DOSEN PENGAMPU:
M. Dzakwan, M.si., Apt
Kelompok : A/4
Nama kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
Hilda khairunnisa S
Mirazizah amanda
Satria Alansyah
Widiyasanti
Rika Arfiana safitri
(20144157A)
(20144169A)
(20144172A)
(20144191A)
(20144194A)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
I. TUJUAN
Mngetahui pengaruh parameter jenis kristal (polimorfi, hidrat, solvat) dari bahan
(baku) obat terhadap kecepatan disolusi instriknya sebagai preformulasi untuk bentuk
sediaannya.
II. DASAR TEORI
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh
kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk
sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya
(Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan
transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari
permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah:
1.
2.
3.
pelepasan
(Liberasi),
pelarutan
(Dissolusi)
dan
penyerapan
(Absorbsi)
.Fase
D
Dispersipad
atanzataktif
A
Dispersim
olekulerza
taktif
Darah
Gambar 1.FaseBiofamasetika
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan
utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi
zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif
yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan
dc / dt
Cs
Ct
K
= K.S. (Cs-C)
yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk
ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang (Tjay, 2002).
Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut:
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas
A= permukaan bahan obat dan kelarutannya. Persamaan ini merupakan turunan dari
persamaan Fick pertama, yang secara matematik dinyatakan dengan
J =D .
Jc
Jx
Dengan :
J = Fluks bahan obat, yaitu jumlah bahan obat yang lewat per satuan waktu, melalui suatu
satuan luas dengan arah tegak lurus (mg cm2 det-1)
D = Koefisien difusi
= Gradien kadar
Pada jarak (x) = h cm dari permukaan bahan obat yang terdisolusiakan berlaku persamaan
:
Jc
Jx
CCs
h
D(CCs)
J= h
Selanjutnya persamaan (4) dapat diubah menjadi :
CsC
D
dm
=
dt S
dm V . dC D. S .(Csc)
=
=
dt
dt
h
dC D . S
=
dt V . h
(Cs-C)
Pada persamaan (7) jika D/V.h diganti dengan K (karena masing-masing) merupakan
tetapan) maka hasilnya akan identic dengan persamaan (1).
Adapun parameter yang berpengaruh pada kecepatan dissolusi antara lain :
1. Polimorfisme :merupakan sifat dimana suatu zat kimia tunggal bisa berada dalam
lebih dari satu bentuk Kristal.
Bentuk Kristal yang berbeda akan memiliki kestbilan yang berbeda, serta titik lebur
dan kelarutan yang juga berbeda sehingga kecepatan disolusinya pun berbeda.
Bentuk amorf umumnya memiliki kelarutan yang lebih baik daripada bentu
kkristalnya, sedangkan bentuk Kristal cenderung lebih stabil daripada bentuk
amorfnya. Karena diperlukan banyak energy untuk menyusun molekul dalam
keadaan amorf yang tidak teratur.
Fenomena polimorfisa yang banyak terdapat dalam senyawa organik dan mineral
mulai dikenal sejak temuan Huay.
2. Keadaan Hidrasi :Bentuk molekul hidrat / anhidrat juga mempengaruhi sifat
kelarutan obat, dimana bentuk hidrat memiliki bentuk kelarutan yang lebih kecil
disbanding bentukan hidratnya.
Dengan kata lain senyawa anhidrat lebih larut dari bentuk trihidrat sehingga dengan
demikian kadar obat didalam darah lebih cepat diperoleh dari bentukan hidrat
(Shargel, 1998).
Perbedaan bentuk Kristal inilah yang dipelajari dalam percobaan ini, yaitu dengan
dilakukan proses rekristalisasi bahan obat dengan menggunakan jenis pelarut yang
berbeda karena dapat menghasilkan bentuk Kristal yang berbeda juga.
III.
IV.
Bahan
- pelarut ( Etanol 95% Cloroform)
- Bahan obat : Acetosal
- Vaselin
- Medium Disolusi ( dapar acetat pH 4,5)
CARA KERJA
a. Uji disolusi :
Melakukan rekristalisasi asetosal dengan pelarut
Dengan pipet volume mengambil 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml;
3 ml; 3,5 ml larutan stock diatas. Masing-masing dimasukkan
dalam labu takar 50 ml dan di tambahkan aquadest ad 50 ml
V.
b. Kecepatan
: 50 rpm
Perhitungan
c. Data kurva baku
V1 . N1
2,8 . 1 ml
N2
= V2 . N2
= 50 ml .N2
= 17,85 mg/ml
2,8 . 1,5 ml
N2
2,8 . 2 ml
N2
280 . 2,5 ml
= 50 ml .N2
= 26,78 mg/ml
= 50 ml .N2
= 35,71 mg/ml
= 50 ml .N2
N2 = 46,64 mg/ml
280 . 3 ml
N2
= 50 ml .N2
= 53,57 mg/ml
= 62,5 mg/ml
Absorban
si
mg%
17,85
26,78
35,71
44,64
53,57
62,5
si
0,180
0,300
0,365
0,422
0,540
0,585
Waktu
15
30
45
60
A1
0,150
0,251
0,258
0,313
A2
0,162
0,252
0,275
0,314
kadar
1. 15 menit
0,150
= 0,0384 + 0,0089x
0,150 - 0,0384
= 0,0089x
0,1116
0,0089
= 12,539 mg/ml
0,162
= 0,0384 + 0,0089x
0,162 - 0,0384
= 0,0089x
0,1236
0,0089
= 13,888 mg/ml
0,181
= 0,0384 + 0,0089x
0,181- 0,0384
= 0,0089x
2. 30 menit
0,251
0,1426
0,0089
= 16,022 mg/ml
= 0,0384 + 0,0089x
A3
0,181
0,252
0,282
0,317
0,251- 0,0384
0,2126
0,0089
X
0,252
= 23,888 mg/ml
= 0,0384 + 0,0089x
0,252 - 0,0384
= 0,0089x
0,2136
0,0089
= 24 mg/ml
0,252
0,252 - 0,0384
X
= 0,0384 + 0,0089x
= 0,0089x
0,2135
= 0,0089
= 24 mg/ml
3. 45 menit
0,258
= 0,0384 + 0,0089x
0,258 - 0,0384
= 0,0089x
= 0,0089x
0,2196
0,0089
= 24,674 mg/ml
0,275
= 0,0384 + 0,0089x
0,275 - 0,0384
= 0,0089x
0,2366
0,0089
= 26,584 mg/ml
0,282
0,282 - 0,0384
X
= 0,0384 + 0,0089x
= 0,0089x
0,2436
= 0,0089
= 27,371 mg/ml
4. 60 menit
0,313
0,313 - 0,0384
= 0,0384 + 0,0089x
= 0,0089x
0,2746
= 0,0089
= 30,854 mg/ml
0,314
0,314 - 0,0384
X
= 0,0384 + 0,0089x
= 0,0089x
0,2756
= 0,0089
= 30,966 mg/ml
0,317
0,317 - 0,0384
X
X
= 0,0384 + 0,0089x
= 0,0089x
0,2786
= 0,0089
= 31,303 mg/ml
a. W
ak
g.
tu
b. (
m
d. Rata
rata
g. A1
h. A2
i.
A3
x
e. (mg/ml)
en
it)
k. 15
l.
p. 30
12,539
m. 13,888
n. 16,022
o. 14,150
q. 23,888
r. 24
s. 24
t. 23,963
u. 45
v. 24,674
w. 26,584
x. 27371,
y. 26,210
z. 60
aa. 30,854
ab. 30,966
ac. 31,303
ad. 31,041
h.
i.
j.
k.
f. Jumlah asetosal yang terdisolusi (K) :
l. K (mg) = jumlah asetosal yang terdisolusi dalam media disolusi tiap kali
sampling.
m. TABLET B
n. K
o. Perhitungan
r.
5
x 14,150
500 ml
q. K 15 menit
p. hasil
s. 0,1415 mg
mg/ml
u.
t. K 30 menit
5
x 23,963 mg/ml
500 ml
v. 0,2396 mg
5
x 26,210 mg/ml
500 ml
y. 0,2621 mg
x.
w. K 45 menit
aa.
z. K 60 menit
5
x 31,041 mg/ml
500 ml
ab. 0,3104 mg
ae. Kadar
terdisolus
i
af. (mg/ml)
ah. Kadar
ag. Faktor koreksi
terkoreksi
ai. (mg)
aj. 15
ak. 14,150
al. 0
an. 30
ao. 23,963
ap.
am.14,150
aq. 24,067
at.
ar. 45
as. 26,210
5
x 23,963 +0,1415=0,3815
500
au. 26,591
5
x 26,210 +0,3815=0,6436
500
ay. 31,732
ax.
av. 60
aw.31,041
h. Kecepatan disolusi
az. W
a
k
t
u
ba. (
m
e
bb. Kadar
terkoreksi
bc. (mg)
n
i
t
)
bh.
bf. 1
5
bg. 14,150
dc 14,150
=
=0,779
dt 15 x 1,21
bi.
bj.
bk. 3
0
bl. 23,963
bm.
dc 23,963
=
dt 30 x 1,21
bn.
= 0,659
bo.
br.
bp. 4
5
bq. 26,210
dc 26,210
=
=0,481
dt 45 x 1,21
bs.
bt.
bw.
bu. 6
0
bv. 31,041
bx.
dc 31,041
=
=0,428
dt 60 x 1,21
by.
bz.
i. AUC trapezoid
ca.
AUC 15
0
=
( 14,150+ 0 ) +(150)
=14,575
2
cb.
AUC 30
15 =
( 23,963+14,150 )+(3015)
=26,537
2
cc.
AUC 30 =
cd.
AUC 60
45 =
( 31,041+26,210 ) +(6045)
=36,1255
2
ce.
AUC total=109,803
45
cf.
cg.
ch.
j. Efficiency (DE)
ci.
DE : merupakan prosentase
jumlah obat yang terdisolusi selama waktu sampling, dibandingkan dengan bobot
atau jumlah zat aktif
109,803
cj. DE60 = 526 mg X 60
ck.
= 0,348 %
Grafik
cl.
K (mg)
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
15
30
45
60
cn.
co.
VI.
PEMBAHASAN
cp.
suatu zat yang dapat terlarut tertentu setiap satuan waktu. Menurut Farmakope Indonesia
edisi IV, alat uji disolusi ada dua yaitu; alat uji disolusi tipe keranjang (basket) dan alat uji
disolusi tipe dayung (paddle). Namun, dalam percobaan ini yang digunakan adalah alat
uji disolusi tipe keranjang (basket). Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada
kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah
permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya
obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang
diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak
memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji
dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat
asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan
laju larut obat dalam tablet.
cq.
Pada praktikum ini, yang digunakan adalah rekristalisasi asetosal dengan
pelarut kloroform. Acidum acetyl salicylicum atau sering disebut asetosal merupakan
bahan obat yang mempunyai khasiat analgetikum antipiretikum, dan juga kardiovaskuler
dalam dosis rendah. Asetosal mengandung tidak kurang dari 99.5% (BM : 180,2),
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutanya agak sukar larut dalam air (10
mg/mL (20C)), mudah larut dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P dan eter P.
Asetosal memiliki titik didih 140C, titik lebur 138 0C - 1400C, dan berat jenis 1.40 g/cm.
Pemerian asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun,
atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di
dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
cr.
Dari percobaan dilakukan pada uji disolusi tablet dengan pelarut yang
berbeda diketahui bahwa tablet dengan pelarut etanol 95% lebih besar jumlah obat yang
terdisolusi tiap kali sampling dibandingkan dengan tablet yang pelarutnya chloroform
dikarenakan chloroform dan etanol 95% berbeda polar (etanol 95%) dan non polar
(chloroform). Tetapi kelompok praktikum kami hanya melakukan percobaan pada
rekristalisasi asetosal dengan kloroform, hasilnya diameter tablet 1,21 cm (r = 0,605 cm),
bobot tablet: 526 mg, luas permukaan:
disolusi tablet B dengan kecepatan 50 rpm, medium disolusi (dapar asetat pH 4,5 0,05 M)
dan panjang gelombang 265 nm. Sampling dilakukan dengan mengambil 5 mL larutan
setiap 15 menit untuk mengetahui konsentrasi acetosal yang terdisolusi karena pada
umumnya tablet obat telah mencapai persyaratan kadar dalam waktu 30 menit. Kadar
terdisolusi
cs.
1. Penentuan kecepatan disolusi suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan disolusi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi absorpsi obat di dalam tubuh.
2. Laju disolusi sangat diperlukan karena menyangkut tentang waktu yang dibutuhkan untuk
penglepasan obat dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh.
3. Kecepatan disolusi sangat diperlukan untuk membantu memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau kombinasi obat.
4. Membantu dalam mengatasi kesulitan-kesuliantan tertentu yang timbul
pada waktu
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa mencapai tujuannya yaitu
bisa mengetahui parameter jenis Kristal (polimorf,hidrat,solvat) dari bahan baku
sediaannya
Dari percobaan dilakukan pada uji disolusi tablet dengan pelarut yang berbeda
diketahui bahwa tablet dengan pelarut etanol 95% lebih besar jumlah obat yang
terdisolusi tiap kali sampling dibandingkan dengan tablet yang pelarutnya
chloroform dikarenakan chloroform dan etanol 95% berbeda polar (etanol 95%)
dan non polar (chloroform)
cz.
da.
db.
dc.
dd.
de.
df.
dg.
dh.
di.
dj.
dk.
dl.
dm.
dn.
do.
dp.
dr.