antigen, sel Th disensitisasi,
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel DTH (delayed type
hypersensitivity) dimana pengerahan makrofag yang berkelanjutan
akan membentuk sel-sel epitloid berupa sel datia dalam granuloma.27
Tuberkel yang avaskular berisikan daerah perkijuan di tengah
dikelilingi oleh sel epiteloid dan di bagian perifer oleh sel-sel
mononukleus. Kemudian tuberkel-tuberkel ini bersatu membentuk
nodul. Karena letaknya di subepitel, epitel yang melampisinya
mungkin hilang dan sering terjadi ulserasi dengan infeksi sekunder.
Proses ini pertama kali cenderung akan mengenai prosesus vokalis dan
epiglotis.27
Adanya tuberkel mungkin akan merangsang terjadinya hiperplasia
epitel dan jaringan fibrosis subepitel. Hal ini mungkin bermanifestasi
pada daerah interaritenoid berupa penebalan yang menyerupai
pakiderma. Prosesus vokalis mungkin di tutupi oleh nodul yang
menyerupai morbili. Hal ini merupakan manifestasi dari proses
perbaikan karena hanya ditemukan sedikit perkijuan pada lesi.
Edema jelas pada keadaan lebih lanjut dan mungkin terjadi sebagai
akibat obstruksi jaringan limfe oleh granuloma. Edema dapat timbul di
fossa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika
ventrikularis, epiglottis serta terakhir ialah subglotik. Epiglotis dan
jaringan ikat di atas aritenoid merupakan tempat yang paling tampak
edema. Penyembuhan tuberkulosis laring disertai oleh pembentukan
kapsul jaringan fibrosa dan jaringan menggantikan tuberkel.20.22.23.27
Penyebaran Melalui Limfohematogen
Selain mekanisme bronkogenik, penyebaran M. tuberculosis pada
laring dapat juga melalui sistem limfohematogen. Penyebaran melalui

16

sistem limfohematogen biasanya mengenai laring anterior dan


epiglotis.26.27
2.3.4. Manifestasi Klinis
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4
stadium yaitu:20.22.23.27
1. Stadium infiltrasi
2. Stadium ulserasi
3. Stadium perikondritis
4. Stadium pembentukan tumor
Stadium Infiltrasi
Mukosa laring bagian posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis pada bagian posterior, kadang-kadang dapat mengenai pita
suara. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga
mukosa tidak rata, tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel makin
membesar dan beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang,
maka akan pecah dan terbentuk ulkus.
Stadium Ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus
ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri oleh
pasien.
Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago laring terutama
kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan
tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan
melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien sangat buruk

17

dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses
penyakit

berlanjut

dan

msuk

dalam

stadium

terakhir

yaitu

fibrotuberkulosis.
Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.
Berdasarkan Shin dkk (2000), temuan pada laringitis tuberkulosis
dapat dikategorikan menjadi empat grup, antara lain (a) lesi ulserasi
(40,9%), (b) lesi inflamasi non spesifik (27,3%), (c) lesi polipoid (22,7%),
dan (d) lesi massa ulcerofungative (9,1%).25.27

Gambar 2.3. Temuan Laringoskopi pada Laringitis Tuberkulosis, A. Lesi


Ulseratif (pada seluruh laring), B. Lesi Granuloma (pada glotis posterior),
C. Lesi Polyploid (pada plika vokalis palsu kanan), D. Lesi Nonspesifik
(pada plika vokalis kanan)
Sumber : Jurnal Kesehatan Andalas.2014.

18

Gejala Klinis
Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai
berikut:
-

Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring.

Suara parau yang berlangsung berminggu-miggu, sedangkan pada


stadium lanjut dapat timbul afoni.

Hemoptisis.

Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas.

Keadaan umum buruk.

Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologis) terdapat proses


aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan
kaverne).

2.3.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat ditanyakan:
-

Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan


mengurangi gejala

Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang


dapat memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.

Penggunaan suara berlebih

Penggunaan

obat-obatan

seperti

diuretik,

antihipertensi,

antihistamin yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa


dan lesi pada mukosa.
-

Riwayat merokok

19

Riwayat makan

Suara parau atau disfonia

Batuk kronis terutama pada malam hari

Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar


pita suara

Disfagia dan otalgia

2. Gejala dan Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, demam, terdapat
stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas
cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat
meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan
suhu badan merupakan tanda hipoksia.
3. Laboratorium
-

Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut.

20

Kultur kuman
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan.

4. Laringoskopi direk atau indirek


Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat
membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis
berwarna merah dan tampak edema terutama di bagian atas dan bawah
glotis.
5. Foto toraks
Untuk melihat apabila terdapat pembengkakan dan adanya
gambaran tuberkulosis paru. CT scanning dan MRI juga dapat
digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. Gambaran
radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak


berawan atau nodular.

21

Gambar 2.4. Foto Toraks Tuberkulosis Paru


Sumber : Tuberculosis of the Head And Neck: A Review of 20 Cases. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology.
2009
6. Pemeriksaan patologi anatomi
Pada gambaran makroskopi tampak permukaan selaput lendir
kering dan berbenjol-benjol sedangkan pada mikroskopik terdapat
epitel permukaan menebal dan opaque, pembentukan granuloma, sel
besar Langhans, serbukan sel radang menahun pada lapisan
submukosa.

22

Gambar 2.5. Gambaran histopatologi kuman Mikobakterium Tuberkulosa


(A) Sel epitel numerous dan Sel Giant Langhans multipel dengan
pewarnaan HE (B) Basil tahan asam pada pewarnaan Ziehl Nielsen
Sumber : Tuberculosis of the Head And Neck: A Review of 20 Cases. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and
Endodontology. 2009
2.3.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding laringitis tuberculosis, antara lain:20..22.23.27.
-

Laringitis luetika
Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan
laringitis tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang
ditemukan. Laringitis luetika terjadi pada stadium tertier dari sifilis,
yaitu stadium pembentukan guma. Apabila gma pecah, maka timbul
ulkus. Ulkus inimempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam,

23

bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta


mengeluarkan eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus tidak
menyebabkan nyeri dan menjalar sangat cepat, sehingga bila tidak
terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.
-

Karsinoma laring
Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis
tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun
hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor.

2.3.7. Penatalaksanaan
1. Terapi non medikamentosa
-

Mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak


berbicara.

Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk


misalnya goreng-gorengan, makanan pedas.

Konsumsi cairan yang banyak.

Berhenti merokok dan konsumsi alkohol.

2. Terapi medikamentosa : Obat antituberkulosis (OAT)


Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok
yaitu:
Obat primer:
-

INH (isoniazid)

Rifampisin

Etambutol

Streptomisin

Pirazinamid

Obat sekunder:
-

Exionamid

24

Paraaminosalisilat

Sikloserin

Amikasin

Kapreomisin

Kanamisin

Tabel 2.1. Dosis Obat Anti Tuberkulosis


Obat

Dosis harian

INH

Dosis 2x/minggu

Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
5-15 (maks. 300 mg) 15-40 (maks. 900

(mg/kgbb/hari)
15-40 (maks. 900

mg)
10-20 (maks. 600

mg)
15-20 (maks. 600

Rifampisin

10-20 (maks. 600

Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin

mg)
mg)
mg)
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25.40maks. 1,5 g)
Sumber : Jurnal Kesehatan Andalas.2014.

3. Operatif
Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk pengangkatan
sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.
Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat luabang pada dinding
depan/anterior trakea untuk bernafas. Trakeostomi dilakukan atas
indikasi, berikut:
-

Mengatasi obstruksi laring

Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian


atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah, dan faring.

Mempermudah penghisapan secret dari bronkus pada pasien yang


tidak dapat mengeluarkan secret secara fisiologik.

Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

Untuk menambil benda asing dari subglotik, apabila tidak


mempunyai fasilitas bronkoskopi.

25

Trakeostomi pada kasus laringitis tuberkulosis dilakukan atas indikasi


yaitu jika terjadi obstruksi laring dan mengurangi ruang rugi di saluran
napas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah, dan
faring.
2.3.8. Prognosis
Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup
sehat serta ketekunan berobat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada
stadium dini maka prognosisnya baik.
2.3.9

Komplikasi
Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain

maka dapat terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan


kesulitan bernafas. Kesulitan bernafas ini dapat disertai stridor baik pada
periode inspirasi, ekspirasi atau keduanya. Pada laringitis tuberkulosis
dapat terjadi sekuele, di antaranya stenosis glotis posterior, stenosis
subglotis, paralisis plika vokalis, dan persisten disfonia.23.27

Anda mungkin juga menyukai