Anda di halaman 1dari 10

JUAL BELI DALAM ISLAM

a.

Pengertian Jual Beli


Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara
terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan
membeli yaitu menerimanya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa jual beli adalah suatu akad
yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli.

b.

Dasar Hukum
Jual beli disyariatkan di dalam Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman:
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

c. Klasifikasi Jual Beli


Jual beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang. Adapun
pengklasifikasian jual beli adalah sebagai berikut:
1.

Berdasarkan Objeknya

Jual beli berdasarkan objek dagangnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

2.

d.

Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.

Jual beli as-Sharf (Money Changer), yaitu penukaran uang dengan uang.

Jual beli muqayadhah (barter), yaitu menukar barang dengan barang.

Berdasarkan Standardisasi Harga


a) Jual Beli Bargainal (tawar menawar), yaitu jual beli di mana penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
b) Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal barang
yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual beli ini terbagi menjadi tiga jenis:
1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli dengan modal dan keuntungan yang diketahui.
2. Jual beli wadhiah, yaitu jual beli dengan harga di bawah modal dan kerugian yang
diketahui.
3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan menjual barang sama dengan harga
modal, tanpa keuntungan atau kerugian.

Cara Pembayaran
Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam:
1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
2. Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasiah).
3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

e. Syarat Sah Jual Beli


Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus
dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu
syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan

objek yang diperjualbelikan.


Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk
melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan
memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum
nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.

Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh
salah satu pihak.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar
faktor ketidaktahuan atau menjual kucing dalam karung karena hal tersebut dilarang.
Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu
tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

f.

Sebab-sebab dilarangnya jual beli


Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
1. Berkaitan dengan objek
2. Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual anak
binatang yang masih dalam tulang sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam
tulang dada induknya (madhamin).
3. Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang
najis, haram dan sebagainya.
4. Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli
fudhuly.

g.

Berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli


1. Jual beli yang mengandung riba
2. Jual beli yang mengandung kecurangan.
Ada juga larangan yang berkaitan dengan hal-hal lain di luar kedua hal di atas seperti
adanya penyulitan dan sikap merugikan, seperti orang yang menjual barang yang masih
dalam proses transaksi temannya, menjual senjata saat terjadinya konflik sesama mulim,
monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena adanya pelanggaran syariat seperti berjualan
pada saat dikumandangkan adzan shalat Jumat.

h.

Jual Beli yang Bermasalah


1.

Jual Beli yang Diharamkan


a) Menjual tanggungan dengan tanggungan
Telah diriwayatkan larangan menjual tanggungan dengan tanggungan
sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi dari Ibnu Umar Ra. Yaitu menjual harga
yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga. Misalnya,
menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan
jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran.
Ini adalah bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.
b)

Jual beli disertai syarat


Jual beli disertai syarat tidak diijinkan dalam hukum Islam.
Malikiyah menganggap syarat ini sebagai syarat yang bertentangan dengan
konsekuensi jual beli seperti agar pembeli tidak menjualnya kembali atau
menggunakannya.
Hambaliyah memahami syarat sebagai yang bertentangan dengan akad, seperti
adanya bentuk usaha lain, seperti jual beli lain atau peminjaman, dan persyaratan
yang membuat jual beli menjadi bergantung, seperti Saya jual ini kepadamu,
kalau si Fulan ridha.

c)

Sedangkan Hanafiyah memahaminya sebagai syarat yang tidak termasuk dalam


konsekuensi perjanjian jual beli, dan tidak relevan dengan perjanjian tersebut
tapi bermanfaat bagi salah satu pihak.

Dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli


Tidak dibolehkan melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi, namun
terdapat perbedaan dalam aplikasinya sebagai berikut:

1. Jual beli dengan dua harga; harga kontan dan harga kredit yang lebih mahal.
Mayoritas ulama sepakat memperbolehkannya dengan ketentuan, sebelum berpisah,
pembeli telah menetapkan pilihannya apakah kontan atau kredit.
2. Jual beli Inah, yaitu menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual
membelinya kembali dengan pembayaran kontan yang lebih murah.
3. Menjual barang yang masih dalam proses transaksi dengan orang atau menawar
barang yang masih ditawar orang lain. Mayoritas ulama fiqih mengharamkan jual
beli ini. Hal ini didasarkan pada larangan dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim,
Janganlah seseorang melakukan transaksi penjualan dalam transaksi orang lain.
4. Menjual anjing. Dalam hadits Ibnu Masud, Rasulullah telah melarang mengambil
untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun (HR. Bukhari).
2.

Jual Beli yang Diperdebatkan

Jual beli Inah. Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman uang dibayar dengan lebih
banyak (riba).

Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian barang dan pembayaran,
ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si pembeli mengembalikan
barang.

Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan sejumlah uang muka
(urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi membelinya, uang itu
dimasukkan ke dalam harganya.

Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil kebutuhan dari penjual secara bertahap, selang
beberapa waktu kemudian membayarnya. Mayoritas ulama membolehkannya, bahkan
bisa jadi lebih menyenangkan bagi pembeli daripada jual beli dengan tawar menawar.

Materi 2

Jual Beli dalam Pandangan Islam

Dalam ajaran Islam terdapat berbagai aturan terkait Muamalah atau Jual - Beli ,
bahkan ada empat macam yang digolongkan sebagai jual - beli yang 'terlarang'
dalam Islam yakni : terlarang sebab ahliah, terlarang dari shigat, terlerang sebab
maqud alaih, dan terlarang sebab syara.
Untuk mengenal lebih jauh mengenai empat macam jual - beli yang terlarang ,
antara lain :
1. Terlarang sebab ahliah (ahli akad)
Ulama sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabila dilakukan oleh orang
yang baligh, berakal, dapat memilih, dan mampu bertasharruf secara bebas dan
baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual beli belinya adalah sebagai berikut.
a. Jual beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya,
seperti orang mabuk.
b. Jual beli anak kecil
Ulama fiqih juga sepakat bahwa jual belinya anaka kecil (belum mumayyiz)
dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele.
Menurut ulama Syafiiyah, jual beli anak mumayyiz yang belum baligh tidak sah
karena tidak ada ahliah. Adapun menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, dan
Hanbaliyah jual belinya anak kecil dipandang sah jika diizinkan oleh walinya. Mereka
antara lain beralasan, salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan
memberikan keluasan unuk jual beli.
c. Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur ulama jika barang yang
dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya). Adapun menurut ulama syafiiyah,
jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang
jelek dan yang baik.
d. Jual beli terpaksa

Menurut ulama Hanafiyah, jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli
tanpa seizin pemiliknya), yakni ditangguhkan (mauquf). Oleh karena itu, keabsahan
ditangguhkan sampain rela (hilang rasa terpaksa). Menurut ulama Malikiyah, tidak
lazim baginya ada khiyar. Adapun menurut ulama Syafiiyah dan Hanbaliyah jual
beli tersebut tidak sah. Sebab tidak ada keridhoan ketika akad.
e. Jual beli fudhul
Adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan
Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya. Adapun menurut
Hanbaliyah dan Syafiiyah, jual beli fudhul tidak sah.
f. Jual beli orang yang terhalang
Maksud terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut, dan sakit.
Menurut jumhur ulama selain Malikiyah, jual beli orang sakit parah yang mendekati
kematian hanya dibolehkan sepertiga dari hartanya, dan bila ingin lebih dari
sepertiga jual beli tersebut ditangguhakan kepada izin ahli waris. Menurut ulama
Malikiyah seperti dari hartanya hanya dibolehkan pada harta yang tidak bergerak
seperti rumah, tanah, dll.
g. Jual beli malja
Yaitu jual beli orang yang sedang dalam keadaan bahaya, yakni untuk menghindar
dari perbuatan zhalim. Jual beli tersebut fasid menurut ulama Hanafiyah dan batal
menurut Hanbaliyah.
Pada poin a , b , dan c diatas saya rasa jelas untuk melarangnya , bahkan dalam
konstitusi HAM tindakan trafficking atau perdagangan manusia itu dilarang . Namun
konteks poin a,b, dan c diatas pada zaman Jahiliyah yang masih mengenal sistem
jual -beli budak .
Untuk poin d , e , dan f adalah jual - beli yang dilakukan orang lain terhadap barang
orang lain . Hal ini terkait jual - beli yang seringkali terjadi bila kita masih
menganggap mempunyai ikatan darah dengan pemilik barang , dan kita boleh untuk
menjualnya. Saya menganggap pemikiran tersebut salah , hal ini jelas dilarang
karena walaupun kita mempunyai hubungan darah misalnya saja barang milik Ibu
kita menjualnya maka hasil dari penjualan tersebut bila tanpa seizin yang
bersangkutan hukumnya haram.
Sedangkan poin g lebih mengena pada orang yang sedang di timpa masalah hutang
, seringkali bahkan orang ini menjual barang - barangnya untuk membayar hutang .
Tapi masih diperdebatkan bagaimana status barang yang kita beli dari orang yang
menjualnya karena terpaksa apakah halal atau haram.
2. Terlarang dari shigat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridloan
diantara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian diantara ijab qabul, berada
diantara satu tempat dan tidak berpisah oleh suatu pemisah.
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Berikut ini
beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para
ulama.
a. Jual beli Muathah
Yaitu jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang
maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama menyatakan
shahih apabila ada ijab qabul dari salah satunya. Begitupula dibolehkannya ijab

qabul dengan isyarat, perbuatan atau cara lain yang menunjukkan keridloan.
Memberikan barang dan menerima uang dipandang sebagai shigat dengan
perbuatan atau isyarat.
b. Jual beli melalui surat atau utusan
Jual beli melalui surat atau utusan adalah sah apabila. Adapun tempat berakadnya
adalah sampainya surat atau utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika
qabul melebihi tempat akad dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ke
tangan yang dimaksud.
c. Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan khsususnya bagi yang uzur
sebab sama dengan ucapan. Selain itu isyarat juga menunjukkan apa yang ada
dalam aqid. Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat
dibaca), akad tidak sah.
d. Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak ada di tempat adalah
tidak sah sebab tidak memenuhi syarat akad.
e. Jual beli bersesuaian antara ijab dan qabul
Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akan tetapi jika lebih baik
seperti meninggikan harta, ulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama
Syafiiyah menganggapnya tidak sah.
f. Jual beli Munjiz
Yaitu jual beli yang dikaitkan dengan syarat atau ditangguhkan pada waktu yang
akan datang. Jual beli ini dipandang fasid menurut ulama Hanafiyah, dan batal
menurut jumhur ulama.
3. Terlarang sebab Maqud alaih (barang jualan)
Secara umum maqud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang
yang berakad, yang biasanya disebut mabi (barang jualan) dan harga. Ulama fiqih
sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila maqud alaih adalah barang yang
tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang
yang akad, tidak bersangkutan dengan miliki orang lain, dan tidak ada larangan dari
syariat.
Diantara jual beli terlarang sebab maqud alaih antara lain sebagai berikut :
a. Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada Jumhur ulama
sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada adalah
tidak sah.
b. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, Contohnya menjual burung yang
ada diudara, dan ikan yang ada di air. Semua ini tidak berdasarkan syariat.
c. Jual beli gharar, Yaitu jual beli barang yang mengandung kesamaran. Menurut
Ibnu Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada 10 macam:
1. Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam
kandungan induknya.
2. Tidak diketahui harga dan barang.
3. Tidak diketahui sifat barang dan harganya
4. Tidak diketahui ukuran barang dan harga

5. Tidak diketahui masa yang akan datang, misalnya ungkapan Saya jual barang ini
kepadamu, jika Zaid datang.
6. Menghargakan 2 kali pada satu barang
7. Menjual barang yang dihargakan selamat
8. Jual beli Husha, misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh maka
wajib membeli.
9. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempar. Seperti
seorang melempar bajunya, kemudian yang lain pun melempar bajunya, maka
jadilah jual beli.
10. Jual beli mulasamah, yaitu apabila mengusap baju atau kain, maka wajib
membelinya.
d. Jual beli barang yang najis atau terkena najis
Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najis seperti khamar. Akan
tetapi, mereka berbeda pendapat tentang barang yang terkena najis yang tidk
mungkin dihilangkan. Seperti minyak yang terkena bangkai tikus. Ulama Hanafiyah
membolehkan untuk barang yang tidak dimakan, dan ulama Malikiyah
membolehkannya setelah dibersihkan.
e. Jual beli air
Disepakati oleh jumhur ulama empat bahwa dibolehkan jual beli air yang dimiliki
seperti air sumur atau air yang disimpan ditempat pemiliknya. Sebaliknya ulama
Zhahiriyah melarang secara mutlak.
f. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Ketidak jelasan nya dapat disebabkan
karena barang yang dijual itu belum sempurna milikinya.
g. Jual beli sesuatu yang belum dipegang
Ulama Hanafiyah melarang jual beli barang yang dapat dipindahkan sebelum
dipegang, tetapi untuk barang yang tetap diperbolehkan. Ulama Syafiiyah
melarang secara mutlak. Malikiyah melarang atas makanan dan Hanbaliyah atas
makanan yang diukur.
h. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi
belum matang, akadnya fasid dan batal menurut jumhur ulama.
4. Terlarang sebab syara
- Jual beli riba, Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama Hanafiyah,
tetapi batal menurut jumhur ulama
- Jual beli barang dari uang yang diharamkan
- Jual beli barang dari hasil pencegatan barang, yakni mencegat pedagang dalam
perjalanan menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegatnya akan
memperoleh keuntungan. Ulama Malikiyah berpendapat jual beli seperti itu fasid.
- Jual beli waktu adanya azan jumat, yakni bagi laki-laki yang berkewajiban
melaksanakan shalat jumat.
- Jual beli anggur untuk dijadikan khamar. Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah
zahirnya shahih, tetapi makruh. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan
Hanbaliyah adalah batal.
- Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil. Hal ini dilarang sampai anaknya
besar dan dapat mandiri.
- Jual beli barang yang sedang dibeli orang lain. Seseorang telah sepakat akan
membeli suatu barang, namun masih dalam khiyar. Kemudian datang orang lain
yang menyuruh untuk membatalkan sebab ia akan membelinya dengan harga yang
tinggi.

- Jual beli dengan syarat. Menurut ulama Hanafiyah sah jika isyarat tersebut baik.
Seperti ungkapan Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak
dijahit dulu. Begitu pula dengan Malikiyah dan Syafiiyah dibolehkan jika syarat
maslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad. Sebaliknya menurut
Hanbaliyah tidak dibolehkan jika hanya bermanfaat bagi salah satu pihak yang
melakukan akad.
Tentunya setelah membaca artikel tentang Jual - Beli yang terlarang dalam Islam
kita dapat menghindari hal - hal tersebut , walaupun kita sudah pernah
melakukannya hal itu dikarenakan ketidaktahuan kita atas perihal tersebut .
Demikian dari pembahasan kami semoga berguna bagi anda , dan tetap bermuamalah dengan jujur.

Materi 3

Jual Beli Dalam Konsep Islam


(Oleh: Ustadz Nuryadin)*

1. Pendahuluan
Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu memerlukan orang lain. Sebagian orang memiliki
suatu barang, namun di sisi lain dia tidak memiliki barang lain yang dibutuhkan. Begitu juga
dengan orang lain antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Akhirnya mereka pun
saling tukar menukar barang yang dibutuhkan, baik itu dengan cara barter, jual beli, maupun
interaksi sosial yang lain. Begitulah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan.
Ketika islam datang, bangsa arab telah mempunyai berbagai model transaksi mulai dari barter
maupun jual beli. Rasulullah SAW menetapkan sebagai model transaksi tersebut yang tidak
kontradiksi dengan syariat islam. Sebaliknya beliau melarang transaksi yang bertentangan dengan
kaidah islam yang biasanya terkait dengan bantuan untuk maksiat. (buyuus syaiah).

Perilaku bisnis merupakan salah satu orang yang mendapat sanjungan dari islam. Sebagaimana
dikatakan dalam sebuah ayat:



dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah

2. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli


Pada umumnya kebutuhan manusia digantungkan pada orang lain, akan tetapi orang lain tidak
akan memberikan seseuatu tersebut kecuali ganti rugi. Islam datang mensyariatkan jual beli untuk
mempermudah perantara kebutuhan antara manusia. (Fiqhul Islami Hal. 5 Juz 5)

3. Adab Jual Beli


Mari kita simak tentang penjelasan adab jual beli dalam kitab Fiqhul Islam karya DR. Wahbah
Az-Zuhaili:
a. Tidak berlebihan dalam mengambil laba. Karena dengan demikian akan bisa menarik
pelanggan.
b. Kejujuran dalam jual beli seperti halnya yang diajarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits
Rasulullah bersabda:


Artinya: sesungguhnaya para pedagang akan dibangkitkan besok hari kiamat sebagai
pedagang yang curang, kecuali orang yang takwa kepada Allah dan baik perbuatannya lagi
jujur
c. Memudahkan dalam jual beli. Rasulullah bersabda:


Artinya: Allah SWT mengasihi seorang lelaki yang mempermudah pada waktu menjual dan
pada waktu membeli danpada waktu dituntut haknya.
d. Menjauhi sumpah walaupun pedagang tersebut jujur. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari Muslim dari sahabat Ibnu Masud:


Artinya: barang siapa bersumpah atas harta seorang muslim tanpa sebenarnya, maka pada
waktu bertemu Allah akan dibencinya.
Kemudian Rasulullah membacakan sebuah ayat kepada para sahabatnya:


Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada
mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang
pedih. (QS. Ali Imron: 77)
e. Banyak bersedekah, bahkan di dalam Fiqhul Islam disebutkan bahwa disunahkan melebihi
dalam menimbang. Diriwayatkan dari imam Turmudzi pada suatu hari Rasulullah SAW datang ke

makkah dan ada seorang lelaki yang sedang menimbang barang. Kemudian Rasul berkata
timbanglah dan lebihkanlah. Di sisi lain Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits:


Artinya: wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa datang pada saat jual beli. Maka
campurilah/hiasilah jual beli Kalian dengan shodaqoh.
f. Harus ditulis dan disaksikan. Allah SWT telah memerintahkan kita, sebagaimana yang telah
disebutkan dalam firman-Nya:


Artinya: dan persaksikanlah apabila kamu jaul beli dan janganlah penulis dan saksi
menyulitkan.

4. Definisi jual beli


Akad bai (jual beli) mempunyai beberapa definisi, seperti yang dikemukakan oleh DR.
Romdhan Al Buthi:
a. Menurut ulama fuqoha:
1) Dari madzhab imam Abu Hanifah mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta secara
mau sama mau. (Fathul Qadir J.5 h.454)
2) Dari madzhab Imam Syafii mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta dengan
memberikan syarat istidamatul milki ain atau manfaat. (Tuhfatul Muhjat j.4 h.40)
b. Menurut ahli pakar ekonomi mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta yang bukan
mata uang dengan suatu mata uang (Wahbah Azzuhaili).

Anda mungkin juga menyukai