240210130057
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang paling cepat rusak.
Kerusakan ikan ini terjadi karena komposisi lemak ikan berbeda dengan
komposisi mamalia maupun unggas. Lemak ikan mengandung asam lemak yang
berantai karbon lebih dari 18. Selain itu asam lemak ikan lebih banyak
mengandung ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acid) dibandingkan mamalia
dan burung. Asam lemak tidak jenuh ini menyebabkan lemak mudah teroksidasi
sehingga menimbulkan ketengikan. Ketengikan ini akan membentuk peroksida
dan menurunkan mutu ikan (Muchtadi, 2008).
Ikan mengandung 18% nitrogen yang terdiri dari nitrogen protein dan
nitrogen non-protein. Nitrogen non-protein terdiri dari trimetilamin oksida, urea,
taurin, peptide, guanidine, dan komponen volatile. Trimetilamin oksida dapat
terdegradasi menjadi trimetilamin, dimetilamin, dan formaldehid. Amin dalam
ikan digunakan sebagai indikasi kebusukan ikan (Muchtadi, 2008).
Menurut Dwiloka, 2006, Saat ikan mati, terjadi perubahan fisik dan
kimiawi yang disebabkan karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Bila
perubahan ini terus berlanjut, maka hasilnya adalah pembusukan, perubahan fisik
dan kimiawi pasca mortem berlangsung dalam beberapa fase yaitu pembentukan
lendir di permukaan ikan (prarigormortis), kejang otot (rigormortis), aktivitas
enzimatis yang menguraikan jaringan otot, serangan mikroorganisme, dan
oksidasi lemak.
Pada saat ditangkap, ikan masih bernafas sampai beberapa waktu
kemudian. Seluruh jaringan peredaran darah ikan masih mampu menyerap
oksigen sehingga proses kimia yang terjadi dapt berlangsung secara aerob. Reaksi
yang terpenting adalah reaksi glikogenolisis yaitu perubahan glikogen menjadi
asam sitrat yang menghasilkan 30 unit ATP. Selama ikan hidup, ATP yang
terbentuk akan digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai
aktivitas hidup (Afrianto, 2005).
Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan peredaran
darah karena aktivitas jantung dan kontrol otak terhenti. Hal ini menyebabkan
tidak terjadinya reaksi glikogenolisis. Lamanya tiap fase bersifat tidak tetap dan
Perubahan pH
Karakteristik daging ikan yang dimatikan akan terjadi perubahan
50
6,55
60
6,55
6,56
6,30
Perubahan Suhu
V. Awal
10 ml
10 ml
10 ml
V. Akhir
11 ml
9 ml
10 ml
WHC
9,2 %
10 %
0%
0 menit
10,8 gram
10 ml
12 ml
-18,5%
30 menit
10,3 gram
60 menit
10,0 gram
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
10 ml
10 ml
12 ml
12,5 ml
-19,4%
-25%
Refrigeras
i
pH
daging
ikan
turun
dan
aktivitas
enzim
ATP-ase
dan
Cerah
20
Hitam
Merah
Hitam
Refri30
Hitam
Hitam
Merah
gerator
40
Merah
Coklat
Hitam
+
Keemasan
50
Merah
Coklat
Hitam
++
Keemasan
60
Coklat
Hitam
Merah +++
Keemasan
Ruang
Hitam
Bening Merah tua +
0
Keemasan +++
++++
++
+
10
Bening Merah tua +
Hitam
Aroma
Tekstur
Ikan segar
Kenyal
Ikan segar
Kenyal
Amis
Keras
Amis +
Keras +
Amis ++
Keras ++
Amis +++
Keras +++
Amis ++++
Keras ++++
Segar ++++
Kenyal +++
+
Segar ++++
Kenyal +++
+++
20
Bening
+++
Merah tua +
+
30
Bening
+++
Merah tua +
+
40
Bening Merah tua +
++
+
50
Bening
Merah tua +
++
60
Bening
Merah
+
Pucat
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
Keemasan
+++
Hitam
Keemasan
+++
Hitam
Keemasan
+++
Hitam
Keemasan++
Hitam
Keemasan +
Hitam
Keemasan+
Segar ++++
Kenyal +++
Segar +++
Kenyal +++
Bau ++
Kenyal +++
Amis ++
Kenyal ++
Amis +++
Kenyal ++
rigor mortis)
Fase pasca rigormortis ditandai dengan melunaknya tekstur daging dan
panas
WHC (Water Holding Capacity) atau daya ikat daging ikan setelah
kematiannya semakin menurun karena protein dalam daging ikan semakin
5.2. Saran
1. Hati-hati dalam melakukan praktikum agar tidak terjadi kesalahan fatal