Disusun Oleh :
Anjar Puspitaningrum
2012730118
Pembimbing :
dr. H. Hermawan, Sp.OG
PENDAHULUAN
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
Usia
Agama
Alamat
Suku
Pekerjaan
Tanggal Masuk
: Ny. D
: 19 tahun
: Islam
: Kp. Cikadu RT 02/06 Wangunjaya Nanggul
: Sunda
: Ibu Rumah Tangga
: 21 Oktober 2016 / 00.25 WIB
: Tn. I
: 21 tahun
: Kp. Cikadu RT 02/06 Wangunjaya Nanggul
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
P1A0 datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
P1A0 datang ke IGD RSUD Cianjur dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa
placenta, keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan. Os mengaku melahirkan pada tanggal 20 Oktober 2016 jam 05.00 WIB, di
rumah ditolong oleh paraji, secara spontan, bayi langsung menangis, ari-ari lahir
dengan cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak mengetahui apakah ada bagian
yang tertinggal atau tidak. Mulas-mulas disangkal, darah yang keluar berwarna merah
bergumpal, perdarahan banyak setelah plasenta lahir. Jam 13.30 Os dibawa ke
puskesmas karena tidak sadarkan diri dan perdarahan banyak dan terus menerus.
Dilakukan hecting di puskesmas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti ini
Riwayat Asma
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
3
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: usia 15tahun
: teratur
: 7 hari,
: 28 hari
: Lupa
:-
6. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan: sudah kawin
Pernikahan ke 1
7. Riwayat Kontrasepsi
Metode KB terakhir : pil selama 3 bulan
8. Riwayat Persalinan
P1A0
Tahun
partus
20/10/2016
Jam 05.00
Tempat
partus
Rumah
Umur
hamil
Aterm
Jenis
persalinan
Spontan
Penolong
persalinan
Paraji
Penyulit
HPP
Anak
kel/BB
3000
Keadaan
anak skrg
Hidup
9. RiwayatPsikososial
Pasien mengaku memiliki pola makan dan pola istirahat yang teratur. Pasien juga
menyangkal mengkonsumsi rokok, obat, atau alkohol.
10. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan, obat, debu, cuaca, dan lain-lain.
C. STATUS GENERALIS
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
o Tekanandarah
: 100/60 mmHg
o Suhu
: 36,8oC
o Pernapasan
: 30 kali/menit
o Nadi
: 120 kali/menit
Inspeksi
Palpasi
Inspekulo :
Tidak Dilakukan
Pemeriksaan Dalam :
Vulva/Vagina
Porsio
: tebal
Pembukaan
: 2-3 cm
Pendarahan (+)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Pemeriksaan
Nilai
Rujukan
21/10/2016
23.47
Hemoglobin
7.1
12-16 g/dL
Hematokrit
22.8
37-47 %
Eritrosit
2.96
4,2-5,4 106/l
Leukosit
11.2
4,8-10,8 103/l
Trombosit
157
150-450 103/l
5
F. RESUME
P1A0 datang ke IGD RSUD Cianjur dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa
placenta, keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir sejak 21 jam setelah
melahirkan. Os mengaku melahirkan pada tanggal 20 Oktober 2016 jam 05.00 WIB, di
rumah ditolong oleh paraji, secara spontan, bayi langsung menangis, ari-ari lahir dengan
cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak mengetahui apakah ada bagian yang
tertinggal atau tidak. Darah yang keluar berwarna merah bergumpal, perdarahan banyak
setelah plasenta lahir. Jam 13.30 Os dibawa ke puskesmas karena tidak sadarkan diri dan
perdarahan banyak dan terus menerus. Dilakukan hecting di puskesmas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, Suhu 36,8oC, RR 30 x/menit,
Nadi 120 x/menit, TFU 1 jari dibawah pusar, Vulva/Vagina: tidak ada kelainan, Porsio:
tebal, pembukaan 2-3 cm, perdarahan (+).
