BAB II Case Report
BAB II Case Report
TINJAUAN PUSTAKA
krikotiroid
medial,
ligamentum
krikotiroid
posterior,
Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang
antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
Plika Ariepiglotika
Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan
dan kiri.
Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis,
kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan
m.interaritenoidea.
Fisiologi Laring
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan
proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian
berikut:15.17.18.19
1. Fungsi Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling
kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang
konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara
dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik
dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut,
udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan
mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati.
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya
reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.
Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya
rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter
10
reflektoris,
sedangkan
peningkatan
pO2
arterial
dan
11
6. Fungsi Menelan.
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada
saat berlangsungnya proses menelan, yaitu: Pada waktu menelan faring
bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus
dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago
krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju
basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi
pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral
menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus
esofagus.
7. Fungsi Batuk.
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan
secara
mendadak
menimbulkan
batuk
yang
berguna
untuk
12
2.3.
Laringitis Tuberkulosa
2.3.1 Definisi Laringitis Tuberkulosa
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat
terjadi, baik secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi
mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu.
Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis akut (common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan
radang kronis laring yang dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga
disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriakteriak atau biasa berbicara keras.20
Laringitis kronis dibagi menjadi laringitis kronik non spesifik dan
spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor
eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia,
infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) atau faktor
endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik). Sedangkan laringitis kronik
spesifik disebabkan tuberkulosis dan sifilis.21
Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis
tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa
pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.17.21
2.3.2
13
mekanisme
terjadinya
laringitis
tuberkulosis
14
paru. Laringitis
tuberkulosis
sekunder merupakan
15
16
17
dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses
penyakit
berlanjut
dan
msuk
dalam
stadium
terakhir
yaitu
fibrotuberkulosis.
Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.
Berdasarkan Shin dkk (2000), temuan pada laringitis tuberkulosis
dapat dikategorikan menjadi empat grup, antara lain (a) lesi ulserasi
(40,9%), (b) lesi inflamasi non spesifik (27,3%), (c) lesi polipoid (22,7%),
dan (d) lesi massa ulcerofungative (9,1%).25.27
18
Gejala Klinis
Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai
berikut:
-
Hemoptisis.
Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas.
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat ditanyakan:
-
Penggunaan
obat-obatan
seperti
diuretik,
antihipertensi,
Riwayat merokok
19
Riwayat makan
Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut.
20
Kultur kuman
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan.
21
22
Laringitis luetika
Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan
laringitis tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang
ditemukan. Laringitis luetika terjadi pada stadium tertier dari sifilis,
yaitu stadium pembentukan guma. Apabila gma pecah, maka timbul
ulkus. Ulkus inimempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam,
23
Karsinoma laring
Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis
tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun
hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor.
2.3.7. Penatalaksanaan
1. Terapi non medikamentosa
-
INH (isoniazid)
Rifampisin
Etambutol
Streptomisin
Pirazinamid
Obat sekunder:
-
Exionamid
24
Paraaminosalisilat
Sikloserin
Amikasin
Kapreomisin
Kanamisin
Dosis harian
INH
Dosis 2x/minggu
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
5-15 (maks. 300 mg) 15-40 (maks. 900
(mg/kgbb/hari)
15-40 (maks. 900
mg)
10-20 (maks. 600
mg)
15-20 (maks. 600
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
mg)
mg)
mg)
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25.40maks. 1,5 g)
Sumber : Jurnal Kesehatan Andalas.2014.
3. Operatif
Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk pengangkatan
sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.
Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat luabang pada dinding
depan/anterior trakea untuk bernafas. Trakeostomi dilakukan atas
indikasi, berikut:
-
25
Komplikasi
Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain