Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 M dibawa oleh pedagang Arab, India dan
Persia[1]. Awal keberadaan pedagang islam di nusantara, merupakan langkah awal
dari berdirinya kerajaan Islam pertama di nusantara, samudra pasai.
Kerajaan islam yang pertama di nusantara tidak langsung berdiri begitu saja, tetapi
memakan waktu yang sangat lama.
Dalam pembahasan makalah ini, kami tidak membahas semua kerajaan yang ada di
Indonesia, tetapi hanya membahas beberapa kerajaan-kerajaan saja yang mungkin
sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia.
Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama
Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai.
Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai.
Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang
berbatasan dengan Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang
laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukannnya, kemudian
mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al
Saleh (1285 - 1297).[3]
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik alSaleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 1297. Pada masa
pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang
bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui
bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat,
maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad
yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 1326).
Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan
Malik al-Tahir II (1326 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai
berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di
India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan
dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan
yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar
Amir.
Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena
pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III
kurang begitu jelas.
Sultan Malikushalih memeiliki dua oarng putra yang bernama Malikul Dhahir dan
Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan
takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama
Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan
itu menjadi Samudera Pasai.
sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan
duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas
apa-apa.
Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam.
Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya
Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas.
Kerajaan Demak
Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama
Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan
Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang
keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit.[4]
Di atas reruntuhan kerajaan Majapahit, Jin Bun mendirikan Demak sebagai negara
Islam pertama di Jawa, negara Islam ketiga di Nusantara dan yang keempat di Asia
Tenggara. Setelah dikukuhkan sebagai raja Demak, Jin Bun mengambil nama Patah,
sebuah kata yang berasal dari al-fath yang berarti kemenangan. Sebagai raja
pertama Demak, Raden Patah menjadikan kota Demak sebagai ibu kota atau pusat
administrasi kerajaan, serta menjadikan Semarang sebagai pelabuhan utama atau
pusat kegiatan ekonomi. Jin Bun alias Raden Patah berkuasa di Demak pada 14781518.
Di kota pelabuhan Semarang, Raden Patah mengangkat adik tirinya, Kusen untuk
menjadi penguasa utama sekaligus membangun kota tersebut agar menjadi bandar
pelabuhan yang strategis. Untuk menjalankan tugasnya ini, Kusen meminta bantuan
Gan Si Cang untuk menjadi kapten Cina di Semarang pada 1478. Kusen bersama
Gan Si Cang memanfaatkan orang-orang Cina Semarang, yang tidak saja kuat
dalam perdagangan, tapi juga memiliki keahlian dalam bidang pertukangan, untuk
memproduksi banyak kapal. Kusen dan Gan Si Cang juga membuka kembali upaya
pengergajian kayu serta galangan kapal yang sudah lama terbengkalai sejak masa
Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang.[5]
Setelah Raden Patah wafat, ia digantikan oleh anaknya pati unus yang terkenal
dengan Pangeran Sebrang Lor. Sebelumnya Pati Unus menjabat sebagai adipati di
jepara.
Masa pemerintahan Pati Unus hanya seumur jagung, + hanya 3 tahun. Penerusnya
ialah sultan trenggono, seorang ulama besar dari pasai yang berhasil lolos dari
pengepungan penjajahan Portugis. Sultan trenggono pada mulanya bernama
Fatahillah, karena beliau di terima dengan baik dan menjadi imam bagi masyarakat
trengganu. Sultan trenggono juga terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati, karena
dikuburkan di daerah gunung jati, Jawa Tengah.
Pengangkatan Pati Unus sebagai pengganti Raden Patah tidak banyak dipersolkan,
karena ia memang putra mahkota sulung. Masalah muncul tatkala Pati Unus tewas
pada 1521 tanpa meninggalkan keturunan. Raden Kinkin adalah anak tertua kedua
setelah Pati Unus, namun lahir dari istri ketiga. Sementara itu, Trenggana adalah
anak yang lebih muda dari Raden Kinkin, tapi ia lahir dari istri pertama Raden Patah.
Maka, terjadilah perebutan kekuasaan antara Trenggana dengan Raden Kinkin.
Dalam konteks ini, Prawata (anak Trenggana) memainkan peran untuk mengangkat
ayahnya ke tampuk kekuasaan dengan membunuh Raden Kinkin dari Jipang.
Tatkala Trenggana wafat pada 1546, Prawata memang naik tahta di Demak. Namun,
Arya Panangsang dari Jipang (anaknya Raden Kinkin), yang memiliki dendam
kepada Prawata atas kematian ayahnya sekaligus berambisi untuk menjadi sultan,
tidak mau tinggal diam. Tatkala tentara Demak masih bergerak di wilayah Maluku
untuk mengusir Portugis, Arya Panangsang membawa pasukannya bergerak untuk
menyerang Demak. Dalam penyerangan ini, Prawata mati dan banyak orang-orang
Tionghoa peranakan dibunuh secara kejam oleh pasukan dari Jipang. Sungguhpun
Prawata berhasil dibunuh, Arya Panangsang tidak bisa secara mulus menjadi sultan
karena mendapat halangan dari Jaka Tingkir dari Pajang.
Ketika Arya Panangsang berhasil membunuh Prawata, Jaka Tingkir bergerak untuk
mencegah Arya Panangsang menjadi sultan. Ia membawa tentara Pajang, serta
meminta bantuan Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Panjawi, untuk menyerang
Arya Panangsang dari Jipang. Di dalam pertempuran, Jaka Tingkir berhasil
membunuh Arya Panangsang. Selanjutnya, Jaka Tingkir mendirikan kesultanan
Pajang, sementara Ki Ageng Pamanahan dihadiahi tanah di daerah Mataram dan Ki
Ageng Panjawi mendapat daerah Pati.
Kebijaksanaan politik pendahulunya sering tidak diteruskan oleh penggantipenggantinya. Walaupun demikian, kerajaan Mataram merupakan pengembang
kebudayaan Jawa yang berpusat di lingkungan keraton Mataram. Kebudayaan
tersebut merupakan perpaduan antara kebudayaan Indonesia lama, Hindu-Budha,
dan Islam.
Pada tahun 1588 Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang
sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati[9]. Pada saat itu
wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang.
Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota
Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat
kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke
Kotagede. Sesudah Sutawijaya ( 1601 ) meninggal ( ia dimakamkan di Kotagede)
kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu
Hanyokrowati.
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau
lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung ( 1613-1645 ). Pada masanya Mataram
berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau
Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang).
Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kert", maka muncul sebutan pula
"Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara
Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan
Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa
peperangan antara Mataram melawan VOC. Tindakan-tindakan Sultan Agung
sebagai raja Mataram!
Adanya politik pemecah-belah VOC melalui perjanjian Gianti 1755 dan Salatiga
1757.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah
pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Yogyakarta dan
Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang
dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah
timur kota Karanganyar, Jawa Tengah).[13] Berakhirlah era Mataram sebagai satu
kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa
beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli
waris" dari Kesultanan Mataram.
PENUTUP
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan beberapa point tentang keberadaan
kerajaan di Indonesia yang bercorak islam ;
* Kerajaan islam yang pertama tumbuh dan berkembang di ialah samudra pasai.
* Pada umumnya, kerajaan islam tumbuh dan berkembang sebagai media dalam
mengembangkan ajaran islam.
* Kerajaan yang ada di jawa merupakan kerajaan yang lahir dari pemberontakan.
* Kerajaan islam yang pertama tumbuh di pulau jawa ialah kerajaan demak bintaro.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin, Iqbal. 2008Kesultanan Demak dan Islamisasi Pulau Jawa ;tentang Peran
Tiongha Peranakan. Jakarta ;
iqbalhasanuddin.wordpress.com/2008/09/26/kesultanan-demak-dan-islamisasipulau-jawa-tentang-peran-tionghoa-peranakan.