Anda di halaman 1dari 10

INTERFEROMETER MICHELSON

Siti Hardianti Retno Ambar Wati, Muliana, Herayanti, Dedi Riwanto


Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Negeri Makassar
Abstrak. Telah dilakukan percobaan yang berjudul Interferometer Michelson. Interferometer Michelson
merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan gejala interferensi. Adapun tujuan percobaan untuk
memahami prinsip kerja/konsep Interferometer Michelson dan mengukur panjang gelombang cahaya dari sumber
cahaya yang digunakan. Prinsip percobaan interferometer Michelson, yaitu cahaya laser He-Ne dipisahkan pada titik
beam splitter kemudian melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan dipantulkan kembali oleh cermin yang
letaknya saling tegak lurus. kemudian akan terbentuk pola interferensi akibat penggabungan dua gelombang (berkas)
cahaya tersebut. Pada percobaan ini hanya terdapat satu kegiatan yaitu mengukur panjang gelombang sumber
cahaya laser He-Ne karena cahaya laser He-Ne adalah cahaya monokromatik. Adapun pengukuran d m (beda lintasan
dilakukan sebanyak 10 kali dengan jumlah frinji 20). Berdasarkan analisis data diperoleh nilai panjang gelombang
yaitu 700 nm, 700 nm, 660 nm, 660 nm, 650nm, 640 nm, 640 nm, 640 nm, 630 nm, dan 640 nm. Sehingga nilai
panjang gelombang He-Ne setelah dirata-ratakan adalah sebesar
menunjukkan bahwa besarnya

=|656 44| nm
. Hasil praktikum tersebut

berada pada rentang 612 nm 700 nm, di mana panjang gelombang laser He-

Ne secara teori adalah sebesar 632,8 nm. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil praktikum sesuai dengan teori. Hal
ini dibuktikan dengan nilai kesalahan relatif hanya sebesar 6,7% dan nilai %diffnya 3,60%.

KATA KUNCI : Interferometer Michelson, interferensi, frinji, panjang gelombang laser He-Ne, beam splitte
PENDAHULUAN
Albert Abraham Michelson (1852-1931)
lahir di Strelno Prussia, (sekarang Polandia)
pada tanggal 19 Desember 1852. Di
laboratorium Helmholtz yang terletak di Berlin,
Michelson merancang dan membuat sebuah
eksperimen
yang
fundamental.
Dalam
pikirannya telah terbayang sebuah konstruksi
baru interferometer, yang cukup peka untuk
mengukur efek orde kedua yang diakibatkan
oleh kecepatan gerak bumi terhadap eter (sebuah
zat ganjil), semacam fluida yang dihipotesiskan
oleh fisikawan pada masa itu sebagai medium
untuk membawa getaran cahaya. Namun, dari
eksperimen yang dilakukannya diperoleh hasil
nihil. 4
Pada
tahun
1882,
Michelson
berkolaborasi dengan Edward Morley dalam
beberapa penelitian termasuk penelitian yang
telah dilakukannya di Berlin dalam mencoba
mengukur kecepatan eter. Morley, seorang
eksperimenter
yang
terampil,
banyak

memberikan kontribusi besar dalam desain dan


pelaksanaan eksperimen yang menggunakan
interferometer buatan Michelson. Sekali lagi,
mereka menuai hasil nihil. Kelihatannya tidak
mungkin untuk mendeteksi adanya gerakan eter.
Padahal eksperimen Michelson dan Morley ini
oleh fisikawan dianggap sebagai metode
eksperimen yang paling baik dari berbagai
macam metode untuk mengukur kecepatan eter.
Belakangan, hasil nihilnya justru merupakan
hasil temuan yang baru bahwa tidak terdapat zat
seperti eter itu. 4
Pada tahun 1889 Michelson pergi ke
Universitas Clark lalu pindah ke Universitas
Chicago tiga tahun kemudian untuk menjabat
sebagai ketua jurusan fisika di universitas
tersebut. Bertahun-tahun Michelson bekerja
membuat kisi difraksi yang lebih baik dari kisi
yang dibuat oleh Henry Rowland. Tetapi
Michelson lebih dikenal sebagai orang yang
melakukan pengukuran untuk standarisasi meter
internasional di Paris yang didasarkan pada
panjang gelombang cahaya candium. Michelson
juga adalah orang pertama yang dapat mengukur

diameter sudut sebuah bintang yang dilakukan


pada usia 67 tahun dengan menggunakan alat
interferometer
kesayangannya.
Sepanjang
karirnya, Michelson hampir merambah semua
bidang di fisika, namun dia paling ahli dalam
bidang optika. Atas berbagai hasil karyanya
dalam bidang fisika, pada tahun 1907 A. A.
Michelson dianugerahi penghargaan nobel fisika
terutama atas karyanya berupa alat instrument
optis yang presisi (interferometer) serta
penelitiannya dalam bidang spektroskopik dan
metrologi dengan bantuan alat tersebut. 4
TEORI
Apabila
dua
gelombang
yang
berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama
tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang
yang dihasilkan merupakan gelombang yang
amplitudonya tergantung pada perbedaan
fasenya. Jika perbedaan fasenya 0 atau bilangan
bulat kelipatan 360, maka gelombang akan
sefase dan berinterferensi secara saling
menguatkan
(interferensi
konstruktif).
Sedangkan
amplitudonya
sama
dengan
penjumlahan
amplitudo
masing-masing
gelombang. Jika perbedaan fasenya 180 atau
bilangan ganjil kali 180, maka gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi
secara
saling
melemahkan
(interferensi
destruktif).
Amplitudo
yang
dihasilkan
merupakan perbedaan amplitudo masing-masing
gelombang.[5]
Interferometer Michelson merupakan
seperangkat peralatan yang memanfaatkan
gejala interferensi. Prinsip interferensi adalah
kenyataan bahwa beda lintasan optik (d) akan
membentuk suatu frinji. [2]
Pada tahun 1887, Albert A. Michelson
(1852-1931) dan Edward W. Morley (18381932) mencoba mengukur aliran eter dengan
menggunakan interferometer optis yang sangat
peka yang dikenal dengan interferometer
Michelson (Dadan Rosana, dkk. 2003). Jika
benar bahwa ada eter, maka seharusnya seorang
pengamat di bumi yang bergerak bersama eter
akan merasakan adanya angin eter. Suatu alat
yang cukup sensitif untuk mendeteksi adanya
pergerkan eter telah dikembangkan oleh
Michelson pada tahun 1881, dan disempurnakan
kembali oleh Michelson-Morley pada tahun

1887. Hasil penelitian mereka menunjukkan


bahwa tidak ada gerakan eter yang menuju eter
yang terdeteksi. Dengan kata lain, eter itu tidak
ada.[3]
GAMBAR 1. Skema percobaan interferometer
michelson
Dari gambar di atas seberkas cahaya laser
menumbuk beam splitter/pembagi berkas
cahaya. Beam splitter ini berfungsi memecah
berkas sehingga 50% cahaya yang jatuh padanya
dipantulkan dan 50% sisanya diteruskan. Berkas
cahaya pantul bergerak menuju M2 dan berkas
cahaya yang diteruskan bergerak menuju M1.
Kedua cermin M1 dan M2 kemudian
memantulkan kembali berkas-berkas cahaya
tersebut kembali ke beam splitter. Setengah dari
masing-masing berkas cahaya pantul dari M 1
dan M2 kemudian di teruskan ke viewing screen,
dan teramati pola lingkaran gelap-terang-gelapterang konsentris. Oleh karena berkas cahaya
interferensi bersumber dari berkas yang sama,
maka berkas-berkas ini akan memiliki fase yang
sama. Perbedaan fase relatif pada saat bertemu
bergantung pada panjang lintasan optiknya.
Panjang lintasan optik berkas cahaya pantul
dapat diubah dengan menggerakkan M1. Karena
berkas cahaya bergerak dua kali antara M1
dengan beam splitter maka menggerakkan M 1
sejauh menuju beam splitter akan
mengurangi lintasan optik sebesar . Pada
kondisi ini, pola interferensi akan berubah, jarijari maksimum berkurang dan akan menempati
posisi minima sebelumnya.[4].
Dengan menggerakkan cermin perlahanlahan sejauh dm, dan menghitung N, yaitu
banyaknya pola interferensi yang kembali ke

kondisi awal, maka panjang gelombang cahaya


dapat dihitung dengan persamaan berikut [3].