G. DIAGNOSIS
P1A0 Partus Maturus Spontan 21 Jam + HPP e.c Susp. Sisa Plasenta + Anemia
H. PENATALAKSANAAN
1. Informed consent
2. Observasi KU, TTV, pendarahan
3. Infus RL
4. Cek analyzer
5. Cek cross + lab lengkap
6. DC urine 100 cc
7. O2 3 Liter/mnt
8. Skin test AB
Inj. Cefo+metro Jam 01.40 WIB
9. Kolab dengan dokter
Rencana USG
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal
S
21/10/2016- Lemas (+)
- Pendarahan (+)
sedikit
O
KU: Baik
TD: 100/60mmHg
N: 81x/mnt
P: 21x/mnt
Suhu: Afebris
KU: Baik
TD: 100/70mmHg
N: 82x/mnt
P: 22x/mnt
Suhu: 36,7C
- Metronidazole
dengan HPP ec
Susp.
Plasenta
23/10/2016 - KU (-)
KU: Baik
TD: 110/80mmHg
N: 82x/mnt
P: 20x/mnt
Suhu: afebris
KU: Baik
TD: 120/80mmHg
N: 80x/mnt
P: 20x/mnt
Suhu: 36.3C
3x500mg
gr/dL
- Rencana USG
Anemia
P1A0 PP 21 Jam- Cefotaxim 2x1 gr
- Metronidazole
dengan HPP ec
Susp.
Plasenta
Anemia
Kuretase
3x500mg
terpasang
USG : sisa palsenta
minimal
- Metergin 3x1 tab
- Obs KU, TTV,
pendarahan
- Terapi :
Cefadroxil 2 x 1 tab
As. mefenamat 3x 1
Post kuretase
tab
Metergin 3x1 tab
- Terapi :
Cefadroxil 2 x 1 tab
As. mefenamat 3x 1
tab
Metergin 3x1 tab
Aff DC + Iinfus
BLPL
Pemeriksaan
Hemoglobin
Nilai
6.5
Rujukan
12-16 g/dL
01.23
Hematokrit
20.6
37-47 %
Eritrosit
2.84
4,2-5,4 106/l
Leukosit
15.9
4,8-10,8 103/l
22/10/2016
Trombosit
Hemoglobin
199
8.6
150-450103/l
12-16 g/dL
00.19
Hematokrit
26.7
37-47 %
Eritrosit
3.43
4,2-5,4 106/l
Leukosit
11.3
4,8-10,8 103/l
22/10/2016
Trombosit
Hemoglobin
171
8.9
150-450103/l
12-16 g/dL
21.26
Hematokrit
28.5
37-47 %
Eritrosit
3.98
4,2-5,4 106/l
Leukosit
9.7
4,8-10,8 103/l
Trombosit
183
150-450103/l
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (PPP)
2.1.Definisi
Perdarahan
pascapersalinan
(perdarahan
postpartum/
Hemorraghic
postpartum) adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir (pada
kala III). 3,4
2.2. Klasifikasi4,6,7
Berdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas :
a. Perdarahan pascapersalinan primer / dini (early postpartum hemorrhage),
Adalah perdarahan 500 cc yang terjadi pada 24 jam
pertama setelah
sisa plasenta
2.
10
Hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, AINS,
MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin
Penyebab lain, seperti plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan
hipotermia
11
termasuk kemungkinan
pembukaan lengkap. Laserasi servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus
ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi
penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau instrumentasi dari uterus
dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi
pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak
pada persalinan sungsang (insisi Dhrssen).
Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan
pervaginam
operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin
bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada
distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara spontan maupun
karena episiotomi.
Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat sectio sesarea
sebelumnya. Uterus yang pernah menjalani sectio caesaria memiliki risiko
terjadinya ruptur pada kehamilan berikutnya.
Trombin - Koagulopati
Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau pada saat
kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif. Pada awal periode
postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu mengakibatkan
perdarahan yang masif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang
mencegah terjadinya perdarahan.
Faktor pembekuan darah pada pembuluh darah berperan pada saat
postpartum. Bila ada
menyebabkan
perdarahan
tipe
lambat.
