Seruan penegakkan syariat islam adalah seruan untuk menanamkan nilai-nilai islam
secara menyeluruh dalam aturan hidup kita. Seruan untuk bermusyawarah dalam
pengangkatan pemimpin, seruan untuk menaati pemimpin, menegakkan amar
makruf nahi mungkar, melindungi kaum muslimin yang tertindas, menegakkan jihad
serta meninggalkan segala bentuk kemungkaran; riba, judi dan aturan-aturan
jahiliyah lainnya. Semua itu tertuju pada satu tujuan, yaitu mewujudkan
kemaslahatan hidup manusia yang adil dan sejahtera.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berkata, Syariat Islam dibangun berdasarkan asas hikmah
dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.Ia merupakan keadilan yang
bersifat mutlak, kasih sayang, kemaslahatan, dan hikmah. Oleh karenanya, setiap
persoalan yang bertolak belakang dari keadilan menuju kezaliman, kasih sayang
menuju kekerasan, maslahat menuju kemudaratan, serta hikmah menuju sesuatu
yang bernilai sia-sia, maka itu semua bukanlah bagian dari syariat, sekalipun
ditafsirkan sebagai syariat. (Ilamimul Muwaqqiin, 3/3)
Bagi seorang mukmin yang percaya tentang keesaan Allah Taala dalam
menciptakan dan mengatur kehidupan makhluk-Nya, ia yakin bahwa tidak ada
hukum yang paling sempurna dan paling adil, selain hukum yang telah ditetapkan
sendiri oleh Dzat Yang Maha Adil.
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orangorang yang tidak mengetahui. (QS.Al-Jatsiyah: 18)
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhatihatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (QS. Al-Maidah: 49)
Ayat di atas dengan jelas mewajibkan Rasulullah SAW dan seluruh kaum muslimin
untuk menjadikan al-Quran sebagai petunjuk hukum dalam segala sisi kehidupan.
Karena tujuan ini pula Allah Taala turunkan Al-Quran.
Selain sebuah bentuk kewajiban orang mukmin, Allah taala juga mengkhususkan
penetapan hukum itu hanya kembali kepada ketentuan yang telah Allah tetapkan
dalam Al-Quran.
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia.. (QS. Yusuf; 40)
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya
dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (Al Anam :57)
Dalam ayat yang lain, Allah juga menegaskan bahwa mau berhukum dengan hukum
Allah adalah salah satu sifat orang mukmin sedangkan menolaknya dan berhukum
dengan selain hukum Allah adalah bagian dari sifat orang munafik.
Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk
datang. (An-Nur: 48)
Ibnu Taimiyah berkata, Suatu hal yang telah disepakati bersama oleh kaum
muslimin bahwa dirinya wajib berhukum kepada petunjuk Nabi SAW dalam setiap
permasalahan yang mereka hadapi, baik perkara agama maupun dunia mereka,
dalam perkara ushul (pokok) maupun furu (cabang). Mereka semua wajib menaati
hukumnya apabila sudah diputuskan dan tidak ada rasa berat dalam jiwa mereka
serta menerimanya dengan sepenuh hati. (Majmu Fatawa; 7/37-38)
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Al-Maidah: 50)
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menjelaskan, Allah taala mengingkari
mereka yang keluar dari hukum-Nya yang muhkam (sudah pasti ketentuan
hukumnya) yang memuat segala kebaikan dan melarang segala kerusakan, lalu ia
berpaling kepada hukum lain yang berupa pendapat-pendapat, hawa nafsu dan
istilah-istilah yang dibuat oleh para penguasa tanpa bersandar kepada syariat Allah.
Sebagaimana orang-orang pengikut jahiliyah Bangsa Tartar memberlakukan hukum
yang berasal dari sistem perundang-undangan raja mereka, Jengish Khan.
Barang siapa berbuat demikian maka ia telah kafir, wajib diperangi sampai ia
kembali berhukum kepada hukum Allah dan Rasul-nya, sehingga tidak berhukum
dengan selainnya baik dalam masalah yang banyak maupun sedikit. (Tafsir ibnu
katsir, 2/90)
Lalu dalam kitab Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir berkata, Barangsiapa yang
meninggalkan hukum syariat yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada nabi
muhammad saw, penutup para nabi, kemudian berhukum kepada selain hukumnya
dari syariat yang telah dihapus, maka dia kafir. Lalu bagaimana dengan mereka
yang berhukum dengan hukum ilyasiq dan lebih mendahulukannya? Siapa pun yang
melakukan itu, maka dia kafir menurut ijma para ulama. (Al Bidayah Wan Nihayah:
13/119)
yang tidak bisa ditawar. Karena seorang muslim yakin tidak ada satu perintah pun
dalam agama, kecuali Allah tetapkan untuk kebaikan hamba, baik di dunia maupun
di akhirat kelak. Setiap syariat Allah yang dijalankan sesuai dengan tuntunan-Nya
niscaya akan membawa kepada keadilan dan kesejahteraan umat manusia. Oleh
karena itu penegakkan syariat harus menjadi darah dan urat nadi seorang muslim.
Wallahu alam bis shawab!
Penulis : Fakhruddin
Editor : Arju