Anda di halaman 1dari 9

Pasal 7 Undang - Undang No.

8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen
1. Pertimbangan Presiden Republik Indonesia
Undang Undang Republik Indonesi Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen dengan
rahmat Tuhan Yang MAha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang;
a. bahwa pembanguanan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
dalam era demokrasi ekonomi berdasrkan Pancasila dan UndangUndang dasar 1945.
b. bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi h
harus dapat mendudkung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu
menghasilkan beraneka barang dan atau jasa.
c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagi akibat dari proses
globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan
keamanan barang dan atau jasa yang diperolehnya.
d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian kemampuan
dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung
jawab.
e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen
di Indonesia belum memadai.
f.

bahwa kesadaran pertimbangan tersebut diatas diperlukan


perangkat peraturan perundang-unadang untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku
usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat.

g. bahwa untuk itu perlu dibentuk undang-undang tentang


perlindungan konsumen.
2. Landasan Hukum Perlindungan Konsumen
Adapun kewajiban Pelaku Usaha yang tertuang dalam pasal 7 tersebut antara laian sebagai berikut;
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
jaminan barang/jasa serta memberi penjelasan, perbaikan dan
pemeliharaan.
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang/jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu/jasa yang
berlaku.
e. Memberikan kepada konsumen untuk menguji, dan mencoba
barang jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi barang
yang dibuat atau yang diperdagangkan.

Pelaku usaha, disamping mempunyai kewajiban juga mempunyai hak. Hak pelaku usaha anatara lain
sebagai berikut;
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dangan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak hak yang diatur dlam ketentuan peraturan perundang-undang
lainnya

Kode Etik Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia ( APLI )


1. Ruang Lingkup Kode Etik
Kode etik se- dunia diterbitkan oleh Federasi Sedunia Asosiasi Penjualan Langsung ( WFDSA).
Kode etik ini juga berlaku untuk para anggota asosiasi nasional penjualan langsung yang tergantung pada
WFDSA. Kode etik ini menyangkut hubungan anatar perusahan-perusahan penjualan langsung dan para penjual
langsung disuatu pihak dan para konsumen dilain pihak, antara perusahaan penjualan langsung dengan anggota
dan calon anggota independent/mandiri, serta diantara perusahan-perusahan penjual langsung sendiri.Kode etik
ini bertujuan memberikan kepuasan dan perlindungan kepada semua pihak yang berkepentingan, memajukan
kompetisi yang sehat dalam rangka sisitem dunia usaha bebas, dan peningkatan citra umum dari kegiatan
penjualan langsung.
2. Istilah Istilah mengenai Kode Etik
Untuk keperluan kode etik ini, istilah-istilah yang digunakan mempunyai arti sebagai berikut;
a. Penjualan Langsung
b. APLI ( Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia)
c. Perusahaan Penjualan Langsung
d. Penjual Langsung
e. Produk
f.

Konsumen

g. Penjualan
h. Penjualan arisan
i.

Formulir pesanan

j.

Perekrutan

k. Administrator kode etik


3. Asosiasi
APLI berjanji untuk menganut suatu kode etik yang mencakup subtansi-subtansi dari ketentuan
didalam kode etik WFDSA,UUPK, dan instansi pemerintah yang terkait, sebagai suatu syarat untuk menerima
dan dipertahankan sebagai anggota WFDSA.

oleh kode etik ini, tetapi perusahaan harus mewajibkan para penjual langsung untuk berpegang teguh pada
ketentuannya ataupun pada peraturan-peraturan perilaku yang memenuhi standar perusahaan sebagai syarat
keanggotaan pada perusahaan tersebut.

6. Pengaturan Diri Sendiri


Kode etik ini adalah alat untuk mengatur diri sendiri dalam industri penjualan langsung.Kode etik
ini bukan undang-undang dan kewajiban kewajiban yang dibebankan untuk menuntut suatu perilaku etis yang
melampaui tuntutan persyaratan hukum yang berlaku.
7. Hukum
Perusahaan-perusahaan dan para penjual langsung dianggap telaah menaati persyaratanpersyaratan hukum. Oleh karena itu, kode etik ini tidak menyebutkan semua kewajiban hukum yang ada.
8. Standar
Kode etik ini memuat standar perilaku etis bagi perusahaan penjualan langsung dan para penjual
langsung.APLI bisa mengubah standar ini asalkan subtansi kode etik tetap terpelihara atau tetap seperti yang
telah dipersyaratkan oleh hukum nasional.
A. Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut;
1. Hak Konsumen
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang atau jasa.
b. Hak untuk memiliki barang dan jasa serta mendapatkan barang dan
jasa tersebut dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan jasa
yang digunakan.
e. Hak untuj mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan secara patut dan baik.
2. Kewajiban Konsumen
Kewajiban konsumen disebutkan pada pasal 5 anatara lain sbb;
a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakai
atau permanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan
keselamatn

b.

Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian.

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati


d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
B. Kode Etik Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia ( APLI) Bagian 2
tentang Perilaku terhadap Konsumen
Dalam kode etik APLI bagian 2 diuraikan perilaku penjual atau
perusahaan terhadap konsumen sebagai berikut;
1. Perilaku terhadap konsumen

a. Praktik- praktik terlarang


b. Identifikasi
c. Penjelasan dan peragaan
d. Menjawab pertanyaan

2. Hal-hal yang harus Diperhatikan oleh Penjual Langsung atau


Perusahaan.
a. Formulir pesanan
b. Janji-janji lisan
c. Penyejukan dan pengembalian barang
d. Jaminan dan layanan purnajual
e. Literatur
f.

Kesaksian

g. Perbandingan dan pencemaran


h. Hormat pada hak pribadi
i.

Kewajaran ( keadilan)

j.

Penyerahan barang

k. daftar harga

Undang Undang No, 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, pasal 7 Undang-Unadang
No. 8 Tahun 1999 pada intinya adlah sebagai perilaku usaha mempunyai
kewajiban untuk beritikad baik dalam kegiatan usahanya, bersedia
memberikan informasi yang benar, jelas, jujur, siap melayani konsumen
tanpa diskriminatif menjamin untuk barang dan jasa yang diproduksi.
1.

Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha


Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan
barang dan atau jasa yang terdapat dalam pasal-pasal berikut;
a.

Pasal 8
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketetntuan peraturan perundang-undang.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak,
cacat, atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dialrang memperdagangkan persedian farmasi
dan pangan yang rusak cacat, atau bekas dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar .
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
Dan( 2) dilarang memperdagangkan barang dan jasa
tersebut dan wajib menariknya dari peredaran.

b. Pasal 9
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak
benar.
2. Barang dan atau jasa sebagaimana yang dimaksud ayat (1)

Dilarang untuk diperdagangkan.


3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat
(1) dilarang melanjutkan

penawaran, promosi, dan

pengiklanan barang dan jaa tersebut.


c.

Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditunjuk untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan,
Mengiklankan atau membaut pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan

d. Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melelui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui atau
menyesatkan konsumen
e.

Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan harga
atau tariff khusu dalam waktu dan jumlah tertentu jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.

f.

Pasal 13
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara
menjanjikan pemebrian hadiah berupa barng atau jasa lain
secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikan tidak sebagaiman yang dijanjikannya.
2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
Mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makan, alat
kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan denga cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan jasa lain.
g. Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang
ditujukan diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui
cara undian.
h. Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa dilarang
melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap
konsumen.
i.

Pasal 16
Palaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa melalui
pesanan dilarang untuk;

1. tidak menepati pesanan dan atau kesepakatan waktu


penyelesaian sesuai denga yang dijanjikan
2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan da atau prestasi
j.

Pasal 17
1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
2. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran
iklan yang telah melanggar peraturan pada ayat (1)

2.

Ketentuan Perncantuman Klausula Baku (Pasal 18)


a.

Pelaku uasaha dala menawarkan barang dan atau jasa yang dipertunjukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti
c.

Setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha pada konsumen atau pada perjanjian yang memenuhio
ketentuan sebagai dimaksud pada ayat(1)dan ayat(2) dinyatakan batal demi hukum.

d. Pelaku usaha wajib menyelesaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.
3.

Tanggung Jawab Palaku Usaha


a. Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
Pengembalian barang dan atau jasa yang sejenis atau serta
nilainya atau perawatan kesehatan dan atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketetntuan peraturan
perundang-undang yang berlaku.
3. pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
Hari setelah tanggal transaksi
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana diamksud pada aayt (1)
dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian labih lanjut
mengenai adanya unsure kesalahan.
5. Ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut kesalahan konsumen.
b. Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertantungg jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan
tersbt
c.

Pasal 21
1. Importir barang bertanggung jawab sebagi pembuat barang
Yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak
dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
2. Importir jasa bertanggung jawab sebagi penyedia jasa asing
Apabila penyediaan jasa asing tersebut dilakukan oleh agen
atau perwakilan penyedia jasa asing.

d. Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan alam kasus
Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (4) pasal 20
dan pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa melakukan
pembuktian .

e.

Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan atua tidak memberi tanggapan
dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen
sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat(1), (2), (3) dan (4) dapat
digugat melalui badan penyelesaian badan sengketa konsumen
atau mengajukan kebadan peradilan ditempat kedudukan
konsumen.

f.

Pasal 24
1. Pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku
usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan
gugatan konsumen.
2. Pelaku usaha sebagimana

pada ayat(1) dibebaskan dari

tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan gugatan


konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang
dan atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan
melakukan perubahan atas barang dan atau jasa tersebut.
g. Pasal 25
1. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatan
Berkelanjutan dalam waktu sekurang-kurangnya 1 Tahun
Wajib menyediakan suku cadang dan
Purnajual dan

atau

fasilitas

memenuhi jaminan atau garansi sesuai

dengan yang dijanjikan.


2. Pelaku

usaha sebagaimana dimaksud pada

ayat (1)

bertanggung jawab atas tuntutan rugi dan atau gugatan


konsumen.
h. Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangakan jasa wajib memenuhi
Jaminan

dan

garansi

yang

disepakati

dan

atau yang

diperjanjikan.
i.

Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari
tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen.

j.

Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam
Gugatan ganti rugi sebagaimana dalam pasal 19,22,dan 23
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Maksud dan tujuan pengawasan peredaran barang dan jasa antara lain sebagai berikut;

a.

Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara


menghindarkannya dari ekses negative pemakian barang dan
atau jasa yang beredar dipasar.

b. Menumbuh kembangkan pelaku usaha yang

jujur dan

bertanggung jawab
c.

Mendorong tersedianya barang yang sesuai dengan standar


mutu dan persyaratan yang diwajibkan mutu sesuia Standar
Nasional Indonesia (SNI) Wajib.

d. Menciptakan iklim berusaha yang sehat didalam negri


e.
f.

Pengamanan pasar dalam negeri.


Mengurangi beredarnya barang impor laegal

g. Menarik Investor
h. Meningkatkan persaingan usaha dan menghindari praktik
monopoli.
Pengawasan barang dan jasaa yang beredar dipasar didasarkan atas hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yaitu berikut ini;
a.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan


Konsumen.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun

2001 tentang

pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan


Konsumen.
c.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/


MPP/Kep/9/2002tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan
Barang Beredar dan atau Jasa yang Beredar di Pasar.
Kegiatan pengawasan barang dan atau jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 dapat dilakuakan sebagi berikut.


a.

Pengawasan berkala terhadap barang dan jasa yang beredar di


pasar dalam memenuhi standar mutu produk, pencantuman
label, klausula baku, pelayanan purnajual, cara menjual.

b. Pengawasan khusus dilakukan sebagai tindak lanjut dari


pengawasan berkala, adanya pengaduan masyarakat/LPKSM
yang memerlukan penanganan secara cepat atau adanya dugaan
terjadinya tidak pidana di bidang perlindungan konsumen.
c.

Penegakan hukum melalui penyidikan dilakukan sebagai tindak


lanjuti dari hasil pengawasan khusus, adanya pengaduan
masyarakat / petugas atau diketahui tindak pidana dibidang
perlindungan konsumen oleh PPNS.

d. Penyusunan prioritas pengawasan dengan memperhatikan


aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan,
dikonsumsi dan atau digunakan oleh masyarakat banyak,
produk yang telah memiliki standar termasuk SNI baik wajib,
sukarela, maupun standar lain yang dipersyaratkan oleh
pemerintah.
e. Koordinasi lintas sektoral baik didaerah maupun dengan pusat
dilakukan dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap
barang dan atau jasa yang beredar di pasar.
f.

Penyedian SDM, sarana penunjang dalam

mendukung

pelaksanaan, pengawasan.
B. Kode Etik APLI Bagian 2 tentang Perilaku terhadap Konsumen.
Pada subkompetensi 2 sebelumnya, telah membahas kode
etik APLI tentang perilaku terhadap konsumen. Dalam subkompetensi

sekarang, akan

dibahas perilaku terhadap penjual langsung dan

perilaku antar perusahaan yang melakukan proses penjualan


1. Perilaku terhadap Penjual Langsung
a.

Ketaatan penjual langsung

b. Perekrutan
c.

Informassi bisnis

d. Pernyataan penghasilan
e.
f.

Hubungan
Iuran

g. Pemutusan hubungan
h. Persedian produk
i.

Penghitungan dan imbalan

j.

Pendidikan dan pelatihan

k. Jaminan layanan purnajual


l.

Praktik-praktik terlarang

2. Perilaku Antar Perusahaan


a.

Azas

b. Bujukan
c. Pencemaran nama baik

Anda mungkin juga menyukai