2 dm
N

Pers. (1)
Dengan :
= panjang gelombang (nm)
dm= beda lintasan optik (m)
N = Jumlah frinji
Michelson melihat bahwa interferometer
dapat digunakan untuk menuntukan panjang
meter standar untuk panjang gelombang tertentu.
Pada tahun 1960, standar itu dipilih sebagai
garis jingga tertentu pada spektrumkripton-86
(atom krypton dengan masa atom 86).
Pengukuran yang teliti dari meter Standar yang
lama ( jarak antara dua tanda platinum-iridium
yang disimpan diparis) dilakukan untuk
menentukan 1 meter sebesar 1.650.763,73
panjang gelombang cahaya
ini,
yang
didefinisikan sebagai meter. Pada tahun 1963,
meter didefinisikan kembali dalam laju cahaya.
1

METODE EKSPERIMEN
Pada percobaan unit ke-9 yang berjudul
Interferometer Michelson bertujuan untuk
memahami prinsip kerja/konsep interferometer
Michelson dan mengukur panjang gelombang
sumber cahaya (Laser He-Ne) yang digunakan
dalam percobaan.
Prinsip yang paling mendasar pada
percobaan ini ialah interferensi cahaya.
Interferensi
ialah
penggabungan
secara
superposisi dua gelombang atau lebih yang
bertemu dalam satu titik di ruang. Interferensi
gelombang dari dua sumber tidak teramati
kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase
di antara gelombang konstan terhadap waktu.
Karena berkas cahaya pada umumnya adalah
hasil dari jutaan atom yang memancar secara
bebas, dua sumber cahaya biasanya tidak
koheren. Koherensi dalam optika sering dicapai
dengan membagi cahaya dari sumber tunggal
menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian
dapat digabungkan untuk menghasilkan pola
interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan

memantulkan cahaya dari dua permukaan yang


terpisah.[5]
Alat yang digunakan pada percobaan ini
merupakan perangkat alat interferometer
terkhusus, yang kemudian diberi sumber sinar
laser dan laser alignment bench, yang disusun
hingga seperti berikut.

M1
M2

GAMBAR 2. Alat interferometer michelson


Prinsip dari percobaan interferometer
Michelson, yaitu seberkas cahaya monokromatik
yang dipisahkan di suatu titik tertentu (beam
splitter) sehingga masing-masing berkas dibuat
melewati dua panjang lintasan yang berbeda,
dan kemudian disatukan kembali melalui
pantulan dari dua cermin yang letaknya saling
tegak lurus dengan titik pembagi berkas
tersebut. Setelah berkas cahaya monokromatik
tersebut disatukan maka akan didapat pola
interferensi
akibat
penggabungan
dua
gelombang cahaya tersebut.
Pola interferensi itu terjadi karena
adanya perbedaan panjang lintasan yang
ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang
telah disatukan tersebut. Jika panjang lintasan
dirubah dengan diperpanjang maka yang akan
terjadi adalah pola-pola frinji akan masuk ke
pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang
akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh
ke layar. Bila pergeseran beda panjang lintasan
gelombang cahaya mencapai maka akan terjadi
interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang,
namun bila pergeserannya hanya sejauh l/4 yang
sama artinya dengan berkas menempuh lintasan
l/2 maka akan terlihat pola gelap.
Tujuan kedua dari percobaan ini yaitu
Mengukur panjang gelombang sumber cahaya

yang digunakan dalam percobaan. Untuk


menentukan nilai panjang gelombang laser
Aligment bench (laser merah) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan:

2 dm
N

Nilai dm diperoleh dengan memberikan sumber


cahaya (cahaya laser dengan panjang gelombang
632,8 nm) kemudian mengatur penunjukan skala
mikrometer di 0, dan memutar sampai 20 frinji
(1 frinji artinya dari gelap ke gelap berikutnya).
Setelah 20 frinji mencatat nilai dm yang
ditunjukkan oleh mikrometer (tidak di hitung
untuk skala utama mikrometer sekrup).
Data hasil pengamatan, Di input dalam tabel
pengamatan dan menghitung serta merataratakan nilai panjang gelombang yang diperoleh.
Pengambilan data pada percobaan interferometer
Michelson telah selesai maka laser dimatikan
dan alat-alat yang telah digunakan dirapikan
kembali seperti semula.
HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS
DATA
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh
data sebagai berikut:
Nst Mikrometer Sekrup :
Kesalahan mikrometer :

1 m
1
(1 m)=0.5 m
2

TABEL 1. Hubungan antara jumlah frinji (N)


dengan pergeseran cermin (dm)
No.
N
dm (x 10-6) m
1

20

|7,0 0,5|

40

|14,0 0,5|

60

|20,0 0,5|

80

|26,5 0,5|

100

|32,5 0,5|

120

|38,5 0,5|

140

|45,0 0,5|

160

|51,0 0,5|

180

|57,0 0,5|

10

200

|64,0 0,5|

Analisis Data
Menghitung panjang gelombang menggunakan
persamaan:

2 dm
N

Dimana:

: Panjang gelombang (nm)

dm

: Beda Lintasan Optik (m)

: Jumlah Frinji

Dengan Ketidakpastian panjang gelombang (

=2 d m N

| |

dm
dm

(2 d m N1)
dm
dm

=|2 N1 d m|

1
2 N dm
=

2 d m N1

| |

dm

dm

KR=

100

DK =100 KR
PF=| |nm
Menghitung Beda Lintasan Optik (dm)

d m 1=7,0 10

2 26,5 10 m
80

5 =

2 32,5 10 m
100

= 650 nm

6 =

2 38,5 106 m
120

= 640 nm

7 =

2 45,0 106 m
140

= 640 nm

8 =

2 51,0 106 m
160

= 640 nm

9 =

2 57,0 106 m
180

= 630 nm

10 =

2 64,0 10 m
200

d m 2=d2 d 1=(14,07,0)106 m
7,0 106 m
6

d m 3=d3 d 2=(20,014,0)10
6

6,0 10

d m 4 =d 4 d 3=(26,520,0) 10
6

6,5 10

d m 5=d5 d 4 =(32,526,5)10
6

m
6

6,0 10

m
6

m
6

d m 6=d 6d 5=(38,532,5)10

6,0 106 m
6

d m 7=d 7d 6=(45,038,5)10

4 =

6,5 106 m
6

d m 8=d 8d 7=(51,045,0)10

= 660 nm

= 640 nm

6,0 106 m
d m 9=d 9d 8=(57,051,0)106 m
6

6,0 10

7,0 10

1. Menghitung Panjang Gelombang (

1 =

2 7,0 106 m
20

2 =

2 14,0 10 m
40

3 =

2 20,0 10 m
60

d m 10=d 10d 9=(64,057,0)10


6

Menghitung rata-rata Panjang Gelombang (

10

= i=1 = 6560 nm =656 nm


10
10
Ketidakpastian panjang gelombang rata-rata :

=656 nm
= 700 nm

1=| |=|700 nm656 nm|

= 700 nm

= 660 nm

44 nm
2=| |=|700 nm656 nm|

44 nm

6,7

|
|

3=| |=|660 nm656 nm|


% diff =

4 nm
4=| |=|660 nm656 nm|

% diff =

4 nm
5=| |=|650 nm656 nm|
6 nm

TeoriPraktek
Teori+ Praktek
2

x100%

632,8 nm656 nm
632,8 nm +656 nm
2

23,2 nm
|644,4
nm |

% diff =

(3AB)

x100%

x100%

% diff = 3,60 %

PF=|656 44|nm

6=| |=|640 nm656 nm|


16 nm
7=| |=|640 nm656 nm|
16 nm
8=| |=|640 nm656 nm|
16 nm
9=| |=|630 nm656 nm|

2. Perbandingan Hasil Pengukuran Panjang


Gelombang Secara Teori dan Praktikum
Berdasarkan teori panjang gelombang
laser He-Ne adalah sebesar 632,8 nm.
Sedangkan panjang gelombang yang
diperoleh dari hasil praktikum adalah

=|656 44| nm
.

sebesar

Hasil

praktikum tersebut menunjukkan bahwa


besarnya

berada pada rentang 612 nm

700 nm. Sehingga dapat dikatakan bahwa


hasil praktikum sesuai dengan teori karena
besarnya panjang gelombang laser He-Ne
berada dalam rentang tersebut.
3. Menghitung Ketidakpastian Panjang

26 nm
10 =| |=|640 nm656 nm|
16 nm
= max =44 nm


44 nm
KR= x 100 =
x 100
656 nm

Gelombang

( )

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 1

| |
|
|

1=

dm

dm1 1

1=

0,5 106 m
700 nm
6
7,0 10 m

1=50,00 nm

KR=

50,00 nm
100 =7,14
700 nm

(3AB)

