BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Penyelesaikan masalah matematika dapat diklasifikasikan atas dua cara yaitu :
1. Cara Analitik, dimana solusi yang dihasilkan merupakan solusi eksak.
2. Cara Numerik, dimana solusi yang dihasilkan merupakan solusi pendekatan.
Penyelesaian numerik menggunakan suatu metode yang dinamakan metode numerik
yaitu teknik-teknik yang digunakan untuk merumuskan masalah matematika
sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan hanya dengan operasi-operasi
matematika yang sangat elementer yakni operasi tambah, kurang, kali dan bagi. Dalam
metode numerik ini mencakup sejumlah besar operasi hitungan dan dilakukan
berulang-ulang sehingga bantuan program komputer sangat diperlukan untuk
menyelesaikan hitungan. Tanpa bantuan komputer, analisa numerik tidak akan banyak
memberi manfaat. Oleh karena itu sangat diharapkan mahasiswa yang mengambil
matakuliah ini sudah menguasai dasar-dasar pemograman komputer, minimal salah
satu bahasa pemograman yaitu BASIC, FORTRAN atau pun PASCAL. Dalam tulisan
ini, contoh-contoh pemograman menggunakan bahasa Fortran oleh karena bahasa ini
umumnya digunakan dalam ilmu teknik sipil.
Untuk memudahkan pemahaman dari langkah-langkah perhitungan yang
dilakukan komputer, kadangkala digambarkan diagram alir dari metode-metode yang
dipakai. Simbol-simbol yang dipergunakan untuk menggambarkan diagram alir
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Simbol
Keterangan
Untuk menyatakan START, STOP, RETURN
@rody T@ng@
@rody T@ng@
Kesalahan Absolut adalah besarnya kesalahan yang terjadi yaitu selisih antara nilai
eksak (sebenarnya) dan nilai pendekatan (hampiran), yang dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Kesalahan absolut Nilai eksak Nilai pendeka tan
(1.1)
Kesalahan relatif adalah besarnya tingkat kesalahan yang biasanya dinyatakan dalam
bentuk persen yaitu dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai yang
sebenarnya (eksak).
Kesalahan relatif
Kesalahan absolut
x100%
Nilai eksak
(1.2)
@rody T@ng@
BAB II
AKAR-AKAR PERSAMAAN NON-LINEAR
2.1. Umum
Dalam matematika terapan kita sering ditemui persamaan yang berbentuk :
f ( x) 0
dimana x adalah bilangan-bilangan sedemikian sehingga f(x) sama dengan nol dan f
disini adalah fungsi non-linear. Nilai-nilai x yang memenuhi disebut akar persamaan
atau titik nol dari fungsi f.
Untuk polinomial derajat dua, persamaan dapat diselesaikan dengan rumus
persamaan kuadrat yang sangat sederhana. Misalnya bentuk f(x) = ax2 + bx + c = 0,
dapat dicari akar-akarnya secara analitik dengan menggunakan rumus kuadratik :
x12
b b 2 4ac
2a
Untuk polinomial derajat tiga, empat atau yang lebih tinggi tidak ada rumus yang
dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Bentuk persamaan tersebut misalnya :
f(x) = x5 + 2x4 + 3x3 + 4x2 - 3x - 1 = 0
f(x) = x3 + ln x = 0
f(x) = e-x + sin x = 0
Bentuk persamaan-persamaan seperti tersebut diatas sulit atau tidak mungkin
diselesaikan secara eksplisit. Metode numerik memberikan cara-cara untuk
menyelesaikan bentuk persamaan tersebut yaitu dengan metode pendekatan yang
berurutan atau paling tepat disebut metode iterasi. Dengan metode iterasi numerik ini,
kita memilih suatu nilai tebakan awal x0 sembarang dan kemudian secara beruntun
menghitung barisan nilai pendekatan x1, x2, x3, , dst hingga diperoleh satu nilai x
yang mendekati solusi eksak dengan toleransi kesalahan yang diijinkan.
@rody T@ng@
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam analisa numerik ini seperti
metode bagi dua, posisi palsu, Newton-Raphson dan secant. Dalam tulisan ini hanya
satu metode yang diberikan yaitu metode Newton-Raphson. Pemilihan metode ini
karena dari semua metode yang ada, metode ini yang paling banyak digunakan
khususnya dalam ilmu teknik sipil.
2.2. Metode Newton-Raphson
Jika tebakan awal dari akar suatu persamaan adalah xi maka sebuah garis
singgung dapat dibuat dari titik ( xi,f(xi) ). Titik dimana garis singgung ini memotong
sumbu x biasanya memberikan tebakan yang lebih dekat dengan nilai akar sebenarnya.
Metode alternatif yang didasarkan pada deret Taylor, seperti pada Gambar 2.1.
dimana turunan pertama pada xi adalah ekuivalen dengan kemiringan (slope) :
f ' ( xi )
f ( xi ) 0
f ( xi )
x
x i x i 1
atau
x i 1 x i
f ( xi )
f ' ( xi )
(2.1)
f(x)
Garis singgung di A
xi+1 xi
xi
Fungsi f(x)
f(xi)-0
x
@rody T@ng@
Mulai
Beri
nilai tebakan awal
f(x i ),f'(x
xi
Hitung
i ) dan
x i+1
Hitung
f(x i+1 )
f(x
i+1
Periksa
) telah
kecil ?
x i =x
No
i+1
Yes
Selesai
Penyelesaian
Persamaan yang diselesaikan :
Turap
3
f ( x ) x 42,30 x
1939,60 0
@rody T@ng@
Pada awal hitungan diambil tebakan nilai xi sembarang, misalnya x1 = 8,00 maka :
Iterasi 1 :
f ( x1 ) 8,00 3 42,30.8,00 2 1939,60 1279,60
x i 1 x i
f ( xi )
f ' ( xi )
x 2 x1
f ( x1 )
1279,60
8,00
6,53
f ' ( x1 )
868,80
Hitung f(x2) :
f ( x 2 ) 6,53 3 42,3.6,53 2 1939,60 140,63
Misalkan diambil toleransi kesalahan 0,001, karena nilai f(x2) belum mendekati 0,001
maka hitungan dilanjutkan iterasi berikutnya dengan mengambil x1=x2 = 6,53.
Iterasi 2 :
f ( x1 ) 6,53 3 42,30.6,53 2 1939,60 140,63
@rody T@ng@
x i 1 x i
f ( xi )
f ' ( xi )
x 2 x1
f ( x1 )
140,63
6,53
6,32
f ' ( x1 )
680,01
Hitung f(x2) :
f ( x 2 ) 6,32 3 42,3.6,32 2 1939,60 2,64
Xi
F(Xi)
8.000
6.527
6.320
6.316
1279.600
140.626
2.638
.001
NILAI X ADALAH =
Xi+1
F(Xi+1)
6.527
6.320
6.316
6.316
140.626
2.638
.001
.000
6.32
Xi
= '\)
F(Xi)
I = 1
C ----- HITUNG F(Xi) DAN F'(Xi) ----30 FXi = Xi**3+42.3*Xi**2-1939.6
DFXi = 3*Xi**2+84.6*Xi
C ----- HITUNG Xi+1 DAN F(Xi+1) -----
Xi+1
F(Xi+1) ',/)
@rody T@ng@
Xii = Xi-(FXi/DFXi)
FXii = Xii**3+42.3*Xii**2-1939.6
C ----- TULIS HASIL HITUNGAN ----WRITE (*,40) I,Xi,FXi,Xii,FXii
WRITE (8,40) I,Xi,FXi,Xii,FXii
40 FORMAT(3x,I3,4F10.3)
I = I+1
C ----- PERIKSA APAKAH F(Xi+1) TELAH KECIL ----IF (ABS(FXii).GT.0.001) THEN
Xi = Xii
GO TO 30
END IF
C ----- TULIS HASIL HITUNGAN AKHIR ----WRITE (*,50) Xii
WRITE (8,50) Xii
50 FORMAT (/,' NILAI X ADALAH = ',F10.2)
CLOSE (8)
END
Contoh 2.
TEKNIK PELABUHAN. Dalam analisa gelombang di laut, diperoleh
persamaan yang menyatakan hubungan antara perbandingan kedalaman air (d) dan
panjang gelombang di laut dalam (Lo) dengan perbandingan kedalaman air (d) dan
panjang gelombang pada kedalaman tersebut (L) seperti berikut :
d
d
d
tanh 2
Lo
L
L
@rody T@ng@
1
d
cosh 2
L
2
d
d
1,0000 maka
sembarang, misalnya
L
L
:
Iterasi 1 :
f(
d
) 1,0000 tanh 2 (1,0000) 0,1000 0,9000
L
f '(
Hitung
d
1
) tanh 2 (1,0000) (1,0000)
2 1,0001
2
L
cosh 2 (1,0000)
d
dengan menggunakan pers. (2.1) :
L i 1
x i 1 x i
f ( xi )
f ' ( xi )
d
d
L i 1 L
Hitung f (
f(
d
f( )
L 1,0000 0,9000 0,1001
d
1,0001
f '( )
L
d
):
L i 1
d
) 0,1001 tanh 2 ( 0,1001) 0,1000 0,0442
L i 1
@rody T@ng@
maka
hitungan
dilanjutkan
iterasi
d
) belum mendekati
L i 1
berikutnya
dengan
mengambil
d d
0,1001 .
L L i 1
Iterasi 2 :
f(
d
) 0,1001 tanh 2 (0,1001) 0,1000 0,0442
L
f '(
Hitung
d
1
) tanh 2 (0,1001) (0,1001)
2 0,9910
2
L
cosh 2 (0,1001)
d
dengan menggunakan pers. (2.1) :
L i 1
x i 1 x i
f ( xi )
f ' ( xi )
d
d
L i 1 L
Hitung f (
f(
d
f( )
L 0,1001 0,0442 0,1447
d
0,9910
f '( )
L
d
):
L i 1
d
) 0,1447 tanh 2 (0,1447) 0,1000 0,0043
L i 1
@rody T@ng@
Xi
1.00000
.10008
.14472
.14099
F(Xi)
.89999
-.04423
.00432
.00002
Xi+1
F(Xi+1)
.10008
.14472
.14099
.14098
-.04423
.00432
.00002
.00000
.1410
(?) = '\)
Xi
F(Xi)
Xi+1
F(Xi+1) ',/)
I = 1
C ----- HITUNG F(Xi) DAN F'(Xi) ----30 FDL = DL*TANH(2*PHI*DL)-DLO
DFDL = TANH(2*PHI*DL)+DL*2*PHI*(1/(COSH(2*PHI*DL))**2)
C ----- HITUNG Xi+1 DAN F(Xi+1) ----DLL = DL-(FDL/DFDL)
FDLL = DLL*TANH(2*PHI*DLL)-DLO
C ----- TULIS HASIL HITUNGAN ----WRITE (*,40) I,DL,FDL,DLL,FDLL
WRITE (8,40) I,DL,FDL,DLL,FDLL
40 FORMAT(3x,I3,4F10.5)
I = I+1
C ----- PERIKSA APAKAH F(Xi+1) TELAH KECIL ----IF (ABS(FDLL).GT.0.00001) THEN
DL = DLL
GO TO 30
END IF
C ----- TULIS HASIL HITUNGAN AKHIR ----WRITE (*,50) DLL
WRITE (8,50) DLL
@rody T@ng@
@rody T@ng@
BAB III
SOLUSI NUMERIK DARI SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR
3.1. Umum
Dalam permasalahan teknik sering dijumpai suatu sistem n persamaan dengan n
bilangan anu yang tidak diketahui. Bentuk umum sistem persamaan aljabar linear :
a11 x1 a12 x 2 ... a1n x n b1
a 21 x1 a 22 x 2 ... a 2 n x n b2
.
.
.
a n1 x1 a n 2 x 2 ... a nn x n bn
dengan aij dan ci adalah koefisien konstan yang diberikan, n adalah jumlah persamaan,
dan x1, x2, , xn adalah bilangan anu yang tidak diketahui. Jika semua ci nilainya nol
maka sistem disebut homogen dan jika tidak maka sistem disebut tak homogen.
Contoh sistem persamaan aljabar linear ini adalah :
x1 2 x 2 x 3 4 x 4 13
3x1 2 x 2 5x 3 7 x 4 41
2 x 1 x 2 x 3 x 4 4
x1 3x 2 5x 3 3x 4 26
Untuk dapat menyelesaikan sistem persamaan seperti diatas, ada dua macam cara
yang bisa dilakukan yaitu cara langsung (direct method) seperti seperti eliminasi
Gauss dan cara tak langsung (iterative solver) seperti Iterasi Jacobi, Iterasi GaussSiedel, Sucessive Over-Relaxation,dan lain-lain. Penyelesaian dengan cara langsung
memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Memerlukan operasi aritmetika yang sangat kompleks.
2. Memerlukan memori komputer yang sangat banyak.
3. Pemogramannya relatif lebih sulit.
@rody T@ng@
maka
persamaan pertama dari sistem diatas dapat digunakan untuk menghitung nilai x1
sebagai fungsi dari x2 dan x3. Demikian juga persamaan kedua dan ketiga untuk
menghitung x2 dan x3, sehingga didapat :
x11
x 21
x 31
b1 a1,2 x 20 a1,3 x 30
a1,1
b2 a 2 ,1 x11 a 2 ,3 x 30
a 2 ,2
b3 a 3,1 x11 a 3,2 x 21
a 3, 3
Prosedur diatas diulangi lagi hingga tercapai kriteria konvergensi atau sampai nilai
setiap variabel pada iterasi ke n mendekati nilai pada iterasi ke n-1. Secara umum
iterasi Gauss-Seidel dapat dinyatakan dalam bentuk :
@rody T@ng@
x ik 1
k
bi a i ,1 x1k 1 a i ,2 x 2k 1 ... a i ,i 1 x ik11 a i ,i 1 x ik1 ... a i , N x N
a i ,i
(3.1)
untuk i = 1,2, , N
Contoh 3.
MEKANIKA TEKNIK. Hitung gaya-gaya batang dan reaksi perletakan pada
analisa rangka dibawah ini :
1000 kg
90 o
60 o
30 o
Penyelesaian
1000 kg
1
90 o
F1
H3
F2
60 o
30 o
F3
V3
V2
Karena jumlah gaya arah horisontal dan vertikal setiap titik simpul harus nol maka :
Titik Simpul 1 :
H 0
F1 cos 30 o F2 cos 60 o 0
(1)
@rody T@ng@
V
(2)
H 0
F2 cos 60 o F3 0
(3)
F2 sin 60 o V2 0
H 0
F1 cos 30 o F3 H 3 0
F1 sin 30 o V3 0
Titik Simpul 2 :
(4)
Titik Simpul 3 :
(5)
0
(6)
Dari keenam persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk :
-0,866F1 + 0,500 F2 +
0 F3 +
0 V2 +
0 H3 +
0 V3
= 0
-0,500F1 - 0,866 F2 +
0 F3 +
0 V2 +
0 H3 +
0 V3
= 1000
0 F1 - 0,500 F2 - 1,000 F3 +
0 V2 +
0 H3 +
0 V3
= 0
0 F3 + 1,000 V2 +
0 H3 +
0 V3
= 0
0 V3
= 0
0 H3 + 1,000 V3
= 0
0 F1 + 0,866 F2 +
0,866F1 +
0 F2 + 1,000 F3 +
0 V2 + 1,000 H3 +
0,500F1 +
0 F2 +
0 V2 +
0 F3 +
F1
0,500 F2
0,866
F2
1000 0,500 F1
0,866
F3 0,500 F2
V2 0,866 F2
H 3 0,866 F1 F3
V3 0,500 F1
@rody T@ng@
Untuk tebakan nilai awal diambil F10 F20 F30 V20 H 30 V30 0 maka :
Iterasi 1 :
F11
0,500 F20
0,500 x 0
0
0,866
0,866
F21
1154,73
0,866
0,866
0,500 F20
0,500 x ( 1154,73)
666,71
0,866
0,866
F21
769.80
0,866
0,866
@rody T@ng@
Kemudian hitung lagi konvergensi dari hasil iterasi diatas dimana didapat kesalahan
sebesar 769,83 jadi hasil iterasi 2 belum konvergen. Hitungan dilanjutkan ke iterasi
berikutnya. Untuk perhitungan berikutnya dilanjutkan oleh program komputer pada
Listing 3.1. Data input hitungan komputer pada Tabel 3.1.dan hasil hitungan
komputer seperti pada Tabel 3.2. dimana diperoleh nilai akhir pada iterasi ke-15
dengan besar kesalahan maksimum 0,0007 kg adalah :
Gaya-gaya batang :
F1 500 kg ( batang tekan)
F2 866 kg ( batang tekan)
F3 433 kg ( batang tarik )
H 3 0 kg
V3 250 kg ( )
0.000
1000.000
0.000
0.000
0.000
0.000
@rody T@ng@
.000
KESALAHAN
1154.7340
ITERASI KE =
-666.706
-769.800
384.900
666.647
192.467
333.353
KESALAHAN =
ITERASI KE =
-444.458
-898.119
449.060
777.771
-64.159
222.229
KESALAHAN =
769.8342
3
256.6264
ITERASI KE =
-500.022
-866.038
433.019
749.989
.000
250.011
KESALAHAN =
14
ITERASI KE =
-500.022
-866.038
433.019
749.989
.000
250.011
KESALAHAN =
15
.0017
.0007
@rody T@ng@
(?) : ',\)
WRITE (*,3)
3 FORMAT (3X,' MASUKKAN NAMA FILE HASIL
READ (*,'(A20)') HAS
(?) : ',\)
WRITE (*,5)
5 FORMAT (3X,' MASUKKAN JUMLAH ITERASI MAKSIMUM (?) : ',\)
READ (*,*) ITER
WRITE (*,7)
7 FORMAT (3X,' MASUKKAN TOLERASI KESALAHAN IZIN (?) : ',\)
READ (*,*) TOL
OPEN (4,FILE = DAT)
OPEN (8,FILE = HAS)
C ----- MASUKKAN JUMLAH VARIABEL YANG DICARI ----READ (4,*)
READ (4,*) N
NI = N+1
C ----- MASUKKAN KOEFISIEN VARIABEL ----READ (4,*)
DO 6 I=1,N
READ (4,*) (A(I,J), J=1,NI)
B(I) = A(I,NI)
6 CONTINUE
C ----- MASUKKAN TEBAKAN NILAI AWAL ----READ (4,*)
READ (4,*) (X(I), I=1,N)
C ----- MEMERIKSA KONVERGENSI ----ITR = 0
18 ITR = ITR+1
WRITE (*,19) ITR
WRITE (8,19) ITR
19 FORMAT (/2X,' ITERASI KE = ',I4)
RES = 0
DO 14 I=1,N
XA = X(I)
SUM = B(I)+A(I,I)*X(I)
DO 16 J=1,N
SUM = SUM-A(I,J)*X(J)
16
CONTINUE
X(I) =SUM/A(I,I)
C ----- PERIKSA KESALAHAN ----BEDA = ABS(X(I)-XA)
IF (RES.LE.BEDA) RES = BEDA
30
14 CONTINUE
@rody T@ng@
WRITE (*,20) RES
WRITE (8,20) RES
20 FORMAT (2X,' KESALAHAN
= ',F10.4,/)
IF (RES.LT.TOL.OR.ITR.EQ.ITER) GOTO 22
GOTO 18
22 CLOSE (4)
CLOSE (8)
END
@rody T@ng@
BAB IV
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
4.1. Umum
Analisa numerik untuk persamaan diferensial amat penting bagi orang yang
bergelut dengan ilmu teknik sipil sebab banyak permasalahan dalam bidang ilmu teknik
sipil yang dapat diformulasikan ke dalam bentuk persamaan diferensial, seperti
persamaan lendutan balok, profil muka air tanah, aliran air dan lain-lain. Kebanyakan
permasalahan yang diformulasikan dalam bentuk persamaan diferensial ini amat sulit
untuk untuk mencari penyelesaan analitisnya sehingga dibutuhkan pendekatan
numerik.
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang mengandung turunan fungsi.
Persamaan diferensial dapat dibedakan atas dua macam yang tergantung dari jumlah
variabel bebas. Apabila persamaan mengandung hanya satu variabel bebas maka
persamaan disebut persamaan diferensial biasa, dan jika mengandung lebih dari satu
variabel bebas maka disebut persamaan diferensial parsial. Derajat (order) dari
persamaan diferensial ditentukan oleh derajat tertinggi dari turunannya.
dy
3y 0
dx
d2y
dx 2
3y 0
d d
0
dx dy
dan y.
d 2
dx
d 2
dy 2
Untuk mendapat solusi yang unik dari suatu persamaan diferensial maka pada
persamaan tersebut perlu dilengkapi dengan kondisi tambahan yang disebut kondisi
awal (Initial Condition) dan kondisi batas (Boundary Condition). Kondisi awal adalah
kondisi yang harus dipenuhi variabel tak bebas pada saat awal perhitungan dan kondisi
@rody T@ng@
batas adalah kondisi yang harus dipenuhi variabel tak bebas pada akhir dari solusi
yang diselesaikan. Selain masalah kondisi awal dan kondisi batas, solusi pendekatan
yang dilakukan pada persamaan diferensial ini dilakukan dengan metode langkahdemi-langkah (interval). Langkah ini adalah suatu bilangan tetap misalnya 0,1 atau 2.
Pada bab ini, hanya akan dipelajari solusi dari suatu persamaan diferensial linear
biasa dengan bentuk :
dy
f ( x, y)
dx
f ( x, y)
dx x x i 1 x i
atau
y i 1 y i f ( x , y ) x i 1 x i
atau
y i 1 y i x
(4.1)
dimana adalah kemiringan yang digunakan dalam pendekatan dari nilai yi ke yi+1
yang berjarak x. Dengan menggunakan persamaan (4.1) dapat diperoleh nilai y
dengan menghitung untuk setiap langkah-demi-langkah x.
4.2. Metode Runge-Kutta
Metode Runge-Kutta adalah metode yang paling populer dan paling sering
digunakan dalam mencari solusi dari persamaan diferensial biasa. Kepopuleran metode
ini oleh karena metode ini efisien untuk hitungan komputer dan mempunyai ketelitian
yang tinggi. Bentuk umum metode ini adalah :
y i 1 y i ( x i , y i , x ) x
(4.2)
@rody T@ng@
(4.3)
(4.4.a)
k 2 f ( x i p1 x , y i q11 k 1 x )
(4.4.b)
k 3 f ( x i p 2 x , y i q 21 k 1 x q 22 k 2 x )
(4.4.c)
.
.
.
k n f ( x i p n 1 x , y i q n 1,1 k 1 x q n 1,2 k 2 x
...
q n 1,n 1 k n 1 x )
(4.4.c)
Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang
digunakan. Untuk n=1 disebut metode Runge-Kutta order satu, untuk n=2 disebut
metode Runge-Kutta order dua, dan seterusnya. Nilai-nilai a, p dan q dicari dengan
menyamakan persamaan (4.2) dengan suku-suku dari deret Taylor.
Metode dengan order yang lebih tinggi mencapai akurasi yang lebih baik untuk
komputasi yang sama dan Metode Runge-Kutta yang paling populer adalah order
keempat. Bentuk umum metode Runge-Kutta order keempat ini adalah :
1
k 1 2 k 2 2 k 3 k 4 x
y i 1 y i
(4.5)
@rody T@ng@
dimana :
k1 f ( xi , yi )
k 2 f ( xi
(4.5.a)
1
1
x , y i k 1 x )
2
2
1
1
x , y i k 2 x )
2
2
(4.5.b)
k 3 f ( xi
(4.5.c)
k 4 f ( x i x , y i k 3 x )
(4.5.d)
Contoh 4.
HIDROLIKA. Suatu bendung dibangun pada saluran empat persegi panjang
dengan lebar 30,5 m mengalirkan air 71 m3/det. Kemiringan dasar pada 1:1000 dan
kedalaman air didepan tubuh bendung adalah 2 m. Apabila koefisien Chezy pada
saluran itu adalah 55 dianggap tetap, hitung panjang dan gambarkan kurva air balik
(back water curve). Aliran adalah aliran tetap (steady flow).
71 m3/det
2m
yn
Penyelesaian :
Persamaan dasar aliran untuk saluran empat persegi panjang yang lebar adalah :
@rody T@ng@
dy
So
dx
y
1 n
y
yc
1 y
q2
g
y c
1
3
dimana q
Q
B
q2
Sc
C 2 y c3
Kedalaman normal yn :
y n
2
2
B C SO
1
3
dimana :
So
Sc
= kemiringan kritis
= debit aliran
= lebar saluran
= percepatan gravitasi
yc
= kedalaman kritis
yn
= kedalaman normal
= koefisien Chezy
Q
71
2,328 m 2 / det.
B
30,5
@rody T@ng@
yc
q2
g
1
3
q2
Sc
C 2 y c3
2,328 2
9 ,81
1
3
2,33 2
55 2 .0,82 3
0,821 m
0,003
yn
2
2
B C SO
1
3
71. 71
1
3
1,214 m
Langkah jarak :
Dalam hitungan langkah-demi-langkah diambil langkah jarak dx = 50 m dan
hitungan dimulai dari x = 0.
@rody T@ng@
x0
y n 1,214 m
Iterasi 1 :
y1 y 1,224
y
1 n
y1
yc
1 y
1
k1 S o
1,214
1
1,224
0,001
1 0,821
1,224
0,000035
y
1 n
y2
yc
1 y
2
k2 So
1,214
1
1,225
0,001
1 0,821
1,225
0,000038
yn
y3
yc
1 y
3
k 3 So
1,214
1
1,225
0,001
1 0,821
1,225
0,000038
@rody T@ng@
y
1 n
y4
yc
1 y
4
k 4 So
1,214
1
1,226
0,001
1 0,821
1,226
0,000041
Hitung nilai y :
1
( k 2 k 2 2 k 3 k 4 )dx
6 1
y y
y 1,224
Hitung nilai x :
x x dx 0 50 50 m
Iterasi 2 :
y1 y 1,226
yc
1 y
1
k1 S o
y
1 n
y1
1,214
1
1,226
0,001
1 0,821
1,226
0,000041
@rody T@ng@
y
1 n
y2
yc
1 y
2
k2 So
1,214
1
1,227
0,001
1 0,821
1,227
0,000045
yn
y3
yc
1 y
3
k 3 So
1,214
1
1,228
0,001
1 0,821
1,228
0,000045
y
1 n
y4
yc
1 y
4
k4 So
1,214
1
1,229
0,001
1 0,821
1,229
0,000049
Hitung nilai y :
1
( k 1 2 k 2 2 k 3 k 4 )dx
6
y y
y 1,226
Hitung nilai x :
x x dx 50 50 100 m
@rody T@ng@
Kemudian hitung lagi ke iterasi 2,3,4,dst hingga diperoleh tinggi muka air sama
dengan tinggi muka air ycontrol = 2,00 m. Untuk perhitungan berikutnya dilanjutkan
oleh program komputer pada Listing 4.1. Diagram alir proses hitungan diatas dapat
dilihat pada Gambar 4.1. Hasil hitungan komputer seperti Tabel 4.1. dimana diperoleh
panjang kurva air balik adalah 1850 m. Gambar kurva air balik seperti Gambar 4.2.
@rody T@ng@
Mulai
Masukkan
Q,B,C,Y
,S o ,dx,g
control
Hitung
q = Q/B
y c = (q 2 /g) 1/3
S c = q 2 /(C 2 .y c 3 )
Hitung
2
y n = (Q.abs(Q)/(C
x=0
y=y
k 1 =S
k 2 =S
k 3 =S
k 4 =S
y = y+((1/6).(k
.S o .B 2 ))
1/3
Hitung
y 1 =y
((1-(y
/y 1 ) 3 )/(1-(y
o
n
y 2 = y+0.5.dx.k
((1-(y
/y 2 ) 3 )/(1-(y
o
n
y 3 = y+0.5.dx.k
((1-(y
/y 3 ) 3 )/(1-(y
o
n
y 4 = y+dx.k
3
((1-(y
/y 4 ) 3 )/(1-(y
o
n
+2k
1
x = x+dx
+2k
/y 1 ) 3 ))
/y 2 ) 3 ))
/y 3 ) 3 ))
/y 4 ) 3 ))
1
2
+k 4 )dx)
No
Jika
y >= y
control
Yes
Selesai
@rody T@ng@
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
TINGGI NORM AL (M )
DASAR SALURAN
1,21 m
Tabel 4.1. Data hasil hitungan dengan metode Runge-Kutta order empat
DATA - DATA YANG DIMASUKKAN :
DEBIT ALIRAN
Q =
LEBAR SALURAN
B =
KOEFISIEN CHEZY
C =
KEMIRINGAN DASAR
So =
TINGGI AIR DEPAN BENDUNG Ycont =
LANGKAH JARAK
dx =
PERCEPATAN GRAVITASI
G =
71.00
30.50
55.00
.001
2.00
50.00
9.81
HASIL HITUNGAN :
KEMIRINGAN KRITIS
KEDALAMAN KRITIS
KEDALAMAN NORMAL
.003
.821 M
1.214 M
JARAK (M)
.000
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
500.000
550.000
Sc =
Yc =
Yn =
M3/DET
M
M
M
M/DET2
1800
1700
1600
1500
1400
1300
2,00 m
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0,82 m
@rody T@ng@
600.000
650.000
700.000
750.000
800.000
850.000
900.000
950.000
1000.000
1050.000
1100.000
1150.000
1200.000
1250.000
1300.000
1350.000
1400.000
1450.000
1500.000
1550.000
1600.000
1650.000
1700.000
1750.000
1800.000
1850.000
1.286
1.298
1.310
1.325
1.341
1.358
1.377
1.398
1.420
1.444
1.470
1.497
1.526
1.556
1.587
1.620
1.654
1.689
1.724
1.761
1.799
1.838
1.877
1.917
1.958
2.000
(?) : ',\)
READ (*,*) Q
WRITE (*,4)
4 FORMAT (3X,' LEBAR SALURAN (M)
(?) : ',\)
READ (*,*) B
WRITE (*,6)
6 FORMAT (3X,' KOEFISIEN CHEZY
(?) : ',\)
READ (*,*) C
WRITE (*,8)
8 FORMAT (3X,' KEDALAMAN AIR DIDEPAN BENDUNG (M)(?) : ',\)
READ (*,*) YCONTROL
@rody T@ng@
WRITE (*,10)
10 FORMAT (3X,' KEMIRINGAN DASAR SALURAN
(?) : ',\)
READ (*,*) SO
WRITE (*,12)
12 FORMAT (3X,' LANGKAH JARAK (M)
(?) : ',\)
READ (*,*) DX
WRITE (*,14)
14 FORMAT (3X,' PERCEPATAN GRAVITASI (M/DET2)
(?) : ',\)
READ (*,*) G
OPEN (8,FILE = 'RUNGEKUT.HAS')
C ----- KEDALAMAN & KEMIRINGAN KRITIS ----QI = Q/B
YC = (QI**2/G)**(1./3.)
SC = (QI**2/(C**2*YC**3))
C ----- SYARAT BATAS ----* --- SYARAT BATAS DI HILIR BERUPA TINGGI AIR DIDEPAN BENDUNG
-----
: '
WRITE (8,22)Q,B,C,SO,YCONTROL,DX,G
22 FORMAT (3X,' DEBIT ALIRAN
= ',F6.2,' M3/DET',/,
= ',F6.2,' M',/,
= ',F6.2,/,
So = ',F6.3,/,
dx = ',F6.2,' M',/,
* --- KEDALAMAN / KEMIRINGAN KRITIS & NORMAL DAN KEMIRINGAN SALURAN --WRITE (8,*) ' HASIL HITUNGAN
: '
WRITE (8,24)SC,YC,YN
24 FORMAT (3X,' KEMIRINGAN KRITIS
Sc = ',F6.3,/,
Yc = ',F6.3,' M',/,
Yn = ',F6.3,' M',/)
@rody T@ng@
Y = YN+0.01
C ----- ANALISA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA ----X = 0.00
WRITE (*,*) '
JARAK (M)
JARAK (M)
@rody T@ng@
DAFTAR PUSTAKA
1. Bowles, J.E., Analisa dan Desain Pondasi, Erlangga, Jakarta, 1993.
2. Chapra, S.C., Canale, R.P., Metode Numerik untuk Teknik, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1991.
3. Dake, J.M.K., Hidrolika Teknik, Erlangga, Jakarta, 1985.
4. Munadi, S., Perhitungan Matriks dengan Fortran, Andi Offset, Yogyakarta, 1990.
5. Spiegel, M.R., Matematika Lanjutan untuk Para Insinyur dan Ilmuwan,
Erlangga, Jakarta, 1992.
6. Susila, I.N., Dasar-dasar Metode Numerik, ITB, Bandung, 1994.
7. Triatmodjo, B., Metode Numerik, Beta Offset, Yogyakarta, 1992.
8. Triatmodjo, B., Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta, 1996.
Selamat
belajar