Protein terkonjugasi mengandung komponen bukan asam amino yang dikenal sebagai gugus
prostetik di samping kerangka utama asam amino.
Dalam ilmu Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa
yang lain dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu: adanya
perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan. Pencampuran yang
tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi reaksi kimia. Ada beberapa reaksi
khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda
antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin)
dengan Biuret test yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji
lainnya.
Teori Dasar
Protein adalah makromolekul yang paling banyak ditemukan di dalam sel makhluk
hidup dan merupakan 50 persen atau lebih dari berat kering sel. Protein memiliki jumlah yang
sangat bervariasi yang mulai dari struktur maupun fungsinya. Peranan protein diantaranya
sebagai katalisator, pendukung, cadangan, sistem imun, alat gerak, sistem transpor, dan respon
kimiawi. Protein-protein tersebut merupakan hasil ekspresi dari informasi genetik masingmasing suatu organisme tak terkecuali pada bakteri (Campbell et al., 2009; Lehninger et al.,
2004). Protein dan gen memiliki hubungan yang sangat dekat dimana kode genetik berupa
DNA dienkripsi dalam bentuk kromosom yang selanjutnya kode genetik tersebut ditranslasikan
menjadi protein melalui serangkain mekanisme yang melibatkan RNA dan ribosom (Vo-Dinh,
2005).
Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer yang disebut
polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas suatu asam amino. Asam amino adalah molekul
organik yang memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang mana pada bagian pusat asam
amino terdapat suatu atom karbon asimetrik. Pada keempat pasangannya yang berbeda itu
adalah gugus amino, gugus karboksil, atom hidrogen, dan berbagai gugus yang disimbolkan
dengan huruf R. Gugus R disebut juga sebagai Rantai samping yang berbeda dengan gugus
amino. (Campbell et al., 2009).
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap
jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein
terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel
seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang
berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimia
sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada
kompartemen dari organel sel. Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat
heterogen. Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Protein
merupakan komponen utama bagi semua benda hidup termasuk mikroorganisme, hewan dan
tumbuhan. Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis asam amino. Protein ini memainkan
berbagai peranan dalam benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri benda
hidup.
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N (15,3018%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti
juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks
dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk
menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada
dalam bahan makanan atau bahan lain.
Ciri-ciri Protein:
Protein diperkenalkan sebagai molekul makro pemberi keterangan, karena urutan asam
amino dari protein tertentu mencerminkan keterangan genetik yang terkandung dalam urutan
basa dari bagian yang bersangkutan dalam DNA yang mengarahkan biosintesis protein. Tiap
jenis protein ditandai ciri-cirinya oleh:
1. Susunan kimia yang khas
Setiap protein individual merupakan senyawa murni
2. Bobot molekular yang khas
Semua molekul dalam suatu contoh tertentu dari protein murni mempunyai bobot
molekular yang sama. Karena molekulnya yang besar maka protein mudah sekali
mengalami perubahan fisik ataupun aktivitas biologisnya.
3. Urutan asam amino yang khas
Urutan asam amino dari protein tertentu adalah terinci secara genetik. Akan tetapi,
perubahan-perubahan kecil dalam urutan asam amino dari protein tertentu.
Atas dasar susunan asam amino serta ikatan-ikatan yang terjadi antara asam amino
dalam suatu molekul protein, struktur protein bisa dibedakan menjadi 4 macam, yaitu struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
1. Struktur primer (struktur utama)
Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen
melalui ikatan peptida.
2. Struktur sekunder
Protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino.
Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping
yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis
struktur sekunder, yaitu: -heliks dan -sheet.
3. Struktur Tersier
Terbentuk karena adanya pelipatan membentuk struktur yang kompleks. Pelipatan
distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan
hidrofilik.
4. Struktur Kuartener
Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit. Interaksi
intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur keempat/kuartener.
Protein sering mengalami perubahan sifat setelah mengalami perlakuan tertentu, meskipun
sangat sedikit ataupun ringan dan belum menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan kovalen
atau peptida. Perubahan ini disebut dengan denaturasi protein. Denaturasi protein melibatkan
rusaknya struktur sekunder dan tersier namun tidak cukup kuat untuk memecahkan ikatan
peptida, sehingga struktur primer protein (rangkaian asam amino) tetap sama.
Denaturasi protein dapat terjadi dengan berbagai macam perlakuan, antara lain dengan
perlakuan panas, pH, garam dan tegangan permukaan. Suhu mulai terjadinya denaturasi
sebagan besar protein terjadi berkisar antara 70-75oC. Setelah mengalami denaturasi, protein
akan mengendap, karena gugus-gugus yang bermuatan positif dan negatif dalam jumlah yang
sama atau netral atau dalam keadaan titik isoelektrik. Oleh karena itu, kita bisa mengamati
adanya presipitasi atau koagulasi protein. Terjadi pemutusan ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik dan ikatan garam sehingga molekul protein tidak memiliki lipatan lagi. Protein yang
mengalami denaturasi juga akan mengalami perubahan seperti naiknya viskositas (karena mol
menjadi asimetris dan hilangnya lipatan) dan meningkatnya rotasi optis larutan protein.
Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang didenaturasi
membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah menjadi padat atau setengah
padat (gel) dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk spiral-spiral yang membuka
dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur yang lama
dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas,
pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein
biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin
terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran
telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau menjadi lebih kuat.
METODOLOGI
Praktikum ini di laksanakan di Laboratorium Avertebrata Air, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu praktikum ini dilakukan pada hari Senin, 31
Oktober 2016 pukul 12.30 WIB.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: beaker glass digunakan tuntuk
wadah sampel pengujian; hot plate digunakan untuk memanaskan dan menghomogenkan
sampel; pH meter digunakan untuk mengukur pH; mortar digunakan untuk menghaluskan
sampel; cawan petri digunakan untuk wadah sampel pengujian; tabung reaksi digunakan untuk
wadah sampel pengujian.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain: NH3, NaOH, H2SO4,
CH3COOH yang digunakan sebagai larutan yang akan ditambahkan dengan sampel; telur
ayam, ikan (daging, tulang, dan kulit) digunakan sebagai sampel yang akan di uji; peraksi
ninhidrin digunakan sebagai pereaksi pada sampel perlakuan.
Prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Disiapkan 5 ml atau 5 gram sampel didalam wadah cawan petri atau
beaker glass atau tabung reaksi. Ukur pH sampel
Di tambahkan pereaksi
Sampel
Pengamatan Akhir
Pengamata
Awal
Akhir
n Awal
+AL,AK,BL,B
K
Pemanasan
+Ninhidri
n
Warna
H2SO4:
memudar, amis,
1,5
menggumpal
Warna
Daging
Ikan
CH3COO
H: 4,5
daging cerah
Warna
(putih-pink)
memudar, dan
bersih, bau
bau amis
khas dagin
Warna
memudar, bau
asam,
mengumpal
Tidak ada
perubahan
Warna putih
ikan
pucat, daging
Aquades: 5
hancur, bau
amis
Struktur
NaOH: 11
Daging
Ikan
NH4OH: 7
Berwarna
Warna
putih bening,
memudar bau
bau amis
amis
Aquades: 7
H2SO4: 2
Tulang
Ikan
CH3COO
H: 4
Tekstur
Warna keruh
amis,
Warna keruh
berwarna
Aquades: 7
putih tulang
Terdapat
butiran
Bau amis,
NaOH: 11
Bau amis,
Tulang
Ikan
keras,
NH4OH: 8
berwarna
putih
kemerahan
Aquades: 7
hancur, warna
Tidak ada
larutan mejadi
perubahan
putih, terjadui
penggumpalan
keras, berbau
daging
warna tulang
agak pudarm
warna larutan
keruhm tekstur
tulang hancur
Warna sampel
kemerahan
Warna sampel
Tidak ada
kemerahan
perubahan
Warna sampel
putih pucat
Warna larutan
kekuningan,
bau seperti
ikan
goreng,warna
tulang lebih
pucat
Tidak ada
perubahan
pH
Ke
l
Sampel
Pengamatan Akhir
Pengamata
Awal
Akhir
n Awal
H2SO4: 1
Tekstur telah
Kulit
Ikan
CH3COO
H: 2
rusak, kaku,
bau amis,
warna putih
+AL,AK,BL,B
K
Warna menjadi
Tidak bau
bening, tekstur
amis, tekstur
terkikis
hancur, bau
Warna menjadi
bening, tekstur
tulang hancur
pucat
Warna menjadi
Aquades:
pucat, tekstur
6,5
tetap
Warna bening,
NaOH: 8
Berwarna
tekstur tetap
putih,
Kulit
Ikan
NH4OH:
beraroma
Warna bening,
10
amis ikan,
tekstur tetap
tekstur
kenyal
Aquades: 8
Pemanasan
Tidak ada
bau amis
kekuningan,
ilang
bau cuka
kecuali
Sedikit berbau
pada
amis, warna
aquades
putih, bau
ikan
Warna putih,
bau ikan,
tekstur tetap
Kekuningan,
bau ikan,
tekstur tetap
Warna putih
Warna putih,
pucat, tekstur
bau ikan,
tetap
+Ninhidri
Tidak ada
perubahan
tapi bau
ikan
hilang
semuanya
tekstur tetap
Terdapat
Terjadi
endapan,
H2SO4: 1
Berwarna
bening
Telur
10
CH3COO
H: 3
Aquades:
10
perubahan
warna putih
keruh
Terjadi
warna
Terdapat
penggumpalan
pada
kekuningan,
beraroma
endapan,
pada seluruh
sampel
amis telur
gelembung
sampel
aquades
Berwarna putih
keruh
menjadi
kemerahan
pH
Ke
l
Sampel
Pengamatan Akhir
Pengamata
Awal
Akhir
n Awal
+AL,AK,BL,B
K
Pemanasan
+Ninhidri
n
Terdapat 2
lapisan (bening
NaOH: 8
& kuning)
Terdapat 2
Berbau amis,
NH4OH:
Telur
10
10
berwarna
kuning
bening
lapisan (putih
keruh &
bening)
Terdapat 2
Aquades:
lapisan (
11
bening &
Terjadi
penggumpalan
pada sampel,
pada
penambahan
Tidak ada
aquades dan
perubahan
NaOH
tercium aroma
khas telur,
warna putih
kuning)
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, sampel yang digunakan untuk diuji
adalah daging ikan, tulang ikan, kulit ikan, dan telur ayam. Setiap kelompok ganjil menguji
sampel dengan menambahkan asam kuat dan asam lemah, sedangkan kelompok genap menguji
sampel dengan menambahkan basa kuat dan basa lemah. Asam kuat yang digunakan adalah
H2SO4, asam lemah yang digunakan adalah CH3COOH, basa kuat yang digunakan adalah
NaOH, sedangkan basa lemah yang digunakan adalah NH3. Banyaknya larutan yang
ditambahkan yaitu tiap asam dan basa 2 ml ditambah aquades 1 ml dan banyaknya aquades
yang ditambahkan yaitu sebanyak 3 ml.
Pemanasan dapat menurunkan kandungan protein akibat terjadinya hidrolisis protein
karena denaturasi, yang ditandai dengan terbentuknya reaksi maillard (Nuhriawangsadan S,
2007).
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel telur, menunjukkan hasil tentang sifat
amfoter pada protein yang ada pada telur. Telur mempunyai pH awal 10 dengan tekstur kental,
berwarna bening kekuningan, dan beraroma amis telur. Penambahan 2 ml H2SO4 dan 1 ml
aquades mengakibatkan pH telur menurun menjadi 1 dan terdapat endapan berwarna putih.