Abnormalitas
faktor
13
4,7
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post
partum primer atau perdarahan post partum sekunder.7
14
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
2. Etiologi 4
i. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
ii. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
Penyebab Retensio Plasenta4 :
a. Fungsional
- His kurang kuat (penyebab tersering)
- Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas dari uterus karena penyebab di atas disebut
plasenta adhesive.
b. Patologi-anatomi
- Plasenta akreta : implantasi plasenta menembus desidua basalis dan
-
Nitabuch layer
Plasenta inkreta : plasenta sampai menembus miometrium
Plasenta perkreta : vili korialis sampai menembus perimetrium.
2.
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.
15
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.7
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
1.
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva),
Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta adhesiva
merupakan implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
2.
Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)4
Plasenta akreta, yang mana villi khorialis menembus lebih kedalam dinding rahim
(miometrium) tetapi belum menembus serosa (sampai kebatas atas lapisan otot
rahim). Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium. Lebih sering terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah operasi
seksio sesarea.6
Plasenta inkreta, dimana villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium. Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium
Plasenta perkreta , kalau villi khorialis menembus lapisan otot dan mencapai
serosa atau peritoneum dinding rahim dan menembusnya. Implantasi jonjot korion
menembus lapisan otot sampai lapisan serosa dinding uterus.6
3.
17
Sebelah dalam villus terisi oleh mesoderm. Dalam mesoderm ini terbentuk
sel-sel darah merah dan pembuluh-pembuluh darah yang lambat laun sambung
menyambung dan akhirnya berhubungan dengan peredaran darah janin melalui
pembuluh-pembuluh darah di dalam tali pusat.
Pada kehamilan muda, seluruh korion mempunyai vili, tetapi vili dalam
desidua kapsularis akan mati, sedangkan vili dalam desidua basalis tumbuh terus
dan merupakan bagian fetal dari plasenta. Sebagian vili ada yang menanamkan
diri kedalam desidua, vili ini disebut jonjot panjang (Haftzotte) karena
memancangkan telur pada desidua. Ada juga vili yang ujungnya tidak sampai ke
desidua, tetapi terapung dalam darah ibu. Vili ini terutama bertugas mencari
makanan. Mula-mula vili itu berbentuk batang saja, tetapi kemudian
mengeluarkan cabang-cabangnya. Hal ini sangat memperluas permukaan filtrasi
vili tersebut dan berguna karena kebutuhan janin bertambah seriring usianya.
Pada minggu ke-16, sel-sel Langhans mulai menghilang. Hal ini
menguntungkan bagi kecepatan pertukaran zat antara darah anak dan ibu. Darah
anak dan ibu tidak dapat bercampur karena terpisah oleh jaringan yang dinamakan
membran plasenta, terdiri dari dua lapisan sinsitium, lapisan sel Langhans,
jaringan ikat vilus dan lapisan endotel kapiler. Dengan hilangnya satu lapisan,
membran plasenta akan menjadi lebih tipis dan pertukaran zat lebih lancar. Pada
akhir bulan ke IV, daya serbu trofoblas berhenti dan pada batas antara jaringan
janin dan ibu terdapat lapisan jaringan yang bersifat nekrotik, disebut lapisan
fibrin Nitabuch.
18
19
2. Bagian yang terbentuk oleh jaringan ibu, disebut lempeng desidua atau
lempeng basal, yang terdiri dari desidua kompakta dan sebagian desidua
spongiosa, yang kelak ikut lepas bersama plasenta.
4. Etiologi dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi seratserat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun
dinding
uterus
tempat
plasenta
melekat
masih
tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari
ketebalan
kurang
dari
cm
menjadi
>
cm).
20
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta,
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta
lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada
kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
5. Diagnosa4
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan atas dasar lamanya plasenta
lahir setelah kelahiran bayi. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada
pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin
padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah
dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan
artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa
dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat
Untuk mengetahui plasenta sudah lepas dari tempatnya dapat dipakai
beberapa perasat, yaitu :
21
menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali kedalam
Pada kasus perdarahan pasca persalinan karena sisa plasenta di dalam kavum
uteri, seringkali disebabkan karena plasenta akreta, yaitu plasenta yang melekat erat
pada dinding kavum uteri, vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dinding
rahim, yang pada plasenta normal, hanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
otot rahim. Plasenta akreta dibedakan menjadi plasenta akreta kompleta (jika seluruh
permukaan melekat erat pada dinding rahim), dan plaseta akreta parsialis (hanya
beberapa bagian dari plasenta yang melekat erat dengan dinding rahim).
Plasenta akreta yang kompleta, plasenta ipnkreta, dan plasenta perkreta jarang
terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya desidua yang
terlalu tipis.. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
6.Penanganan4
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir.
jika ada plasenta yang hilang, uterus harus diekspl
orasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya
jika kita menghadapi perdarahan post partum lanjut.
22
Jika
plasenta
belum
lahir,
memungkinkan
terjadinya
23
pada
posisi
litotomi.
24
26
27
BAB III
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Perdarahan post partum e.c sisa
plasenta, berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. P1A0 dengan perdarahan pasca persalinan akibat sisa placenta. Pada
anamnesis ditemukan keluhan keluar darah banyak terus menerus dari jalan lahir
sejak 21 jam setelah melahirkan, Os mengaku melahirkan di rumah ditolong oleh
paraji, ari-ari lahir dengan cara di dorong-dorong oleh paraji, namun tidak
mengetahui apakah ada bagian yang tertinggal atau tidak. Darah yang keluar
berwarna merah bergumpal, perdarahan banyak setelah plasenta lahir. Perdarahan
pada jalan lahir yang dialami pasien merupakan salah satu perdarahan post partum
dini karena terjadi dalam 24 jam pertama. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa apabila
sebagian placenta lepas sedangkan sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena
uterus tidak bisa berkontraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu, sehingga
terdapat perdarahan dari jalan lahir pada pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjunctiva yang anemis pada pasien,hal
ini diakibatkan perdarahan yang terjadi dalam jumlah banyak. Sedangkan pada
pemeriksaan obstetric, pada abdomen dapat teraba tinggi fundus uteri 1 jari bawah
pusat, hal ini menandakan tonus dari uterus pasien itu sendiri dalam keadaan baik,
sehingga salah satu penyebab penting dari perdarahan post partum- atonia uteri dapat
disingkirkan. Pada pemeriksaan dalam juga didapatkan stolsel darah serta pembukaan
portio cervix dengan diameter 2-3 cm.
Pada pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dilakukan pertama kali
pada tanggal 21 Oktober 2016, kadar Hb pasien 6,5 gr/dl, sehingga mengindikasikan
untuk diberikan transfuse whole blood dimana terdapat peningkatan bertahap pada
kadar Hb pasien, sehingga curetase pada akhirnya dapat dilakukan setelah menunggu
perbaikan keadaan umum pasien. Sementara pada pasien diberikan terapi antibiotic
Cefotaxim dan Metronidazole untuk memperkecil kemungkinan terjadi infeksi serta
28
Metergin untuk perdarahan yang dialami pasien. Pemilihan tindakan curetase itu
sendiri dirasa tepat dengan tujuan membuang sisa-sisa placenta yang masih terdapat
di dalam uterus. Pemilihan tindakan histerektomi hanya akan dilakukan bila sudah
dapat dibuktikan bahwa letak placenta nya lebih menembus ke dalam dari dinding
rahim secara tota
l.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,
Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 23ndedition. Mc
Graw-Hill. New York : 2012
2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH.
Seattle : 2002
3. Johanes C. Mose. Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Edisi 2. EGC.
Jakarta: 2004.
4. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.. Jakarta. 2008.522
5. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi. Ilmu Kesehatan Produksi.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
6. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi
Jakarta : EGC, 1998
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum.
Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
8. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.50p.
9. Available at http//www.jurnaldokter.com. Kala3. Tahap Pengeluaran
Plasenta.Accessed on August 20, 2011
30