Anda di halaman 1dari 16

A.

Latar Belakang
Korupsi merupakan tindak pidana yang memperkaya diri sendiri, golongan, kerabat
dengan cara melawan aturan hukum. yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara
untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnyapendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan yang subur untuk
perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat
terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum
institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius
melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara
lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi
dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara
demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
A.

Pengertian
Korupsi merupakan tindakan memperkaya diri sendiri, golongan, kerabat dengan

cara melawan aturan hukum. Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi,
agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi
yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar
adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak
cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang
merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, apabila tidak dibarengi
dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.
Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau
para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang
dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang

terjadi. Dimensi politik hukum yang merupakan kebijakan pemberlakuan atau enactment
policy, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana
peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa
tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan
dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi
masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
B.

Peran Serta Masyarakat


Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau
informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai
dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur mengenai hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagai bukti tekad dan maksud yang sangat kuat dari pembentuk undang-undang
dalam usaha memberantas korupsi ialah telah dimasukannya ketentuan tentang peran serta
masyarakat dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. Peran serta ini dilatar belakangi
oleh pandangan bahwa:

1.

Dengan diberikannya hak dan kewajiban masyarakat dalam usaha penanggulangan korupsi
dipandang sebagai hal positif dalam upaya pencegahan dan pengungkapan kasus-kasus

korupsi yang terjadi.


2. Persoalan penanggulangan korupsi dipandang bukan semata-mata menjadi urusan
pemerintah atau penegak hukum, melainkan merupakan persoalan semua rakyat dan urusan
bangsa.
Setiap orang harus berparsitipasi dan berperan aktif dalam usaha menanggulangi kejahatan
yang menggerogoti negara ini. Pandangan pembentuk undang-undang itu tertuanhg dalam
rumusan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa; masyarakat
mempunyai hak dan tanggung jawabmdalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Bentuk peran serta tersebut, dalam Pasal 41 ayat (2) telah ditentukan wujudnya, yaitu sebagai
berikut;

1.

Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak

pidana korupsi;
2. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani
perkara tindak pidana korupsi;
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum
4.
5.
a.
b.

yang menangani perkara tindak pidana korupsi;


Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada
penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;
diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai
saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
Adapun yang dimaksud dengan hak memberikan informasi ialah hak untuk
menyampaikan segala macam informasi mengenai dugaan telah terjadinya tindak pidana
korupsi yang salah satu bentuknya ialah pelaporan yang disampaikan kepada penegak
hukum atau komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan
(legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan
sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

A.

Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut, maka penulis dapat mengambil satu kesimpulan
bahwa peran serta masyarakat didalam pemberantasan korupsi itu sangat penting sekali.
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi
tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung
jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip
keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai
hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
B.

Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan


korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Sebagai masyarakat kita juga harus ikut didalam
pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya di Negara Indonesia

A.

Peran Pemerintah Penegak Hukum dalam Memberantas Kasus Korupsi


Pemerintah mempunyai peran aktif dalam menyelenggarakan negara untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat, khususnya terhadap problematika yang dihadapi Indonesia,
pemerintah harus mampu mengatasi dan memberikan penyelesaian atau solusi sehingga dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Korupsi merupakan salah satu tugas wajib
pemerintah untuk menyelesaikan dan mengatasi agar orientasi memperkaya diri yang
dilakukan oleh aparatur negara dapat diminimalisir bahkan di hilangkan.
Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan
merupakan lembaga yang berwenang dalam menangani pemberantasan kasus korupsi. Dari
ke empat lembaga ini KPK memiliki peran khusus dalam memberantas kasus korupsi, KPK
harus lebih memiliki nilai dan integritas yang tinggi sehingga wewenang yang telah diberikan
berdasarkan ketentuannya dapat dijalankan dan diimplementasikan dengan baik. Dari ke
empat lembaga tersebut dapat juga dimungkinkan adanya pihak-pihak tertentu akan terlibat
dalam kasus korupsi, karena perlu kita ketahui bahwa korupsi itu bukan personal tetapi
corporation atau kelompok, kecil kemungkinan bahwa korupsi hanya di lakukan oleh seorang
saja, pasti ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi untuk memperlancar urusan
yang menyimpang dari ketentuan.
Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi
(Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah
korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan tindak pidana
korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena
itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara professional, intensif, dan
berkesinambungan. Karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara,
dan menghambat pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah
dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa atau extra ordinary crime.
Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk
KPK yang mempunyai wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya
sebagai suatu lembaga super (super body).Untuk mencegah dan mengatasi keberadaan mafia
hukum, pemerintah yang mana antara kepolisian, kejaksaan, KPK dan Pengadilan harus
memperkuat koordinasi dan sinkronisasi agar kepastian hukum dapat terjamin dan kecilnya
kemungkinan terjadi penyimpangan berkelanjutan. Perlu kita ketahui disetiap instansi
terdapat peluang dimungkinkan terjadinya korupsi oleh aparatur negara tersebut. Karena

mafia hukum itu adalah orang-orang yang memiliki kekuatan destruktif terhadap ketahanan
negara dan kewibawaan pemerintah termasuk lembaga penegak hukumnya.
Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan
proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian
dan Kejaksaan yang selama ini dilihat tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping
itu dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK diberi kewenangan
untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi
yang dalam melaksanakan pelayanan publik
(http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/tinjauan-yuridis-mengenai-peranan-komisipemberantasan-korupsi-kpk-dalam-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia/).
KPK dapat mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau
kejaksaan apabila :
1.laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;
2.Proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa
alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;
3.Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang
sesungguhnya;
4.Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5.Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif,
yudikatif atau legislatif; atau
6.Keadaan lain yang menurut pertimbangnan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak
pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana
luara biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak
dimiliki instititusi lain yaitu:
1.Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
2.Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar
negeri;
3.Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan
tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
4.Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang
diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
5.Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait;

6.Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian


lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau
dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada
hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
7.Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri;
8.Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang
ditangani.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang selanjutnya disebut Presiden SBY telah
melakukan upaya-upaya agar korupsi dapat diberantas di Negara RI, beberapa upaya presiden
adalah membentuk lembaga adhoc yaitu KPK, Satgas, ataupun seperti melakukan putusan
menghapuskan remisi terhadap para koruptor dan rencana baru saat ini adalah melakukan
monatorium. Upaya ini dilakukan karena dirasa penegak hukum yang berwenang
memberantas korupsi saat ini arah, tujuan, serta misinya tidak jelas lagi. Penegak hukum
tidak menjalankan tugas sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dalam
hal ini pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih belum maksimal.
Saat ini praktik penegakan hukum sedang mengalami disorientasi kinerja dari amanah
yang diperintahkan di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan perubahannya. Disorientasi nya adalah bahwa polisi, jaksa dan hakim saat ini tampak
kehilangan jati diri karena keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Yudisial,
Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Selain belum efektif juga tampak ada keinginan
kuat untuk memasuki terlalu jauh pekerjaan lembaga penegak hukum tersebut yang
bertentangan dengan Undang Undang (http://wwwerrol273ganteng.blogspot.com/2010/09/disorientasi-penegakan-hukum.html).
Korupsi suatu penyakit negara yang tidak kunjung sembuh dan obatnya pun tidak
efektif dan efisien. Banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam memberantas kasus
korupsi, bahkan seakan akan upaya tersebut malah melemahkan pemberantasan korupsi.
Sehingga sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk memerangi korupsi.

B. Efektifitas Penegakan Hukum Yang Diterapkan Pemerintah Dalam Pemberantasan


Kasus Korupsi
Hukum adalah suatu instrumen peraturan yang harus di patuhi oleh seluruh lapisan
masyarakat yang berada di bawahnya dimana apabila dilanggar atau melakukan
penyimpangan maka akan menimbulkan akibat hukum yang berupa sanksi dengan tujuan
mencapai kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa. Setiap pelanggaran
yang dilakukan akan dibuktikan dengan proses dan prosedur yang telah ditentukan yaitu
lemabaga hukum baik dari tahap penyidikan yang dilakukan oleh polisi, penuntutan yang
dilakukan oleh jaksa penuntut umum, serta proses pengadilan yang diputus oleh hakim.
Begitu juga dengan tindak pidana korupsi yang merupakan pelanggaran hukum dimana atas
perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum .
Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dimana
penegakan hukum korupsi tujuannya adalah untuk memulihkan kerugian negara,
menstabilkan ekonomi publik dan memberikan efek jera kepada para koruptor. Tetapi dewasa
ini timbulnya issu atau permasalahan baru bahwa banyaknya putusan bebas yang dijatuhkan
kepada tersangka koruptor, ini dilakukan oleh pengadilan tipikor daerah, sehingga Menteri
Hukum dan HAM Amir Syamsudin memberikan pernyataan untuk ditiadakan lagi pengadilan
khusus tindak pidana korupsi di daerah.
Sangat ironis sekali penegakan hukum di indonesia, masyarakat sudah hampir putus
asa dengan kinerja dan loyalitas pemerintahan. Bebasnya banyak koruptor dipengadilan
disebabkan tidak efektif dan lemahnya integritas penegakhukum dalam memberikan
kontribusi. Selain itu hal lain yang menjadi keprihatinan bangsa terhadap penegak hukum
bahwa ketika para koruptor mendekam dipenjara, banyak di antara mereka yang mudah
keluar masuk dengan sangat bebas, mendapatkan fasilitas dengan pelayanan hotel berbintang,
serta hasil dari jarahan korupsi pun bahkan tidak masuk ke dalam kas negara tetapi di
manipulsai dengan dilarikan keluar negeri melalui politik yang canggih. Dalam hal ini negara
seperti tidak berdaya menghadapinya, peristiwa ini semakin menambah hilangnya rasa
kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang ditegakkan di indonesia.
Kepolisian, kejaksaan dan pengadilan keadaannya tidak jauh berbeda dalam
pemberantasan korupsi, seakan-akan tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi tekanan
suap yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terjerat kasus korupsi, sehingga proses
peradilannya pun tidak efektif dan tersangka koruptor dapat divonis bebas. KPK tidak akan
bisa melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung oleh keinginan dan
tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang terhadap korupsi.

Sanksi yang dikenakan kepada para koruptor di rasa tidak efektif dan efisien, karena perlu
kita ketahui banyaknya celah yang dilakukan koruptor untuk terbebas dari jeratan hukum.
Sebaiknya pemerintah harus memberikan sanksi yang benar-benar membuat jera dan
takut untuk melakukan korupsi. Mungkin seperti halnya dengan cara menyita seluruh harta
kekayaan koruptor baik harta atas namanya sendiri, istri ataupun anak-anaknya alias
dimiskinkan. Sehingga koruptor tidak dapat bergerak tanpa adanya uang. Sedangkan
hukuman penjara sudah kita ketahui bahwa leluasanya koruptor untuk bertindak semaunya
tanpa ada rasa jera dan takut. Seperti koruptor Gayus Tambunan yang masih dapat keluar
masuk penjara dengan memberikan sejumlah uang kepada penegak hukum yang memiliki
moralitas rendah, banyak lagi koruptor lain yang mendapat fasilitas istimewa dipenjaara ialah
Artalita Suryani, belum lagi pejabat tinggi lain yang tidak terungkap.
Sanksi dengan memiskinkan koruptor dengan semiskin-miskinnya atau menyita
seluruh harta kekayaannya dirasa lebih efisien dan efektif. Karena koruptor dapat bergerak
hanya karena masih adanya uang yang dimilikinya, akan tetapi apabila koruptor tidak
memiliki harta maka mereka tidak dapat bertindak semaunya. Sanksi ini tidak hanya
memberikan rasa jera dan takut tetapi dapat memberi sanksi sosial dan sanksi moral. Apabila
ini dapat diterapkan dengan adil maka tujuan negara berdasarkan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan tercapai dan terlaksana sehingga kehidupan
bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur dapat dirasakan seluruh masyarakat indonesia sesuai
dengan apa yang diharapkan dan dicita-citakan.

KEDUDUKAN JAKSA, POLRI SERTA PERANANNYA DALAM MEMBERANTAS


TINDAK PIDANA KORUPSI
A.

KEJAKSAAN

1.

Pengertian Kejaksaan
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan
Republik Indonesia, bahwa jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
serta wewenang lain berdasarkan undang-undang (Hartanti, 2005:32).
Jadi dapat dikatakan bahwa kejaksaan adalah sebuah lembaga dimana supremasi
hukum ditegakkan, mengingat lembaga ini adalah pelaksana dari putusan pengadilan.
Lembaga inilah yang memberikan perlindungan terhadap kepentingan umum dan dapat
dikatakan bahwa kejaksaan adalah tempat dimana hak asasi manusia diperjuangkan dan
ditegakkan.

2.

Tugas dan Wewenang Kejaksaan


Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI pasal 30
menjelaskan bahwa:

a.
1.
2.

Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang antara lain:


Melakukan penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
4.
5.

pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;


Melakukan penyidikan terhaddap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan

penyidik.
b. b. Di bidang perdata dan tata usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah
Kejaksaan berwenang untuk mengadakan penyelidikan dan penyidikan. Berdasarkan Pasal 5
Ayat (1) butir a KUHAP, penyelidik memiliki wewenang yakni;
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
2. Mencari keterangan dan barang bukti.
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
4.

pengenal diri.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dalam penjelasan KUHAP yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan
dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a.

Tidak bertentangan dengan suatu aturan hokum

b.

Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan

c.

Tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatanya

d. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa


e.

3.

Menghormati Hak-Hak Asasi Manusia.

Kewenangan Jaksa dalam Penyidikan Tindak Pidana Tertentu


Jaksa mempunyai wewenang dalam menyidik tindak pidana. Karena tugas-tugas
penyidikan sepenuhnya dilimpahkan pada pejabat penyidik, maka jaksa tidak lagi berwenang
dalam melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara tindak pidana umum. Jaksa hanya
berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana khusus, yang salah satunya
adalah tipikor.
Peran Jaksa Penyelidik dalam melakukan penyelidikan terhadap informasi adanya
dugaan Tindak Pidana Korupsi sangat besar. Jaksa penyelidik sebagai pencari informasi awal
dalam menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dituntut untuk dapat menjalankan
fungsi intelijen dalam menemukan dugaan tindak pidana korupsi. Tugas yang diemban oleh
Jaksa Penyelidik yakni mengumpulkan data serta bahan bahan keterangan yang mendukung
telah terjadinya tindak pidana korupsi.
Permasalahan yang sering timbul sejalan kurangnya kewenangan Jaksa Penyelidik
dikarenakan pada tahap penyelidikan yang dilakukan bersifat mengumpulkan bahan
keterangan dan mengumpulkan bahan data. Hambatan-hambatan yang sering dijumpai oleh
Jaksa Penyelidik adalah kurangnya kewenangan Jaksa Penyelidik yang ditentukan dalam
Undang-Undang. Keterbatasan kewenangan inilah yang sering kali dijadikan alasan oleh
orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi untuk tidak memberikan bahan data
ataupun bahan keterangan untuk menunjang peroses penyelidikan. Sehingga keterbatasan
kewenangan Jaksa Penyelidik dalam proses penyelidikan menuntut Jaksa Penyelidik untuk
dapat berinovasi dan berinprovisasi dalam melakukan penyelidikan guna menemukan
indikasi tindak pidana Korupsi.

B.

POLISI REPUBLIK INDONESIA


Kewenangan Polri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI,
dalam pasal 14 huruf g, bahwa: Kepolisian Negara RI bertugas melakukan penyelidikan dan

penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
undang-undang yang lainnya. (Hartanti, 2005:39)
Jadi jika dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, polri memilki peran dan andil besar
dalam mencagah merebaknya tipikor ini. Apalagi polri adalah elemen penting yang dapat
menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah.
C.

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

1.
a.
b.
c.
d.
e.

Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi


Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tipikor.
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tipikor.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tipikor.
Melakukan tindakan-tindakan preventif tipikor.
Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerinntahan Negara (Pasal 6 Undang-

a.
b.
c.
d.

Undang Nomor 30 Tahin 2002).


Wewenang dari Komisi Pemberantasan Korupsi
Wewenang KPK antara lain sebagai berikut:
Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tipikor.
Menerapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tipikor.
Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tipikor kepada instansi terkait.
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang

e.
f.

melakukan pemberantasn tipikor.


Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tipikor.
Wewenang lain bisa dilihat dalam pasal 12, 13, dan 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2.

2002. (Hartanti, 2005:69-70).


Dalam hal penyidikan, jika sudah dilakukan oleh Jaksa atau POLRI, maka instansi
tersebut harus melaporkannya ke KPK paling lambat 14 hari setelah tanggal dimulainya
penyidikan. Jika KPK sendiri yang telah melakukan penyidikan, maka jaksa dan POLRI tidak
berwenang lagi melakukan penyidikan. Dan jika jaksa dan POLRI melakukan penyidikan
secara bersamaan, maka penyidikan itu harus dihentikan.
Kedua lembaga penegak hukum itu memiliki tugas dan wewenang dalam menangani
perkara korupsi, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga masuk ke
pengadilan. Itu dua jalur dalam pemberantasan korupsi yang bermuara pada dua pengadilan
berbeda. KPK berakhir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan Kejaksaan Agung
akan berakhir di pengadilan umum.
D.

BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN


Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami
perubahan yang mendasar diantaranya pasal 23 mengenai kedudukan dan tugas Badan
Pemeriksaan Keuangan. Para pembentuk Undang-Undang Republik Indonesia 1945
menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang

keuangan negara merupakan kewajiban yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu
BadanPemeriksaan Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah.
Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara
yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Tuntutan reformasi telah menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintah yang
baik, mengharuskan perubahan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan negara.
Perubahan ketiga UUD 45 merupakan salah satu reformasi atas ketentuan pasal 23
ayat (5) tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. Bab tentang Badan Pemeriksaan Keuangan
adalah bab baru. Sebelumnya Badan Pemeriksaan Keuangan diatur dalam satu ayat, yakni
dalam pasal 23 ayat (5) UUD 1945 Untuk memeriksa keuangan negara diadakan suatu
Badan Pemeriksaan Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil
pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Pewakilan Rakyat. Perubahan UUD 1945
menjadi tiga pasal yaitu, pasal 23E, pasal 23F, pasal 23G.
Dipisahkanya BPK dalam bab tersendiri ( BAB VIIIA), yang sebelumnya merupakan
bagian dari BAB VIII tentang Hal Keuangan dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum
yang kuat serta pengaturan rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri. Dalam
kedudukannya sebagai pemeriksa keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau
pemeriksaan di daerah, BPK membuka kantor di setiap provinsi.
Keanggotaan BPK terdiri dari 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya
diresmikan dengan Keputusan Presiden dengan susunan terdiri atas seorang Ketua merangkap
anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota untuk masa
jabatan selama 5 (lima) tahun.
1.

Tugas pokok dan fungsi BPK


Adapun tugas dari BPK yaitu:

a.

BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah,

b.

dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.


Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

c.

Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undangundang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan

d.

dipublikasikan.
BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

e.

negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.


Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau

f.

pejabat yang ditunjuk.


Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur
bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan

g.

kewenangannya.
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang telah
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.

Dari tugas BPK yang disebutkan di atas, terdapat fungsi BPK yaitu:
a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan
b.
c.
d.

pembangunan.
Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas bpkp.
Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan

keuangan dan pembangunan.


2. Wewenang BPK
Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia memiliki wewenang BPK yang berlaku,
wewenangnya yaitu:
a.

Menentukan menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan


pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan
laporan pemeriksaan.

b.

Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

c.

Melakukan pemeriksaan di tempat periyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan
terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan
negara.

d.

Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.

e.

Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah


Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.

f.

Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

g.

Menggunakan tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan
atas nama BPK.

h.

Membina jabatan fungsional Pemeriksa.

i.

Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan.

j.

Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah


Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

E.

PROSES PENYIDIKAN HINGGA PEMERIKSAAN DI PENGADILAN

1.

Pelaksanaan Penyidikan
Penyidikan dilakukan oleh Polri/Jaksa/KPK sendiri. Dengan membawa alat bukti yang
sah, seperti: keterangan ahli, keterangan saksi, surat dan petunjuk. Penyidikan dapat berupa
penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan, dan pemanggilan.
Penggeledahan dilakukan terhadap orang dan tempat-tempat yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi yang sesuai dengan prosedur yaitu adanya surat perintah
penggeledahan, surat ijin dan atau dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat,
serta adanya saksi-saksi dan setelah itu penyidik membuat berita acara penggeledahan.
Penyitaan dilaksanakan terhadap surat-surat dan barang-barang yang berkaitan dengan
tindak pidana dimana penyitaan dilaksanakan sesuai prosedur, adanya surat perintah
penyitaan, surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, adanya saksi-saksi yang turut
menanda tangani, dan dibuatkan berita acara penyitaan serta surat dan barang-barang yang
disita dibuat label dan dirawat dengan baik.
Penangkapan dilaksanakan sesuai prosedur, adanya surat perintah penangkapan, satu
lembar diserahkan kepada keluarga dan dalam surat perintah disebutkan pasal-pasal yang
disangkakan dan alasan penangkapan, dilaksanakan dalam waktu 1 x 24 jam.
Penahanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur, adanya surat perintah penahanan dengan
memuat pasal-pasal dan alasan penahanan, satu lembar surat perintah penahanan diserahkan
pada keluarganya, waktu penahanan selama 20 hari dan dapat diperpanjang selama 40 hari.
Pemanggilan dilakukan dengan berdasarkan identitas si tersangka dengan menyertakan surat
tugas penangkapan.

2.

Proses Penyelidikan

Setelah dirasa bukti telah ada, yakni dengan mewawancarai baik saksi, saksi ahli, maupun
tersangka, ataupun melalui cara pengamatan yang cermat maupun penyamaran.
3.

Proses Pemeriksaan
Pemeriksaan dilaksanakan dalam penyidikan diharapkan untuk dapat memperoleh
keterangan baik dari saksi maupun tersangka.
Pemeriksaan harus mengarah dan sesuai dengan unsur-unsur dan pasal-pasal yang
disangkakan. Hasilnya harus disesuaikan dengan keterangan saksi-saksi, saksi ahli dan
barang bukti yang ada.
Hasil pemeriksaan tersangka dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan ditanda tangani
oleh tersangka serta penyidik.
Pemeriksaan saksi ahli juga harus berhubungan dengan keterangan tersangka dan barang
bukti yang ada.
Hasil pemeriksaan saksi /saksi ahli dituangkan dalam berita acara pemeriksaan
kemudian ditanda tangani oleh saksi/saksi ahli dan penyidik yang memeriksa.
penyelesaian/pemberkasan perkara.
Penyelesaian/pemberkasan diharapkan dapat dilakukan dalam waktu cepat sejalan dengan
kecepatan dalam pemeriksaan maupun pengumpulan bukti-bukti. Pengiriman berkas perkara
kepada Penuntut Umum. Lalu berkas diteruskan ke Kejaksaan untuk dilaksanakan
pelaksanaan pemidanaan (disarikan dari arriwp97-Police Hazard UPAYA
MENINGKATKAN KUALITAS PENYIDIK TIPIKOR DALAM MEWUJUDKAN
KEMANDIRIAN POLRI.html).
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Empat lembaga di atas ketika mau dan berani bersinergi dalam upaya pemberantasan
korupsi akan sangat membantu dalam menciptakan good governance. Maka sangatlah perlu
kita sebagai warga Indonesia juga berpartisipasi dalam mencegah budaya korupsi terus
merajalela. Mulai dari diri kita dan mulai dari sekarang.
Demikian makalah ini kami susun, semoga ada manfaat darinya. Kepada Bapak dosen
Pengampu dan para pembaca, kami selaku penyusun memohon kritik dan saran untuk
penyempurnaan penulisan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai