Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan
layanan kesehatan di suatu negara, oleh karena itu apapun program pembangunan
kesehatan yang dilakukan seharusnya memberikan dampak lebih jauh terhadap
indikator tersebut. AKI di Indonesia masih tinggi walaupun terjadi penurunan
dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 262 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu ini tentunya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara tetangga lainnya seperti Thailand (129/100.000), Malaysia (30/100.000),
dan Singapura (6/100.000). (Jomla, 2008).
Beberapa penyebab kematian ibu tersebut menunjukkan perlunya
dilakukan upaya terus-menerus dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan merata khususnya bagi ibu hamil. Disamping itu pentingnya
kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat dengan cara
memeriksakan kehamilannya secara rutin. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
Dinas Kesehatan dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) yaitu dengan
mendekatkan pelayanan Antenatal Care kepada masyarakat (Widarsa, 2008).
Dari data SDKI (2003) menyebutkan bahwa penyebab langsung terjadinya
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan (28%), eklamsi (24%), infeksi (11%),
komplikasi (8%), partus lama (5%), trauma obstetric (5%), dan emboli obstetric
(3%).Penyebab umumya antara lain retensio plasenta (48,5%), retensio sisa
plasenta (33,3 %), atonia uteri (7,6 %), sisanya (10,6 %) terjadi karena penyebab
yang lain.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori Medis
1. Perdarahan Postpartum
a. Pengertian
Perdarahan postpartum

menurut

Prawiroharjo

(2005)

adalah

perdarahan setelah bayi lahir, sedangkan tentang jumlah perdarahan,


disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahaan tanda vital (pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, tekanan darah sistolik <90
mmHg, nadi >100x/menit, kadar Hb <8 gr%).
Menurut WHO (2002) Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah
sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus genitalia setelah melahirkan,
dan Dongoes (2001) menyatakan bahwa Perdarahan postpartum adalah
b.

kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran.


Fisiologi
Umumnya pada persalinan yang berlangsung normal, setelah
janin lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan
penciutan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya,
plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat
dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), atau pinggir plasenta
(marginal menurut Mathews-Duncan), atau serempak dari tengah dan
dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang
keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini ditemukan oleh Ahlfeld)
tanpa adanya perdarahan pervaginam. Sedangakan cara yang kedua
ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam, apabila plasenta
mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml, bila lebih
maka tergolong patologik (Prawiroharjo, 2006). Apabila sebagian
plasenta lepas sementara sebagian lagi belum terlepas, maka akan
terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dengan baik
pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian plasenta
sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus
maka dapat timbul perdarahan pada masa nifas (Prawiroharjo, 2006).

c.

Pembagian
Menurut waktu terjadinya, perdarahan postpartum dibagi atas dua
bagian:

1) Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage)


Yaitu perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi
lahir terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan Postpartum Sekunder (late postpartum hemorrhage)
Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari
d.

ke-5 sampai 15 postpartum. (William, Llewellyn, 2002).


Etiologi
Penyebab perdarahan postpartum primer menurut Wiknjosastro (2005)
dan WHO (2005) antara lain:
1) Uterus atonik
Terjadi karena placenta atau selaput ketuban tertahan.
2) Trauma genital
Meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan
atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan
3)
4)
5)
6)
7)
8)

seksio sesiaria, episiotomi, dan lain-lain.


Inversi uterus (jarang)
Kelelahan akibat partus lama
Pimpinan persalinan yang salah pada kala uri
Perlekatan placenta yang terlalu erat
Retensio Plasenta atau retensio sisa placenta
Laserasi jalan lahir atau trauma jalan lahir

Penyebab perdarahan postpartum sekunder menurut WHO (2005)


antara lain:

e.

1) Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan


2) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet.
Dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rektum.
3) Terbukanya luka pada uterus
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Postpartum
Lima faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum menurut
Dhaneswari, dkk (2007) adalah :
1) Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun
atau lebih dari 30 tahun merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan pospartum yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 30 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal.
2) Gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali mempunyai
risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan postpartum

dibandingkan

dengan

ibu-ibu

yang

termasuk

golongan

primigravida. Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi


reproduksi

mengalami

penurunan

sehingga

kemungkinan

terjadinya perdarahan pospartum menjadi lebih besar.


3) Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian
maternal.
4) Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas
rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu
mungkin terjadi setelah persalinan, mengakibatkan kematian
maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan
adanya Antenatal Care tanda-tanda dini perdarahan yang
berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
5) Kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika
kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Kekurangan hemoglobin
dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu
baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat
mengakibatkan kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat
mengakibatkan salah satunya adalah perdarahan postpartum.
f.

Komplikasi
Menurut Manuaba (2007) ada 4 komplikasi perdarahan postpartum
yaitu :
1) Syok hipovolemik.
2) Memudahkan terjadinya anemia berkelanjutan serta Infeksi
puerperium.
3) Terjadinya Sindrom Sheehan dan Nekrosis Hipofisis Anterior
Perdarahan antepartum atau postpartum dini yang berat, meski
jarang dapat diikuti dengan terjadinya sindrom sheehan. Ditandai
dengan

kegagalan

laktasi,

Amenorrea,

atrofi

payudara,

kerontokan rambut kepala dan pubis, superinvolusi uterus


penurunan produksi hormon pada kelenjar tiroid dan korteks

g.

adrenal.
4) Kematian perdarahan postpartum.
Penatalaksanaan
1) Pencegahan

Mengobati anemia dalam kehamilan, pada pasien dengan riwayat


perdarahan pasca persalinan sebelumnya, persalinan harus
berlangsung di rumah sakit. Jangan memijat dan mendorong
uterus ke bawah sebelum plasenta lepas. Berikan oksitosin 10
unit secara IM setelah bayi lahir dan 0,2 unit ergometrin setelah
plasenta lahir.(Mansjoer, 2004).
2) Penanganan
Minta bantuan seluruh tenaga kesehatan yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat. Melakukan pemeriksaan cepat
tanda-tanda vital ibu dan kontraksi ibu. Mencurigai adanya syok.
Memasang

cairan

infus

secara

Intra

Vena,

melakukan

kateterisasi, pastikan kelengkapan plasenta serta kemungkinan


robekan serviks, vagina, perineum (Saifuddin, 2006).
3) Penanganan Perdarahan Postpartum
Pencegahan atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus
perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah di mulai sejak ibu
hamil dengan melakukan Antenatal Care yang baik. Ibu dengan
riwayat perdarahan post partum sangat di anjurkan untuk
bersalin di rumah sakit. (Mochtar R, 2008).
Penanganan perdarahan post partum yaitu : (Manuaba I.B.G.
2008, Geri Morgan & Carole Hamilton 2009).
a) Perbaikan keadaan umum dengan
(1) Pemasangan infus
(2) Transfusi darah
(3) Pemberian antibiotik
(4) Pemberian uterotonika
b) Pada keadaan gawat dilakukan rujuk kerumah sakit
c) Pada robekan seviks vagina dan perineum, perdarahan
diatasi dengan jalan menjahit.
2. Laserasi Porsio
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia
uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina dan perineum.
(Wiknjosastro, 2002 : M-29).
3. Retensio Sisa Placenta
a. Pengertian
Retensio Sisa Plasenta adalah plasenta tidak lepas sempurna
dan meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput
ketuban tertahan. Retensio sisa plasenta disebabkan oleh plasenta

tertanam terlalu dalam sampai lapisan miometrium uterus. Sewaktu


suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah
perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan
penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas
(perdarahan pasca persalinan sekunder). Perdarahan post partum yang
terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil
plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Cunningham,
2006).
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan
keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada
beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta
b.

(Cunningham, 2006).
Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta
1) Tanda dan gejala yang selalu ada :
a) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap
b) Perdarahan segera
c) Syok akibat hipovolemia
Tanda- tanda Syok
Syok Awal

Syok Lanjut

Terbangun, sadar, cemas

Bingung atau tidak sadar

Denyut nadi agak cepat

Denyut nadi cepat dan lemah

(110 x per menit atau


lebih)
Pernafasan sedikit lebih

Nafas pendek dan sangat cepat

cepat (30 x per menit atau


lebih)
Pucat

Pucat dan dingin

Tekanan

darah

rendah

Tekanan darah sangat rendah

ringan (sistolik kurang dari


90 mmHg)

c.

Pengeluaran urin 30 cc per

Pengeluaran urin kurang dari

jam atau Lebih

30 cc per jam

2) Tanda dan Gejala kadang-kadang ada :


a) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
b) Perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir
Penanganan
1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.
2) Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase.
Kuratase merupakan tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan
atau sisa jaringan dari dalam rahim dengan fungsi diagnostik atau
terapetik, supaya rahim bersih dari jaringan yag tidak semestinya
berada bahkan tumbuh didalamnya. Jika tidak dibersihkan, akan
memunculkan gangguan seperti, nyeri dan perdarahan. Kuretase
harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
3) Apabila diagnosa sisa plasenta sudah ditegakkan maka bidan
boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau
digital.
4) Berikan antibiotika yang adekuat. Ampisilin dosis awal 1 g IV
dilanjutkan

dengan

3x1

oral

dikombinasikan

dengan

metronidazol 1, supositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg oral


5) Berikan uterotonik, oksitosin, dan / atau metergin.
6) Lakukan ekplorasi digital (bila servik terbuka) dan
mengeluarkanbekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat
dilalui alat kuretase, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
kuretase.
7) Bila kadar Hb < 8 gr% beri tranfusi darah, bila kadar Hb > 8 gr%
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (Saifuddin,
2006).
B. Tinjauan Teori Kebidanan
Data Subjektif
Identitas
a. Nama
Dikaji untuk mengenal/memanggil klien agar tidak keliru dengan klien
lain (Jannah, 2012 : 194)

b. Umur
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam resiko tinggi, usia
aman untuk kehamilan, persalinan dan nifas antara 20-35 tahun, serta
preeklamsi dan kehamilan prematur. (Winkjosastro, 2006 : 775)
c. Alamat
Untuk mengetahui keadaan lingkungan perumahan serta keadaan tempat
tinggal ibu. Dengan mengetahui tempat tinggal ibu, bidan bisa
memberikan pilihan kepada ibu akan di mana ibu tersebut bersalin.
Dengan telah meninjau rumah ibu hamil yang bersalin tentu akan
mempengaruhi bagaimana psikologis ibu. Lingkungan yang aman dan
bersih akan membuat ibu bersemangat untuk menyambut bayinya
sehingga diharapkan mampu mempengaruhi power ibu saat mengejan.
Mengetahui ibu tinggal di mana, juga menjaga kemungkinan bila ada
ibu yang namanya sama dan memastikan

ibu mana yang hendak

ditolong, juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada penderita.


(Ibrahim,1996 : 81)
I.

Data Subjektif
1. Keluhan Utama
Alasan wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang diungkapkan dengan
kata-katanya sendiri. (Hani dkk,2010:87)
2. Riwayat Kesehatan
a. Sistem Pernafasan
Penderita TBC mengeluh badan terasalemah dan nafsu makan
berkurang sehingga menimbulkan maslah pada masa nifas. Selain
itu BBL dapat tertular penyakit, karena dirawat dan disusui.
(Winkjosastro, 2006:461)
b. Sistem Kardiovaskuler
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan
terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali
normal pada akhir minggu ke-3 postpartum. (Bahiyatun,2009:61)
c. Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi
progesterone, sehinga yang menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn)
dan konstipasi, terutama dalam beberapa haripertama. Hal ini
terjadi

karena

inaktifitas

motilitas

usus

akibat

kurangnya

keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambata


defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka
episiotomy. (Bahiyatun,2009:61)
d. Sistem Perkemihan

Saluran kencing dapat kembali normal dalam waktu 2 sampai 8


minggu, tergantung pada :
1) Keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kala II dilalui
3) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
(Suherni, 2009 : 80)
e. Sistem Endokrin
Sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis serta menghambat
penyembuhan luka jalan lahir. (Winkjosastro, 2009 : 521)
f. Sistem Saraf
Pada eklampsia dan epilepsi terjadinya oleh karena kurangnya
aliran darah dari hipoksia otak berpengaruh tidak baik pada masa
nifas. (Winkjosastro, 2009 : 531)
3. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
Anamnesis haid memberikan

kesan

tentang

faal

alat

reproduksi/kandungan meliputi hal-hal berikut ini.


1) Umur menarche
2) Frekuensi, jarak/siklus jika normal
3) Lamanya
4) Jumlah darah yang keluar
5) Karakteristik darah (misal bergumpal)
6) Dismenorhea
(Hani dkk,2010:89)
b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Ditanyakan jumlah bayi yang dilahirkan, ditolong oleh siapa, jenis
persalinan dan ada tidaknya perdarahan. (Saifuddin, 2009 : 91)
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang
Dikaji kehamilan yang keberapa, usia kehamilan aterm, berapa kali
ANC, dengan siapa, apa ada masalah kehamilan saat ini, kebiasaan
buruk selama kehamilan yang dapat mempengaruhi masa nifas.
(Winkjosastro, 2009 : 158)
4. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui kesadaran ibu akan KB meliputi apakah pernah
ibu menjadi akseptor KB, jenis KB yang pernah dipakai, lamanya alasan
berhenti, rencana KB setelah kelahiran ini. Masa nifas ini dikaji 6
minggu setelah nifas untuk mengetahui tingkat kesuburan. (Saifuddin,
2010)
5. Pola Kehidupan Sehari-hari
a. Nutrisi
Dikaji karena ibu nifas / menyusui harus mengkonsumsi tambahan
500 kalori setiap hari dan minum air tiap hari. (Saifuddin, 2002: N25)

b. Eliminasi
Miksi harus dilakukan sendiri selama 4 jam setelah melahirkan,
sedangkan defekasi harus ada dalam 3-4 hari PP.
c. Kebersihan diri
Diperlukan kebersihan diri terutama kebersihan daerah kelamin
seperti BAK/BAB serta mengganti pembalut sedikitnya 2x dalam
sehari. (Saifuddin, 2002: N-24)
d. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, karena kurang istirahat
mempengaruhi kondisi ASI, memperlambat involusi dan dapat
menyebabkan depresi PP. (Saifuddin, 2002: N-21)
e. Aktivitas
Perawatan nifas lebih efektif yang memerlukan mobilisasi dini
karena

mempunyai

lebih

banyak

keuntungan

diantaranya

melancarkan pengeluaran lochea, fungsi alat gastrointestinal dan


urinaria. (Wheeler, 2005: 67)
f. Seksual
Secara fisik aman untuk senggama begitu darah berhenti dan ibu
tidak merasakan nyeri. (Saifuddin, 2002: N-25)
6. Data Psikososial dan spiritual
Cukup sering ibu menunjukkan depresi ringan atau PP blues setelah
kelahiran dan biasanya membaik setelah 2 atau 3 hari. (Farrer, 2001:
227).Menurut Reva Rubin, ada 3 fase adaptif pada masa nifas yaitu :
a. Fase taking in
Perhatian ibu terutama dirinya mungkin pasif dan tergantung
berlangsung 1-2 hari.
b. Fase taking hold
Ibu berusaha mandiri dan inisiatif, berlangsung kurang lebih 10
hari.
c. Fase letting go
Ibu merasa bahwa bayinya terpisah dari dirinya dan mendapat pesan
serta tanggung jawab yang baru sehingga terjadi peningkatan
kemandirian dalam merawat diri dan bayinya dan berlangsung
sampai nifas selesai.
Untuk mengetahui keadaan psikososial klien perlu dikaji antara lain
jumlah anggota keluarga, dukungan moral dan material dari
keluarga penerimaan ibu, harapan ibu dan pelayanan kesehatan
serta pengetahuan ibu tentang nifas.
Dikaji tentang kebiasaan yang menguntungkan dan merugikan
kesehatan serta pandangan terhadap kehamilan, persalinan dan anak
baru lahir dari segi adat istiadat yang dianut. (Wheeler, 2005: 17)

II.

Data Objektif
1. Kondisi Umum
a. Keadaan Umum/Kesadaran
b. Tanda Vital
1) Suhu badan
Sekitar hari ke 4 post patum suhu ibu mungkin naik sedikit 37,2
derajat celcius sampai 37,5 derajat celcius. Kemungkinan
disebabkan karena aktivitas dari payudara.
Bila kenaikan mencapai 38 derajat celcius pada hai ke 2 dan harihai berikutnya harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
(Suherni, 2009:83-84)
2) Denyut nadi
Denyut nadi ibu akan malambat sampai sekita 60x/menit yakni pada
waktu habis pesalinan kaena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini
terjadi utamanya pada minggu pertama post patum
Pada yang yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 100x/menit.
Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi khususnya bila disertai
peningkatan suhu tubuh. (Suherni, 2009:83-84)
3) Tekanan Darah
Tekanan darah <140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa
meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan

adanya

perdarahan post partum. Sebaliknya jika tekanan daah tinggi,


merupakan petunjukan adanya pre-eklamsi yang bisa timbul pada
masa nifas. Namun hal itu jarang terjadi. (Suherni, 2009:83-84)
4) Respirasi
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemilihan atau dalam kondisi
istirahat.
Bila ada respirasi cepat post partum (>30x/menit) mungkin karena
adanya tanda-tanda infeksi. (Suherni, 2009:83-84)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada ibu nifas fisiologis akan dipengaruhi dan diperoleh hasil pemeriksaan
dalam keadaan normal
a. Kepala
Mata
: keadaan komjungtiva merah muda, sclera
Hidung
Muka/pipi

tidak

pucat, dan tidak ada break otot


: tidak terdapat polip ataupun cacat
: pada kulit wajah tampak kemerahan, tidak pucat,
tidak tampak cloasma gravidarum. (Hanafi,

Telinga

1998: 282)
: pada daun telinga, liang dan gendang telinga
tidak terdapat serumen dan tidak cacat

Bibir

pada bibir dan rongga mulut, warna bibir

kemerahan, tidak kemerahan dan tidak caries


b. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe, dan vena jugularis.
(Saifudin, 2000: 23,285, Priharjo, 1996: 63)
c. Dada dan Axilla
Tidak terdapat kelainan pada paru-paru serta keadaan mammae dan
meliputi konsistensi areola, puting susu dan pengeluaran ASI
d. Perut
Posisi uterus antefleksi, TFU sesuai masa involusi, kontraksi uterus baik,
teraba keras, kandung kencing kosong
e. Ekstermitas atas dan bawah
Tidak ter dapat kelainan seperti tromboflebitis, edema, varices, dan
sianosis, reflek patella kanan dan kiri normal. ( Hanifa, 1999: 184)
f. Anogenital
Tidak terdapat haemorroid, edema dan varices, pengeluaran pervaginam
semakin berkurang dan tidak berbau busuk.
3. Pemeriksaan Obstetri
a. Mammae
Dikaji keadaan mammae : pembesaran, putting susu (menonjol/mendatar,
adakah

nyeri dan lecet pada putting), ASI/Kolostrum sudah keluar,

adakah pembengkakan, radang atau benjolan abnormal. (Bahiyatun,


2009 : 103)
b. Abdomen
Dikaji dengan inspeksi dan palpasi untuk melihat Tinggi Fundus Uterus
dan kontraksi uterus. (Suherni, 2009 : 120)
Involusi
Bayi lahir
Plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu

Tinggi Fundus Uterus


Setinggi pusat
2 Jari dibawah pusat
Pertengahan pusat- simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal

Berat Uterus
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
(Suherni, 2009 : 123)

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila ada indikasi dengan spesimen
kultur dan sensitifitas urine (kultur dan sensitifitas), Hb, dan hematokrit.

III.

ASSESMENT

1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, abortus, anak
hidup, umur ibu dan keadaan nifas. (Ambarwati, 2010 : 141)
2. Masalah
Permasalahan pada ibu nifas fisiologis bisa muncul bisa tidak,
permasalahan yang cenderung muncul seperti kecemasan terhadap rasa
nyeri setelah persalianan karena kontraksi uterus yang kuat dan kadang
kala cukup kuat kecemasan yang berkaitan dengan perubahan psikis
seperti depresi pp dan fase pembekuan darah dan tanggung jawab ibu
nifas, serta permasalahan pada eliminasi pp karena rasa takut ibu untuk
mengeluarkan/keadaan

patologis

ibu

stress,

depresi

yang

dapat

menghambat pengeluaran ASI karena stress/depresi dapat menaikan


hormone oksitosin secara otomatis juga menghambat proses bounding
attachmnent serta perubahan pada istirahat ibu. Permasalahan tersebut
tidak akan muncul jika ibu dan keluarganya memadai persiapan ibu dalam
menghadapi masa nifas serta adanya dukungan dari suami dan
keluarganya.
IV.

PELAKSANAAN
Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
intrepretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan
yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu.Tindakan yang akan
dilaksanakn harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus
sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain antara lain dokter.
P di SOAP juga mengandung Implementasi dan Evaluasi. Pelaksanaan
asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam
rangka mengatasi masalah pasien. Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh
pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Sebanyak mungkin pasien harus dilibatkan dalam
prosese implementasi ini. Bila kondisi pasien berubah, analisis juga berubah,
maka rencana asuhan maupun implementasinya pun kemungkinan besar
akan ikut berubah atau harus disesuaikan.
Dalam Planning ini juga harus mencantumkan Evaluation/evaluasi, yaitu
tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektivitas
asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil yang telah

dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuahn. Jika kriteria


tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk
mngembangkan

tindakan

alternatif

sehingga

tercapai

tujuan

yang

diharapkan. (Muslihatun,Wafi Nur,dkk, 2009:91)


Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Mahasiswa

Herlina Mayangsari, S.ST

Ilma Ratih Zukrufiana

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut WHO (2002) Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah
sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus genitalia setelah melahirkan, dan
Dongoes (2001) menyatakan bahwa Perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran. Pada kasus Ny. L diketahui
bahwa telah terjadi perdarahan postpartum karena retensio sisa placenta.
Penatalaksanaan yang dilakukan oleh petugas sesuai dengan teori yang ada
sehingga hasil yang diperoleh jugamaksimal.
B. Saran
1. Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam
menangani pasien.
2. Bagi bidan dalam setiap menangani pasien, bidan lebih selektif terhadap
pasien, pasien yang memiliki kejadian perdarahan postpartum karena
retensio sisa placenta dan laserasi porsio sehingga tenaga kesehatan atau
bidan mampu memberikan penanganan dengan kasus atau kondisi pasien
dalam penatalaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati,

E,

&

Wulandari,

D.,

(2008).

Asuhan

Kebidanan

Nifas.

Yogyakarta:Cendekia Press.
Cunningham, F.G., (2006). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Manuaba IBG. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam.2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Morgan Geri, Hamilton Carole. 2009. Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Prawirohardjo S.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Saifuddin A. B., (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, H.2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
-------------.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
WHO.2003. Modul Hemoragi Pospartum. Jakarta: EGC.
-------------.2005. Modul Hemoragi Pospartum. Jakarta: EGC.
Wheeler, L. 2004. Perawatan Pranatal dan Pasca Partum. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro H.2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
---------------.2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
----------------.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wheeler, Linda.2004. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai