Anda di halaman 1dari 3

C

a
r
a
berbicara : Tidak menggunakan bahasa kasar, sopan, lembut,
mengucapkan kalimat secara jelas, dan tidak boleh memotong omongan seseorang sebelum
ia selesai berbicara
C a r a m a k a n : T i d a k s a m b i l b e r b i c a r a , t i d a k
m e n g u n a h h i n g g a mengeluarkan suara, tidak memasukkan semua
makanan ke dalam mulut, makanan tidak berceceran, membaca doa sebelum dan sesudah
makan, dan makan menggunakan tangan kanan
C
a
r
a
se#ajarna, dan rapi

berpakaian: "opan, tidak menggunakan baju ang terbuka,

C a r a
i n i s i a s i
$masa anak%anak ke remaja : Tidak terlalu kebablasan
misalkan salah pergaulan. Tetap berbakti dan mematuhi adat istiadat, menghadapi sesuatu
dengan bijaksana, tahu mana ang salah dan mana ang benar.
Cara bertamu : (erpakaian ang rapi dan pantas,
m e m b e r i isarat dan salam ketika datang, janganlah mengintip ke dalam rumah, minta
i)in masuk maksimal ! kali $mengucapkan salam&, memperkenalkan diri sebelum masuk.
Tamu laki%laki dilarang masuk ke dalam rumah apabila tuan rumah hana seorang #anita.
*asuk dan duduk dengan sopan, menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati.
*ulailah makan dengan membaca basmalah dan akhiri dengan hamdalah. *akanlah dengan
tangan kanan, ambillah ang terdekat dan jangan memilih. Tidak membiarkan makanan
berceceran. "etelah urusan selesai segera pulang

Hukum waris adat memuat tiga unsur pokok, y a i t u :


1.

M e n g e n a i s u b y e k h u k u m w a r i s , y a i t u siapa yang menjadi pewaris dan siapa yang


menjadi ahli waris.

2.

Mengenai kapan suatu warisan itu dialihkan dan bagaimana cara yang dilakukan dalam pengalihan
harta waris t e r s e b u t . S e r t a b a g a i m a n a b a g i a n m a s i n g - m a s i n g a h l i w a r i s .

3. Mengenai obyek hukum waris itu sendiri, yaitu tentang harta apa saja yang dinamakan harta
warisan, serta apakah harta-harta tersebut semua dapat diwariskan.

Di dalam masyarakat adat Indonesia, secara teoritis sistem kekerabatan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1.

Sistem Patrilineal,

2.

Sistem Matrilineal, dan

3.

Sistem Parental atau bilateral.

Ad.1. Sistem Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari Pihak Bapak, maksudnya dalam hal ini
setiap orang hanya menarik garis keturunan dari Bapaknya saja. Hal ini mengakibatkan kedudukan pria
lebih menonjol pengaruhnya daripada wanita dalam hal mewaris. Sistem ini dianut oleh suku-suku seperti,
Batak, Gayo, Nias, Lampung, Seram, NTT dan lain-lain.

Ad.2. Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang ditarik dari garis Pihak Ibu. Sehingga dalam hal kewarisan
kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari pada garis Bapak. Sistem kekerabatan ini dianut oleh
masyarakat Minangkabau, Enggano dan Timor.

Ad.3. Sistem parental/bilateral adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak
Bapak dan Ibu, sehingga kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris adalah
seimbang dan sama. Masyarakat yang menganut sistem ini misalnya Sumatera Timur, Sumatera Selatan,
Riau, Kalimantan dan lain-lain.

Secara umum, asas pewarisan yang dipakai dalam masyarakat adat bergantung dari jenis sistem kekerabatan yang
dianut. Namun menurut Hazairin, hal itu bukan suatu hal yang paten. Artinya, asas tersebut tidak
pasti menunjukkan bentu k masyarakat di mana hukum warisan itu berlaku. Seperti misalnya, asas individual
tidak hanya ditemukan pada masyarakat yang menganut sistem bilateral, tetapi juga ditemukan pada
masyarakat yang menganut asas patrilineal, misalnya pada masyarakat Batak yang menganut sistem patrilineal,
tetapi dalam mewaris, memakai asas individual.

Jika kita mengambil contoh Suku Jawa yang hukum adat-nya bersistem parental, maka terhadap permasalahan di
atas, hal-hal yang menjadi catatan kita adalah:
a.

Saudara adalah anak kandung dari Suami Pertama.

b.

Saudara tidak tinggal bersama secara langsung.

c.

Ibu Saudara memiliki anak-anak lagi dari hasil perkawinannya yang sekarang sebanyak 6 orang.

d.

Sehingga jumlah keseluruhan anaknya adalah 7 orang, yang mana jumlah anak laki-laki 2 dan anak perempuan
5, serta meninggalkan seorang suami.

e.

Warisan Ibu berasal dari neneknya, artinya bukan berasal dari harta bersama dengan suami kedua-nya, artinya
harta tersebut adalah harta bawaan, yang akan diwariskan kepada anak keturunannya.

Di dalam masyarakat Jawa, semua anak mendapatkan hak mewaris, dengan pembagian yang sama, tetapi ada juga
yang menganut asas sepikul segendongan (Jawa Tengah), artinya anak laki-laki mendapatkan dua bagian dan anak
perempuan mendapatkan satu bagian, hampir sama dengan pembagian waris terhadap anak dalam Hukum Islam.

Pada dasarnya, yang menjadi ahli waris adalah generasi berikutnya yang paling karib dengan Pewaris (ahli waris
utama) yaitu anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga (brayat) si Pewaris. Terutama anak kandung. Sementara
untuk anak yang tidak tinggal bersama, tidak masuk ke dalam ahli waris utama. Tetapi ada juga masyarakat Jawa
(Jawa Tengah), yang mana anak angkat (yang telah tinggal dan dirawat oleh orang tua angkatnya) mendapatkan
warisan dari kedua orang tuanya, baik orang tua kandung atu angkat.

Anda mungkin juga menyukai