Abstrak
Morphologi Pulau Baai sebelum dibangun merupakan suatu lagun / kolam yang
terbentuk oleh lidah pasir yang membujur dari arah selatan ke utara, dan kemudian menjadi
sebuah Pelabuhan yang bernama Pulau Baai. Daerah sekitar pelabuhan pulau tumbuh dengan
sendirinya dan menjadi sebuah kawasan permukiman penduduk yang padat dan rapat. Karena
pola yang digunakan dalam pembangunan sebuah permukiman tidak kelihatan serta tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan dilakukan sekedar memenuhi
kebutuhan tempat tinggal. Selain itu juga tidak memikirkan penataan dan fungsi ruang sesuai
peruntukannya sehingga kawasan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi kawasan
permukiman kumuh.
Dalam menentukan upaya penanganan kawasan permukiman kumuh nelayan Pulau
Baai ada beberapa hal pokok yang harus diketahui baik itu kriteria permukiman kumuh itu
sendiri maupun faktor penyebab kekumuhan yang terjadi dikawasan tersebut. Selain itu
kawasan permukiman tersebut mempunyai potensi yang sangat besar sekali dalam perputaran
perekonomian. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif tujuannya adalah
untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu.
Upaya Penanganan kawasan permukiman kumuh nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu
dilakukan dengan melaksanakan peremajaan daerah sepadan sungai, melakukan pengerukan
sungai dan melakukan penyeimbangan kepadatan penduduk yang ada dikawasan tersebut.
Selain itu juga hal yang sangat pokok adalah melaksanakan rehabilitasi fisik rumah tidak
layak huni bagi masyarakat permukiman kumuh nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu.
Abstract
Morphologi Pulau Baai before built a huevito / pond formed by a tongue of sand that
ran from south to north, and then became a harbor called Pulau Baai. The area around the
harbor islands grow by itself and become an area of dense settlements and meetings. Because
the pattern used in the construction of a settlement is not visible and not in accordance with
the Spatial Planning and development carried out just to meet housing needs. It also did not
think the arrangement and appropriate space allocation functions that region grow and
develop into the slums area.
In determining the way in slum areas Baai Island fishermen there are some basic
things to know whether the criteria themselves slums and slums causing factors such happens
the region. Besides these settlements has a huge potential once in the economic cycle. In this
research used descriptive type of research goal is to create a systematic description, factual
and accurate statement of the facts and the nature of population or a particular region.
Handling effort slums areas Baai Island fishermen City Bengkulu done by performing
the equivalent local rejuvenation of the river, dredging the river and do make balancing the
existing density of the region is. It is also a very essential thing is to carry out physical
rehabilitation home is not habitable for the people of the slums Baai Island fishermen City
Bengkulu
I. PENDAHULUAN
Kota Bengkulu yang terletak di Pesisir Barat Pulau Sumatera mempunyai pantai yang
sangat indah yang merupakan pantai terpanjang kedua di dunia. Kawasan pantai Kota
Bengkulu membujur dari Pantai Jakat, Pantai Tapak Paderi, dan Pantai Panjang termasuk
kawasan sepanjang muara sungai Jenggalu dan Pelabuhan Pulau Baai. Menurut salah seorang
tokoh masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut sejak tahun 1975 terbentuknya
perkampungan nelayan karena pada dahulunya kawasan tersebut adalah kawasan yang tidak
bertuan. Para pelaut yang datang ke daerah tersebut adalah pelaut atau nelayan yang berasal
dari Bugis, Medan, Lahat dan daerah lainnya. Pada saat itu kawasan permukiman nelayan
baru didiami oleh 22 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan. Untuk pertama kalinya
para nelayan tersebut menempati kawasan pulau baai yang pada saat itu belum menjadi
pelabuhan.
Dari uraian diatas, maka masalah yang dihadapi adalah :
- Tumbuh dan berkembangnya kawasan permukiman kumuh (slum) nelayan Pulau Baai
Kota Bengkulu dengan tingkat hunian yang padat dan tinggi serta berdampak negatif
terhadap lingkungan sekitar.
- Tidak adanya prasarana dan sarana pendukung lingkungan seperti, jalan lingkungan
yang masih tanah, saluran drainase masih saluran tanah, tidak adanya jamban umum,
dan sarana pendukung seperti tempat bermain anak-anak, tempat berkumpul atau balai
pertemuan dan lain sebagainya .
Pertanyaan adalah, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kawasan permukiman nelayan
pulau baai menjadi kumuh dan bagaimana upaya penanganan permukiman kumuh nelayan
pulau baai Kota Bengkulu?
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan permukiman nelayan RT. 10 dan RT 11 Pulau
Baai Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Adapun
pemilihan kawasan permukiman nelayan Pulau Baai sebagai objek penelitian berdasarkan
hasil penelitian dilapangan dimana pada saat terjadinya air pasang, maka kawasan tersebut
mengalami kebanjiran secara alami. Dan apabila pada saat air surut maka kawasan
permukiman nelayan tersebut menjadi sangat becek karena terdapatnya genangan air dimanamana.
Dari pengamatan lapangan didapat gambaran umum kondisi kawasan permukiman
nelayan Pulau Baai sebagai berikut:
Bahwa permukiman di kawasan studi merupakan perkampungan nelayan yang terletak
didaerah bantaran sungai Air jenggalu yang terletak dikawasan Pelabuhan Samudera Pulau
Baai. Dengan kondisi fisik bangunan pada daerah permukiman umumnya non permanen,
terbuat dari papan. Sedangkan pola pertumbuhan permukiman tersebut kurang teratur dan
tidak merata, hal ini karena sarana aksesbilitas yang ada berupa jalan tanah selebar 5 meter
sebagai jalan utama. Selain itu juga belum terdapatnya sarana dan prasarana lingkungan
belum tersedia, seperti saluran air bersih, saluran pembuangan air, pengelolaan sampah, dan
sebagainya. Sedangkan fasilitas umum yang sudah ada hanya berupa fasilitas peribadatan
(mesjid), fasilitas perdagangan (warung kecil, pasar). Disamping itu juga sebagian besar
masyarakatnya merupakan pendatang dengan status rumah menyewa.
B. Permukiman Kumuh
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat
merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Menurut Silas Permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah
kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung
perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.
Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman
kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak
perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh, yang menjadi
penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.
C. Karakteristik Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh adalah :
1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang.
2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok yaitu dekat dengan tempat kerja
dan harga rumah juga murah baik membeli ataupun menyewa.
Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik yang merupakan
cirri-ciri dari permukiman kumuh yaitu :
1. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, karena
adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi dari desa.
2. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau
berproduksi sub system, yang hidup dibawah garis kemiskinan.
3. Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori rumah
darurat (sustainable housing condition), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari bahanbahan tradisional, seperti, bamboo, kayu, ilalang, papan dan bahan-bahan cepat hancur
lainnya.
4. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.
5. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti: air bersih, fasilitas MCK, sistim
pembuangan kotor dan sampah serta perlindungan dari kebakaran.
6. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknyapun tidak teratur dan terurus.
7. Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainnya.
8. Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan seringkali tak jelas
pula status hukum tanah yang ditempati ( Utami Trisni, 1997)
Sedangkan menurut para ahli karakteristik permukiman kumuh antara lain :
1. Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran untuk makan
dan minum yang relatif besar.
2. Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah.
3. Pemakaian air bersih relatif sedikit.
4. Pembuangan sampah tidak tertata rapi.
5. Cara penduduk membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat.
6. Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau busuk dan
kotor.
D. Faktor Penyebab Timbulnya Permukiman Kumuh
Ada beberapa faktor penyebab timbulnya permukiman kumuh sebagaimana yang
dikemukakan oleh Yudohusodo (1991) dalam bukunya Rumah Untuk Seluruh Rakyat adalah
sebagai berikut :
Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 | 5
Arus urbanisasi penduduk yang sangat pesat terutama di kota-kota besar berdampak
terhadap timbulnya ledakan jumlah penduduk.
Sektor informal merupakan bidang pekerjaan tanpa penghasilan yang tetap. Bidang
pekerjaan ini muncul karena pengaruh desakan ekonomi yang tidak didukung oleh
keahlian yang memadai.
Kondisi sosial budaya masyarakat juga menjadi pemicu terbentuknya kawasan
permukiman kumuh, yang dimaksud disini menyangkut pola hidup atau kebiasaan
masyarakat yang masih terbawa iramanya kehidupan kota.
a. Redefiasi :
Bentuk penanganan permukiman dengan melakukan intervensi program permukiman
tanpa merubah struktur ruang yang telah ada dan berjalan. Kegiatan-kegiatan yang
dapat diterapkan dalam lingkup redifinisi permukiman ini meliputi
1) Revitalisasi:
Peningkatan kualitas lingkungan, memperbaiki dan mendorong ekonomi kawasan
dengan memanfatkan prasarana dan sarana
2) Rehabilitasi:
Meliputi renovasi dengan melakukan perubahan sebagian komponen pembentukan
permukiman, komponen diperbaharui sesuai standart yang baru berlaku.
Rekontruksi dengan mengembalikan komponen permukiman pada kondisi asalnya,
baik persyaratan maupun penggunaannya.
b. Restrukturisasi:
Penanganan permukiman yang melakukan suatu proses penstruktur kembali pola ruang
atau struktur ruang yang telah ada dapat diterapkan dalam lingkup restrukruriasi
permukiman ini meliputi :
1) Renewal:
Melakukan pembongkaran secara sebagian atau menyeluruh komponen
permukiman, melakukan perubahan secara stuktural dengan membangun kembali di
atas lahan yang sama.
2) Redevelopment:
Dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaraan prasarana dan sarana
dari sebagian ataupun seluruh kawasan.
3) Restorasi:
Dengan mengembalikan pada kondisi asalnya sesuai dengan persyaratan
permukiman yang benar.
Masing-masing kegiatan tersebut diatas mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Penerapaan penanganan tersebut dilakukan sesuai dengan permasalahan dan karakteristik
lingkungan permukiman yang akan ditangani. Hal ini juga mengacu pada kebijakan
penanganan permukiman kumuh yang ada dalam Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93
tahun 1993: penanganan perumahan dan permukiman kumuh yang tidak layak huni yang
keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif, dilaksanakan
melalui pola perbaikan/ pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/
kondisi permasalahan yang ada.
III. METHODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan
rasionalistik dengan model analisis menggunakan theoretical descriptive, yaitu teori-toeri
digunakan untuk melakukan analysis analogis.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian studi kasus (case tudy).
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
2. Legalitas tanah di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai ini sesuai dengan wawancara
dengan tokoh masyarakat menyatakan bahwa pada dasarnya mereka telah lebih dahulu
menempati kawasan Pulau Baai tersebut. Menurut cerita Bapak Rismana Tanjung yang
juga ketua RW setempat mengatakan bahwa mereka sudah ada di Pulau Baai tersebut sejak
Tahun 1975. Mereka adalah para pendatang yang berprofesi sebagai nelayan pendatang
menempati kawasan permukiman tersebut sebanyak 22 kepala keluarga. Mereka
mendirikan tempat tinggal atau rumah sebagai tempat berteduh dan membuat patok-patok
tanah yang menjadi bagian dari lahan mereka. Selain itu juga dari Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Serawai menyatakan bahwa faktor legalitas tanah menjadi penyebab
kekumuhan di Pulau Baai Kota Bengkulu, kondisi ini disebabkan karena:
(a) Tidak semua tanah di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai mempunyai sertifikat,
menurut tokoh masyarakat setempat menyatakan bahwa mereka pernah mendapatkan
surat persetujuan unutk menempati lahan permukiman tersebut yang langsung ditanda
tangani oleh Kepala PT. Pelindo. Namun dalam surat tersebut tidak dinyatakan menjadi
pemilik lahan tapi hanya surat persetujuan menempati kawasan permukiman nelayan
Pulau Baai.
(b) Permukiman tersebut sudah ada sejak lama, sehingga masyarakat berhak mengklaim
bahwa lahan tersebut adalah milik mereka.
3. Faktor frekuensi kebakaran belum menjadi penyebab kekumuhan di kawasan permukiman
Pulau Baai. Karena sesuai dengan hasil wawancara responden maka hampir dikatakan
tidak pernah terjadi kebakaran dikawasan tersebut.
4. Frekuensi kebanjiran di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai, semua responden
sepakat menjadi penyebab kekumuhan. Kondisi ini disebabkan karena banjir dikawasan
permukiman nelayan Pulau Baai serta pasang naik dan pasang surut yang sering terjadi.
Kondisi ini disebabkan karena bangunan yang berada di kawasan permukiman Pulau Baai
juga terletak dipinggir.
Kesimpulan Eksplorasi Tahap I
Berdasarkan hasil eksplorasi tahap pertama disimpulkan bahwa stakeholder yang
sepakat faktor-faktor yang menyebabkan permukiman kumuh di kawasan permukiman
nelayan Pulau Baai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Variabel kondisi lokasi yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah
frekuensi kebanjiran
2. Variabel kependudukan yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah
kepadatan penduduk dan jumlah KK/ rumah
3. Variabel kondisi bangunan yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai
adalah kepadatan bangunan, kesehatan dan kenyamanan bangunan, dan jarak antar
bangunan
4. Variabel kondisi prasarana yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai
adalah drainase, persampahan dan sanitasi lingkungan.
5. Variabel kondisi sarana yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau Baai adalah
ruang terbuka hijau
6. Variabel kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh Pulau
Baai adalah tingkat pendapatan dan sosial budaya. Sedangkan variabel yang sepakat bukan
merupakan faktor penyebab kekumuhan di Pulau Baai dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Variabel lokasi yang tidak berpengaruh terhadap permukiman kumuh di Pulau Baai
adalah rencana tata ruang
b. Variabel kondisi sarana yang tidak berpengaruh terhadap permukiman kumuh di Pulau
Baai adalah sarana pendidikan dan kesehatan Sedangkan variabel yang belum
menemukan kesepakatan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap
permukiman kawasan Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai berikut:
a. Variabel lokasi yaitu sub variabel legalitas tanah dan frekuensi kebakaran
b. Variabel kependudukan yaitu sub variabel jumlah anggota keluarga
c. Kondisi bangunan yaitu sub variabel struktur bangunan
d.Variabel kondisi prasarana yaitu sub variabel air bersih dan kondisi jalan
e. Variabel kondisi sarana yaitu sub variabel sarana niaga
f. Variabel kondisi sosial ekonomi yaitu sub variabel tingkat pekerjaan dan tingkat
keamanan
Eksplorasi Tahap II
Setelah mendapatkan informasi atau pendapat dari responden terhadap masing-masing
variabel, selanjutnya dirangkum menjadi sauatu kesimpulan. Dari kesimpulan terdapat
variabel yang belum menemukan kesepakatan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh
terhadap permukiman kawasan Pulau Baai Kota Bengkulu. Dari variabel yang belum
disepakati oleh semua responden, dilakukan pengolahan tahap II.
Faktor lokasi
Pengamatan yang dilakukan variabel lokasi terhadap sub variabel yaitu frekuensi
kebakaran dan frekuensi kebanjiran, semua responden setuju kedua sub variabel tersebut
sebagai penyebab kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Pulau Baai. Adapun alasan
dari responden diuraikan sebagai berikut:
1. Kawasan Pulau Baai menjadi kawasan yang semrawut dan kumuh hal ini dapat dilihat
bahwa akibat kebanjiran yang terjadi di permukiman tersebut merupakan faktor penyebab
terjadinya kekumuhan. Disamping itu juga karena kontur tanah yang menyebabkan air
banjir yang masuk tidak dapat keluar lagi karena beda tingginya kontur kawasan
permukiman tersebut. Jadi, menurut responden sub variabel frekuensi kebanjiran
merupakan penyebab dari kekumuhan Pulau Baai Kota Bengkulu.
2. Sedangkan sub variabel frekuensi kebakaran, responden sepakat bahwa sub variabel
tersebut bukan merupakan penyebab dari kekumuhan di Pulau Baai. Hal ini dikarenakan
bahwa, selama hampir 2 tahun belakangan ini belum pernah terjadi kebakaran dikawasan
permukiman tersebut
Kesimpulan Eksplorasi Tahap II
Setelah melakukan Iterasi kedua, dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab
kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Pulau Baai yang disepakati berdasarkan
pendapat dari responden, dapat diuraikan sebagai berikut:.
a. Variabel kependudukan adalah jumlah anggota keluarga
b. Kondisi bangunan adalah struktur bangunan
c. Kondisi prasarana adalah kondisi jalan
d. Kondisi sarana adalah sarana niaga
e. Kondisisosial ekonomi adalah tingkat pekerjaan
Hasil penelitian yang dicapai menyimpulkan faktor penyebab kekumuhan di kawasan
permukiman nelayan Pulau Baai tersebut antara lain:
Karena tidak adanya sarana untuk berinteraksi antara sesama penduduk yang berada
dikawasan permukiman nelayan tersebut maka mereke menggunakan sarana umum seperti jalan
lingkungan untuk bercengkrama dan melakukan kegiatan sosial
2. Upaya penanganan kawasan permukiman di Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan penyeimbangan agar kepadatan penduduk dapat dikendalikan dan
menekan angka migrasi penduduk ke wilayah kawasan permukiman nelayan Pulau
Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 | 11
b.
c.
d.
e.
f.
Baai, selain itu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk dapat pindah ke
kawasan baru yang telah disediakan serta dapat memiliki rumah secara menyicil /
angsuran.
Memberikan bantuan dana lunak atau pinjaman dana bergulir dari program
pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan oleh pemerintah daerah, agar mereka
dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan usaha rumah tangga (home
industri) yang selama ini mereka lakukan.
Upaya penanganan dilakukan dengan merehabilitasi fisik rumah yang tidak layak huni
dengan memberikan bantuan bahan bangunan yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat
kerusakan bangunan, yang di danai dari program pemberdayaan masyarakat oleh
pemerintah daerah seperti, program bedah rumah, PNPM Mandiri P2KP dan program
lainnya agar mereka dapat hidup dengan layak.
Upaya penanganan jalan lingkungan yang dilakukan adalah dengan melakukan
penguatan badan jalan, pengaspalan serta memberikan pengarahan pada masyarakat
akan kondisi jalan serta kelas jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
Upaya penanganan yang dilakukan adalah perbaikan sanitasi di kawasan permukiman
nelayan Pulau Baai dapat dilakukan dengan sistem sanitasi terpusat, pembangunan
MCK umum atau dengan pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah dengan
sistim komunal.
Upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan penyadaran bersama masyarakat
untuk dapat memanfaatkan sarana yang ada seperti mesjid untuk berinteraksi sosial
dan juga mengajukan proposal pembangunan kantor karang taruna sebagai organisasi
sosial masyarakat secara permanen
Saran-saran
Berdasarkan keterbatasan dan kendalan dalam penyusunan Upaya Penanganan
Permukiman Kawasan Kumuh Nelayan Pulau Baai Kota Bengkulu adalah sebagai berikut :
a. Perlu adanya kajian serupa pada lokasi yang berbeda.
b. Perlu adanya kajian terkait dengan persepsi lingkungan permukiman masyarakat
Pulau baai Kota Bengkulu.
c. Perlu adanya studi lanjutan untuk merumuskan strategi penanganan kawasan
permukiman kumuh.
d. Perlu adanya kajian pola prefernsi bermukim bagi penduduk pendatang.
e. Perlu adanya kajian tata guna lahan yang seimbang antara kepentingan ekonomi,
lingkungan dan sosial sehingga kemunculan permukiman kumuh dapat diminimalisir
khususnya di perkotaan.
f. Perlu adanya kajian penataan permukiman kumuh dipandang dari sudut yang berbeda
seperti perilaku, sosial budaya dan lain sebagainya.
g. Perlu adanya kajian efektifitas program-program perbaikan permukiman kumuh
sebagai evaluasi terhadap metode dan pelaksanannya.