Anda di halaman 1dari 16

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Tanggal Masuk RS

: An.A
: Perempuan
: 1 bulan 28 hari
: Pulo gadung
:06 Juli 2015

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Batuk berdahak dan pilek sejak 2 minggu SMRS. Keluhan dirasakan sejak imunisasi
BCG. Tampak sesak sejak 2 hari SMRS, batuk pilek masih ada, demam disangkal. Os
sudah berobat 2x ke dokter namun tidak ada perubahan.
BAB cair ketika batuk warna kuning, berlendir, sedikit bau, tidak ada darah, BAK

normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah mengalami keluhan yang serupa. Usia 3 hari hiperbilirubinemia dan
dirawat 3 hari.

Riwayat Pengobatan
Os tidak sedang mengkonsumsi OAT atau OAE

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Alergi
Tidak terdapat alergi obat maupun makanan.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu rutin melakukan ANC di dokter selama masa kehamilan. Selama hamil ibu tidak
pernah sakit. Anak lahir cukup bulan, kehamilan tunggal, spontan di bidan tanpa penyulit
kehamilan. Langsung menangis setelah lahir dengan BB 2500 gram dan PB 45 cm

Pola Makan Anak


3 hari : ASI dan susu formula
Kesan : Anak tidak mendapat ASI eksklusif.

Riwayat Tumbuh Kembang


Melihat jika ada yang mengajak bicara.
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia

Riwayat Imunisasi
BCG
1x
Hepatitis B 1x
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Psikososial
OS tinggal bersama kedua orang tua nya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaran Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: ComposMentis
Tanda-Tanda Vital
Suhu
: 36,5 C
Nadi
: 120 kali/menit
Napas
: 45 kali/menit

Antropometri
Berat Badan
Tinggi Badan

: 3,6 kg
: 52 cm

Status Gizi
BB/U : 3,6/4,8 x 100%

= 90%

TB/U : 52/55 x 100%


BB/TB : 3,6/4 x 100%
Kesan
: Obesitas

= 94,5%
= 90%

D. STATUS GENERALIS
Kepala
Kepala
Ubun-ubun kecil
Mata
Konjungtiva anemis
Sclera icterus
Edema palpebra
Mata cekung
Mata merah dan berair
Hidung Pernapasan cuping hidung
Deviasi septum
Sekret
Perdarahan
Telinga Normotia
Sekret
Mulut Mukosa bibir
Sianosis
Lidah kering/kotor/tremor
Stomatitis
Faring hiperemis
Tonsil

Kulit

Leher

: Sianosis (-), kulit terlihat pucat (-), peteckie (-)

Pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar thyroid

Thorax
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi

dada simetris, retraksi dada (+/+)


Sonor/Sonor
Dada kiri tertinggal
Bunyi paru vesikular (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur (-), gallop
(-)

Normocephal
Belum Menutup
+/+
-/+
+
Lembap
T1/T1

Axilla

: Pembesaran KGB (-/-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Turgor Kulit

Inguinal

Ekstremitas
Superio
r
Inferior

Distensi (-), Scar (-)


BU (+) normal
Tymphani pada seluruh kuadran abdomen
Supel
Baik, kembali dalam waktu < 2 detik
: Pembesaran KGB inguinal (-/-)

Akral
Edema
Sianosis
RCT
Akral
Edema
Sianosis
RCT

Hangat
< 2 detik

Hangat
< 2 detik

Hangat
< 2 detik

Hangat
< 2 detik

E. STATUS NEUROLOGIS
Refleks patologis :
Babinski (negative)
Brudzinski I (negative)
Brudzinski II (negative)
Kernig Sign (negative)
Refleks fisiologis : Biseps (+), patella (+), achilles (+)
Kesan

: Status Neurologis dalam batas normal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
Hemoglobin

10.5

Hematokrit

33

Nilai Normal
10.812.8
35-43

Satuan
g/dL
%

Trombosit
Leukosit

275
17.99

CRP Kuantitatif
MCV/VER
MCH/HER
MCHC/KHER

<5,0
96
31
32

Ro thorax :
COR CTR normal
Sinus dan diafragma normal
Pulmo : Hili tebal, corakan vaskuler ramai
tampak infiltrat di perihiler kanan dan kiri
Trakea ditengah
Kesan : Cor tidak membesar
BP dupleks
G. RESUME

229-553
6.0017.00

ribu/L
ribu/L

72-88
23-31
32-36

fL
pg
g/dL

An. AS perempuan usia 1 bulan 28 hari BB 3,6kg datang dengan keluhan sesak 2 hari
yang lalu,batuk dan pilek, demam disangkal.
Pemfis : S= 36,5C, RR= 45x/menit, Retraksi dinding dada, ronki (+/+)
H. ASSESMENT
Sesak
Batuk
Pilek
I. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Status Gizi
Status Imunisasi
Status Tumbuh Kembang

: Bronkopneumonia
: Baik
: Imunisasi dasar belum lengkap
: Tumbuh kembang sesuai dengan usia

J. TATA LAKSANA
IVFD Dex 10 1/5 NS, 300 cc/hari (infus pump)
O2 1 l/m
Efexal drop 3x3 tts
Meropenam 2x150mg
Mikasin 2x25mg
Pulmicat amp
Combivent amp
NaCl

K. FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal

Kesadaran CM

Bronkopneumoni
a

Lanjutkan

Sesak saat batuk


Batuk pilek (+)

S : 36,8C

Demam (-)

N : 110 x/mnt

7/07/15

R : 40 x/mnt

L. HASIL LABORATORIUM
Nilai Normal
Hb
Ht
T
L

10.7-14.7 g/dL
31-43 %
217-491 ribu/L
5.5-15.5 ribu/L

15/06/15
j. 1132
13.8
38
313
6.10

17/06/15
j. 1105 j. 1827
11.7
11.6
38
38
106
91
3.60
3.58

18/06/15
j. 2053
12.2
39
75
5.64

19/06/15
j. 1105
12.4
39
90
6.22

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim
paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution).
Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh
pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret
untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi,
kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran
diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang
lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses)
dapat terlihat di antara daerah yang terkena.

Etiologi
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp,
Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial
pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas,
Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan
Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab
yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas
aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan
patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah
dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen
etiologinya.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1.

Berdasarkan lokasi lesi di paru


a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia interstitialis
c) Bronkopneumonia

2.

Berdasarkan asal infeksi


a) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3.

Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a)
b)
c)
d)
4.

Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur

Berdasarkan karakteristik penyakit


a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal

5.

Berdasarkan lama penyakit


a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten

Patogenesis
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor
imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk
dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan
imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau
aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,

penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan
aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.
Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.

Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.

Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3.

Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.

Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.

Gambaran Klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal
sebagai berikut (Bennete, 2013):
1.

Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;
penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru
lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih
tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular
selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan
nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan
jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan
sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan
dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).
Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan
napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2.

Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis)
maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3.

Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.

Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi

rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat
membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau
meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia
dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme
dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete,
2013).

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

2.

Panas badan

3.

Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.

Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5.

Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,

dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1.

Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2.

Penatalaksanaan Khusus
a.

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

b.

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.


Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau

c.

penderita kelainan jantung


Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :


1.

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2.

Berat ringan penyakit

3.

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari


Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan
berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

1.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


a.
b.
c.
d.

2.

ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin - asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


d.
e.
f.
g.
h.

beta laktam amoksisillin


amoksisillin - asam klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)


a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila
penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti
dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya

perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Anda mungkin juga menyukai