Anda di halaman 1dari 24

Nama : Ratna Wahyuningsih

NIM

: 13.20.028

Kelas : S1.4A
Jurnal Ke 1

Judul Jurnal

Peran Petugas Kesehatan Dalam Manajemen Penanganan


Bencana Alam

Penulis Jurnal

Siti Nurmawan Sinaga, SKM, M.Kes.

Tahun Terbit

Vol.1 No. 1 Januari 2015

Jurnal

Latar Belakang

Kejadian letusan gunung Sinabung di Kabupten Karo


merupakan salah satu kejadian bencana alam yang secara
global dapat mengganggu kesehatan masyarakat pada
umumnya dan korban erupsi pada khususnya. Dampak
bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat,
pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakangan,
dan hancurnya lingkungan hidup masyarakat. Salah satu
syarat sukses dalam management bencana adalah tenaga
kesehatan. Hal inilah yang biasanya menjadi titik lemah
penanganan

bencana

di

Indonesia,

termasuk

kasus

penanganan letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo


pada saat-saat awal kejadian bencana, dimana untuk tenaga
kesehatan perannya sangat diperlukan.
Tujuan

1 | Page

Untuk mengetahui peran petugas kesehatan dalam

manajemen penanganan bencana alam.


Resume Jurnal

Bencana adalah masalah serius terhadap segala kegiatan


di masyarakat yang menimbulkan kerugian besar pada
kehidupan masyarakat baik itu materi, ekonomi, atau
lingkungan dan masyarakat tidak mampu mengatasi keadaan
tersebut dengan kemampuannya sendiri (International
Strategy for Disaster Reduction, 2004).
Tahapan Bencana / Disaster dibagi beberapa tahap yaitu :
1. Tahapan Pra Disaster (pra bencana)
Durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana
sampai tahap serangan atau impact. Pada tahap ini
masyarakat dilatih tanggap terhadap bencana yang
mungkin terjadi.
Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah:
a. Tenaga

kesehatan

pendidikan

ikut

mengenai

dalam

pelatihan

penanggulangan

dan

ancaman

bencana untuk tiap fasenya.


b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas
pemerintah, organisasi lingkungan, palang merah
nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam

memberikan

penyuluhan

dan

simulasi

persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.


c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi
kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana.
2. Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact
phase), waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai
beberapa minggu atau bahkan bulan.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:
1. Bertindak cepat

2 | Page

2. Do not promise, tidak menjanjikan apapun secara


pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar
pada korban selamat
3. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
4. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk
setiap kelompok yang menanggulangi terjadinya
bencana
3. Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan
bencana yang pertama, bila serangan bencana terjadi
secara periodik, tahap emergensi bisa terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi
ini, korban memerlukan bantu-an dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus
yang terampil dan tersertifikasi.
4. Tahap Rekonstruksi/ Tahap Pembangunan
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana
umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau
tempat pertemuan warga. Tidak hanya kebutuhan fisik
yang dibangun tapi juga budaya. Dengan harapan
kehidupan akan lebih baik sebelum terjadi bencana.
Sedangkan manajemen Bencana adalah segala bentuk
kegiatan untuk mengendalikan bencana dan keadaan
darurat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk
menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi
agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak
bencana.
Tujuan dari manajemen bencana:
a. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik,
ekonomi

maupun

jiwa

yang

dialami

perorangan, masyarakat negara.


b. Mengurangi penderitaan korban bencana

3 | Page

oleh

c. Mempercepat pemulihan
d. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau
masyarakat

yang

kehilangan

tempat

ketika

kehidupannya terancam
Didalam

siklus

manajemen

bencana

terdapat

beberapa tahapan dalam upaya untuk menangani suatu


bencana yaitu:
1. Penanganan

Darurat;

yaitu

upaya

untuk

menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta


menangani gangguan kerusakan dan dampak lain
suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu
kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa
yang berada di luar kemampuan masyarakat
untuk menghadapinya dengan sumber daya atau
kapasitas yang ada
2. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang
dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi.
Proses recovery terdiri dari:
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan
secara langsung yang sifatnya sementara atau
berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya
permanen
3. Pencegahan

(prevension);

upaya

untuk

menghilangkan atau mengurangi kemungkinan


timbulnya suatu ancaman. Namun perlu disadari
bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif
terhadap sebagian besar bencana.
4.

Mitigasi

(mitigation);

yaitu

upaya

yang

dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari


suatu ancaman. Misalnya: penataan kembali
lahan

4 | Page

desa

agar

terjadinya

banjir

tidak

menimbulkan kerugian besar.


5.

Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan


rencana

untuk

(kemungkinan

bertindak
akan

ketika

terjadi)

terjadi
bencana.

Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap


kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat
danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini
dapat mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman.
Tugas dan Peran setiap team penanganan
bencana:
1. Team Pendukung
Kelompok

ini

melakukan

analisis

kemungkinan-kemungkinan dari resiko yang


terjadi di Rumah Sakit. Beberapa tanggung
jawab mereka adalah:
a. Mengamankan perlengkapan rumah sakit
b. Menyiapkan

peralatan

yang

dibutuhkan

setelah bencana, termasuk air bersih, makanan


dan pengobatan yang dibutuhkan.
c. Menggambar dari peta daerah tersebut lokasi
dari rumah sakit serta mengidentifikasi tempat
yang aman atau yang berbahaya.
d. Mengaktifkan sistem manajemen bencana di
rumah sakit
2. Team Manajemen Informasi
Bagian aktifitas dari kelompok manajemen
informasi selama bencana, adalah meliputi:
a. Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa
terjadi saat itu.
b. Menyediakan informasi dan panduan untuk

5 | Page

pasien dan personal rumah sakit lainnya.


c. Mengatur informasi dan menghubungkan
informasi tersebut pada setiap team pencarian,
penampungan, pemadam kebakaran serta
team pendukung.
d. Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta
jalan-jalan yang saling digunakan.
e. Kewaspadaan publik melalui media massa.
f. Memberikan list dari nomer telepon darurat
untuk

kepentingan

pasien

yang

membutuhkan.
g. Melaporkan segala akibat dari bencana
3. Team Pencarian
Tujuannya untuk pencarian dan penyelamatan
pada saat dan selama terjadinya bencana.
Kegiatan utama mereka adalah:
a. Membangun

penyidikan

untuk

mencari

korban dan yang terjebak


b. Melakukan observasi dari kerusakan di daerah
tersebut dan mencegah orang untuk masuk di
daerah tersebut
c. Memindahkan dan mengevakuasi yang cedera
dari tempat yang berbahaya ke tempat yang
aman.
4. Team Penampungan Sementara
Kelompok ini termasuk penempatan tenda,
tempat penampungan sementara atau tenda
darurat setelah bencana. Beberapa aktifitas
mereka adalah:
5. Team Pemadam Kebakaran
Kemungkinan untuk terjadinya kebakaran
ketika terjadi bencana adalah sangat tinggi,

6 | Page

kelompok pemadam kebakaran mempunyai


tugas sebagai berikut:
6. Team Pemulihan
Bagian dari team pemulihan adalah:
a. Pemulihan jangka panjang dan membantu
menstabilkan kondisi rumah sakit
b. Melakukan pelayanan kesehatan ulang di
rumah sakit
c. Menyediakan bantuan fisik dan psikologis
pada pasien, korban yang terluka dan pada
mereka yang kehilangan anggota keluarganya
7. Team Rekonstruksi
Bagian

dari

tanggung

jawab

team

rekonstruksi adalah
a. Mempertimbangkan area yang rusak dari
rumah sakit
b. Merekonstruksi struktur kerusakan yang ada
di Rumah Sakit
c. Pembangunan jangka panjang dari gedung
Salah satu syarat sukses penanganan emergency bencana
Kesimpulan Jurnal

adalah

kepemimpinan.

Ketiadaan

atau

kelemahan

kepemimpinan adalah kebingungan, kehancuran, kerugian,


dan malapetaka. Kepemimpinan yang dimaksud tentu
selayaknya dari unsur pemilik otoritas (pemerintah).
Keberhasilan semua elemen masyarakat dalam kancah
bencana

sangat

tergantung

keberadaan

pemimpin.

Kepemimpinan dalam penanganan emergency bencana


haruslah mampu dengan cepat, tepat, dan berani mengambil
keputusan, bersikap tegas, menjalankan sistem instruksi
bukan diskusi.
Jurnal ke 2

7 | Page

Judul Jurnal

Manajemen Penanggulangan Bencana Banjir, Puting


Beliung, Dan Tanah Longsor Di Kabupaten Jombang

Penulis Jurnal

Farichatun Nisa

Tahun Terbit

Vol. 2, No. 2, September 2014, 103-220

Jurnal

Latar Belakang

Di Indonesia, manajemen resiko terhadap bencana alam


maupun manusia masih cenderung rendah. Walaupun
perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat
pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana
alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya
perbaikan yang lebih signifikan.Daerah-daerah yang rentan
bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan
dini,

kewasapadaan

resiko

bencana

dan

kecakapan

manajemen bencana.
Paradigma kebencanaan yang yang dahulu berfokus
kepada penanganan kedaruratan sekarang sudah mengalami
perubahan paradigma menjadi pengurangan risiko bencana
yang diwujudkan dalam bentuk kesiapsiagaan aparat dan
masyarakat. Pergeseran paradigma ini telah mendorong
perubahan radikal cara pandang terhadap penanggulangan
bencana,

jika

sebelumnya

penanggulangan

bencana

merupakan tindakan yang terbatas pada keadaan darurat saja,


sekarang dan kedepan penanggulangan bencana dipandang
sebagai

suatu

upaya

yang

menitikberatkan

kepada

manajemen pengurangan resiko bencana.


Untuk mengetahui dan mendeskripsikan manajemen
Tujuan

penanggulangan bencana alam oleh BPBD Kabupaten


Jombang serta partisipasi masyarakat dalam penanggulangan

8 | Page

bencana alam di Kabupaten Jombang.


Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus
Resume Jurnal

menerus dimana pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat


sipil merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana,
mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi, dan
mengambil langkah-langkah untuk pemulihan (Susanto
2006:10). Nick Carter (1991) dalam bukunya yang berjudul
Disaster Management : A Disaster Managers Handbook,
yang terdiri dari enam tahapan dalam manajemen bencana
yaitu prevention (pencegahan), mitigation (peringanan),
preparedness (kesiapsiagaan), disaster impact (dampak
bencana), response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan
development (pembangunan) (Carter 1991:56).
Dalam penelitian ini penanggulangan bencana alam
hanya menggunakan 3 tahap, yaitu tahapan setelah bencana
terjadi, meliputi tahap response (tanggapan), recovery
(pemulihan), dan development (pembangunan). Meskipun
mengambil 3 tahap saja tetapi sudah menggambarkan
manajemen bencana secara keseluruhan.
Response adalah tindakan yang segera diambil sebelum
dan sesudah dampak bencana yang diarahkan untuk
menyelamatkan nyawa dan melindungi harta benda, dan
yang berurusan dengan gangguan langsung, kerusakan dan
efek lainnya yang disebabkan oleh bencana.
Recovery adalah proses dimana masyarakat dan bangsa
dibantu untuk kembali ke fungsi kehidupan seperti
sebelumnya setelah bencana.
Sedangkan
kegiatan

yang

development
berhubungan

adalah

hubungan

dengan

bencana

antara
dan

pembangunan nasional yang dimaksudkan untuk memastikan


bahwa hasil bencana secara efektif tercermin dalam
kebijakan masa depan untuk kepentingan kemajuan nasional.

9 | Page

Bencana alam yang dibahas dalam penelitian ini


meliputi banjir, angin puting beliung dan tanah longsor.
Manajemen Penanggulangan Bencana Alam oleh
BPBD Kabupaten Jombang
1. Response
Tindakan response yang dilakukan sebelum bencana
terjadi ini dilakukan pada kejadian angin puting beliung
saja. Hal tersebut berupa tindakan kontra bencana
berupa sosialisasi jika BMKG menginfokan adanya
potensi putting beliung, sosialisasi untuk membangun
rumah sesuai standar teknis dan melakukan penebangan
terhadap pohon-pohon tinggi agar tidak tumbang saat
terkena angin kencang.
Sedangkan tindakan

yang

dilakukan

setelah

terjadinya bencana adalah pengiriman TRC (Tim Reaksi


Cepat) untuk melakukan kaji cepat tentang pendataan
korban, bagaimana situasi dan kondisi di lapangan dan
apa saja yang dibutuhkan oleh korban bencana, dan
melakukan koordinasi dengan SKPD terkait untuk
penanganan response setelah menerima laporan adanya
kejadian, penyelamatan manusia, tindakan evakuasi,
penyediaan kebutuhan dasar, dan penyediaan dapur
umum.
2. Recovery
Pada tahapan

recovery

sebagai

manajemen

penanggulangan bencana di Kabupaten Jombang antara


lain, pertama restorasi dengan pembersihan puingpuing,
pembangunan rekonstruksi darurat untuk memudahkan
evakuasi

juga

sebagai

sarana

sementara

untuk

masyarakat beraktivitas. Kedua, rehabilitasi fisik seperti


yang

dicontohkan

diatas

dalam

hal

ini

sudah

dimasukkan dalam tindakan response bencan. Ketiga,


rehabilitasi sosial belum pernah dilakukan karena

10 | P a g e

selama BPBD berdiri belum pernah terjadi bencana


besar yang mengharuskan BPBD melakukan hal
tersebut. Keempat, rekonstruksi dengan melakukan
analisis DALA (Damage and Losses Assessment) untuk
menghitung nilai kerusakan, pemulihan sarana dan
prasarana

umum,

rekonstruksi

permanen

dengan

pemberian bantuan material, memberikan bantuan


sembako dan bantuan material untuk memperbaiki
rumah yang rusak untuk korban angin puting beliung,
melakukan koordinasi dengan pemilik kewenangan di
wilayah

terdampak

bencana

untuk

melakukan

rekonstruksi, dan untuk daerah yang sudah tidak layak


huni akibat bencana, maka akan diusahakan untuk
mencari tempat tinggal baru.
3. Development
Upaya struktural yang sudah dilakukan dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Jombang yaitu
pembangunan tanggul melalui penghitungan teknis agar
jika terjadi banjir seperti sebelumnya, tanggul tersebut
dapat kuat menahan aliran air dan tidak terjadi banjir
seperti

sebelumnya;

terintegrasi

dari

hulu

perencanaan
hingga

sungai

hilir;

yang

melakukan

identifikasi daerah resiko; serta pemasangan rambu dan


EWS (Early Warning System) untuk banjir dan tanah
longsor. Sedangkan untuk upaya nonstruktural, tindakan
yang dilakukan adalah pembentukan desa tangguh,
melakukan amatan terhadap pohon-pohon yang jika
membahayakan pohon-pohon tersebut disarankan untuk
ditebang sebagai tindakan mitigasi angin puting beliung,
menyarankan agar masyarakat membangun rumah
sesuai dengan standar teknis, dan melakukan sosialisasi
kebencanaan kepada masyarakat.
Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan

11 | P a g e

Bencana Alam
Bentuk partisipasi masyarakat yang dominan dalam
penanggulangan bencana alam di Kabupaten Jombang
adalah

partisipasi

sosial

dan

partisipasi

tenaga.

Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam


penanggulangan bencana bukan hanya partisipasi tenaga
dan sosial diatas, tetapi partisipasi buah pikiran, harta
benda, keterampilan dan kemahiran. Partisipasi buah
pikiran yang dilakukan masyarakat adalah dengan
keikutsertaannya dalam rapat atau sosialisasi tentang
kebencanaan yang dilakukan oleh BPBD kepada
masyarakat. Selain itu, partisipasi buah pikiran juga
dituangkan dalam bentuk gagasan para perangkat Desa
Kademangan untuk perbaikan tanggul yang biasa
menyebabkan banjir di daerah tersebut meskipun
hasilnya masih nihil hingga sekarang. Untuk partisipasi
harta benda, tindakan yang dilakukan oleh masyarakat
adalah dengan memberikan bantuan harta benda dari
masyarakat yang mampu secara ekonomi kepada
masyarakat yang lain saat terjadi banjir, berupa mie
instant atau kebutuhan pokok lainnya. Sedangkan untuk
partisipasi keterampilan dan kemahiran, tindakan yang
dilakukan adalah pelatihan penggunaan perahu karet
kepada para pemuda Desa Kademangan yang digunakan
untuk evakuasi warga saat desa terjadi banjir di wilayah
tersebut, serta pengetahuan dan penguasaan masyarakat
tentang

medan

yang

membantu

relawan

untuk

melakukan search and rescue.


Kesimpulan Jurnal

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa


tahapan paling menonjol yang dilakukan adalah pada saat
response bencana. Hal tersebut dilakukan melalui tindakan
sebelum terjadinya bencana melalui sosialisasi dari BMKG

12 | P a g e

dan tindakan sesudah terjadinya bencana melalui pengiriman


tim reaksi cepat. Kedua tindakan tersebut memiliki
keterkaitan yang sangat penting dalam penanggulangan
bencana untuk meminimalisir adanya korban. Sedangkan
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh masyarakat
berupa partisipasi dalam bentuk partisipasi buah pikiran,
tenaga, harta benda keterampilan dan kemahiran, serta
partisipasi sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa
partisipasi paling menonjol yang dilakukan masyarakat
dalam penanggulangan bencana adalah partisipasi tenaga dan
partisipasi sosial.

Rangkuman dan Hasil Pembelajaran


Perlu adanya manajemen di setiap bencana, baik itu tanah longsor, angin
putting beliung, banjir, gunung meletus atau bencana lain. Penerapan manajemen
di setiap bencana bertujuan untuk mengurangi kerugian yang dialami oleh korban
dan Negara, membantu pemulihan agar lebih cepat sehingga mengurangi
penderitaan korban, menyediakan kebutuhan bagi korban mulai dari tempat
pengngungsian, sembako, air bersih dll.
Dalam jurnal yang ke 1 manajemen bencana memiliki 5 tahapan terdiri dari
penanganan darurat, pemulihan (recovery) yang dibedakan menjadi 2 yakni
rehabilitasi dan rekonstruksi, pencegahan (prevension), mitigasi (mitigasion), dan
kesiapsiagaan. Di setiap team memiliki tugas masing-masing, team penanganan
bencana ini terdiri dari berbagai pihak dan sudah disiapkan sesuai keahliannya.
Dalam jurnal ini dijelaskan peran tenaga kesehatan sangatlah penting mulai dari
bencana yang belum terjadi, pada saat bencana, dan setelah bencana itu terjadi.
Sedangkan dalam jurnal yang ke 2 dari 6 tahapan hanya menggunakan 3
tahapan yakni response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan development
(pembangunan) 3 tahapan ini dianggap sudah mewakili seluruh tahap. Tahap ini
diaplikasikan dalam menangani bencana tanah longsor, banjir, dan angin putting

13 | P a g e

beliung di jombang. Semua tahapan dilakukan sesuai prosedur tapi yang lebih
menonjol adalah tahap response, dalam tahap response dilakukan dua hal sebelum
terjadi dan setelah terjadi bencana. Dalam 3 tahapan tersebut partisipasi
masyarakat sangatlah besar, mulai dari partisipasi tenaga dan partisipasi sosial.
Kesimpulan menurut saya meskipun kedua jurnal menggunakan tahapan yang
berbeda dalam menanggulangi bencana, serta pada jurnal yang 1 lebih
menjelaskan tentang peranan tenaga kesehatan dan tenag ahli yang lain di jurnal
yang ke 2 lebih menjelaskan tentang partisipasi masyarakat. Tapi penerapan
manajemen bencana memiliki tujuan yang sama yakni mencegah banyaknya
korban jiwa saat terjadi bencana dan mengurangi dampak yang merugikan baik itu
dari segi material maupun non material khususnya bagi korban yang terkena
bencana.

KERANGKA KERJA SENDAI UNTUK PENGURANGAN RISIKO


BENCANA TAHUN 2015 2030
A.

Pendahuluan
1) Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Resiko Bencana tahun 2015
2030 diadopsi dalam Konferensi Pengurangan Resiko Bencana
Persatuan Bangsa Bangsa ketiga, Kerangka Kerja ini memberikan
kesempatan unik bagi negara-negara untuk:

14 | P a g e

a. Mengadopsi paska Kerangka Kerja 2015 tentang Pengurangan


Resiko Bencana yang ringkas, berpandangan ke depan dan
berorientasi aksi;
b. Menyelesaikan asesmen dan ulasan atas penerapan Kerangka kerja
Aksi Hyogo tahun 2005 2015: Membangun Ketahanan Negara dan
Masyarakat terhadap Bencana;
c. Mempertimbangkan pengalaman yang diperoleh dari strategi-strategi
regional dan nasional/institusi dan rencana pengurangan resiko
bencana serta rekomendasi-rekomendasi mereka, juga perjanjian
regional terkait untuk pelaksanaan Kerangka Kerja Aksi Hyogo;
d. Mengidentifikasi modalitas kerja sama berdasarkan komitmen untuk
menerapkan paska kerangka kerja Pengurangan Resiko Bencana
tahun 2015.
e. Menetapkan modalitas untuk ulasan periodik tentang implementasi
paska kinerja Pengurangan Resiko Bencana tahun 2015.
2) Selama konferensi Dunia, negara-negara juga menegaskan kembali
komitmen mereka untuk mengatasi masalah Pengurangan Resiko
Bencana dan Ketahanan Gedung terhadap bencana.
Kerangka Aksi Hyogo: Pelajaran, Perbedaan Yang Teridentifikasi
Dan Tantangan Di Masa Depan.
3) Sejak Kerangka Kerja Hyogo diadopsi tahun 2005, telah banyak dicapai
kemajuan dalam mengurangi resiko bencana di tataran lokal, nasional,
regional dan dunia. Mengurangi Resiko Bencana adalah investasi yang
efektif dalam upaya mencegah kerugian di masa depan. Manajemen
Resiko Bencana yang efektif mendukung pembangunan berkelanjutan.
Kerangka Aksi Hyogo telah menjadi instrumen penting di dalam
meningkatkan kesadaran publik dan institiusi, menciptakan komitmen
politik dan memfokuskan serta mengkatalisasi aksi beragam pemangku
kepentingan di semua level.
4) Namun, selama kurun waktu 10 tahun, bencana masih terus memberikan
dampak berat dan sebagai hasilnya, kesejahteraan dan keselamatan
manusia, masyarakat dan negara secara keseluruhan terkena dampaknya.

15 | P a g e

Bencana skala kecil dan bencana slow-onset yang terjadi berulang


terutama mempengaruhi masyarakat, rumah tangga dan pengusaha kecil
dan menengah, menempati prosentase tinggi dalam kerugian
5) Mengantisipasi, merencanakan dan mengurangi resiko bencana sangat
mendesak dan penting untuk dilakukan demi melindungi kesejahteraan,
kesehatan, warisan budaya, aset sosial ekonomi dan ekosistem manusia,
komunitas dan negara secara lebih efektif, sambil juga memperkuat
ketahanan.
6) Pada tiap level perlu dilakukan peningkatan kinerja untuk mengurangi
terpaan dan kerentanan, juga mencegah terciptanya resiko bencana baru,
serta akuntabilitas untuk penciptaan resiko bencana.
7) Harus ada pendekatan pencegahan resiko bencana yang lebih luas dan
berpusat pada manusia.
8) Kerjasama internasional, regional, subregional dan lintas batas masih
tetap penting dalam mendukung usaha sebuah negara, otoritas nasional
dan lokal mereka, demikian juga komunitas dan bisnis, untuk
mengurangi resiko bencana.
9) Kerangka Kerja Hyogo telah memberikan panduan kritis dalam usaha
mengurangi resiko bencana dan telah memberikan kontribusi bagi
kemajuan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.
10) Sepuluh tahun usai pengadopsian Kerangka Kerja Hyogo, bencana terus
mengecilkan usaha mencapai pembangunan berkelanjutan.
11) Negosiasi antar pemerintah pada paska agenda pembangunan 2015,
Memastikan tautan yang terpercaya, sesuai yang dibutuhkan, bagi
proses-proses ini akan membantu mengembangkan ketahanan dan
mencapai tujuan global memberantas kemiskinan.
12)

Dokumen

keluaran

Konferensi

PBB

tentang

Pembangunan

Berkelanjutan, yang diadakan pada tahun 2012, berjudul Masa Depan


Yang Kita Dambakan, menyerukan agar pengurangan resiko bencana
dan pembangunan ketahanan akan bencana dilakukan dengan rasa
urgensi yang baru dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan

16 | P a g e

pemberantasan kemiskinan, juga, seperti seharusnya, diintegrasikan di


semua level.
13) Menangani perubahan iklim sebagai salah satu penyebab resiko bencana,
sambil tetap menghormati mandat Konvensi Kerangka Kerja PBB
tentang Perubahan Iklim, memberikan peluang untuk mengurangi resiko
bencana dengan cara yang bermakna dan masuk akal di seluruh proses
antar pemerintah yang saling berkaitan.
14) Terdapat kebutuhan untuk meningkatkan kerja sama internasional antara
negara maju dan negara berkembang serta antara Negara dan Organisasi
Internasional.
15) Kerangka kerja ini bisa diterapkan pada bencana skala kecil dan besar,
berkala dan tidak berkala, tiba-tiba dan slow-onset yang disebabkan oleh
banyak faktor.
B.

Ruang Lingkup Dan Tujuan


Kerangka ini berlaku untuk risiko skala kecil dan besar, sering dan
jarang, bencana tiba-tiba dan lambat-onset, bencana yang disebabkan oleh
alam atau buatan manusia serta terkait lingkungan, teknologi dan bahaya
biologis dan risiko. Bertujuan untuk memandu pengelolaan risiko bencana
multi-bahaya di pembangunan di semua level serta di dalam dan di semua
sector.

C.

Hasil Yang Diharapkan


Penurunan risiko dan kerugian bencana dalam kehidupan, mata
pencaharian dan kesehatan dan dalam ekonomi, fisik, aset sosial, budaya dan
lingkungan dari orang, bisnis, masyarakat dan Negara.

D.

Gol
Mencegah risiko baru dan mengurangi risiko bencana yang ada melalui
penerapan langkah-langkah penilaian terpadu untuk ekonomi, struktural,
hukum, sosial, kesehatan, budaya, pendidikan, lingkungan, teknologi, politik
dan kelembagaan guna mencegah dan mengurangi terpaan bahaya dan

17 | P a g e

kerentanan terhadap bencana, meningkatkan kesiapan untuk respon dan


pemulihan, dan dengan demikian memperkuat ketahanan.
E.

Prinsip-Prinsip Penting
Berangkat dari prinsip-prinsip yang tercantum di Strategi Yokohama
untuk Dunia yang lebih Aman:
a. Tanggung jawab utama Negara adalah mencegah dan mengurangi risiko
bencana, termasuk melalui kerja sama.
b. Tanggung jawab bersama antara otoritas Pemerintah pusat dan nasional,
sektor dan pemangku kepentingan yang sesuai dengan keadaan nasional.
c. Perlindungan orang dan aset sambil mempromosikan dan melindungi
semua hak asasi manusia termasuk hak untuk pembangunan.
d. Keterlibatan semua Lembaga Negara baik lembaga eksekutif dan
legislatif di tingkat nasional dan local.
e. Pengurangan dan manajemen risiko bencana tergantung pada mekanisme
koordinasi di dalam dan lintas sektor dan dengan pemangku kepentingan
yang relevan di semua level.
f. Pemberdayaan otoritas lokal dan masyarakat melalui sumber daya,
insentif dan pengambilan keputusan tanggung jawab yang sesuai.
g. Pengambilan keputusan yang inklusif dan mendapatkan informasi
tentang risiko saat menggunakan pendekatan multi-bahaya.
h. Koherensi pengurangan risiko bencana dan kebijakan pembangunan
berkelanjutan, rencana, dan mekanisme praktek, di berbagai sektor
Akuntansi lokal dan karakteristik khusus risiko bencana ketika
menentukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko.
i. Mengatasi risiko utama melalui investasi lebih hemat dibandingkan
hanya mengandalkan pada respon dan pemulihan paska bencana.
j. Membangun Kembali Lebih Baik untuk mencegah terciptanya risiko
baru, dan mengurangi risiko bencana yang ada.
k. Kualitas kemitraan global dan kerja sama internasional ditingkatkan
menjadi lebih efektif, bermakna dan kuat.

18 | P a g e

l. Dukungan dari negara berkembang dan mitra untuk negara-negara


berkembang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang telah
diidentifikasi oleh mereka.
F.

Target
7 target utama yakni:
a. Mengurangi secara substansial tingkat kematian global akibat bencana di
tahun 2030, menuju penurunan rata-rata tingkat kematian global per
100.000 dalam dekade 2020 -2030 dibandingkan dengan periode 2005
2015.
b. Secara substansial mengurangi jumlah orang yang terkena dampak
secara global di tahun 2030, bertujuan menurunkan angka rata-rata
global per 100.000 di dekade 2020 2030 dibandingkan dengan periode
2005 2015.
c. Mengurangi kerugian ekonomi langsung akibat bencana dalam kaitannya
dengan Produk Domestik Bruto (GDP) di tahun 2030.
d. Secara substansial mengurangi kerusakan akibat bencana pada
infrastruktur penting dan gangguan pada layanan dasar, di antaranya
fasilitas kesehatan dan pendidikan, termasuk melalui pembangunan
ketahanan mereka pada tahun 2030.
e. Secara substansial meningkatkan jumlah negara yang memiliki strategi
pengurangan risiko bencana nasional dan lokal pada tahun 2020.
f. Meningkatkan kerja sama internasional secara substansial untuk negara
berkembang melalui dukungan yang memadai dan berkelanjutan untuk
mendukung

aksi

nasional

mereka

dalam

mengimplementasikan

Kerangka Kerja ini di tahun 2030.


g. Secara substansial meningkatkan ketersediaan dan akses ke sistem
peringatan dini multi bahaya dan informasi risiko bencana serta asesmen
bagi orang di tahun 2030.
G.

Prioritas Aksi
Ada kebutuhan untuk tindakan terfokus dalam dan lintas sektor dengan
Negara di tingkat lokal, nasional, regional dan global dalam empat bidang
prioritas sebagai berikut.

19 | P a g e

1. Prioritas 1
Pemahaman risiko bencana pemahaman
Manajemen risiko bencana perlu berdasarkan pada pemahaman risiko
bencana dalam semua dimensi kerentanan, kapasitas, terpaan orang dan
aset, karakteristik bahaya dan lingkungan Hidup
2. Prioritas 2
Penguatan tata kelola risiko bencana
Tata kelola risiko bencana di tingkat nasional, regional dan global sangat
penting untuk pengelolaan pengurangan risiko bencana di semua sektor
dan memastikan koherensi kerangka nasional dan hukum, peraturan dan
kebijakan publik lokal, dengan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab, membimbing, mendorong dan memberi insentif pada sektor
publik dan swasta untuk mengambil tindakan dan mengatasi risiko
bencana.
3. Prioritas 3
Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketahanan
Investasi publik dan swasta dalam pencegahan dan pengurangan risiko
bencana melalui struktur dan tindakan-tindakan non-struktural yang
penting untuk meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, kesehatan dan
budaya orang, masyarakat, negara dan aset mereka, serta lingkungan. Ini
dapat mendorong inovasi, pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
Langkah-langkah tersebut lebih efektif dari segi pendanaan dan penting
untuk menyelamatkan nyawa, mencegah dan mengurangi kerugian dan
memastikan pemulihan dan rehabilitasi yang efektif.
4. Prioritas 4
Meningkatkan kesiapan bencana untuk respon yang efektif, dan untuk
Membangun Kembali Lebih Baik di masa pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi
Pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan bencana perlu diperkuat
untuk bisa memberikan respon yang lebih efektif dan memastikan
tersedianya kapasitas untuk pemulihan yang efektif. Bencana juga telah
menunjukkan bahwa sebelum bencana terjadi perlu disiapkan tahap
pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Ini adalah kesempatan untuk
Membangun

Kembali

Lebih

Baik

melalui

langkah-langkah

pengurangan risiko bencana yang terintegrasi. Perempuan dan


penyandang cacat harus memimpin publik dan mempromosikan

20 | P a g e

pendekatan akses gender yang adil dan universal selama fase respon dan
fase rekonstruksi.
H.

Peran pemangku kepentingan


Meski Negara bertanggung jawab secara keseluruhan untuk mengurangi
risiko bencana, namun hal ini juga adalah tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan pemangku kepentingan terkait.
Negara seharusnya mendorong semua pemangku kepentingan publik dan
swasta untuk melakukan tindakan berikut:
a. Masyarakat sipil, relawan, organisasi relawan terorganisir dan
organisasi berbasis masyarakat berpartisipasi, bekerja sama dengan
lembaga-lembaga public.
Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa:
i. Perempuan dan partisipasi mereka sangat penting untuk secara
efektif mengelola risiko bencana dan merancang, sumber daya
dan pelaksanaan kebijakan pengurangan risiko bencana yang
peka gender, rencana dan program; dan langkah-langkah
pengembangan kapasitas yang memadai harus diambil
ii. Anak-anak dan pemuda adalah agen perubahan dan harus diberi
ruang dan modalitas
iii. Penyandang cacat dan organisasinya sangat penting dalam
penilaian risiko bencana
iv. Orang tua memiliki bertahun pengetahuan, keterampilan dan
kebijaksanaan
v. Masyarakat

adat,

melalui

pengalaman

dan

pengetahuan

tradisional, memberikan kontribusi penting


vi. Kontribusi migran pada ketahanan masyarakat dan masyarakat,
serta pengetahuan, keterampilan dan kapasitas mereka
b. Akademisi, badan ilmiah dan penelitian dan jaringan memfokuskan
diri pada faktor-faktor dan skenario risiko bencana
c. Bisnis, asosiasi profesi dan lembaga keuangan swasta, termasuk
regulator keuangan dan badan akuntansi, serta yayasan filantropi,
untuk mengintegrasikan manajemen risiko bencana,
21 | P a g e

d. Media mengambil peran aktif dan inklusif di tingkat lokal, nasional,


regional dan global
Semua stakeholder didorong untuk mempublikasikan komitmen dan
keberhasilan mereka mendukung pelaksanaan Kerangka ini, atau rencana
penanggulangan risiko bencana nasional dan lokal, melalui website Kantor
PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana.
I. Kerjasama Internasional Dan Kemitraan Global
Pertimbangan Umum
a. Mengingat kapasitas yang berbeda, serta hubungan antara tingkat
dukungan yang diberikan dan sejauh mana akan dapat melaksanakan
Kerangka ini
b. Kerja sama internasional untuk pengurangan risiko bencana
c. Dalam mengatasi kesenjangan ekonomi dan inovasi serta kapasitas
penelitian di antara negara-negara
d. Perhatian yang sama dan bantuan yang tepat juga harus diperluas ke
negara-negara rawan bencana lain dengan karakteristik tertentu, seperti
negara kepulauan, serta negara-negara dengan garis pantai yang luas.
e. Bencana tidak proporsional dapat mempengaruhi negara berkembang di
kepulauan kecil.
f. peningkatan kerjasama internasional dan penyediaan dukungan yang
memadai untuk Negara-negara Afrika agar Kerangka ini memungkinkan
untuk dilaksanakan.
g. Kerjasama Utara-Selatan, dilengkapi dengan Selatan-Selatan dan
kerjasama segitiga, terbukti menjadi kunci untuk mengurangi risiko
bencana dan ada kebutuhan untuk lebih memperkuat kerjasama di kedua
daerah.
h. Upaya negara-negara berkembang yang menawarkan Selatan-Selatan
dan kerjasama segitiga seharusnya tidak mengurangi kerjasama negaranegara maju Utara-Selatan karena mereka melengkapi kerja sama UtaraSelatan.

22 | P a g e

i. Pembiayaan dari berbagai sumber internasional, publik dan transfer


swasta untuk teknologi ramah lingkungan yang terjangkau, tepat,
modern dan bisa diandalkan, dengan syarat konsesi dan preferensial,
J.

Sarana Pelaksanaan
Untuk mencapai hal ini, perlu:
a. perlu

tersedianya

dukungan

internasional

yang

disempurnakan,

terkoordinasi, berkelanjutan dan memadai


b. pengaturan kerja sama bilateral, regional dan multilateral, termasuk PBB
dan badan-badan lain yang relevan
c. Untuk mempromosikan penggunaan dan perluasan platform kerja sama
tematik
d. Untuk memasukkan pengkuran pengurangan risiko bencana ke dalam
program bantuan pembangunan multilateral dan bilateral di dalam dan di
semua sektor, yang sesuai
Dukungan dari organisasi internasional
1. Untuk mendukung pelaksanaan Kerangka ini, berikut hal yang
diperlukan:
a. PBB dan organisasi-organisasi internasional dan regional lainnya
b. Entitas dari sistem PBB
c. Kantor PBB
d. Lembaga keuangan internasional
e. Organisasi internasional
f. United Nations Global Compact
g. Kapasitas keseluruhan sistem PBB
h. Serikat Antar Parlemen dan badan-badan regional lain
i. Gabungan kota-kota dan organisasi Pemerintah Daerah dan
badan-badan pemerintah local
K.

Aksi Tindak Lanjut

23 | P a g e

Untuk

Pembangunan

Berkelanjutan

dan

peninjauan

kebijakan

komprehensif empat tahunan tersebut dengan mempertimbangkan kontribusi


dari Platform global untuk Pengurangan Risiko Bencana dan platform
regional untuk pengurangan risiko bencana dan Sistem monitor Kerangka
Aksi Hyogo.
Konferensi

merekomendasikan

kepada

Majelis

Umum

untuk

mendirikan, di sesi ke-69, sebuah kelompok kerja terbuka antar pemerintah


terdiri dari ahli yang diusulkan oleh Negara anggota, dan didukung oleh
Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, dengan keterlibatan
pemangku kepentingan terkait.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai