Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI COALITE

BATUBARA DAN APLIKASINYA DALAM PENGOLAHAN


LIMBAH CAIR INDUSTRI KAIN JUMPUTAN
A. Fuadi Ramdja, Arif Kurniawan, Syeh Ahmad
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstract
Indonesia is one of the countries has big coal reserve on the world, but the usage just limited to
produce briquet and used as fuel at power plant. In other side, the result of the research showed that the
active carbon could be made from organic or anorganic material whose high carbon content. In this case
coal is potential to be raw material on carbon active production because it has high carbon content.
In this research, the best active carbon is gotten from carbon 125 m in size, activated with HCl
solution with consetration 0.2 M for 24 hour. Moisture content and iodioum adsorption of the carbon from
this reseach have been agreeable on Indonisian Industries Standart No. 0258-88. The application of this
active carbon is used to waste water treatment of the jumputan industry.
Keyword : coal coalite, active carbon, jumputan industry waste water.
Abstrak
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan batubara cukup besar di dunia, tetapi
pemanfaatannya masih terbatas untuk pembuatan briket dan digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik. Di satu sisi hasil penelitian menunjukan bahwa arang aktif dapat dibuat dari bahan
organik maupun anorganik yang mengandung kadar karbon tinggi. Dalam hal ini batubara berpotensi
sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena memiliki kandungan karbon yang tinggi.
Pada penelitian ini, karbon aktif terbaik diperoleh dari karbon dengan ukuran 125 m, yang
diaktivasi dengan HCl dengan konsentrasi 0,2 M, selama 24 jam. Kadar air dan daya serap terhadap iodin
dari karbon hasil penelitian ini sudah sesuai dengan Standar Industri Indonesia No. 0258-88. Aplikasi dari
karbon aktif ini digunakan untuk pengolahan limbah cair industri kain jumputan.
Kata kunci : coalite batubara, karbon aktif, limbah cair industri kain jumputan

I. PENDAHULUAN
Karbon aktif merupakan salah satu bahan
organik yang cakupan pemakaiannya cukup luas,
baik di industri besar maupun kecil. Penggunaan
karbon aktif antara lain sebagai katalis,
penghilangan bau, penyerapan warna, zat
purifikasi, dan sebagainya. Seiring pertumbuhan
industri dalam masyarakat kita, maka permintaan
penyediaan karbon aktif meningkat pula.. Untuk
industri di Indonesia, pengunaan karbon aktif
masih relatif tinggi. Sayangnya, pemenuhan akan
kebutuhan karbon aktif masih dilakukan dengan
cara mengimpor. Pada tahun 2000 saja, tercatat
impor karbon aktif sebesar 2.770.573 kg berasal
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

dari negara Jepang, Hongkong Korea, Taiwan,


Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka, Malaysia,
Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Jerman, Denmark, dan Italia (Rini Pujiarti, J.P
Gentur Sutapa). Padahal, jika meninjau sumber
daya alam di Indonesia yang melimpah, maka
sangatlah mungkin kebutuhan karbon aktif dapat
dipenuhi dengan produksi dari dalam negeri.
Karbon aktif merupakan karbon dengan
struktur amorphous atau mikrokristalin yang
sebagian besar terdiri dari karbon bebas yang
biasanya diperoleh dengan perlakuan khusus dan
memiliki luas permukaan berkisar antara 3002000 m2/gr dan memiliki daya serap tinggi.
1

Kualitas
arang
aktif
ditentukan
berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII
No.0258-88). Maka, penelitian ini merujuk pada
pengujian baku mutu yang telah ditetapkan oleh
Standar Industri Indonesia dan ditambahkan uji
pengolahan limbah cair industri.
Dalam dunia perdagangan, umumnya
dijual karbon aktif yang berasal dari temperung
kelapa. Namun, hasil penelitian membuktikan
bahwa karbon aktif dapat dibuat dari bahan
organik maupun anorganik, maka material
tambang seperti batu bara menjadi salah satu
alternatif yang dapat digunakan.
II. FUNDAMENTAL
2.1. Coalite Batubara
Coalite adalah batubara peringkat rendah
yang telah melewati proses karbonisasi pada unit
carbonizer pada suhu 400 600 oC. Coalite
biasanya digunkan sebagai bahan baku pembuatan
briket super. Tujuan dari unit karbonisasi adalah
untuk mengurangi volatile matter yang
terkandung dalam batubara karena akan
menyulitkan proses penyalaan briket yang sudah
jadi.
2.2. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan arang dengan
struktur amprphous atau mikrokristalin yang
sebagian besar terdiri karbon bebas dan memiliki
permukaan dalam (internal surface), biasanya
diperoleh dengan perlakuan khusus dan memeliki
luas permukaan berksar antara 300 2000 m2/gr.
Kemampuan
karbon
aktif
mengadsorpsi
ditentukan oleh struktur kimia yaitu atao C, H,
dan O yang terikat secara kimia membentuk
gugus fungsi. karbon aktif merupakan bahan
karbon yang memiliki pori pori dan daya serap
tinggi. daya serapnya banyak dimanfaatkan dalam
industri, misalnya untuk menghilangkan bau dan
warna cairan.
Secara umum, ada dua jenis karbon aktif
yaitu karbon aktif fasa cair dan karbon aktif fasa
gas. karbon aktif fasa cair dihasilkan dari material
dengan berat jenis rendah, seperti arang bambu
kuning yang mempunyai bentuk butiran (powder),
rapuh (mudah hancur), mempunyai kadar abu
yang tinggi berupa silika dan biasanya digunakan
untuk menghilangkan bau, rasa, warna,
kontaminan organik lainnya. sedangkan karbon
aktif fasa gas dari material dengan berat jenis
tinggi.
Aktifitas penyerapan karbon aktif tergantung
dari kandungan senyawa karbon dalam bahan,
umumnya terdiri dari 85 95% karbon bebas.
2

arang, kokas dan karbon aktif disebut karbon


amorf. penyelidikan dengan sinar X menunjukan
bahwa karbon amorf mempunyai sifat kristal yang
tertentu yang tidak menunjukan sudut dan
permukaan kristal seperti bentuk rhombis,
monoklin dan lainnya. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa karbon amorf terdiri dari plat
plat datar dimanan atom karbon tersusn dalam kisi
heksagon dan setiap atom karbon berikatan secara
kovalen dengan atom karbon lainnya. bila suatu
bahan baku amorf atau karbon aktif dipanaskan,
zat zat organik mulai terlepas dan membentuk
kembali struktur aromatik yang termostabil pada
kisi kisi heksagon. Transformasi ini tidak
berlangsung
dengan
sempurna
hingga
mengakibatkan terjadinya cincin atau rantai
hidrokarbon. Bentuk, ukuran dan cara susunannya
yang kristalit akan mempengaruhi daya serap
karbon. Daya serap ini dapat diperbesar dengan
permukaan gas gas pengiksidasi garam garam
mineral seperti KCl, ZnCl2, CaCl2 dan MgCl2
(Dalius & Rudyanto. 1983).
Sifat daya serap karbon aktif terbagi atas dua
jenis, yaitu daya serap fisika dan daya serap
kimia. Keduanya dapat dibedakan dari ada atau
tidaknya perubahan kimia yang terjadi antara zat
yang diserap (adsorbat) dan zat yang menyerap
(adsorbent).
Secara umum faktor yang mengakibatkan daya
serap tersebut yaitu :
a. Dengan adanya pori pori mikro yang sangat
banyak jumlahnya pada karbon aktif, akan
menimbulkan
gejala
kapiler
yang
menyebabkan adanya daya serap.
b. Luas permukaan yang dimiliki karbon aktif
dapat menyebabkan adanya daya serap.
c. Pada kondisi yang bervarasi, ternyata hanya
sebagian permukaan yang mempunyai daya
serap. hal ini dapat terjadi kerena permukaan
dianggap heterogen, sehingga hanya beberapa
jenis zat yang dapat diserap oleh bagian
permukaan yang lebih aktif dan dikenal
sebagai active center (Milan & Slanox,
1970).
2.2.1. Sifat Fisik Karbon Aktif
Luas permukaan merupakan sifat fisik yang
cukup penting. Untuk aplikasi khusus, luas
permukaan yang tersedia untuk adsorpsi
tergantung pada zat yang diserap dan dameter pori
karbon aktif. pada umumnya karbon aktif untuk
fase liquid mempunyai diameter pori 3 nm atau
lebih besar, sedangkan diameter pori adsorben
fase gas lebh kecil dari 3 nm. adsorben fase liquid
memerlukan pori yang lebih besar untuk difusi
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

yang lebih cepat dalam liquid. Metode pengujian


adsobsi menggunakan zat yang mempunyai range
ukuran molekul, dimana karbon fase liquid
biasanya dicirikan dengan aktivasi adsorpsi
karbon tetraklorida dan benzen. Selain sifat
tersebut, karbon aktif yang berbentuk bubuk dan
butiran juga mempunyai sifat tertentu.
Kapasitas
adsorpsi
karbon
aktif
merupakan sifat yang sangat penting disebabkan
sifat ini menentukan berapa banyak zat yang dapat
diserap (diadsorpsi) per gram karbon. Karbon
aktif dijual dengan harga yang cukup tinggi bila
kapasitas adsorpsinya besar.
Densitas bulk atau densitas curah dari
karbon aktif dan spesifik kapasitas adsorpsi dapat
digunakan untuk menentukan kapasitas bed dalam
desain sistem adsorpsi. Densitas bulk didefinsikan
sebagai berat sampel per milliliter sampel. Selama
proses aktifasi, biasanya volume pori sampel
bertambah dan densitas bulk mengecil. Denstas
bula juga berakibat terhadap kemampuan karbon
untuk menyaring. Range usuran partikel karbon
aktif merupakan hal penting untuk laja adsorpsi
yang berbanding terbalik terhadap ukuran partikel,
partikel yang kecil mempunyai laja paling cepat
dan fixed bed pressure dropnya bertambah jira
usuran partikel berkurang. Persyaratan mutu
karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Karbon Aktif


(SII. 0258-88)
Persyaratan
Jenis Uji
Butiran
Padatan
Bagian yang hilang
pada
pemanasan Max. 15%
Max.25%
950oC
Kadar Air
Max.4,4%
Max. 15%
Kadar Abu
Max.2,5%
Max.10%
Fixed Karbon (%)
Min. 80%
Min 65%
Daya serap terhadap Min. 750 Min. 750 mg/g
I2
mg/g
Daya serap terhadap
Min. 60
Min. 120 ml/g
Metilen Blue
ml/g
Sumber : Pusat Dokumentasi dan Informasi
Ilmiah, LIPI 1997
2.2.2. Sifat Kimia Karbon Aktif
Sifat kimia dari karbon adalah komposisi
kandungan karbon, hidrogen dan pH karbon.
ketidaksesuaian antara bentuk karbon aktif yang
diharapkan, berdasarkan luas permukaan dan data
distribusi ukuran pori, kapasitas adsorpsi aktual
yang dapat dijelaskan dengan campuran yang
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

mengandung oksigen pada permukaan karbon.


selain itu, pH dan pKa karbon sebagai ukuran
keasaman dan kebasaan permukaan campuran
yang mengandung oksigen juga akan membantu
dalam memprediksi sifat hidrofilik dan adsorpsi
anion/kation yang disukai oleh karbon.
2.2.3. Proses Pembuatan Karbon Aktif
Secara garis besar, ada 3 tahap pembuatan
karbon aktif, yaitu:
1) Proses Dehidrasi
Adalah proses penghilangan air pada bahan
baku. Bahan baku dipanaskan sampai temperatur
170C.
2) Proses Karbonisasi
Adalah proses pembakaran bahan baku
dengan menggunakan udara terbatas dengan
temperatur udara antara 300oC sampai 900oC
sesuai dengan kekerasan bahan baku yang
digunakan. Proses ini menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa organik yang menyusun
struktur bahan membentuk metanol, uap asam
asetat, tar, dan hidrokarbon. Material padat yang
tertinggal setelah proses karbonisasi adalah
karbon dalam bentuk arang dengan permukaan
spesifik yang sempit.
3) Proses Aktivasi
Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian,
yaitu:
a. Proses Aktivasi Fisika
Pada proses aktifasi fisika, biasanya karbon
dipanaskan didalam furnace (Carbonizer) pada
temperatur 600-900C. Beberapa bahan baku
lebih mudah untuk diaktifasi jika diklorinasi
terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi untuk
menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi
dan akhimya diaktifasi dengan uap.
b. Proses Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia merujuk pada pelibatan
bahan-bahan kimia atau reagen pengaktif.
Menurut Kirk and Othmer (1940), bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai pengaktif
diantaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2,
HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dan
sebagainya. Hessler (1951) dan Smith (1992)
menyatakan bahwa unsur-unsur mineral
aktivator masuk diantara plat heksagon dari
kristalit dan memisahkan permukaan yang
mula-mula tertutup. Dengan demikian, saat
pemanasan dilakukan, senyawa kontaminan
yang berada dalam pori menjadi lebih mudah
terlepas. Hal ini menyebabkan luas permukaan
yang aktif bertambah besar dan meningkatkan
daya serap karbon aktif.
3

2.2.4. Proses Adsorpsi


Adsorpsi adalah peristiwa pengambilan zat
yang berbentuk gas, uap dan cairan oleh
permukaan atau antarmuka tanpa penetrasi. Faktor
terpenting dalam proses adsorpsi adalah luas
permukaan. Suatu molekul pada antarmuka
mengalami ketidakseimbangan gaya. Akibatnya,
molekul-molekul pada permukaan ini mudah
sekali
menarik
molekul
lain,
sehingga
keseimbangan gaya akan tercapai. Dari proses
adsorpsi ini, dikenal istilah adsorbat untuk zat
yang diadsorpsi dan adsorben untuk zat yang
mengadsorpsi.
2.3. Limbah Cair Industri Tekstil
Bahan pencencemaran industri tekstil
tergantung pada penggunaan zat warna serta
proses dan bahan kimia banyak teradaptasi dan
tetap
berada
dalam
larutan
sehingga
berkemungkinan besar terbuang bersama air bekas
yang mempunyai potensi untuk mencemari
lingkungan. Adapun kandungan limbah hasil
pencelupan yang merupakan bagian dari limbah
tekstil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2. Karakteristik Air Limbah Industri
Tekstil Hasil Proses Pencelupan

BOD

Kadar
Maksimum
(mg/L)
60

Pencelupan
Maksimum
(kg/ton)
1,2

COD

150

TSS

50

Fenol

0,5

0,01

Krom

1,0

0,02

Amoniak

8,0

0,16

Sulfida

0,3

0,006

Minyak/lemak

3,0

0,06

Parameter

2.3.1. Zat Warna


Air limbah industri penghasil limbha cair
yang sangat besar dan kompleks karena proses
produksinya menghasilkan bermacam macam
limbah. Air limbah industri tekstil maupun
jumputan dapat dengan mudah dikenal karena
warnanya. Pencemaran zat warna ini bervariasi

baik jenis dan jumlahnya. Zat warna yang paling


banyak digunakan adalah :
Zat warna napthol AS (Anilid Saure), dan Zat
indigosol.
Zat warna Naphtol termasuk apa yang
disebut develop Azo Dyes karena jika digabung
dengan garam diaso baru timbul warnanya. Zat
warna ini larut dalam air, senyawa yang
mengandung inti siklis dan asam aniline. Naphtol
AS ditemukan pada tahun 1911. Zat ini diproduksi
oleh pabrik pabrik zat warna di Eropa, Jepang
dan RRC. Zat ini dipakai dalam pembatikan pada
tekstil tradisional Palembang seperti Songket,
Jumputan, Blongsong, karena warna warna baik
dalam ketahanan maupun cara pengerjaan.
Zat warna Indigosol disebut juga zat warna
bejana-larut yaitu Leuco Ester Natrium dari zat
warna bejana. Apabila warna itu akan
dioksidasikan akan berubah menjadi bentuk yang
tidak larut dan akan memberikan warna yang
sesunggunya. Proses supaya menimbulkan warna
yang sesungguhnya dipakai natrium nitrit dan
asam.
Limbah zat warna pada industri tekstil maupun
jumputan terkadang merupakan zat warna yang
dihasilkan dari proses pencelupan. Di mana zat
warna yang digunakan dari zat alam sehingga
menghasilkan mutu kain yang baik. Zat sintesis
yang sering digunakan adalah zat warna Napthol
yang mengandung senyawa kimia organik tinggi,
apabila zat warna sisa pencelupan tersebut
dibuang maka dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan, sehingga untuk mengatasinya
diperlukan adanya penghilangan zat warna
sebelum limbah dibuang ke perairan yaitu dengan
cara biologi, kimia, atau proses dengan
menggunakan karbon aktif.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
3.1.1. Alat
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)

Oven listrik.
Neraca analitis.
Pompa vakum.
Buret digital.
Centrifuge.
Spektrofotometer UV Visible.
pH meter.
Ayakan Vibrator Screen.
Crusibel.
Desikator.
Kurs porselin.
Erlenmeyer.
Beker gelas.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

14)
15)
16)
17)
18)

Gelas ukur.
Stirrer.
Pipet ukur.
Pipet tetes.
Kertas saring.

2)
3)

4)
3.1.2.
1)
2)
3)
4)

Bahan
Bahan baku berupa coalite batubara
Zat aktivator berupa HCl
Aquadest.
Bahan analisa: Amilum, Natrium
tiosulfat, Iodium, H2SO4, dan Cr .

5)

c.
3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Prosedur Pengaktifan Arang
1. Arang direndam di dalam larutan
aktivator. Tentukan konsentrasi larutan
aktivator dengan waktu rendaman yaitu
20 jam.
2. Dari langkah di atas didapat sampel
pasta arang
3. Pasta arang yang telah didapat dicuci
dengan menggunkan aquadest hingga pH
nya 7
4. Keringkan di dalam oven dengan suhu
150 oC selama 2 jam.
3.2.2. Prosedur Pengujian Arang Aktif
Ada beberapa pengujian yang dilakukan dalam
pembuatan arang aktif, meliputi :
a. Uji Kadar Air
Karbon aktif ditimbang seberat 1 gram dan
dimasukkan ke dalam kurs porselin yang telah
dikeringkan, setelah itu dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105oC selama 1 jam, kemudian
karbon aktif didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
a b
Kadar air =
x100%
a
Dimana:
a
= berat arang aktif mula-mula (gram)
b
= berat arang aktif setelah dikeringkan
(gram)

Setelah itu dipindahkan ke dalam tabung


sentrifugal sampai karbon aktif turun.
Kemudian diambil 10 ml larutan itu dan
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1
N.
Jika warna kuning pada larutan mulai samar,
kedalam larutan tersebut ditambahkan
larutan amilum 1% sebagai indikator.
Dititrasi kembali warna biru tua hingga
menjadi warna bening.

Pengujian Terhadap Limbah


(Pengurangan Kandungan Kromium)
Pengujian terhadap limbah ini menggunakan
limbah yang berasal dari industri kain
songket dan jumputan dengan prosedur kerja
sebagai berikut :
1. Siapkan 30 ml limbah cair hasil
pewarnaan kain jumputan.
2. Ukur kandungan Cromium dengan alat
spektrometer
3. Masukkan karbon aktif seberat 10 gram
dalam tabung adsorbsi yang berdiameter 4
cm.
4. Tuangkan
limbah
cair
hasil
pewarnaan kain jumputan ke dalam
tabung adsorbsi
5. Amati perubahan yang terjadi setelah
limbah melewati karbon aktif.
6. Ukur kembali kandungan Cromuim
dalam limbah yang sudah dilewatkan
dalam karbon aktif.
Di mana penurunan kadar kromium
dihitung dengan persamaan berikut :
% Penurunan Cr =

Cr awal Cr akhir
Cr awal

Di mana :
Cr awal : Kandungan Cr pada limbah
sebelum masuk tabung adsorpsi
Cr akhir : Kandungan Cr pada limbah
keluaran tabung adsorpsi

b. Uji Daya Serap terhadapIodium


Pengujian terhadap daya serap iodium dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
1) Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,25 gram
dan dicampurkan dengan 25 ml larutan
Iodium 0,1 N. Kemudian dikocok dengan
alat pengocok selama 15 menit.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu Aktivasi 20 jam

K adar Air

0.80%
0.60%

125

0.40%

Io d in N u m b e r ( m g /g )

Waktu aktivasi 24 jam

4.1. Pengujian Karbon


4.1.1. Kadar Air Karbon Aktif

940
920
900
880
860
840
820

125
250
500

250

0.1

500

0.20%

0.2

0.3

0.4

Konsentrasi (M)

0.00%
0.1

0.2

0.3

0.4

Konsentrasi (M)

Gambar 4.1. Pengaruh Ukuran Karbon Aktif


dan Konsentrasi HCL Terhadap Kadar Air
dengan Waktu Aktivasi 20 Jam
Dari grafik, hubungan konsentrasi HCl dan
kadar air pada karbon aktif terlihat, bahwa dengan
bertambahnya konsentrasi larutan HCl maka
kadar air pada karbon aktif semakin meningkat
hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi
makin semakin lama waktu pencucian sehingga
semajin banyak air yang terserap pada karbon..
Pada pada gambar di atas kadar air tertinggi yaitu
pada karbon aktif yang berukuran 125 m dengan
konsentrasi HCl 0,3 M yaitu 0,72% sedang kadar
air yang terendah yaitu pada karbon aktif dengan
ukuran 500 m dengan konsentrasi 0,1 M HCl
yaitu 0,18 %.
4.1.2.

Daya serap terhadap iodium


Pada grafik hubungan iodin number
terhadap konsentrasi aktivator di atas terlihat
bahwa karbon aktif yang memiliki daya serap
terhadap iodin tertinggi adalah karbon aktif
dengan konsentrasi aktivator 0.2 M dengan
ukuran 125 m yaitu sebesar 932,1452 mg/g. Hal
ini disebabkan semakin kecil ukuran karbon aktif
makin semakin luas permukaannya sehingga daya
serap terhadap iodin semakn meningkat.
Sedangkan karbon aktif yang mempunyai daya
serap paling rendah adalah karbon aktif dengan
konsentrasi aktivator 0.1 M dengan ukuran 500
m yaitu 854,452 mg/g.

Gambar 4.2. Pengaruh Ukuran Karbon Aktif


dan Kosentrasi Hcl Terhadap Iodine Number
dengan Waktu Aktivasi 24 Jam
4.2. Pengujian pada Limbah Cair Industri
Kain Jumputan
Waktu Aktivasi 20 jam

C r ya n g terse rap

100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%

125
250
500
0

0.1

0.2

0.3

0.4

Konsentrasi Aktivator (M)

Gambar 4.3. Pengaruh Ukuran Karbon Aktif


dan Konsentrasi HCL Terhadap Absorbansi
Kromium Pada Limbah Jumputan dengan
Waktu Aktivasi 20 Jam
Pada grafik di atas terlihat bahwa karbon aktif
dengan ukuran 125 m dan konsentrasi aktivator
0,1 M memiliki daya serap paling besar terhadap
kromium pada lmbah jumputan di mana 94.35%
Cr pada limbah jumputan terserap. Sedangkan
daya serap terendah adalah karbon aktif dengan
ukuran 500 m dengan konsentrasi aktivator 0,1
M di mana hanya 68,70% Cr pada limbah yang
terserap. Hal ini terjadi karena semakin kecil
ukuran karbon aktif maka semakin luas
permukaan karbon aktif tersebut sehingga
meningkatkan daya serapnya.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

V. KESIMPULAN
1. Karbon aktif dapat diperoleh dari coalite
batubara dengan aktivator larutan HCl
dengan konsentrasi 0,1 M, 0,2 M, dan 0,3
M dengan waktu aktivasi 20 jam, 22 jam,
dan 24 jam.
2. Karbon aktif dari coalite batubara dapat
digunakan pada proses pengolahan limbah
cair seperti limbah cair pada pembuatan
kain jumputan. Dari hasil pengolahan
tersebut dapat mengurangi kadar kromium
dan menjernihkan limbah cair pembuatan
kain jumputan.
3. Dari data yang dihasilkan ternyata karbon
aktif terbaik dhasilkan pada waktu aktivasi
24 jam dengan konsentrasi HCl 0,2 M dan
ukuran serbuk 125 m. Karbon aktif
tersebut memiliki Iodin number 932,1452
mg/gr, kadar air 0,21% serta daya serap
terhadap krom pada limbah kain jumputan
5,000347636 ppm/gr karbon aktif.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Afliza. Oktaviani. 2000. Pembuatan Karbon Aktif
dari Ampas Tebu. Indralaya: Jurusan
Teknik Kimia UNSRI
Barus, Bina Restituta, Ade Rafsanjani. 2007.
Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas
Tebu dan Aplikasinya dalam Pengolahan
Limbah Cair. Indralaya: Jurusan Teknik
Kimia UNSRI
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
2003. Syarat Mutu dan Uji Arang Aktif
SII No. 0258-88. Palembang: Balai
Perindustrian dan Perdagangan
Agustina, Nyimas Indah. 2007. Tinjauan TSS,
Turbiditi, dan Fluks pada Penjernihan
Limbah Industri Jumputan Menggunakan
Membran Kramik. Indralaya: Jurusan
Teknik Kimia UNSRI
Sembiring, Meilita Tryana. Sinaga, Tuti Sarma.
2003. Arang Aktif (Pengenalan dan
Proses Pembuatannya). Sumatera Utara:
Jurusan Teknik Industri
Universitas
Sumatera Utara
Halim, Mirah, Jo Handi. 2008. Pembuatan
Karbon Aktif Dari Pelepah Kelapa
(Cocus Nucifera). Indralaya: Jurusan
Teknik Kimia UNSRI

Ismail, Syarifuddin. 1996. Alat Industri


Kimia.
Penerbit
Unsri
:
Palembang

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Anda mungkin juga menyukai