DK =100 7,14

PF=|700 50|nm

4=50,77 nm

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 2

| |
|
|
dm

dm2 2

0,5 10 m
700 nm
7,0 106 m

50,00 nm
100 =7,14
700 nm

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 5


(3AB)

DK =92,86

PF=|700 50|nm

| |
|
|

5=

dm

dm5 5

5=

0,5 106 m
650 nm
6,0 106 m

5=54,17 nm

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 3

| |
|
|
dm

dm3 3

0,5 10 m
660 nm
6,0 106 m

55,00 nm
100 =8,33
660 nm

54,17 nm
100 =8,33
650 nm

(3AB)

DK =91,67

PF=|650 54|nm

3=55,00 nm
KR=

KR=

DK =100 8,33

3=

(3AB)

PF=|660 51|nm

DK =100 7,14

3=

50,77 nm
100 =7,69
660 nm

DK =92,31

2=50,00 nm
KR=

KR=

DK =100 7,69

2=

dm

dm 4 4

0,5 106 m
4=
660 nm
6,5 106 m

DK =92,86

2=

| |
|
|

4=

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 6


(3AB)

DK =100 8,33
DK =91,67

PF=|660 55|nm
Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 4

| |
|
|

6=

dm

dm6 6

0,5 106 m
6=
640 nm
6,0 106 m
6=53,33 nm
KR=

53,33 nm
100 =8,33
640 nm

(3AB)

DK =100 8,33

9=

DK =91,67

Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 7

| |
|
|
dm

dm7 7

7=

0,5 10 m
640 nm
6
6,5 10 m

52,50 nm
100 =8,33
630 nm

PF=|630 53|nm
Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 10
(3AB)

DK =100 7,69
DK =92,31

| |
|
|

10=

dm

d m10 10

10=

0,5 106 m
640 nm
6
7,0 10 m

10=45,71 nm

PF=|640 49|nm
Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 8

| |
|
|

KR=

45,71 nm
100 =7,41
640 nm

8=

dm

dm8 8

DK =100 7,41

8=

0,5 106 m
640 nm
6
6,0 10 m

PF=|640 46|nm

53,33 nm
100 =8,33
640 nm

(3AB)

DK =100 8,33
DK =91,67

PF=|640 53|nm
Ketidakpastian Panjang Gelombang ( 9

| |

9=

dm

dm9 9

(4AP)

DK =92,59

8=53,33 nm
KR=

(3AB)

DK =91,67

7=49,23 nm
49,23 nm
100 =7,69
640 nm

KR=

DK =100 8,33

KR=

9=52,50 nm

PF=|640 53|nm

7=

0,5 10 m
630 nm
6
6,0 10 m

Berikut hasil analisis ketidakpastian untuk nilai


panjang gelombang, ketidakpastian untuk nilai
panjang gelombang ditunjukkan pada tabel
berikut.
TABEL 2. Nilai Hasil Analisis Ketidakpastian
Untuk Panjang Gelombang
dm

KR
(x10-6)
(nm)
nm
(%)
nm
(m)
7,0

700

50,00

7,14

7,0

700

50,00

7,14

6,0

660

55,00

8,33

6,5

660

50,77

7,69

|700 50|
|700 50|

|660 55|
|660 51|

dm
(x10-6)
(m)

nm

nm

KR
(%)

6,0

650

54,17

8,33

6,0

640

53,33

8,33

6,5

640

49,23

7,69

6,0

640

53,33

8,33

6,0

630

52,50

8,33

7,0

640

45,71

7,41

(nm)

|650 54|

|640 53|
|640 49|

|640 53|
|630 53|

|640 46|

PEMBAHASAN
Percobaan unit ke-6 ini berjudul
Interferometer Michelson. Interferometer
Michelson merupakan seperangkat peralatan
yang memanfaatkan gejala interferensi. Prinsip
interferensi adalah kenyataan bahwa beda
lintasan optik (d) akan membentuk suatu frinji.
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu
memahami prinsip kerja/konsep interferometer
Michelson dan mengukur panjang gelombang
sumber cahaya yang digunakan dalam percobaan
(panjang gelombang laser He-Ne).
Prinsip
percobaan
interferometer
Michelson, yaitu cahaya laser He-Ne dipisahkan
pada titik beam splitter dan masing-masing
berkas dibuat melewati dua panjang lintasan
yang berbeda, yaitu berkas pertama menuju
cermin 1 dan berkas kedua menuju cermin kedua
dimana posisi cermin 1 dengan cermin 2 saling
tegak lurus. setelah itu berkas tersebut akan
dipantulkan kembali dan disatukan kemudian
akan terbentuk pola interferensi akibat
penggabungan dua gelombang (berkas) cahaya
tersebut.
Pola interferensi itu terjadi karena adanya
perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua
berkas gelombang cahaya yang telah disatukan
tersebut. Jika panjang lintasan diubah dengan
diperpanjang maka yang akan terjadi adalah
pola-pola frinji akan masuk ke pusat pola. Jarak
lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi
fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila
pergeseran beda panjang lintasan gelombang
cahaya mencapai maka akan terjadi

interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang,


namun bila pergeserannya hanya sejauh l/4 yang
sama artinya dengan berkas menempuh lintasan
l/2 maka akan terlihat pola gelap.
Pada percobaan ini hanya terdapat satu
kegiatan yaitu mengukur panjang gelombang
sumber cahaya yang digunakan. Sumber cahaya
yang digunakan yaitu laser He-Ne karena cahaya
laser He-Ne adalah cahaya monokromatik
artinya cahayanya bisa disejajarkan ketika
mengenai cermin. Adapun jenis pengambilan
data yang dilakukan yaitu pengukuran dm (beda
lintasan ) secara berulang sebanyak 10 data.
Sehingga nilai panjang gelombang dirataratakan.
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai
panjang gelombang dari setiap data, yaitu 700
nm, 700 nm, 660 nm, 660 nm, 650nm, 640 nm,
640 nm, 640 nm, 630 nm, dan 640 nm. Sehingga
nilai panjang gelombang He-Ne setelah dirataratakan yaitu sebesar

=|656 44| nm
.

Hasil praktikum tersebut menunjukkan bahwa


besarnya

berada pada rentang 612 nm

700 nm, di mana panjang gelombang laser HeNe secara teori adalah sebesar 632,8 nm.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil praktikum
sesuai dengan teori karena besarnya panjang
gelombang laser He-Ne berada dalam rentang
tersebut. Hal ini dibuktikan dengan nilai
kesalahan relatif yang diperoleh hanya sebesar
6,7% dan nilai %diffnya yaitu 3,60%. Adanya
perbedaan antara nilai panjang gelombang HeNe secara teori dengan hasil yang diperoleh dari
praktikum disebabkan kurang cermatnya
praktikan dalam mengukur nilai dm dan kurang
teliti dalam menentukan 1 frinji.
KESIMPULAN
1. Prinsip
percobaan
interferometer
Michelson, yaitu cahaya laser He-Ne
dipisahkan pada titik beam splitter dan
masing-masing berkas dibuat melewati
dua panjang lintasan yang berbeda,
yaitu berkas pertama menuju cermin 1
dan berkas kedua menuju cermin kedua
dimana posisi cermin 1 dengan cermin
2 saling tegak lurus. setelah itu berkas
tersebut akan dipantulkan kembali dan

disatukan kemudian akan terbentuk


pola interferensi akibat penggabungan
dua gelombang (berkas) cahaya
tersebut.
2. Panjang gelombang yang diperoleh dari
hasil
praktikum adalah sebesar

=|656 44| nm
. Hasil praktikum

tersebut menunjukkan bahwa besarnya

berada pada rentang 612 nm

700 nm, di mana panjang gelombang


laser He-Ne secara teori adalah sebesar
632,8 nm. Sehingga dapat dikatakan
bahwa hasil praktikum sesuai dengan
teori
karena
besarnya
panjang
gelombang laser He-Ne berada dalam
rentang tersebut.

REFERENSI

[1] Giancoli, C. Douglas. 2001. Physics Fifth


Edition.Jilid 2. Edisi 5. Penerbit Erlangga :
Jakarta.
[2] Halliday, D. dan Resnick, R. 1993. Fisika
Jilid 2. Penerbit Erlangga : Jakarta.
[3]Malago, Jasruddin Daud. 2005. Pengantar
Fisika Modern. Makassar : Badan Penerbit
UNM Makassar.
[4]Subaer, dkk. 2015. Penuntun Praktikum
Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika
Modern Jurusan Fisika FMIPA UNM.
Makassar :UNM
[5]Tipler, P. A. 1991. Fisika Untuk Sains dan
Tehnik Jilid 2. Erlangga: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai