Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


et causa SISA PLACENTA + ANEMIA

Disusun Oleh :
Anjar Puspitaningrum
2012730118

Pembimbing :
dr. H. Hermawan, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta
RSUD Kelas B Cianjur
Periode 3 Oktober 11 Desember 2016
2016
1

PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah


konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia
dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. 2 Di Inggris (2000), separuh kematian
ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1
Di Indonesia, sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke
rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya
mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap
100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.2
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta,
dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi.
Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara
lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri.1

BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
Usia
Agama
Alamat
Suku
Pekerjaan
Tanggal Masuk

: Ny. D
: 19 tahun
: Islam
: Kp. Cikadu RT 02/06 Wangunjaya Nanggul
: Sunda
: Ibu Rumah Tangga
: 21 Oktober 2016 / 00.25 WIB

Identitas Suami Pasien


Nama Suami
Usia Suami
Alamat

: Tn. I
: 21 tahun
: Kp. Cikadu RT 02/06 Wangunjaya Nanggul

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
P1A0 datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
P1A0 datang ke IGD RSUD Cianjur dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa
placenta, keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan. Os mengaku melahirkan pada tanggal 20 Oktober 2016 jam 05.00 WIB, di
rumah ditolong oleh paraji, secara spontan, bayi langsung menangis, ari-ari lahir
dengan cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak mengetahui apakah ada bagian
yang tertinggal atau tidak. Mulas-mulas disangkal, darah yang keluar berwarna merah
bergumpal, perdarahan banyak setelah plasenta lahir. Jam 13.30 Os dibawa ke
puskesmas karena tidak sadarkan diri dan perdarahan banyak dan terus menerus.
Dilakukan hecting di puskesmas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti ini
Riwayat Asma
Riwayat DM

: disangkal
: disangkal
: disangkal
3

Riwayat Hipertensi

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit seperti ini
Riwayat Asma
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
5. Riwayat Menstruasi
Menarche
Haid
Lama haid
Siklus
HPHT
Taksiran Persalinan

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

: usia 15tahun
: teratur
: 7 hari,
: 28 hari
: Lupa
:-

6. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan: sudah kawin
Pernikahan ke 1
7. Riwayat Kontrasepsi
Metode KB terakhir : pil selama 3 bulan
8. Riwayat Persalinan
P1A0
Tahun
partus
20/10/2016
Jam 05.00

Tempat
partus
Rumah

Umur
hamil
Aterm

Jenis
persalinan
Spontan

Penolong
persalinan
Paraji

Penyulit
HPP

Anak
kel/BB
3000

Keadaan
anak skrg
Hidup

9. RiwayatPsikososial
Pasien mengaku memiliki pola makan dan pola istirahat yang teratur. Pasien juga
menyangkal mengkonsumsi rokok, obat, atau alkohol.
10. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan, obat, debu, cuaca, dan lain-lain.
C. STATUS GENERALIS
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
o Tekanandarah
: 100/60 mmHg
o Suhu
: 36,8oC
o Pernapasan
: 30 kali/menit
o Nadi
: 120 kali/menit

2. Pemeriksaan Fisik Generalis


kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Deviasi septum nasi (-/-), Secret (-/-)
Mulut
: Mukosa bibir lembab
Gigi
: Tidak caries
Leher
: Kelenjar tiroid tidak membesar
Toraks
:
o Payudara
: Simetris, Putting susu menonjol, Colostrum tidak ada
o Paruparu
:
- Inspeksi pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi vocal fremitus simetris
- Perkusi sonor pada lapangan paru
- Auskultasi vesicular +/+, wheezing -/-, ronki -/o Jantung
: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
EkstremitasAtas
: Akral hangat, edema (-/-), simetris,
EkstremitasBawah
: Akral hangat, edema (-/-), simetris,
D. STATUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
Abdomen :

Inspeksi
Palpasi

: Abdomen tampak sedikit membesar, bekas operasi (-).


: Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusar, nyeri tekan (-)

Inspekulo :
Tidak Dilakukan
Pemeriksaan Dalam :

Vulva/Vagina

: tidak ada kelainan

Porsio

: tebal

Pembukaan

: 2-3 cm

Pendarahan (+)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal

Pemeriksaan

Nilai

Rujukan

21/10/2016
23.47

Hemoglobin

7.1

12-16 g/dL

Hematokrit

22.8

37-47 %

Eritrosit

2.96

4,2-5,4 106/l

Leukosit

11.2

4,8-10,8 103/l

Trombosit

157

150-450 103/l
5

F. RESUME
P1A0 datang ke IGD RSUD Cianjur dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa
placenta, keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan. Os mengaku melahirkan pada tanggal 20 Oktober 2016 jam 05.00 WIB, di
rumah ditolong oleh paraji, secara spontan, bayi langsung menangis, ari-ari lahir dengan
cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak mengetahui apakah ada bagian yang
tertinggal atau tidak. Darah yang keluar berwarna merah bergumpal, perdarahan banyak
setelah plasenta lahir. Jam 13.30 Os dibawa ke puskesmas karena tidak sadarkan diri dan
perdarahan banyak dan terus menerus. Dilakukan hecting di puskesmas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, Suhu 36,8oC, RR 30 x/menit,
Nadi 120 x/menit, TFU 1 jari dibawah pusar, Vulva/Vagina: tidak ada kelainan, Porsio:
tebal, pembukaan 2-3 cm, perdarahan (+).
G. DIAGNOSIS
P1A0 Partus Maturus Spontan 21 Jam + HPP e.c Susp. Sisa Plasenta + Anemia

H. PENATALAKSANAAN
1. Informed consent
2. Observasi KU, TTV, pendarahan
3. Infus RL
4. Cek analyzer
5. Cek cross + lab lengkap
6. DC urine 100 cc
7. O2 3 Liter/mnt
8. Skin test AB
Inj. Cefo+metro Jam 01.40 WIB
9. Kolab dengan dokter
Rencana USG
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

J. FOLLOW UP
Tanggal
S
21/10/2016- Lemas (+)
- Pendarahan (+)
sedikit

22/10/2016- Lemas (+)


- Pendarahan (+)
sedikit

O
KU: Baik
TD: 100/60mmHg
N: 81x/mnt
P: 21x/mnt
Suhu: Afebris

KU: Baik
TD: 100/70mmHg
N: 82x/mnt
P: 22x/mnt
Suhu: 36,7C

- Metronidazole

dengan HPP ec
Susp.
Plasenta

23/10/2016 - KU (-)

KU: Baik
TD: 110/80mmHg
N: 82x/mnt
P: 20x/mnt
Suhu: afebris

KU: Baik
TD: 120/80mmHg
N: 80x/mnt
P: 20x/mnt
Suhu: 36.3C

3x500mg

Sisa- Transfusi s/d Hb >8


+

gr/dL
- Rencana USG

Anemia
P1A0 PP 21 Jam- Cefotaxim 2x1 gr
- Metronidazole

dengan HPP ec
Susp.
Plasenta
Anemia

22/10/2016 - Nyeri (+)

P1A0 PP 21 Jam- Cefotaxim 2x1 gr

Kuretase

3x500mg

Sisa- Transfusi labu 3


+

terpasang
USG : sisa palsenta

minimal
- Metergin 3x1 tab
- Obs KU, TTV,
pendarahan
- Terapi :
Cefadroxil 2 x 1 tab
As. mefenamat 3x 1

Post kuretase

tab
Metergin 3x1 tab
- Terapi :
Cefadroxil 2 x 1 tab
As. mefenamat 3x 1

tab
Metergin 3x1 tab
Aff DC + Iinfus
BLPL

K. LAPORAN KURETASE (22 Oktober 2016)


1. Dilakukan tindakan a dan antiseptic didaerah vulva, labia mayor dan minor
2. Membuka vagina dengan spekulum sim
3. Menilai permukaan porsio dan vagina
4. Membersihkan sekitar porsio, dijepit dengan tenakulum
5. Lakukan anestesi block paraservikalis
6. Dilakukan soundase 12 cm
7. Dilakukan kuretase dengan sistematis dengan sendok kuret n0.12
8. Jaringan sisa plasenta 120 gr
9. Perdarahan 100 cc
10. Terapi :
- Cefadroxil 2 x 1 tab
- Metergin 3 x 1 tab
7

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Pemeriksaan Laboratorium Follow Up


Tanggal
21/10/2016

Pemeriksaan
Hemoglobin

Nilai
6.5

Rujukan
12-16 g/dL

01.23

Hematokrit

20.6

37-47 %

Eritrosit

2.84

4,2-5,4 106/l

Leukosit

15.9

4,8-10,8 103/l

22/10/2016

Trombosit
Hemoglobin

199
8.6

150-450103/l
12-16 g/dL

00.19

Hematokrit

26.7

37-47 %

Eritrosit

3.43

4,2-5,4 106/l

Leukosit

11.3

4,8-10,8 103/l

22/10/2016

Trombosit
Hemoglobin

171
8.9

150-450103/l
12-16 g/dL

21.26

Hematokrit

28.5

37-47 %

Eritrosit

3.98

4,2-5,4 106/l

Leukosit

9.7

4,8-10,8 103/l

Trombosit

183

150-450103/l

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (PPP)
2.1.Definisi
Perdarahan

pascapersalinan

(perdarahan

postpartum/

Hemorraghic

postpartum) adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir (pada
kala III). 3,4
2.2. Klasifikasi4,6,7
Berdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas :
a. Perdarahan pascapersalinan primer / dini (early postpartum hemorrhage),
Adalah perdarahan 500 cc yang terjadi pada 24 jam

pertama setelah

persalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan dini biasanya disebabkan


oleh:
1. atonia uteri
2. laserasi jalan lahir
3. ruptura uteri
4. inversio uteri
5. plasenta akreta
6. gangguan koagulasi herediter
b. Perdarahan pascapersalinan sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Merupakan perdarahan sebanyak 500 cc yang terjadi setelah 24 jam
pascapersalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan lambat biasanya
disebabkan oleh:
1.

sisa plasenta

2.

subinvolusi dari placental bed

Perdarahan pasacapersalin dini lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan


yang masif dan menimbulkan morbiditas, dan terutama paling sering disebabkan
oleh atonia uteri.3,4,6

2.3.Faktor predisposisi dan Etiologi


Beberapa faktor predisposisi dan etiologi perdarahan pascapersalinan, antara
lain bisa disebabkan beberapa hal :
a) Tissue: Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
- Sisa plasenta/ retensio plasenta
o Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
o Plasenta susenturiata
o Plasenta akreta, inkreta, perkreta
b) Trauma traktus genitalis : Perdarahan karena robekan
- Episiotomi yang melebar
- Robekan pada perineum, vagina, dan servix
- Rupture uteri
c) Thrombin : Gangguan koagulasi
d) Tone
- Hipotoni sampai atoni uteri :
o akibat anestesi,
o distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion),
o partus lama,
o partus kasep,
o partus presipitus/partus terlalu cepat
o persalinan karena induksi oksitosin
o multiparitas
o korioamniositis
o riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
Secara umum, penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu: 4,6

Tone - atonia uteri


Atonia uteri, kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat
mengakibatkan perdarahan yang cepat dan masif yang dapat berlanjut pada
hipovolemik syok.
Uterus yang terlalu meregang baik absolut maupun relatif, adalah faktor
resiko mayor untuk atonia uteri. Hal ini dapat diakibatkan oleh gestasi multifetal,
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin ( misalnya hidrosefalus
berat), struktur uteri yang abnormal, gangguan pengeluaran plasenta dan distensi
uterus dengan perdarahan sebelum plasenta dilahirkan.

10

Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Kelelahan akibat persalinan yang lama atau induksi persalinan

Hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, AINS,
MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin

Penyebab lain, seperti plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan
hipotermia

Tissue plasenta arrest atau bekuan darah


Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta. Pelepasan
plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan oklusi
pembuluh darah yang optimal. Retensio plasenta lebih sering bila plasenta
suksenturiata atau lobus aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai
perdarahan minimal, plasenta harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak
ada bagian yang terlepas.
Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi
kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang
hebat dapat terjadi. Ini harus dijadikan pertimbangan pada persalinan pada awal
kehamilan, baik mereka spontan ataupun diinduksi.
Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta akreta
dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih lengket.
Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan yang
normal menandakan adanya akreta sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh
permukaan plasenta melekat abnormal, atau masuk lebih dalam (plasenta inkreta
atau perkreta), mungkin tidak menyebabkan perdarahan masif secara langsung,
tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk melepaskan
plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi
pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan
plasenta previa. Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko

11

terjadinya perdarahan post partum yang berat,

termasuk kemungkinan

dibutuhkannya transfusi dan histerektomi.

Trauma - trauma uteri, servik, atau vagina


Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena manipulasi yang
digunakan pada saat persalinan.
Persalinan secara sectio caesaria mengakibatkan kehilangan darah dua kali
lebih banyak dari pada persalinan per vaginam. Pada sectio cesarea, insisi pada
segmen bawah yang memiliki kontraksi buruk sembuh dengan baik tergantung
jahitan, vasospasme, dan pembekuan untuk hemostasis.
Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika
pasien memiliki CPD dan uterus yang telah distimulasi dengan oksitosin atau
prostaglandin. Trauma selama persalinan dapat mengakibatkan hematom pada
perineum atau pelvis. Hematom ini dapat diraba dan seharusnya diduga bila tanda
vital pasien tidak stabil dan sedikit atau tidak ada perdarahan luar.
Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin.
Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi internal dan
ekstraksi pada kembar kedua, dimana ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat
versi eksternal. Selain itu, trauma dapat juga disebabkan adanya usaha untuk
mengeluarkan plasenta secara manual atau dengan menggunakan instrumen. Pada
pengeluaran plasenta secara manual, uterus harus selalu berada dalam kendali
dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen selama prosedur tersebut.
Penggunaan injeksi salin/oksitosin intravena umbilical dapat mengurangi
kebutuhan teknik pengeluaran yang lebih invasif.
Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps
dan serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam
dengan bantuan (forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya
12

pembukaan lengkap. Laserasi servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus
ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi
penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau instrumentasi dari uterus
dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi
pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak
pada persalinan sungsang (insisi Dhrssen).
Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan

pervaginam

operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin
bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada
distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara spontan maupun
karena episiotomi.
Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat sectio sesarea
sebelumnya. Uterus yang pernah menjalani sectio caesaria memiliki risiko
terjadinya ruptur pada kehamilan berikutnya.

Trombin - Koagulopati
Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau pada saat
kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif. Pada awal periode
postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu mengakibatkan
perdarahan yang masif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang
mencegah terjadinya perdarahan.
Faktor pembekuan darah pada pembuluh darah berperan pada saat
postpartum. Bila ada
menyebabkan

perdarahan

gangguan pada faktor pembekuan darah dapat


postpartum

tipe

lambat.

Abnormalitas

faktor

pembekuan darah dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia dapat


berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti ITP atau HELLP

13

sindrom (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), solutio


plasenta, DIC, atau sepsis. Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak
didiagnosa sebelumnya.
2.4. Komplikasi
1) Sindrom Sheehan perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan
sindrom Sheehan, yaitu : kegagalan laktasi, amenore, atrofi payudara,
rontok rambut pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan
insufisiensi korteks adrenal.
2) Diabetes insipidus perdarahan banyak pascapersalinan dapat
mengakibatkan diabetes insipidus tanpa disertai defisiensi hipofisis
anterior.
3) Syok Hemoragik

B. PERDARAHAN PASCAPERSALINAN e.c RETENSIO PLASENTA DAN


SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)
1. Definisi
Perdarahan pascapersalinan dini dapat terjadi
sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput
janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obatobat uterotonika intravena.9
Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan
sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta
adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam
setengah jam (30 menit) setelah janin lahir.

4,7

Sedangkan sisa plasenta merupakan

tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post
partum primer atau perdarahan post partum sekunder.7
14

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
2. Etiologi 4
i. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
ii. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
Penyebab Retensio Plasenta4 :
a. Fungsional
- His kurang kuat (penyebab tersering)
- Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas dari uterus karena penyebab di atas disebut
plasenta adhesive.
b. Patologi-anatomi
- Plasenta akreta : implantasi plasenta menembus desidua basalis dan
-

Nitabuch layer
Plasenta inkreta : plasenta sampai menembus miometrium
Plasenta perkreta : vili korialis sampai menembus perimetrium.

Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas


seksio sesarea, riwayat kuret berulang, dan multiparitas.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas
sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 7
1.

Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)

2.

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.

15

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.7
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
1.

Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva),
Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta adhesiva
merupakan implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis

2.

Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)4
Plasenta akreta, yang mana villi khorialis menembus lebih kedalam dinding rahim
(miometrium) tetapi belum menembus serosa (sampai kebatas atas lapisan otot
rahim). Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium. Lebih sering terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah operasi
seksio sesarea.6
Plasenta inkreta, dimana villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium. Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium
Plasenta perkreta , kalau villi khorialis menembus lapisan otot dan mencapai
serosa atau peritoneum dinding rahim dan menembusnya. Implantasi jonjot korion
menembus lapisan otot sampai lapisan serosa dinding uterus.6

3.

Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus


yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga
16

dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan


menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
3. Plasenta8
Plasenta (uri) adalah yang sangat penting bagi janin karena plasenta
merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, juga sebagai
penghasil hormon. Jiwa anak bergantung pada plasenta. Baik tidaknya anak
bergantung pada baik buruknya faal plasenta. Setelah nidasi, sel-sel trofoblas
menyerbu kedalam desidua sekitarnya sambil menghancurkan jaringan. Diantara
massa trofoblas timbul lubang-lubang sehingga menyerupai susunan spons.
Lubang ini kemudian berisi darah ibu karena dinding pembuluh-pembuluh darah
juga termakan oleh kegiatan troblas.

Mula-mula sel-sel yang dihancurkan menjadi bahan makanan bagi


telur, kemudian makanan diambil dari darah ibu. Sel-sel trofoblas yang menyerbu
kemudian berubah menjadi batang-batang yang masing-masing bercabang pula
dan akhirnya membentuk jonjot korion (vili korialis). Sementara itu, trofoblas
yang membentuk dinding vilus sudah terdiri dari dua lapisan.
1. Lapisan luar atau sinsitiotrofoblas
2. Lapisan dalam atau sitotrofoblas (sel-sel Langhans)

17

Sebelah dalam villus terisi oleh mesoderm. Dalam mesoderm ini terbentuk
sel-sel darah merah dan pembuluh-pembuluh darah yang lambat laun sambung
menyambung dan akhirnya berhubungan dengan peredaran darah janin melalui
pembuluh-pembuluh darah di dalam tali pusat.
Pada kehamilan muda, seluruh korion mempunyai vili, tetapi vili dalam
desidua kapsularis akan mati, sedangkan vili dalam desidua basalis tumbuh terus
dan merupakan bagian fetal dari plasenta. Sebagian vili ada yang menanamkan
diri kedalam desidua, vili ini disebut jonjot panjang (Haftzotte) karena
memancangkan telur pada desidua. Ada juga vili yang ujungnya tidak sampai ke
desidua, tetapi terapung dalam darah ibu. Vili ini terutama bertugas mencari
makanan. Mula-mula vili itu berbentuk batang saja, tetapi kemudian
mengeluarkan cabang-cabangnya. Hal ini sangat memperluas permukaan filtrasi
vili tersebut dan berguna karena kebutuhan janin bertambah seriring usianya.
Pada minggu ke-16, sel-sel Langhans mulai menghilang. Hal ini
menguntungkan bagi kecepatan pertukaran zat antara darah anak dan ibu. Darah
anak dan ibu tidak dapat bercampur karena terpisah oleh jaringan yang dinamakan
membran plasenta, terdiri dari dua lapisan sinsitium, lapisan sel Langhans,
jaringan ikat vilus dan lapisan endotel kapiler. Dengan hilangnya satu lapisan,
membran plasenta akan menjadi lebih tipis dan pertukaran zat lebih lancar. Pada
akhir bulan ke IV, daya serbu trofoblas berhenti dan pada batas antara jaringan
janin dan ibu terdapat lapisan jaringan yang bersifat nekrotik, disebut lapisan
fibrin Nitabuch.

18

Pada akhir kehamilan, plasenta akan berbentuk seperti cakram dengan


garis tengah 15-20 cm, tebal 2-3 cm, dan berat 500 gr. Plasenta tadi terletak
pada dinding rahim sebelah depan atau belakang di dekat fundus.
Permukaan fetal adalah permukaan plasenta yang menghadap ke janin,
warnanya keputuh-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion. Di bawah
amnion, tampak pembuluh-pembuluh darah.
Permukaan maternal adalah permukaan plasenta yang menghadap ke
dinding rahim, warnanya merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah. Celah ini
tadinya terisi oleh septa (sekat) yang berasal dari jaringan ibu. Oleh celahcelah ini, plasenta terbagi dalam 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta yang masih melekat pada dinding
rahim, tampak bahwa plasenta terdiri dari dua bagian :
1. Bagian dari jaringan anak, disebut lempeng penutup atau membrana korii, yang
dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembukuh darah janin, korion, dan vili

19

2. Bagian yang terbentuk oleh jaringan ibu, disebut lempeng desidua atau
lempeng basal, yang terdiri dari desidua kompakta dan sebagian desidua
spongiosa, yang kelak ikut lepas bersama plasenta.
4. Etiologi dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi seratserat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun

dinding

uterus

tempat

plasenta

melekat

masih

tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari

ketebalan

kurang

dari

cm

menjadi

>

cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya

20

dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta,
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta
lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada
kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
5. Diagnosa4
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan atas dasar lamanya plasenta
lahir setelah kelahiran bayi. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada
pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin
padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah
dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan
artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa
dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat
Untuk mengetahui plasenta sudah lepas dari tempatnya dapat dipakai
beberapa perasat, yaitu :

21

Perasat Kustner : tangan

kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri

menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali kedalam

vagina, berarti tali pusat belum lepas.


Perasat Strassman : tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri
mengetok fundus uterus. Bila terasa pada tali pusat yang diregangkan

berarti tali pusat belum terlepas.


Perasat Klein : pasien disuruh mengedan, tali pusat tampak turun ke
bawah. Bila pengedanannya berhenti dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.

Pada kasus perdarahan pasca persalinan karena sisa plasenta di dalam kavum
uteri, seringkali disebabkan karena plasenta akreta, yaitu plasenta yang melekat erat
pada dinding kavum uteri, vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dinding
rahim, yang pada plasenta normal, hanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
otot rahim. Plasenta akreta dibedakan menjadi plasenta akreta kompleta (jika seluruh
permukaan melekat erat pada dinding rahim), dan plaseta akreta parsialis (hanya
beberapa bagian dari plasenta yang melekat erat dengan dinding rahim).
Plasenta akreta yang kompleta, plasenta ipnkreta, dan plasenta perkreta jarang
terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desidua yang
terlalu tipis.. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
6.Penanganan4
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir.
jika ada plasenta yang hilang, uterus harus diekspl
orasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya
jika kita menghadapi perdarahan post partum lanjut.

22

Jika

plasenta

belum

lahir,

harus diusahakan mengeluarkannya.


Dapat dicoba dulu parasat Crede,
tetapi saat ini tidak digunakan lagi
karena

memungkinkan

terjadinya

inversio uteri. Tekanan yang keras


akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan
kemungkinan syok.
Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu
salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain
diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari
tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah
dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan
rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas.
Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada
saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan
plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya
melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta
dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai
plasenta manual.

23

Indikasi Plasenta manual7

Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc

Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir

Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan


eksplorasi jalan lahir.

Tali pusat putus

Tehnik Plasenta Manual4


Sebelum dikerjakan penderita
disiapkan

pada

posisi

litotomi.

Keadaan umum penderita diperbaiki


sebesar mungkin, atau diinfus Ringer
Laktat. Operator berdiri atau duduk
dihadapan vulva, lakukan desinfeksi
pada genitalia eksterna begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong
(setelah menggunakan sarung tangan).
Kemudian labia dibeberkan dan tangan
kanan masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri.
Tangan dalam sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh
asisten.

24

Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir


plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah
antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan
yang sejajar dengan dinding rahim.Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta
dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
Penanganan Retensio Plasenta atau sebagian sisa plasenta
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan
Penanganan sebagai berikut :
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi
darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. .
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
25

f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian


obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan
3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3
x 500mg oral.
Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual, tetapi plasenta
akreta kompleks tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat
menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik plasenta akreta totalis adalah
histerektomi.

26

27

BAB III
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Perdarahan post partum e.c sisa
plasenta, berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. P1A0 dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa placenta. Pada
anamnesis ditemukan keluhan keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir
sejak 21 jam setelah melahirkan, Os mengaku melahirkan di rumah ditolong oleh
paraji, ari-ari lahir dengan cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak
mengetahui apakah ada bagian yang tertinggal atau tidak. Darah yang keluar
berwarna merah bergumpal, perdarahan banyak setelah plasenta lahir. Perdarahan
pada jalan lahir yang dialami pasien merupakan salah satu perdarahan post partum
dini karena terjadi dalam 24 jam pertama. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa apabila
sebagian placenta lepas sedangkan sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena
uterus tidak bisa berkontraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu, sehingga
terdapat perdarahan dari jalan lahir pada pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjunctiva yang anemis pada pasien,hal
ini diakibatkan perdarahan yang terjadi dalam jumlah banyak. Sedangkan pada
pemeriksaan obstetric, pada abdomen dapat teraba tinggi fundus uteri 1 jari bawah
pusat, hal ini menandakan tonus dari uterus pasien itu sendiri dalam keadaan baik,
sehingga salah satu penyebab penting dari perdarahan post partum- atonia uteri dapat
disingkirkan. Pada pemeriksaan dalam juga didapatkan stolsel darah serta pembukaan
portio cervix dengan diameter 2-3 cm.
Pada pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dilakukan pertama kali
pada tanggal 21 Oktober 2016, kadar Hb pasien 6,5 gr/dl, sehingga mengindikasikan
untuk diberikan transfuse whole blood dimana terdapat peningkatan bertahap pada
kadar Hb pasien, sehingga curetase pada akhirnya dapat dilakukan setelah menunggu
perbaikan keadaan umum pasien. Sementara pada pasien diberikan terapi antibiotic
Cefotaxim dan Metronidazole untuk memperkecil kemungkinan terjadi infeksi serta
28

Metergin untuk perdarahan yang dialami pasien. Pemilihan tindakan curetase itu
sendiri dirasa tepat dengan tujuan membuang sisa-sisa placenta yang masih terdapat
di dalam uterus. Pemilihan tindakan histerektomi hanya akan dilakukan bila sudah
dapat dibuktikan bahwa letak placenta nya lebih menembus ke dalam dari dinding
rahim secara tota

l.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,
Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 23ndedition. Mc
Graw-Hill. New York : 2012
2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH.
Seattle : 2002
3. Johanes C. Mose. Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Edisi 2. EGC.
Jakarta: 2004.
4. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.. Jakarta. 2008.522
5. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi. Ilmu Kesehatan Produksi.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
6. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi
Jakarta : EGC, 1998
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum.
Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
8. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.50p.
9. Available at http//www.jurnaldokter.com. Kala3. Tahap Pengeluaran
Plasenta.Accessed on August 20, 2011

30

Anda mungkin juga menyukai