Anda di halaman 1dari 9

Batubara adalah batuan yang kaya karbon berasal dari bahan tumbuhan (gambut) yang

terakumulasi di rawa-rawa dan kemudian terkubur bersamaan dengan terjadinya prosesproses geologi yang terjadi. Dengan meningkatnya kedalaman penguburan, bahan tanaman
mengalami pembatubaraan dengan kompaksi / pemampatan, melepaskan zat fluida (air,
karbon dioksida, hidrokarbon ringan, termasuk metana) karena mulai berubah menjadi
batubara. Dengan pembatubaraan dengan pendekatan yang sedang berlangsung, batubara
menjadi semakin diperkaya dengan karbon dan terus mengusir zat terbang. Pembentukan
metana dan hidrokarbon lain adalah hasil dari pematangan termal pada bara, dan mulai di
sekitar sub-bituminous A untuk tahap tinggi mengandung bitumen peringkat C, dengan
jumlah metan yang dihasilkan meningkat secara signifikan.

Batubara dangkal memiliki peringkat rendah dan mungkin belum menghasilkan metana
dalam jumlah besar. Lebih dalam bara ini terkubur, maka akan mengalami tingkat pematangan
yang lebih besar. Sehingga pembatubaraan tinggi akan menghasilkan kuantitas lebih banyak
metan daripada batubara dangkal.
Beberapa metana dalam batubara mungkin telah dihasilkan oleh aktifitas bakteri
metanogen. Gas biogenik dapat diproduksi di setiap saat sepanjang proses pembatubaraan
dengan pendekatan jika hadir kondisi yang tepat.
Mengeluarkan gas metan pada batubara.
Gas metan tersimpan dalam batubara
sebagai komponen gas yang teradsorpsi pada
atau di dalam matriks batubara dan gas bebas
dalam

struktur

micropore

atau cleat

lapisanbatubara. Gas ini berada di tempat


tempat

yg

menjebaknya

terutama karena

adanya tekanan reservoir. Apabila kita dapat


mengurangi

tekanan

reservoir

ini,

maka memungkinkan gas yang terperangkap


akan

dapat keluar

dari micropore pada

batubara ini.
Untuk mengeluarkan gas metan ini tentusaja
harus

mengurangi

tekanan

dengan

mengalirkan seluruh fluida yang ada terutama

air.

Ya,

air

akan

sangat

banyak

terdapat

dalam

sela-sela

lapisan

(cleat)

juga micropore (porositas mikro) pada batubara ini.


Pada proses penambangan batubara, sering juga dijumapi air ini. Seringkali air
membanjiri pada lubang-lubang pertambangan batubara. Dan tentusaja diikuti oleh keluarnya
gas-gas metan. Itulah sebabnya seringkali terdengar adanya ledakan tambang yang merupakan
akibat terbakarnya gas metan yang terakumulasi dilubang tambang.
Untuk mengurangi resiko ledakan terowongan tambang serta memanfaatkan gas metan
yang keluar inilah maka ide CBM muncul sebagai solusi untuk dua hal yang saling
berhubungan.
Dalam proses pengeluaran air inilah gas akan secara bersama-sama ikut terproduksi.
Jumlah air yang terproduksi semakin lama semakin berkurang sedangkan jumlah gas yang ikut
terproduksi bertambah. Proses ini disebut dewatering. Proses dewatering ini memakan waktu
yang cukup lama bahkan hingga 3 tahun. Ya selama 3 tahun inilah masa-masa menunggu yang
sangat melelahkan sekaligus masa deg-degan karena menunggu sebesarapabesar kapasitas
produksi sumur ini.
Berbeda dengan proses produksi minyak dan gas konvensional dimana tekanan gas
cukup besar sehingga gas akan keluar dahulu yang kemudian akan diikuti oleh air.
Dibawah ini perbandingan komposisi air dan gas pada proses pengurasan air hingga proses
memproduksi gas.

Gambar Tahap produksi CBM


Tentusaja pada saat awal sumur ini dipompa hanya air yang diproduksi. Setelah
tekanan pori-porinya berkurang maka akan keluarlah gasnya. Proses awal inilah yang
memerlukan kesabaran, karena dapat memakan waktu hingga 3 tahun, bahkan mungkin 5
tahun masih akan memproduksi air.
Walaupun memakan waktu cukup lama, saat ketika memproduksi air ini akan tetap
terproduksi gas metana walau dalam jumlah yang sangat kecil. Juga gas ini tentusaja memiliki
tekanan yang sangat rendah. Bahkan sering diperlukan kompressor untuk mempompakan gas
ke penampungan.

Perbedaan CBM dengan gas konvensional.


Gas

konvensional

memiliki

tekanan

cukup tinggi sehingga produksi awalnya sangat


besar dengan sedikit atau bahkan tanpa air
yang ikut terproduksi. Dengan tekanan yang
seringkali sangat tinggi ini menjadikan gas ini
dapat ditransfer melalui pipa tanpa perlu
pompa. Gas konvensional berisi metana C1H4
dan

komponen-komponen

gas

hidrokarbon

lainnya, bahkan dapat juga mengandung gas


butana atau bahkan pentana yang sering kali
menghasilkan kondensat.
Gas CBM seringkali berada pada lapisan batubara yang dangkal, sehingga memiliki
tekanan yang sangat rendah. Pada masa produksi awal justru hampir 100% air. Dengan
tekanan rendah ini maka apabila akan mengalirkan gas ini memerlukan kompressor untuk
mendorong ke penampungan gas. Isinya diatas 95% hanya metana. Gas lainnya sangat sedikit.
Sehingga sering disebut drygas atau gas kering.
Porositas dan Luas Permukaan
Batubara

merupakan

suatu

material

yang

bersifat

porous.

Dengan

demikian

porositasnya dan luas permukaannya (Manhajan dan Walker, 1978) memiliki pengaruh yang
dapat

dipertimbangkan

terhadap

perilaku

selama

penambangan,

preparasi,

dan

penanganannya.
Walaupun porositas mempengaruhi laju difusi metan keluar dari batubara (dalam
lapisan batubara), dan terdapat juga beberapa pengaruh selama preparasi batubara dalam arti
pemindahan mineral matter, tetapi efek yang banyak berpengaruh dari porositas batubara
adalah pada penanganan batubara. Sebagai contoh, selama proses konversi batubara, reaksireaksi kimiawi yang terjadi antara produk-produk gas (dan atau cairan) dan permukaan yang
menonjol, banyak secara inheren di dalam sistim pori.
Sistim pori batubara yang dipertimbangkan pada umumnya bersifat mikroskopis
dengan ukuran sekitar 100 Angstrom dan bersifat makroskopis dengan ukuran lebih besar
dari 300 Angstrom (Gan et al. 1972; Mahajan dan Walker, 1978). Peneliti lain (Kalliat et al,
1981), yang menyertakan investigasi sinar-X terhadap porositas dalam batubara, telah
mengajukan beberapa keraguan terhadap hipotesis ini dengan mengemukakan suatu usul yang
mana data adalah tidak konsisten dengan saran bahwa pori-pori mempunyai diameter dalam
beberapa ratus Angstrom tetapi mempunyai batasan akses dalam kaitan dengan bukaanbukaan kecil yang mana mengeluarkan zat lemas atau nitrogen (dan unsur lainnya) pada
temperatur rendah. Melainkan, suatu interpretasi yang mana merupakan penekanan terhadap
luas permukaan yang besar yang diperoleh oleh hasil adsorbsi sebagai hasil dalam jumlah
besar dari pori-pori dengan minimum dimensi pori tidak lebih besar dari ca. 30 Angstrom.

Ada juga suatu indikasi bahwa penyerapan molekul-molekul kecil, seperti methanol,
padabatubara terjadi oleh mekanisme site-specific (Ramesh et al., 1992). Dalam kasus
demikian, muncul penyerapan yang terjadi pertama kali pada high-energy sites tetapi dengan
meningkatnya kontinuitas penyerapan adsorbat (e.g., methanol) untuk mengikat permukaan
dibanding molekul-molekul polar lainnya dari spesis yang sama, dan ini adalah suatu bukti
penyerapan terjadi baik secara kimia maupun penyerapan secara fisika. Ditambahkan, pada
selubung penutup permukaan kurang dari suatu bentuk monolayer, muncul sebagai lapisan
aktivasi terhadap proses penyerapan. Apakah ditemukan mempunyai konsekuensi atau tidak
untuk studi luas permukaan dan distribusi pori tetap dapat dilihat. Tetapi fenomena dari
aktivasi penutup permukaan adalah sangat menarik, yang mana juga memilki konsekuensi
untuk interpretasi efek permukaan selama proses pembakaran. Sebagai salah satu sisi efek ini,
studi penyerapan dari molekul-molekul kecil pada permukaan batubara adalah di klaim
terhadap struktur copolymeric batubara (Milewska-Duda, 1991).
Porositas batubara berkurang dengan meningkatnya kandungan karbon (King dan
Wilkins, 1944) dan mempunyai nilai minimum sekitar 89% karbon lalu diikuti dengan
meningkatnya porositas. Ukuran pori-pori juga bervariasi dengan meningkatnya kandungan
karbon (rank); sebagai contoh, macrospore selalu utama dalam batubara dengan kandungan
karbon yang paling rendah (rank) sedangkan batubara dengan kandungan karbon yang paling
tinggi utamanya merupakan microspore. Begitupun, volume pori, yang mana dapat dihitung
dari hubungan

Dimana

adalah density merkuri dan

adalah densiti helium, berkurang dengan

kenaikan kadar karbon. Sebagai tambahan, luas permukaan batubara bervariasi antara 10
200 m 2 / g dan begitupun kecenderungan berkurang dengan bertambahnya kandungan karbon.
Porositas dan luas permukaan adalah dua propertis batubara yang sangat penting pada proses
gassifikasi batubara, ketika reaktivitas batubara meningkat sama sepertiketika porositas dan
luas permukaan batubara meningkat. Begitupun, laju gassifikasi adalah lebih besar untuk
batubara peringkat rendah daripada batubara peringkat tinggii.Porositas batubara dihitung
dengan persamaan dari hubungan.
Dengan menentukan apparent density batubara dalam fluidsa yang berbeda, tetapi
diketahui, dimensi, adalah mungkin untuk menghitung ukuran dari distribusi pori Bukaan
volume pori (V), misalnya, volume pori dapat diakses untuk partikular fluida, dapat dihitung
dari hubungan:
Dimana

adalah apparent density dalam fluida.

Distribusi ukuran dari pori di dalam batubara dapat ditentukan dengan cara
membenamkan batubara di dalam larutan merkuri dan tekanan meningkat secara progressif.

Efek tegangan permukaan mencegah merkuri dari memasuki pori-pori yang memiliki diameter
adalah lebih kecil dari nilai d yang diberikan untuk tiap tekanan partikular p seperti itu bahwa
Dimana

adalah tegangan permukaan fluida.

Berdasarkan jumlah merkuri yang masuk batubara untuk incremental dari tekanan,
adalah mungkin untuk membentuk suatu gambaran distribusi ukuran (Van krevelen, 1957).
Bagimanapun, total volume pori yang dihitung dengan metode ini adalah secara substansial
kurang dari yang diturunkan dari densiti helium, dengan demikian memberikan suatu
konsepbahwa batubara mengandung dua sistem pori: (1) sistim pori makro yang dapat diakses
terhadap merkuri pada tekanan rendah dan (2) sistem pori mikro yang mana tidak dapat di
akses oleh merkuri tetapi oleh helium. Dengan menggunakan cairan yang berbeda variasi
ukuran molekulnya adalah mungkin untuk menentukan distribusi ukuran pori mikro.
Bagaimanapun, aturan yang berperan tepat atau fungsi pori mikro sebagai bagian dari model
struktur batubara adalah tidak dapat dipahami secara penuh, walaupun telah ditunjang bahwa
batubara bertindak seperti suatu saringan molekular.
Batubara merupakan batuan sedimen nonklastik yang terdiri dari lebih dari 50% berat
dan 70% volume material organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batuan
sedimen nonklastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk oleh proses kimia, biologi atau
biokimia pada permukaan bumi tanpa mengalami proses erosi dan pengendapan seperti
batuan sedimen klastik dan selanjutnya mengalami proses penguburan, pengompakan dan
diteruskan dengan coalifikasi ditunjukkan pada Gambar 1.
Coalifikasi merupakan proses transformasi material organik menjadi bentuk material
organik yang lain yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Dari tumpukan material
organik kemudian mengalami transformasi menjadipeat, lignite, sub-bituminious, bituminious,
antrachite dangraphite,

yang

umumnya

disebut

tingkatan/rank batubara.Coalifikasi juga

menghasilkan produk samping berupa air dan gas. Dari proses coalifikasi ini dapat diketahui
bahwa semua batubara mengandung gas seperti ditunjukkan pada Gambar 2yang menyatakan
hubungan volume pembentukan gas sebagai fungsi dari rank batubara. Gambar 2 juga
menunjukkan bahwarank bituminious mempunyai volume pembentukan gas yang paling
tinggi. Rank

peat tidak

dimasukkan

dalam

hubungan

ini

karena

penguburan

dan

terbentuknya peat masih dekat dengan permukaan, sehingga gas yang dihasilkan langsung
terbebaskan.
Coal rank (tingkatan batubara) berhubungan erat dengan reservoir CBM karena
terbentuknya gas-gas dibawah

permukaan

terjadi

selama proses coalifikasi.

Methane,

karbondioksida dan komponen batubara lainnya merupakan hasil proses ini. Tingkatan
batubara yaitu :
Lignite, berwarna hitam kecoklatan yang merupakan perubahan material tumbuhan yang
kemudian akan menjadi peat, tapi tidak seperti batubara coklat.
Bituminous, soft coal yang mudah terbakar.

Anthracite, hard black coal dengan lebih dari 92% karbon.


Biasanya, tingkatan batubara meningkat sebanding dengan kedalaman karena batubara
sangat sensitif terhadap temperatur, tekanan dan lamanya terkubur. Namun ada faktor lain
yang mempengaruhi tingkatan batubara. Sehingga pada kedalaman yang sama bisa saja
memiliki tingkatan yang berbeda. Tingkatan batubara yang komersial berada diantara subbituminous sammpai semi-antrachite karena umumnya memberikan kandungan gas yang
optimum dan permeabilitas yang cukup untuk diproduksikan.
Maceral composition merupakan komponen organik mikroskopoik batubara, analog
dengan mineral pada batuan. Ada tiga jenis utama maceral yaitu :
Jenis vitrinite, berasal dari pembusukan jaringan kayu.
Jenis exinite, berasal dari lapisan spora dan serbuk sari, kulit ari, damar dan jaringan lemak.
Jenis inertinite, umumnya berasal dari karbonisasi parsial berbagai macam jaringan
tumbuhan di rawa-rawa.(Rightmire C., et al.,1984)
Salah satu hasil dari prosese coalifikasi adalah Coal Bed Methane merupakan gas yang
dihasilkan dan tersimpan pada lapisan batubara, Lapisan batubara yang disebut reservoir CBM
merupakan lapisan batubara yang berada >500 m dibawah permukaan dan diproduksikan
fluida reservoirnya dengan membuat suatu sumur. Untuk lapisan batubara <500>
Maka dari itu perlu diketahiu bagaimana kondisi reservoir CBM tersebut mulai porositas,
permeabilitas, dan lain-lainya
Terbentuk dan terakumulasinya minyak dan gas dibawah permukaan harus memenuhi
beberapa syarat yang merupakan unsur-unsur petroleum system yaitu adanya batuan sumber
(source rock), migrasi hidrokarbon sebagai fungsi jarak dan waktu, batuan reservoir,
perangkap reservoir dan batuan penutup (seal). Petroleum system pada reservoir CBM sama
dengan reservoir migas konvensional namun karena lapisan batubara merupakan batuan
sumber sekaligus sebagai reservoir, sehingga tidak memerlukan migrasi serta perangkap
reservoir. Pada Tabel 1 ditunjukan beberapa perbedaan antara reservoir CBM dan reservoir gas
konvensional.
Komponen reservoir CBM terdiri atas batuan reservoir, isi dari reservoir yang terdiri
atas komponen utama yaitu gas alam sedangkan air sebagai komponen ikutan, batuan penutup
(seal) reservoir dan kondisi reservoir. Reservoir CBM mempunyai porositas ganda.
Porositas merupakan total bagian volume batubara yang dapat ditemapti oleh air,
helium atau molekul sejenisnya (GRI,1996). Pori-pori batubara dibagi ke dalam macropores
(>500), mesopores (20 sampai 500 ) dan microspores (8 sampai 20 ). Macroporosity antara
lain crack, cleat, fissure dan void in fusinite dsb. Macropore biasanya diisi oleh air dan gas
bebas. Struktur micropore biasanya memiliki kapasitas aliran yang sangat rendah dan
permeabilitas yang kecil (dalam range microdarcy), sebaliknya cleats memiliki kapasitas alir
yang besar dan permeabilitas yang tinggi (dalam range milidarcy). Oleh karena itu, batubara
dianggap material dengan sistem dual-porosity.

Permeabilitas merupakan kemampuan material untuk melewatkan fluida melalui


medium porinya. Permeabilitas merupakan salah satu sifat fisik yang berperan penting untuk
memroduksikan gas pada economical rate. Fluida di batubara yakni air dan gas mengalir
melalui cleat dan rekahan. Cleatmerupakan rekahan vertikal yang terbentuk secara alami
selama proses coalifikasi. Arahnya dikontrol oleh gaya tektonik. Cleat terbentuk oleh dua atau
lebih

set

sub-paralel

fracture

yang

arahnya

tegak

lurus

lapisan

(GRI,1996).

Facecleat berhubungan dengan fracture yang dominan. Orientasi face cleat merupakan hasil
gaya tektonik. Butt cleat biasanya tegak lurus face cleat.
Pada batubara, permeabilitas sangat jelas dan tergantung gaya. Gaya horizontal yang
tegak lurus dengan face cleatyang terbuka akan menyebabkan pemeabilitas rendah. Ketika
kondisi tegangan kecil, rekahan (fracture) alami akan terbuka dan memberikan permeabilitas
untuk mengali melalui lapisan batuan. Lipatan dan patahan dapat menambah permeabilitas
batubara melalui rekahan alami.
Selain itu, mineral yang mengisi cleat dapat mempengaruhi permeabilitas batubara.
Mineral

seperti

calcite,

pyrite,

gypsum,

kaolinite

dan

illite

dapat

mengisi cleat dan

menyebabkan berkurangnya permeabilitas. Jika sebagian besar cleat terisi maka permeabilias
absolut akan menjadi sangat rendah.
Adsorption isotherm didefinisikan sebagai kemampuan batubara untuk menyerapa gas
methane dalam kondisi tekakan tertentu pada suhu konstan.adsorption isotherm di rumuskan
oleh langmuir yang dikenal sebagai isothrem langmuir dengan persamaan untuk menghitung
kemampuan menyerapa (sorption capacity) :
Oleh karena itu, sifat utama yang perlu diketahui pada reservoir CBM merupakan
prosedur yang penting untuk menjelaskan bagaimana methane tersimpan di batubara,
bagaimana methane bisa terlepas dan karakteristik alirannya. Pada dasarnya terdapat dua
konsep dalam memahami CBM yaitu methane storage dan methane flow.
Penyimpanan Gas pada Reservoir CBM
Methane terdapat dalam batubara karena salah satu dari tiga tahap berikut yaitu : (a)
Sebagai molekul yang terserap pada permukaan organik, (b) Sebagai gas bebas dalam pori atau
rekahan, dan (c) Terlarut dilarutan dalam coalbed (Rightmire, C T et al., 1984). Namun,
methane dalam jumlah besar terdapat dalam batubara terserap pada lapisan monomolecular
dan hanya ada sedikit gas bebas yang berada pada cleat. Proses penyerapan ini dipengaruhi
oleh tekanan, temperatur dan tingkatan batubara. Peningkatan tekanan dan tingkatan batubara
dan penurunan temperatur, maka kapasitas metahne dalam batubara akan meningkat. Jadi
umumnya lapisan batubara yang lebih dalam memiliki jumlah metahane yang lebih besar pada
rank yang sama (gambar 2). selain itu, semakin tinggi rank maka kapasitas penyimpanan akan
meningkat pula.
Jumlah methane yang dihasilkan dari proses perubahan dari peat menjadi anthracite
lebih besar daripada kapasitas batubara untuk menyerapnya. Boyer dkk berkata jumlah
methane (dan gas-gas yang lainnya) yang dihasilkan selama proses coalifikasiumumnya
meleang bihi kapasitas penyimpanan batubara, dan kelebihan methane ini seringkali

bermigrasi ke sekeliling lapisan. Contohnya, kandungan gas yan tertinggi untuk batubara
anthracite di Amerika sebesar 21.6 m3/ton3, hanya sekitar 12% dari jumlah methane yang
dihasilkan selama prosescoalifikasi secara teoritis. Fakta ini dapat dijelaskan karena tekanan
tekanannya saat ini telah berkurang banyak dibandingkan tekannanya saat terbentuk dan
jumlah gas yang dihasilkan biasanya melebihi kapasitas penyerapan lapisan batubara.
Hubungan antara tekanan dan kapasitas batubara dapat dijelaskan menggunakan
Langmuirs Isoterm (gambar 3). Secara umum, kaspasitas batubara untuk menyerap gas berupa
fungsi non-linear tekanan. Desorption isoterm menunjukkan kosentrasi gas yang terserap
pada matriks abtubara berubah sebagai fungsi tekanan gas bebas di sistem cleat batubara.
Oleh karena itu, ini menunjukkan hubungan antara aliran di sistem matriks dan aliran di
sistem cleat. Hubungan non-linear didefinisikan dengan persamaan Langmuir.
Hasil lain dari proses coalifikasi adalah air. Air memiliki tempat yang penting dalam
analisa CBM. Air dapat tersimpan dibatubara melalui dua cara, yaitu : (a) sebagai air yang
terikat di matriks batubara dan (b) sebagai air bebas pada cleat. Matriks yang mengikat air
tidak mobile dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam recovery methane dari
batubara. Namu, air bebas pada cleat merupakan salah satu parameter yang penting dalam
produksi methane. Air bebas bersifat mobile pada saturasi air yang tinggi (lebih besar dari
30%). Banyak endapan batubara merupakan sistem aquifer yang aktif dan saturasi airnya 100%
pada cleat system.
Mekanisme Perpindahan Gas Dalam Reservoir CBM
Dalam memproduksikan gas dari reservoir CBM, aliran methane mengalami tiga taha
yaitu : (a) gas mengalir dari rekahan alami (b) gas terlepas dari permukaancleat dan (c) gas
terdifusi melalui matriks menujucleat (GRI,1996).
Sebagian besar methane tersimpan di dalam matriks. Tetapi, tekanan dibatubara sangat
rendah, fluida yang mengalir di system cleat adalah air dan dalam gas bebas jumlah yang kecil
serta gas yang terlarut dalam air. Setelah proses dewatering, methane terlepas (tahap
desorption) dari permukaan batubara. Desorption merupakan proses dimana molekul methane
terlepas dari permukaan micropore matriks batubara dan masuk ke system cleat dimana
berupa gas bebas (GRI,1996).
Setelah terlepas dari permukaan batubara, aliran methane di matriks mulai berpindah
ke system cleatkarena perbedaan gradient konsentrasi gas di kedua zona tersebut (difusi).
Difusi merupakan proses dimana aliran terjadi melalui pergerakan molekul secara acak dari
daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke daerah yang konsentarsinya lebih rendah
(GRI,1996).
Mekanisme Produksi Di Reservoir CBM
Produksi CBM melalui 3 tahap selama life-timenya. Kelakuannya sangat berbeda dari
sumur gas konvensional. Profil produksi sumur CBM ditunjukkan pada Gambar 4. Selama
tahap I, sumur CBM mengalami produksi air yang konstan dengan peningkatan produksi gas

serta penurunan tekanan alir dasar sumur yang sangat rendah bahkan dapat diabaikan.
Awalnya, sumur CBM dipenuhi dengan air karena terbebaskan pada saat proses coalifikasi. Air
mengisi jaringan cleat yang utama. Untuk memproduksikan gas maka air yang mengisi
sebagian besar cleat harus dikeluarkan. Secara teori, produksi air akan mengurangi tekanan
hydarulic pada batubara karena pelepasan gas. Proses ini dikenal sebagaidewatering. Waktu
proses dewatering dan jumlah air yang terproduksi sangat bervariasi. Akibatnya akan sangat
sulit untuk memperkirakan pengaruhnya dalam hal keekonomiannya. Oleh karena itu, lapisan
batubara harus dikontrol dengan sifat fisiknya. Sifat fisik utama yang mempengaruhi efisiensi
prosesdewatering antara lain permeabilitas, kandungan gas yang diserap, kura permeabilitas
relatif dan kurva tekanan kapiler, koefiesien difusi dan desorption isoterm. Diakhir tahap
pertama, sumur akan memiliki tekanan alir dasar sumur yang minimum.
Tahap kedua ditandai dengan menurunnya produksi air dan meningkatnya laju
produksi gas. Permeabilitas relatif air akan menurun dan permeabilitas relatif gas akan naik.
Batas terluar menjadi sangat signifikan dan laju pelepasan gas akan berubah secara dinamis.
Batas antara tahap II dan III ditandai dengan dicapainya puncak laju alir gas. Selama tahap III
prosesdewatering tetap terjadi tapi jumlahnya sangat sedikit bahkan dapat diabaikan.

Anda mungkin juga menyukai