TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini disajikan kajian teori dan kajian empirik yang relevan
dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka ini digunakan sebagai landasan
dalam menyusun suatu hipotesa. Selanjutnya penelitian ini dirancang untuk
menguji secara empiris pengaruh variabel-variabel yang terdiri dari gaya
kepemimpinan yang merupakan variabel eksogen yang berpengaruh
terhadap variabel
berbagai pihak yang terkait dengan informasi yang dihasilkan oleh sistem
akuntansi.
21
Akuntansi
konstruksi sistem akuntansi, studi reaksi manusia terhadap format dan isi
laporan akuntansi, bagaimana cara informasi diproses untuk membantu
dalam pengambilan keputusan, pengembangan teknik pelaporan yang
dapat
mengkomunikasikan
perilaku
para
pemakai
data
dan
perilaku
manusia
berdasarkan
desain,
konstruksi
dan
kaitan
dengan
sikap
dan
filosofi
manajemen
yang
22
dengan
sistem
akuntansi
digunakan
sehingga
23
akan
memilih
gejala
keperilakuan
untuk
melakukan
rencana
atau
keinginan
untuk
menuju
kesuksesan
dan
24
25
26
rendah
jika
usahanya
menghasilkan
kurang
dari
yang
diharapkan.
2.5 Teori Penetapan Sasaran
Teori ini dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa
ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu : Need for
achievement (kebutuhan akan prestasi),
27
memiliki keterkaitan dengan teori gaya kepemimpinan jalur tujuan (pathgoal theory), teori-teori tersebut menekankan pada bagaimana gaya
kepemimpinan mempengaruhi ekspektasi karyawannya, meningkatkan
kinerjanya. Dengan perkataan lain bahwa persepsi ekspektasi (harapan)
karyawan sebagai sumber motivasi dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan
manajer dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan.
3. Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah manusia.
kepemimpinan adalah merupakan persoalan yang penting bagi umat
manusia. Kelangsungan hidup atau tenggelamnya suatu bangsa atau
negara dalam sejarah itu ternyata amat dipengaruhi oleh para pemimpin
pemimpinnya, yaitu pemimpin negara, pemimpin agama dan pemimpin
pemimpin lainnya dalam masyarakat.
Kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh konsensus dan
keikatan pada sasaran bersama, melalui syaratsyarat organisasi yang
dicapai dengan sumbangan pengalaman dan kepuasan dipihak kelompok
kerja.
Kepemimpinan
juga
dapat
dibatasi
sebagai
suatu
proses
28
29
atau
Pengikut),
dengan
kemauan
mereka
menerima
dengan
maksud
untuk
menyajikan
katagori
perilaku
30
31
teori
tentang
perilaku
pemimpin
membahas
tentang
to
mempekerjakan
lifetime
employment).
karyawannya,
maka
Misalnya
organisasi
ketika
organisasi
tersebut
harus
32
Manajer
seringkali
membawa
pegawai-pegawainya
kedalam
semua
aspek
kehidupan
para
pegawainya,
organisasi
mensponsori berbagai aktivitas sosial yang dilakukan oleh kelompokkelompok dalam organisasinya seringkali memberi subsidi terhadap upaya
pemilikan perumahan dan transportasi pegawai.
3.3.3 Teori Geradi Manajerial (Managerial Grid)
Model Geradi Manajerial yang dikemukakan oleh Blake dan
Mouton (1969) mengidentifikasikan variasi gaya kombinasi antara
orientasi hasil dengan orientasi pada orang yang menghasilkan lima
macam gaya kepemimpinan, meliputi: 1). Gaya yang kurang efektif yang
ditandai dengan rendahnya hubungan dengan orang dan hasil, 2). Gaya
moderat yang ditandai dengan memperhatikan keseimbangan terhadap
orientasi hubungan dengan orang dan hasil kerja pada tingkat yang cukup
memuaskan, 3). Gaya yang menekankan kepuasan pegawai dengan
mengorbankan penyelesaian tugas, 4). Gaya yang menekankan hasil
kerja dengan mengorbankan orientasi pada hubungan orang, dan 5).
Gaya berorientasi tinggi terhadap pencapaian hasil kerja dan gaya yang
tinggi terhadap hubungan sesama orang.
33
dengan
hadiah-hadiah
serta
hukuman-hukuman,
34
yang
digunakan
oleh
manejer
untuk
mempengaruhi
35
kepemimpinan
partisipatif
adalah
merupakan
gaya
(House
dan
kepemimpinan
suportif
adalah
merupakan
gaya
36
sesuai.
Sebaliknya
apabila
bawahan
merasa
mempunyai
akhirnya
akan
mempengaruhi
kinerja
perusahaan
secara
37
orientasi
hubungan
(relationship
oriented).
Orientasi
tugas
klasik
sampai
ke
teori
kepemimpinan
modern
dapat
38
Teori X
Task Directed
Human relations;
employee centered;
Consideration,
pada
3.871
manajer
perusahaan
berkesimpulan
gaya
dan
bersikap
paternalistik.
Bawahan
dipaksa
untuk
39
dan Reddin
40
mempunyai
kepercayaan
yang
sempurna
kepada
bawahannya. Untuk memancing timbulnya ide-ide dan gagasangagasan dari bawahan, pimpinan membangun rasa kepercayaan, rasa
hormat dan tanggung jawab. Untuk mengarahkan setiap karyawan,
supaya mereka dapat menentukan suatu keputusan yang berakibat
pada pencapaian tujuan kerja bagaimana mereka melaksanakan
pekerjaannya. pimpinan yang bergaya demokratik ini mendekati
41
karyawan, maka
demokratik
ekonomis,
dengan
memberikan
berdasarkan
penghargaan
partisipasi
yang
bersifat
kelompok
dan
42
43
function)
dan
kekompakan
orang-orang
yang
dipimpinnya
(relationship function).
Penelitian yang memusatkan pada konsep kepemimpinan teori jalur
tujuan (Path Goal Theory) dikembangkan oleh Robert House (1971.1974)
menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan
cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya
agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang
serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan
tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang
berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal
dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana
44
suportif
(mendukung),
menunjukkan
kepedulian
terhadap
45
saat
berorientasi
mengambil
pada
keputusan.
pencapaian
Keempat
(achievement
Kepemimpinan
oriented
yang
leadership),
menetapkan
tujuan
yang
menantang,
menekankan
pada
dengan
variabel
situasional
dan
efektivitas
Efektifitas Kepemimpian
Produktifitas kerja tinggi
Kepuasan kerja tinggi
Pergantian pegawai rendah
Keluhan sedikit
Perilaku Pemimpin
Orientasi presatasi
Direktif
Partisipatif
Suportif
Kontigensi/Situasional
Ciri-siri tugas
Terstruktur
Tidak Terstruktur
pada
mempengaruhi
ekspektasi
bagaimana
seorang
manajer
(pimpinan)
dapat
(pengharapan).
Path
goal
theory
menekankan
pada
Motivasi
Kinerja
karyawan
pada 40
dan
Seashore
mengkategorikan
tiga
jenis
gaya
48
variabel
penyebab,
yang
terdiri
dari
variabel
gaya
49
para
ahli
tersebut
memiliki
persamaan
dalam
50
mungkin tidak dapat diramalkan dan mungkin menimbulkan stres. Selfefficacy yang dimiliki individu berkaitan dengan tugas yang spesifik
(Bandura, 1997, h. 56), di antaranya dalam bidang akademik. Akademik
dalam kamus ilmiah popular berarti keilmuan, tentang pengajaran di
perguruan tinggi, bersifat ilmu pengetahuan, berteori tidak praktis (Barry,
1994, h. 15).
Dalam kehidupan manusia memiliki self-efficacy itu merupakan hal
yang
sangat
penting.
Self-efficacy
mendorong
seseorang
untuk
51
terhadap
situasi
spesifik
yang
pada
gilirannya
dapat
52
melihat diri kita sendiri. Kepercayaan dan juga bagaimana melihat diri
sendiri pula dipengaruhi oleh motivasi, sikap dan tingkah laku seseorang.
Bagaimana individu itu bersikap, bertingkah laku, dan memotivasi diri
dapat menjadi salah satu sumber kekuatan individu dalam memunculkan
self-efficacy, sehingga dijelaskan pula oleh Wicaksono (2008) self-efficacy
adalah sebuah unsur yang bisa mengubah getaran pemikiran biasa; dari
pikiran yang terbatas, menjadi suatu bentuk padanan yang masuk ke
dalam koridor spiritual; dan merupakan dasar dari semua "mukjizat", serta
misteri yang tidak bisa dianalisis dengan cara-cara ilmu pengetahuan.
Keyakinan itu merupakan sebuah media tunggal dan satu-satunya, yang
memungkinkan untuk membangkitkan suatu kekuatan dari sumber energi
tanpa batas di dalam diri dan mengendalikannya untuk dimanfaatkan demi
kebaikan manusia itu sendiri, serta merupakan suatu keadaan pikiran,
yang bisa dirangsang atau diciptakan oleh perintah peneguhan secara
terus menerus lewat pikiran dan perkataan positif, sampai akhirnya
meresap ke dalam pikiran bawah sadar.
McGillicuddy-DeLisi (dalam Kurniawan, 2004) mendefinisikan selfefficacy merupakan alat dalam menetapkan prioritas, mengevaluasi
kesuksesan, maupun alat untuk memelihara self-efficacy. Tidak jauh
berbeda Nuron, dkk (Kurniawan, 2004) menyatakan bahwa self-efficacy
mencakup self-efficacy dan kontrol diri, dimana self-efficacy merupakan
mereka
memiliki
keterampilan-keterampilan
yang
dituntut
dalam
53
dan
pengalaman
tidak
langsung,
sebagai
hasil
observasi
pengalaman orang lain dalam melakukan tugas yang sama (pada waktu
individu mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut menerjemahkan pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas).
Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan pula oleh Bandura
(Hambawany, 2007) bahwa self-efficacy seseorang dipengaruhi pula oleh
pencapaian prestasi, faktor ini didasarkan oleh pengalaman-pengalaman
yang dialami individu secara langsung. Apabila seseorang pernah
mengalami keberhasilan dimasa lalu maka dapat meningkatkan selfefficacynya. Pengalaman orang lain, individu yang melihat orang lain
54
55
perbedaan self-efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugastugas yang sederhana, menengah atau tinggi. Individu akan melakukan
tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugastugas yang diperkirakan diluar batas kemampuan yang dimilikinya. Aspek
Generality, aspek ini berhubungan dengan luas bidang tugas atau tingkah
laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan
terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus
sedangkan pengalaman yang lain membangkitkan keyakinan yang
meliputi berbagai tugas. Terakhir aspek Strength, aspek ini berkaitan
dengan
tingkat
kekuatan
atau
kemantapan
seseorang
terhadap
56
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil.Selfefficacy yang ada pada diri individu mampu mempengaruhi aktivitas serta
usaha yang dilakukan dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai dan
menyelesaikan tugas. Individu dengan self-efficacy yang tinggi mampu
menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakantindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil. Ketiga Keyakinan
mencapai target yang telah ditetapkan, Individu menetapkan target untuk
keberhasilannya dalam melakukan setiap tugas. Individu dengan efikasi
diri yang tinggi apabila gagal mencapai target, justru akan berusaha lebih
giat lagi untuk meraih target dan cara belajarnya, dan keempat adalah
Keyakinan terhadap kemampuan mengatasi masalah yang muncul,
Individu dengan self-efficacy yang tinggi memiliki keyakinan mampu
mengatasi masalah atau kesulitan dalam bidang tugas yang ditekuninya.
Selain dari beberapa aspek di atas ada pula aspek-aspek lain yang
dikemukakan
Corsini
(Hambawany,
2007)
yaitu
aspek
Kognitif,
57
58
59
oleh
pengalaman
individu
lain,
yaitu
kurangnya
60
d. Keadaan fisiologis
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu
tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan
keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat
terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang
menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti
jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi
individu
bahwa
situasi
yang
dihadapinya
berada
di
atas
kemampuannya.
4.5 Pengaruh Self-efficacy
Self-efficacy individu bukan sekedar prediksi tentang tindakan yang
akan dilakukan oleh individu di masa yang akan datang. Keyakinan
individu akan kemampuannya merupakan determinan tentang bagaimana
individu bertindak, pola pemikiran, dan reaksi emosional yang dialami
dalam situasi tertentu. Pervin (1997; 412-414) mengemukakan bahwa
self-efficacy dapat berpengaruh terhadap seleksi, usaha dan ketekunan,
emosi dan coping.
Pengaruh terhadad seleksi (Pemilihan tindakan) dapat diartikan
bahwa dalam kehidupan sehari-hari individu harus membuat keputusan
setiap saat mengenai apa yang harus dilakukan dan seberapa lama
individu melakukan tindakan tersebut. Keputusan yang dibuat sebagian
dipengaruhi oleh self-efficacy individu. Individu akan menghindari tugas
atau situasi yang diyakini di luar kemampuan individu, sebaliknya individu
61
62
63
pelayanan
terhadap
manusia
lainnya
seperti
perawat
kesehatan,
64
bahwa rasa cemas setiap ingin memulai bekerja itu merupakan suatu
proses kelelahan emosional, sebagai dimensi sentral proses lain, yaitu
yang menjelaskan prilaku dalam menyikapi perasaan stress yang tinggi di
diri seorang tenaga penjual (Bebakus et.al.,1999:58). Selama ini kelelahan
emosional kerapkali diujikan dengan menggunakan tenaga penjual di
lapangan sebagai sampel, Analog dengan itu tenaga penjual di lapangan
sebagai ujung tombak pemasaran, adalah setiap individu yang bekerja di
dalam organisasi dan berfungsi sebagai pegawai garis depan yang
berhadapan langsung dengan pihak-pihak yang harus dilayani. Misalnya,
tenaga pendidik di perguruan tinggi yang berhadapan langsung dengan
mahasiswa ketika memberi kuliah. Contoh lain, para perawat atau tenaga
paramedik yang berhadapan langsung dengan pasiennya. Pekerjapekerja garis depan itulah yang acapkali mengalami kelelahan emosional,
dan jika itu terjadi maka seluruh rangkaian pekerjaan menjadi terganggu,
tidak dapat mencapai sasaran secara tepat waktu, di samping
pemborosan anggaran.
Burnout itu sendiri sebagai pangkal kelelahan emosional masih
merupakan isu yang krusial dalam komitmen bisnis yang membicarakan
persoalan kualitas dan organisasi yang menuntut adanya inovasi yang
konstan dan kebutuhan kinerja tinggi dari setiap orang yang bekerja.
Dalam hal pembicaraan tentang emosional, Qui (1999), dalam The
Academy of Manajement Review, mengemukakan gagasan yang
menyangkut kecakapan emosional, kecerdasan emosional dan perubahan
65
66
emosional
muncul
ketika
pekerja
melihat
kurangnya
67
Kelelahan otot,
68
dari
berbagai
faktor
penyebab
dan
mendatangkan
Green
(1992)
dan
Sumamur
(1997)
dari
proceeding
69
berat,
sering
menguap,
merasa
kacau
pikiran,
menjadi
tidak
seimbang
dalam
berdiri,
mau
berbaring.
Kedua
70
kenaikan
jam
kerja
output
per
harian
akan
jam
sebaliknya
menjurus
dengan
memperlambat
71
kepada
kebisingan,
tekanan
panas,
pengudaraan
dan
para
sukarelawan
setelah
bertahun-tahun
bekerja.
Hasil
72
(1980)
mendefinisikan
burnout
sebagai
tindakan
motivasi,
menurunnya
antusiasme
dan
berkurangnya
73
emosional
(emotional
exhaustion),
depersonalisasi,
dan
pengalaman
melibatkan
perasaan,
internal
sikap,
yang
motif,
bersifat
dan
psikologis
harapan-harapan
karena
yang
74
negatif
Accomplishment
dan
(penurunan
bersikap
hasrat
sinis.
Reduced
pencapaian
diri).
Personal
Disebabkan
75
keluarga.
Perubahan
sikap
memberi
pelayanan
ternyata
dalam
penyalahgunaan
keluarga.
obat-obatan,
Pekerja
alkohol
mengalami
dan
mudah
insomnia,
mengalami
77
secara
keseluruhan.
Sheldon
(dalam
Mowday
1992)
78
79
dapat
profesional
bekerja
secara
dan
dari
upayanya
tersebut
80
81
Sama
halnya
dengan
komitmen
profesional,
komitmen
82
rohani
atau
psikologis
antara
lain;
rasa
aman
dan
menghargai
(pride
needs)
dan
terakhir
kebutuhan
untuk
83
84
85
(achievement), pengakuan
86
nilai atau merasakan, sedangkan dikatakan pasif karena dikenakan nilainilai yang lain.
Kotler et.al (1985) mengatakan pendapat tentang perasaan yang
terdiri dari tiga hal, yakni (1) suasana hati, (2) perasan dalam arti sempit,
(3) emosi. Suasana hati ialah perasaan yang terkandung di dalam situasi
kejiwaan yang dapat berlangsung lama. Suasana hati ditentukan oleh
situasi, dimana situasi dapat dibedakan: (a) Euphoor, yaitu rasa gembira,
(b) Netral, yaitu rasa acuh tak acuh, dan (c) Disphoor, yaitu rasa murung.
Perasaan dalam arti sempit yaitu suatu rasa yang selalu bersangkut
paut dengan situasi tertentu yang di dalamnya terdapat hasil konfrontasi
harga diri dengan harga yang lain sehingga timbul banyak ragam
perasaan, misalnya; heran, dan cinta, puas dan tidak puas.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
(1) Penghasilan yang diterima secara adil (equity) dibandingkan dengan
yang diterima oleh orang lain, (2) penerimaan yang diterima tidak sesuai
dengan seharusnya diterima (discrepancy), (3) kondisi kerja yang kondusif
dan menyenangkan, (4) hubungan antar karyawan yang serasi, (5)
hubungan atasan dan bawahan, (6) adanya promosi yang terencana
dengan balk, (7) pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja, (8)
rendahnya tingkat keluar masuk karyawan dalam pekerjaan (turn-over),
dan (9) tidak masuk kerja (absen).
Kepuasan kerja seseorang tergantung karakteristik individu dan
situasi pekerjaan. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
87
berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan kepentingan dan
harapan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakannya dan sebaliknya. Menurut Lawler III (1998), ukuran kepuasan
kerja sangat didasarkan atas kenyataan yang dihadapi dan diterima
sebagai kompensasi usaha dan tenaga yang diberikan. Kepuasan kerja
tergantung
kesesuaian
atau
keseimbangan
(equity)
antara
yang
pendekatan
fungsionalis,
profesionalisme
dikaitkan
88
89
faktor
internal
individu
auditor
mempunyai
potensi
self
efficacy,
kelelahan
emosional)
terhadap
90
auditor
banyak
melakukan
penyimpangan-penyimpangan
terhadap
standar audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari
karakteristik personal yang kurang bagus yang dimiliki seorang auditor.
Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit
secara negatif dari segi akurasi dan reliabilitas. Pelanggaran yang
dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah
Penyimpangan organisasi dalam hal ini berupa Penyimpangan Perilaku
Dalam Audit (PPA).
Robinson dan Bennett (1995) mendefinisikan penyimpangan
tempat kerja sebagai kurangnya pemenuhan akan norma organisasi dan
ekspektasinya. Perilaku menyimpang dapat dikaitkan dengan persepsi
pekerja akan tekanan pekerjaan yang dapat menciptakan frustasi dan
perasaan terhina (Colbert et al., 2004). Bennett dan Robinson (2000)
meneliti dua jenis penyimpangan tempat kerja: (1) penyimpangan
interpersonal langsung terhadap pekerja lain dan (2) penyimpangan
organisasi yang terjadi di tempat kerja. Penyimpangan interpersonal dapat
berbentuk perilaku langsung terhadap rekan kerja yang mengandung
kekerasan, penghinaan, kegiatan fisikal lainnya (Robinson dan Bennett,
1995). Penyimpangan perilaku terhadap organisasi diwujudkan dalam
bentuk ketidak setujuan, tidak menjalankan norma organisasi, atau
melanggar kebijakan organisasi.
Kelelahan emosional dihasilkan dari kurangnya kepemimpinan f,
direktif dan supportif yang secara langsung lebih terkait kepada organisasi
91
mengubah
perusahaan
yang
seringkali
mempengaruhi
92
komitmen
93
transformational
leadership,
and
job
satisfaction
and
untuk
memeriksa
yang
dua
kemungkinan
mekanisme
psikologis
274
94
anggota staf pada pusat layanan kesehatan tua ini dan karyawan diminta
untuk menilai gaya kepemimpinan manajer mereka dan diminta untuk
mengevaluasi
tingkat kemandirian
mereka
sesuai
dengan
tingkat
hubungan
antara
kepemimpinan
transformasional
dan
kerja
transformasional
karyawan
dan
mungkin
membantu
kesejahteraan
meningkatkan
psikologis.
Mereka
ini,
difokuskan
pada
kombinasi
dampak
dari
gaya
96
97