terakumulasi di rawa-rawa dan kemudian terkubur bersamaan dengan terjadinya prosesproses geologi yang terjadi. Dengan meningkatnya kedalaman penguburan, bahan tanaman
mengalami pembatubaraan dengan kompaksi / pemampatan, melepaskan zat fluida (air,
karbon dioksida, hidrokarbon ringan, termasuk metana) karena mulai berubah menjadi
batubara. Dengan pembatubaraan dengan pendekatan yang sedang berlangsung, batubara
menjadi semakin diperkaya dengan karbon dan terus mengusir zat terbang. Pembentukan
metana dan hidrokarbon lain adalah hasil dari pematangan termal pada bara, dan mulai di
sekitar sub-bituminous A untuk tahap tinggi mengandung bitumen peringkat C, dengan
jumlah metan yang dihasilkan meningkat secara signifikan.
Batubara dangkal memiliki peringkat rendah dan mungkin belum menghasilkan metana
dalam jumlah besar. Lebih dalam bara ini terkubur, maka akan mengalami tingkat pematangan
yang lebih besar. Sehingga pembatubaraan tinggi akan menghasilkan kuantitas lebih banyak
metan daripada batubara dangkal.
Beberapa metana dalam batubara mungkin telah dihasilkan oleh aktifitas bakteri
metanogen. Gas biogenik dapat diproduksi di setiap saat sepanjang proses pembatubaraan
dengan pendekatan jika hadir kondisi yang tepat.
Mengeluarkan gas metan pada batubara.
Gas metan tersimpan dalam batubara
sebagai komponen gas yang teradsorpsi pada
atau di dalam matriks batubara dan gas bebas
dalam
struktur
micropore
atau cleat
yg
menjebaknya
terutama karena
tekanan
reservoir
ini,
dapat keluar
batubara ini.
Untuk mengeluarkan gas metan ini tentusaja
harus
mengurangi
tekanan
dengan
air.
Ya,
air
akan
sangat
banyak
terdapat
dalam
sela-sela
lapisan
(cleat)
konvensional
memiliki
tekanan
komponen-komponen
gas
hidrokarbon
merupakan
suatu
material
yang
bersifat
porous.
Dengan
demikian
porositasnya dan luas permukaannya (Manhajan dan Walker, 1978) memiliki pengaruh yang
dapat
dipertimbangkan
terhadap
perilaku
selama
penambangan,
preparasi,
dan
penanganannya.
Walaupun porositas mempengaruhi laju difusi metan keluar dari batubara (dalam
lapisan batubara), dan terdapat juga beberapa pengaruh selama preparasi batubara dalam arti
pemindahan mineral matter, tetapi efek yang banyak berpengaruh dari porositas batubara
adalah pada penanganan batubara. Sebagai contoh, selama proses konversi batubara, reaksireaksi kimiawi yang terjadi antara produk-produk gas (dan atau cairan) dan permukaan yang
menonjol, banyak secara inheren di dalam sistim pori.
Sistim pori batubara yang dipertimbangkan pada umumnya bersifat mikroskopis
dengan ukuran sekitar 100 Angstrom dan bersifat makroskopis dengan ukuran lebih besar
dari 300 Angstrom (Gan et al. 1972; Mahajan dan Walker, 1978). Peneliti lain (Kalliat et al,
1981), yang menyertakan investigasi sinar-X terhadap porositas dalam batubara, telah
mengajukan beberapa keraguan terhadap hipotesis ini dengan mengemukakan suatu usul yang
mana data adalah tidak konsisten dengan saran bahwa pori-pori mempunyai diameter dalam
beberapa ratus Angstrom tetapi mempunyai batasan akses dalam kaitan dengan bukaanbukaan kecil yang mana mengeluarkan zat lemas atau nitrogen (dan unsur lainnya) pada
temperatur rendah. Melainkan, suatu interpretasi yang mana merupakan penekanan terhadap
luas permukaan yang besar yang diperoleh oleh hasil adsorbsi sebagai hasil dalam jumlah
besar dari pori-pori dengan minimum dimensi pori tidak lebih besar dari ca. 30 Angstrom.
Ada juga suatu indikasi bahwa penyerapan molekul-molekul kecil, seperti methanol,
padabatubara terjadi oleh mekanisme site-specific (Ramesh et al., 1992). Dalam kasus
demikian, muncul penyerapan yang terjadi pertama kali pada high-energy sites tetapi dengan
meningkatnya kontinuitas penyerapan adsorbat (e.g., methanol) untuk mengikat permukaan
dibanding molekul-molekul polar lainnya dari spesis yang sama, dan ini adalah suatu bukti
penyerapan terjadi baik secara kimia maupun penyerapan secara fisika. Ditambahkan, pada
selubung penutup permukaan kurang dari suatu bentuk monolayer, muncul sebagai lapisan
aktivasi terhadap proses penyerapan. Apakah ditemukan mempunyai konsekuensi atau tidak
untuk studi luas permukaan dan distribusi pori tetap dapat dilihat. Tetapi fenomena dari
aktivasi penutup permukaan adalah sangat menarik, yang mana juga memilki konsekuensi
untuk interpretasi efek permukaan selama proses pembakaran. Sebagai salah satu sisi efek ini,
studi penyerapan dari molekul-molekul kecil pada permukaan batubara adalah di klaim
terhadap struktur copolymeric batubara (Milewska-Duda, 1991).
Porositas batubara berkurang dengan meningkatnya kandungan karbon (King dan
Wilkins, 1944) dan mempunyai nilai minimum sekitar 89% karbon lalu diikuti dengan
meningkatnya porositas. Ukuran pori-pori juga bervariasi dengan meningkatnya kandungan
karbon (rank); sebagai contoh, macrospore selalu utama dalam batubara dengan kandungan
karbon yang paling rendah (rank) sedangkan batubara dengan kandungan karbon yang paling
tinggi utamanya merupakan microspore. Begitupun, volume pori, yang mana dapat dihitung
dari hubungan
Dimana
kenaikan kadar karbon. Sebagai tambahan, luas permukaan batubara bervariasi antara 10
200 m 2 / g dan begitupun kecenderungan berkurang dengan bertambahnya kandungan karbon.
Porositas dan luas permukaan adalah dua propertis batubara yang sangat penting pada proses
gassifikasi batubara, ketika reaktivitas batubara meningkat sama sepertiketika porositas dan
luas permukaan batubara meningkat. Begitupun, laju gassifikasi adalah lebih besar untuk
batubara peringkat rendah daripada batubara peringkat tinggii.Porositas batubara dihitung
dengan persamaan dari hubungan.
Dengan menentukan apparent density batubara dalam fluidsa yang berbeda, tetapi
diketahui, dimensi, adalah mungkin untuk menghitung ukuran dari distribusi pori Bukaan
volume pori (V), misalnya, volume pori dapat diakses untuk partikular fluida, dapat dihitung
dari hubungan:
Dimana
Distribusi ukuran dari pori di dalam batubara dapat ditentukan dengan cara
membenamkan batubara di dalam larutan merkuri dan tekanan meningkat secara progressif.
Efek tegangan permukaan mencegah merkuri dari memasuki pori-pori yang memiliki diameter
adalah lebih kecil dari nilai d yang diberikan untuk tiap tekanan partikular p seperti itu bahwa
Dimana
Berdasarkan jumlah merkuri yang masuk batubara untuk incremental dari tekanan,
adalah mungkin untuk membentuk suatu gambaran distribusi ukuran (Van krevelen, 1957).
Bagimanapun, total volume pori yang dihitung dengan metode ini adalah secara substansial
kurang dari yang diturunkan dari densiti helium, dengan demikian memberikan suatu
konsepbahwa batubara mengandung dua sistem pori: (1) sistim pori makro yang dapat diakses
terhadap merkuri pada tekanan rendah dan (2) sistem pori mikro yang mana tidak dapat di
akses oleh merkuri tetapi oleh helium. Dengan menggunakan cairan yang berbeda variasi
ukuran molekulnya adalah mungkin untuk menentukan distribusi ukuran pori mikro.
Bagaimanapun, aturan yang berperan tepat atau fungsi pori mikro sebagai bagian dari model
struktur batubara adalah tidak dapat dipahami secara penuh, walaupun telah ditunjang bahwa
batubara bertindak seperti suatu saringan molekular.
Batubara merupakan batuan sedimen nonklastik yang terdiri dari lebih dari 50% berat
dan 70% volume material organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batuan
sedimen nonklastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk oleh proses kimia, biologi atau
biokimia pada permukaan bumi tanpa mengalami proses erosi dan pengendapan seperti
batuan sedimen klastik dan selanjutnya mengalami proses penguburan, pengompakan dan
diteruskan dengan coalifikasi ditunjukkan pada Gambar 1.
Coalifikasi merupakan proses transformasi material organik menjadi bentuk material
organik yang lain yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Dari tumpukan material
organik kemudian mengalami transformasi menjadipeat, lignite, sub-bituminious, bituminious,
antrachite dangraphite,
yang
umumnya
disebut
menghasilkan produk samping berupa air dan gas. Dari proses coalifikasi ini dapat diketahui
bahwa semua batubara mengandung gas seperti ditunjukkan pada Gambar 2yang menyatakan
hubungan volume pembentukan gas sebagai fungsi dari rank batubara. Gambar 2 juga
menunjukkan bahwarank bituminious mempunyai volume pembentukan gas yang paling
tinggi. Rank
peat tidak
dimasukkan
dalam
hubungan
ini
karena
penguburan
dan
terbentuknya peat masih dekat dengan permukaan, sehingga gas yang dihasilkan langsung
terbebaskan.
Coal rank (tingkatan batubara) berhubungan erat dengan reservoir CBM karena
terbentuknya gas-gas dibawah
permukaan
terjadi
Methane,
karbondioksida dan komponen batubara lainnya merupakan hasil proses ini. Tingkatan
batubara yaitu :
Lignite, berwarna hitam kecoklatan yang merupakan perubahan material tumbuhan yang
kemudian akan menjadi peat, tapi tidak seperti batubara coklat.
Bituminous, soft coal yang mudah terbakar.
set
sub-paralel
fracture
yang
arahnya
tegak
lurus
lapisan
(GRI,1996).
Facecleat berhubungan dengan fracture yang dominan. Orientasi face cleat merupakan hasil
gaya tektonik. Butt cleat biasanya tegak lurus face cleat.
Pada batubara, permeabilitas sangat jelas dan tergantung gaya. Gaya horizontal yang
tegak lurus dengan face cleatyang terbuka akan menyebabkan pemeabilitas rendah. Ketika
kondisi tegangan kecil, rekahan (fracture) alami akan terbuka dan memberikan permeabilitas
untuk mengali melalui lapisan batuan. Lipatan dan patahan dapat menambah permeabilitas
batubara melalui rekahan alami.
Selain itu, mineral yang mengisi cleat dapat mempengaruhi permeabilitas batubara.
Mineral
seperti
calcite,
pyrite,
gypsum,
kaolinite
dan
illite
dapat
menyebabkan berkurangnya permeabilitas. Jika sebagian besar cleat terisi maka permeabilias
absolut akan menjadi sangat rendah.
Adsorption isotherm didefinisikan sebagai kemampuan batubara untuk menyerapa gas
methane dalam kondisi tekakan tertentu pada suhu konstan.adsorption isotherm di rumuskan
oleh langmuir yang dikenal sebagai isothrem langmuir dengan persamaan untuk menghitung
kemampuan menyerapa (sorption capacity) :
Oleh karena itu, sifat utama yang perlu diketahui pada reservoir CBM merupakan
prosedur yang penting untuk menjelaskan bagaimana methane tersimpan di batubara,
bagaimana methane bisa terlepas dan karakteristik alirannya. Pada dasarnya terdapat dua
konsep dalam memahami CBM yaitu methane storage dan methane flow.
Penyimpanan Gas pada Reservoir CBM
Methane terdapat dalam batubara karena salah satu dari tiga tahap berikut yaitu : (a)
Sebagai molekul yang terserap pada permukaan organik, (b) Sebagai gas bebas dalam pori atau
rekahan, dan (c) Terlarut dilarutan dalam coalbed (Rightmire, C T et al., 1984). Namun,
methane dalam jumlah besar terdapat dalam batubara terserap pada lapisan monomolecular
dan hanya ada sedikit gas bebas yang berada pada cleat. Proses penyerapan ini dipengaruhi
oleh tekanan, temperatur dan tingkatan batubara. Peningkatan tekanan dan tingkatan batubara
dan penurunan temperatur, maka kapasitas metahne dalam batubara akan meningkat. Jadi
umumnya lapisan batubara yang lebih dalam memiliki jumlah metahane yang lebih besar pada
rank yang sama (gambar 2). selain itu, semakin tinggi rank maka kapasitas penyimpanan akan
meningkat pula.
Jumlah methane yang dihasilkan dari proses perubahan dari peat menjadi anthracite
lebih besar daripada kapasitas batubara untuk menyerapnya. Boyer dkk berkata jumlah
methane (dan gas-gas yang lainnya) yang dihasilkan selama proses coalifikasiumumnya
meleang bihi kapasitas penyimpanan batubara, dan kelebihan methane ini seringkali
bermigrasi ke sekeliling lapisan. Contohnya, kandungan gas yan tertinggi untuk batubara
anthracite di Amerika sebesar 21.6 m3/ton3, hanya sekitar 12% dari jumlah methane yang
dihasilkan selama prosescoalifikasi secara teoritis. Fakta ini dapat dijelaskan karena tekanan
tekanannya saat ini telah berkurang banyak dibandingkan tekannanya saat terbentuk dan
jumlah gas yang dihasilkan biasanya melebihi kapasitas penyerapan lapisan batubara.
Hubungan antara tekanan dan kapasitas batubara dapat dijelaskan menggunakan
Langmuirs Isoterm (gambar 3). Secara umum, kaspasitas batubara untuk menyerap gas berupa
fungsi non-linear tekanan. Desorption isoterm menunjukkan kosentrasi gas yang terserap
pada matriks abtubara berubah sebagai fungsi tekanan gas bebas di sistem cleat batubara.
Oleh karena itu, ini menunjukkan hubungan antara aliran di sistem matriks dan aliran di
sistem cleat. Hubungan non-linear didefinisikan dengan persamaan Langmuir.
Hasil lain dari proses coalifikasi adalah air. Air memiliki tempat yang penting dalam
analisa CBM. Air dapat tersimpan dibatubara melalui dua cara, yaitu : (a) sebagai air yang
terikat di matriks batubara dan (b) sebagai air bebas pada cleat. Matriks yang mengikat air
tidak mobile dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam recovery methane dari
batubara. Namu, air bebas pada cleat merupakan salah satu parameter yang penting dalam
produksi methane. Air bebas bersifat mobile pada saturasi air yang tinggi (lebih besar dari
30%). Banyak endapan batubara merupakan sistem aquifer yang aktif dan saturasi airnya 100%
pada cleat system.
Mekanisme Perpindahan Gas Dalam Reservoir CBM
Dalam memproduksikan gas dari reservoir CBM, aliran methane mengalami tiga taha
yaitu : (a) gas mengalir dari rekahan alami (b) gas terlepas dari permukaancleat dan (c) gas
terdifusi melalui matriks menujucleat (GRI,1996).
Sebagian besar methane tersimpan di dalam matriks. Tetapi, tekanan dibatubara sangat
rendah, fluida yang mengalir di system cleat adalah air dan dalam gas bebas jumlah yang kecil
serta gas yang terlarut dalam air. Setelah proses dewatering, methane terlepas (tahap
desorption) dari permukaan batubara. Desorption merupakan proses dimana molekul methane
terlepas dari permukaan micropore matriks batubara dan masuk ke system cleat dimana
berupa gas bebas (GRI,1996).
Setelah terlepas dari permukaan batubara, aliran methane di matriks mulai berpindah
ke system cleatkarena perbedaan gradient konsentrasi gas di kedua zona tersebut (difusi).
Difusi merupakan proses dimana aliran terjadi melalui pergerakan molekul secara acak dari
daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke daerah yang konsentarsinya lebih rendah
(GRI,1996).
Mekanisme Produksi Di Reservoir CBM
Produksi CBM melalui 3 tahap selama life-timenya. Kelakuannya sangat berbeda dari
sumur gas konvensional. Profil produksi sumur CBM ditunjukkan pada Gambar 4. Selama
tahap I, sumur CBM mengalami produksi air yang konstan dengan peningkatan produksi gas
serta penurunan tekanan alir dasar sumur yang sangat rendah bahkan dapat diabaikan.
Awalnya, sumur CBM dipenuhi dengan air karena terbebaskan pada saat proses coalifikasi. Air
mengisi jaringan cleat yang utama. Untuk memproduksikan gas maka air yang mengisi
sebagian besar cleat harus dikeluarkan. Secara teori, produksi air akan mengurangi tekanan
hydarulic pada batubara karena pelepasan gas. Proses ini dikenal sebagaidewatering. Waktu
proses dewatering dan jumlah air yang terproduksi sangat bervariasi. Akibatnya akan sangat
sulit untuk memperkirakan pengaruhnya dalam hal keekonomiannya. Oleh karena itu, lapisan
batubara harus dikontrol dengan sifat fisiknya. Sifat fisik utama yang mempengaruhi efisiensi
prosesdewatering antara lain permeabilitas, kandungan gas yang diserap, kura permeabilitas
relatif dan kurva tekanan kapiler, koefiesien difusi dan desorption isoterm. Diakhir tahap
pertama, sumur akan memiliki tekanan alir dasar sumur yang minimum.
Tahap kedua ditandai dengan menurunnya produksi air dan meningkatnya laju
produksi gas. Permeabilitas relatif air akan menurun dan permeabilitas relatif gas akan naik.
Batas terluar menjadi sangat signifikan dan laju pelepasan gas akan berubah secara dinamis.
Batas antara tahap II dan III ditandai dengan dicapainya puncak laju alir gas. Selama tahap III
prosesdewatering tetap terjadi tapi jumlahnya sangat sedikit bahkan dapat diabaikan.