Sementara itu, pada penambahan 2 ml CH3COOH dan 1 ml aquades mengakibatkan penurunan
pH menjadi 3 dan terdapat gumpalan pada telur tersebut. Hal ini terjadi karena sifat protein
yang koagulan amfoter. Penambahan asam asetat dan dilajut dengan pemanasan akan
menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein akan mengendap.
Pengendapan protein oleh asam asetat terjadi cukup cepat karena adanya panas. Penambahan
3 ml aquades tidak mengakibatkan perubahan pH tetapi mengalami perubahan warna menjadi
putih keruh. Setelah dipanaskan terdapat gumpalan pada sampel. Hal ini menunjukkan adanya
koagulasi. Panas dapat menyebabkan koagulasi protein dengan suhu efektif berkisar antara 3875 C. Misalnya pada telur yang mula-mula bening, tidak berwarna, bila dipanaskan berubah
menjadi padatan atau gumpalan berwarna putih (Girindra, Aisjah 1990).
Penambahan 2 ml NaOH pada sampel telur mengakibatkan kenaikan pH menjadi 8 dan
penambahan 2 ml NH4OH mengakibatkan kenaikan pH menjadi 10. NaOH yang bersifat basa
dilakukan mengakibatkan terbuktiknya adanya ikatan peptida pada protein karena larutan
tersebut akan bereaksi dengan polipeptida. Protein yang menggumpal atau mengendap
merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu protein (Triyono, 2010).
Terjadinya denaturasi pada protein dapat disebabkan faktor, seperti pengaruh
pemanasan, asam atau basa, garam, dan pengadukan. Pengembangan molekul protein akan
membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipetida. Apabila ikatan-ikatan antara gugusgugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila
cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi, maka protein akan mengendap (Winarno 1992
dalam Triyono 2010).
Pada sampel daging ikan, sampel ini mempunyai pH awal 6 dengan warna daging putih
bersih dan beraroma amis khas daging. Hanya saja ketika penambahan asam dan basa terjadi
perubahan pH dan warna. Adanya perubahan warna disebabkan adanya senyawa yang
mengandung kromatoform. Penambahan H2SO4 dan aquades mengakibatkan pH daging
menurun menjadi 1,5 dan warna daging menjadi pudar. Sementara itu, pada penambahan
CH3COOH dan aquades mengakibatkan penurunan pH menjadi 4,5 dan terdapat gumpalan
pada telur tersebut. Penambahan aquades mengakibatkan perubahan pH menjadi 5.
Penambahan NaOH pada sampel daging mengakibatkan kenaikan pH menjadi 11 dan
penambahan NH4OH mengakibatkan kenaikan pH menjadi 7. Kemudian dilakukan pemanasan
dengan hot plate selama 30 menit. Hasil pengamatan setelah pemanasan yaitu daging ikan
menggumpal, warna memudar, dan tekstur daging hancur. Penggumpalan protein dan endapan
yang terbentuk dapat disebabkan oleh terjadinya koagulasi dan denaturasi protein. Proses
pemanasan dapat mendenaturasi protein miofibrilar.
Pada sampel kulit ikan, mempunyai pH awal 7 dengan tekstur kenyal, berwarna putih,
dan beraroma amis. Hanya saja ketika penambahan asam dan basa terjadi perubahan pH, warna
menjadi bening, tetapi tekstur kulit ikan tetap. Penambahan H2SO4 dan aquades mengakibatkan
pH kulit menurun menjadi 1. Sementara itu, pada penambahan CH3COOH dan aquades
mengakibatkan penurunan pH menjadi 2. Penambahan aquades mengakibatkan perubahan pH
menjadi 6,5 dan warna putih pucat. Penambahan NaOH pada sampel kulit mengakibatkan
kenaikan pH menjadi 8 dan penambahan NH4OH mengakibatkan kenaikan pH menjadi 10.
Kemudian dilakukan pemanasan dengan hot plate selama 30 menit. Hasil pengamatan setelah
pemanasan yaitu pada penambahan asam tektsur menjadi hancur setelah pemanasan tetapi pada
penambahan basa tekstur tetap setelah pemanasan. Hal ini terjadi karena pada saat proses
pemanasan dan penambahan asam, terjadi proses koagulasi dan ada yang terdenaturasi lebih
lanjut pada saat pemanasan.
Pada sampel tulang ikan, sampel ini mempunyai pH awal 7 dengan tekstur keras,
berwarna putih, dan beraroma amis. Hanya saja ketika penambahan asam dan basa terjadi
perubahan pH, warna menjadi keruh, tetapi tekstur tulang hancur. Penambahan H2SO4 dan
aquades mengakibatkan pH tulang menurun menjadi 2. Sementara itu, pada penambahan
CH3COOH dan aquades mengakibatkan penurunan pH menjadi 4. Penambahan aquades tidak
mengakibatkan perubahan pH hanya terdapat butiran-butiran pada tulang. Penambahan NaOH
pada sampel tulang mengakibatkan kenaikan pH menjadi 11 dan penambahan NH4OH
mengakibatkan kenaikan pH menjadi 8. Kemudian dilakukan pemanasan dengan hot plate
selama 30 menit. Hasil pengamatan setelah pemanasan yaitu warna sampel menjadi
kemerahan, struktur tulang hancur yang diberi basa kuat, dan sedikit berbau amis. Hal ini
terjadi karena larutan NaOH mengakibatkan terjadinya koagulasi dan larut karena NaOH
memiliki sifat panas dan merupakan zat kimia yang memiliki konstanta di elektrolit yang tinggi
yang mengakibatkan kerusakan pada tekstur tulang. Pemanasan itu akan merusak struktur
kuartener, tersier dan sekunder dari protein yang disebut dengan denaturasi.
Setelah pemanasan bau amis pada semua sampel hilang. Hal ini terjadi karena struktur
yang menyebabkannya (sekunder, tersier, atau kuarterner) terpecah. Semua sampel setelah
dipanaskan diberi pereaksi ninhidrin. Pereaksi ninhidrin adalah suatu reagen berguna untuk
mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini
merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam amino menghasilkan zat
berwarna ungu (Hart dkk 2003). Setelah ditambahkan pereaksi ninhidrin, tidak terjadi
perubahan pada semua sampel. Hal ini menunjukan bahwa protein sudah terdenaturasi dan
struktur protein sudah rusak. Rusaknya protein dapat terjadi karena pemanasan atau
penumbukan.
KESIMPULAN
Denaturasi Protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk
protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural. Ciri-ciri suatu
protein yang mengalami dapat dilihat dari perubahan struktur fisiknya, protein yang
terdenaturasi biasanya mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu,
protein yang terdenafcturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian
hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini
akan membuat perubahan kelarutan. Denaturasi protein dapat diakibatkan oleh asam basa,
logam berat, pemanasan dan alkohol. Penggunaan asam basa dapat mengakibatkan denaturasi
protein. Semakin asam sebuah sampel maka nilai pH semakin rendah, sebaliknya basa semakin
tinggi nilai pHnya. Pemanasan dapat menyebabkan gumpalan pada sampel daging (koagulasi).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A, J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 1 (Terjemahan) Erlangga.
Jakarta
Girindra, Aisjah. 1990. Biokimia 1st . Jakarta: Gramedia.
Lehninger (1996). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga
Nuhriawangsa, A.M.P dan Pudjomartatmo. 2002. Kegunaan Enzim Papain dan
Pemanggangan untuk Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir. Laporan
Penelitian Dosen Muda. Fakultas Pertanian, UNS, Surakarta. Hal 8.
Sudarmadji, S. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Stoker, H. Stephen. 2010. General, Organic, And Biological Chemistry Fifth Edition Page
684 Cengage Learning : Belmont, CA USA
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi
Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.).
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Dipenogoro Semarang. 4-5 Agustus.
LAMPIRAN
Gambar 4. NaOH
Gambar 3. NH4OH
Gambar 6. Sampel setelah ditambahkan
asam dan basa