Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu hal dalam kehidupan yang dapat membuat
keluarga bahagia. Pada kehamilan terjadi perubahan fisik dan mental yang
bersifat alami dimana para calon ibu harus sehat dan mempunyai
kecukupan gizi sebelum dan setelah hamil. Agar kehamilan berjalan
sukses, ada beberapa hal yang perlu diperhatikanselama kehamilan yang
diantaranya kebutuhan selama hamil yang berbeda-beda untuk setiap
individu dan juga dipengaruhi oleh riwayat kesehatan dan status gizi
sebelumnya.
Tingginya angka kematian ini juga dampak dari kekurangan gizi
pada penduduk. Mulai dari bayi dilahirkan, masalahnya sudah mulai
muncul, yaitu dengan banyaknya bayi lahir dengan berat badan rendah
(BBLR<2.5 Kg). Masalah ini berlanjut dengan tingginya masalah gizi
kurang pada balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa sampai dengan usia
lanjut.
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah,baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya,
antara lain : anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, kurang gizi dapat mempengaruhi proses persalinan dimana
dapat mengakibatkan peralinan sulit dan lama, premature ,perdarahan
setelah persalinan, kurang gizi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
janin serta dapat menimbulkan keguguran, abortus , cacat bawaan dan
berat janin bayi lahir rendah (Proverawati dan Asfuah, 2010:36)
Kekurangan atau kelebihan makanan pada masa hamil dapat
berakibat kurang baik bagi ibu, janin yang dikandung serta jalannya
persalinan. Oleh karena itu, perhatian terhadap gizi dan pengawasan berat
badan (BB) selama hamil merupakan salah satu hal penting dalam
pengawasan kesehatan pada masa hamil. Selama hamil, calon ibu
1

memerlukan lebih banyak zat-zat gizi daripada wanita yang tidak hamil,
karena makanan ibu hamil dibutuhkan untuk dirinya dan janin yang
dikandungnya.Agar ibu hamil lebih tahu dan mengerti tentang pentingnya
gizi seimbang
Gizi dan Nutrisi ibu hamil merupakan hal penting yang harus
dipenuhi selama kehamilan berlangsung. Resiko akan kesehatan janin
yang sedang dikandung dan ibu yang mengandung akan berkurang jika ibu
hamil mendapatkan gizi dan nutrisi yang seimbang. Oleh karena itu,
keluarga dan ibu hamil haruslah memperhatikan pengaturan gizi mengenai
pola makan yang sehat.
Pemenuhan gizi ibu hamil adalah yang terpenting pada masa
kehamilan. Dengan mendapatkan gizi yang seimbang dan baik, ibu hamil
dapat mengurangi resiko ksehatan pada janin dan sang ibu. Oleh karena
itu, memperhatikan asupan makanan dan juga nutrisi sangat penting
dilakukan oleh ibu hamil maupun keluarganya.
Menjaga keseimbangan gizi pada ibu hamil sangat di perlukan agar
kondisi ibu dan janin tetap sehat dengan memberikan makanan yang cukup
mengandung karbonhidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga. Dan
sebagai sumber zat pembangun protein mendapatkan tambahan minimal
zat besi, kalsium, vitamin, asam folat dan energi.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care(ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/SPK (Direktorat
Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010). Tenaga kesehatan yang dimaksud di atas
adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan
perawat.
Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu. Pemantauan
dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas
sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya
mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan menekankan pada
ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat. K1 atau ANC minimal 1 kali
adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal
1 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.K1 ideal adalah
proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil pertama kali
pada trimester 1.
K4 adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu
hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1
minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan
minimal 2 kali pada trimester 3.ANC minimal 4 kali adalah proporsi kelahiran
yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4 kali tanpa
memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.
Pada laporan ini disajikan indikator ANC yang sesuai dengan MDGs (K1 dan
ANC minimal 4 kali) maupun indikator ANC untuk evaluasi program pelayanan
kesehatan ibu di Indonesia seperti cakupan K1 ideal dan K4. 95,4 persen dari
kelahiran mendapatANC (K1). Persentase K1 dan ANC minimal 4 kali
merupakan indikator ANC tanpa memperhatikan periode trimester saat melakukan
pemeriksaan kehamilan. Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara 71,7

persen (Papua) dan 99,6 persen (Bali). Namun untuk cakupan ANC minimal 4
kali,DI Yogyakarta(96,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan Bali (95,8%).
Selisih antara K1 dan ANC 4 kali menunjukkan adanya kehamilan yang tidak
optimal mendapat pelayanan ANC.
cakupan K1 ideal dan K4. Indikator K1 ideal dan K4 adalah indikator
untuk melihat frekuensi yang merujuk pada periode trimester saat melakukan
pemeriksaan kehamilan. Kementerian Kesehatan menetapkan K4 sebagai salah
satu indikator ANC (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010). Indikator
K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester saat
dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan
semasa hamil.
Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal)
seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan
dari trimester 1 hingga trimester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4.
Cakupan K1 ideal secara nasional adalah 81,6 persen dengan cakupan terendah di
Papua (56 ,3%) dan tertinggi di Bali (90,3%). Cakupan K4 secara nasional adalah
70,4 persen dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan tertinggi di DI
Jogyakarta (85,5%). Berdasarkan penjelasan di atas,selisih dari cakupan K1 ideal
dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa terdapat 12 persen dari ibu yang
menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4).
Cakupan ANC menurut karakteristik menunjukkan bahwa semakin muda umur,
semakin tinggi pendidikan ibu, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan dan
tinggal di perkotaan, maka ibu cendrung untuk melakukan ANC.

2.2 BERAT DAN PANJANG BADAN LAHIR

Berdasarkan Riskesdes 2013 Berat dan panjang badan lahir dicatat atau disalin
berdasarkan dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti
buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya.
Persentase anak balita yang memiliki catatan berat badan lahir adalah 52,6 persen.
Kategori berat badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <2500
gram(BBLR), 2500-3999 gram, dan 4000 gram.Kecenderungan
BBLR pada anak umur 0-59 bulanmenurut provinsi tahun 2010 dan 2013
Persentase BBLR tahun 2013 (10,2%) lebih rendah dari tahun 2010 (11,1%).
Persentase BBLR tertinggi terdapat Di profinsi sulawesi tengah (16,9 %) dan
terendah di Sumatera utara (7,2).
Persentase berat badan bayi baru lahir anak balita menurut karakteristik.
Karakteristik pendidikan dan pekerjaan adalah gambaran dari kepala rumah
tangga.
Menurut

kelompok

umur,

persentase

BBLR

tidak

menunjukkan

pola

kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada


perempuan (11,2%) lebih tinggi daripada laki-laki (9,2%), namun
persentase berat lahir 4000 gram pada laki-laki (5,6%) lebih tinggi dibandingkan
perempuan (3,9%).Menurut pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan terlihat
adanya kecenderungan semakin tinggi
pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah prevalensi BBLR.
Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLR tertinggi pada anak balita dengan
kepala rumah tangga yang tidak
bekerja (11,6%), sedangkan persentase terendah pada kelompok pekerjaan
pegawai (8,3%). Persentase BBLR di perdesaan (11,2%) lebih tinggi dari pada di
perkotaan( (9,4%).
Persentase panjang badan lahir anak umur 0-59 bulan menurut Provinsi. Kategori
panjang badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <48 cm, 48-52 cm, dan
>52 cm. Persentase panjang badan lahir <48 cm sebesar 20,2 persen dan 48
-52 cm sebesar 76,4 persen . Persentase bayi lahir pendek (

panjang badan lahir <48 cm) tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan
terendah di Bali (9,6%)Persentase panjang badan lahir anak umur 0-59 Menurut
kelompok umur, bayi lahir pendek tidak menunjukkan adanya pola yang jelas.
Persentase bayi lahir pendek pada anak perempuan (21,4%) lebih tinggi
daripada anak laki-laki
(19,1%).Menurut pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan terlihat adanya
kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan,
semakin rendah persentase anak lahir pendek.
Menurut jenis pekerjaan, persentase anak lahir pendek tertinggi pada anak
balita dengan kepala rumah tangga yang tidak bekerja (22,3%), sedangkan
persentase terendah pada kelompok pekerjaan pegawai (18,1%). Persentase anak
lahir pendek di perdesaan (21,9%) lebih tinggi daripada di perkotaan (19,1%).
persentase umur
0-59 bulan dengan berat badan lahir <2500 gram (BBLR) dan panjang badan lahir
<48 cm (lahir pendek)
menurut provinsi. Persentase balita yang memiliki riwayat lahir pendek dan
BBLR sebesar 4,3persen, tertinggi di Papua (7,6%) dan
terendah di Maluku (0,8%)persentase balita yang memiliki riwayat
lahir pendek dan BBLR menurut karakteristik. Persentase balita yang memiliki
riwayat lahir pendek dan BBLR pada kelompok umur 0
-5 bulan paling tinggi dibanding kelompok umur lainnya. Informasi ini
Menunjukkan persentase balita dengan riwayat lahir pendek dan BBLR semakin
meningkat. Persentase balita yang memiliki riwayat lahir pendek dan BBLR pada
perempuan (4,9%) lebih tinggi daripada laki -laki (3,8188 Persentase balita yang
memiliki riwayat lahir pendek dan BBLR cenderung menurun seiring dengan
semakin meningkatnya pendidikan. Menurut pekerjaan, terlihat ecenderungan
persentase balita yang memiliki riwayat lahir pendek dan BBLR
lebih tinggi pada kelompok kepala rumah tangga yang tidak bekerja dan
petani/nelayan/buruh dibandingkan kepala rumah

tangga yang bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/Pegawai.Menurut tempat tinggal,


balita yang tinggal di perkotaan (4,4%) sedikit lebih tinggi dibandingkan di
perdesaan (4,2%). Menurut kelompok kuintil indeks kepemilikan, tidak terlihat
adanya pola kecenderungan yang jelas.
2.3 POLA PEMBERIAN ASI
Dalam Riskesdas 2013 dikumpulkan data tentang pola pemberian ASI dan pola
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak umur 0-23 bulan yang
meliputi: proses mulai menyusu, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian
kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusu eksklusif, dan pemberian
MP-ASI. Dalam buku ini ditampilkan proses menyusui dan menyusu ekslusif.
Kriteria menyusu ekslusif ditegakkan bila anak umur 0-6 bulan hanya diberi ASI
saja pada 24 jam terakhir dan tidak diberi makanan prelakteal.
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun
bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting
untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup
bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan
merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan
(postpartum). Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak
kelahiran karena masa amenorhoe lebih panjang. UNICEF dan WHO membuat
rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.
Sesudah umur 6 bulan, bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) dan ibutetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan
para ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.
kecenderungan proses mulai menyusu pada anak 0-23 bulan
pada tahun 2010 dan 2013. dinilai bahwa proses menyusu kurang

dari satu jam (inisiasi menyusu dini) meningkat menjadi 34,5 persen (2013 ) dari
29,3 persen(2010).
2.4 GANGGUAN PERTUMBUHAN ANAK
Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat di ukur
dengan ukuran berat (gram, pound,kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik(retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek
fisik(Soetjiningsih,Spak 1995).
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Secara garis besar
faktor-faktor

tersebut

dapat

dibagi

menjadi

golongan,

yaitu

faktor

dalam(internal)yang terdiri dari dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga,


umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom dan faktor luar
(eksternal/lingkungan)yangterdiri dari gizi, stimulasi,

psikologis, dan sosial

ekonomi.Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses


pertumbuhan anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat
dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan
dan kemampuan saluran cerna.
Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia(Sunawang, 2002)
menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18
bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil,
pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
Gangguan pertumbuhan merupakan suatu keadaan apabila pertumbuhan
anak secara bermakna lebih rendah atau pendek dibandingkan anak seusianya
yang berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) berada dibawah 2
SD kurva pertumbuhan WHO 2005 (Kemenkes RI, 2010).
Penilaian gangguan pertumbuhan dapat dilakukan sedini mungkin sejak
anak dilahirkan.Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan pertumbuhan
anak secara dini, sehingga upaya pencegahan dapat diberikan dengan indikasi

yang jelas pada masa-masa kritis proses perumbuhan sesuai dengan umur anak,
dengan demikian dapat tercapai kondisi pertumbuhan yang optimal.
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan anak meliputi :
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas
normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat
badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara
mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih
(2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak
mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik
berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi,
menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga
menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan
pertumbuhan

dan

perkembangan

anak.

Ukuran

lingkar

kepala

menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar


kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita
hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi
normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga
anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya
merupakan variasi normal.
Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perllu
dilakukanuntuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis
gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah
maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus,
ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik,
glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian
pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangan otorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot

atau penyakit

neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami

keterbatasanperkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia,


atau hipotonia.Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular
sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan
berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu
didasari adanya penyakit tersebut.
Faktorlingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi
keterlambatan dalamperkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai
kesempatan untuk belajar sepertisering digendong atau diletakkan di baby
walker dapat mengalami keterlambatan dalammencapai kemampuan
motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system
perkembangan anak.
Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan
perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat
diakibatkan

berbagai

faktor,

yaitu

adanya

faktor

genetik,

gangguan

pendengaran,intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,


maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga
dapat disebabkankarena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral
palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat
disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas
(Soetjingsih, 2003).
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai
gangguan yang
terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada
anak

dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh

interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat

10

dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan
kecemasan setelah mengalami trauma.
Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan
perilaku

dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah

kelainan neurobiologis yang menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi,


dan perilaku. Autisme ditandai
dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh
seperti
berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk tanpa sebab.
Penilaian pertumbuhan dapat dilakukan melalui penilaian pertumbuhan
fisik salah satunya adalah melalui pemantauan tinggi badan anak.Dengan
mengukur tinggi badan anak, pertumbuhan anak dapat dinilai dandibandingkan
dengan standar pertumbuhan yang bertujuan untuk menentukan apakah anak
tumbuh secara normal atau mempunyai masalah pertumbuhan atau ada
kecenderungan masalah pertumbuhan yang perlu ditangani.
Penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.Dasar
utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat
baku(standar).
Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan
teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk
menilai kecepatan pertumbuhan.
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan
fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar
lenganatas, panjanglengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut
Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas,
1997) dan Narendra(2003) Macam-macam penilaian pertumbuhan fisik yang
dapat digunakan adalah:
1. Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan
dankeadaangizi

balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam

11

KartuMenuju Sehat Balita(KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik


pertumbuhannyadan dilakukan interfensijika terjadi penyimpangan.
2. Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan
denganberbaring

sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan

berdiri. Hasilpengukuran setiap bulandapat dicatat pada dalam KMS yang


mempunyai grafikpertumbuhan tinggi badan.
3. Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak
mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada
pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.
Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil
rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas
normal dangangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat
badan menggunakan KMS(Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara
mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih
(2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak
mengalami obesitas atau kelainan hormonal.Sedangkan,apabila grafik
berat badan di bawah normal kemungkinan anakmengalami kurang
gizi,menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal.Anakyang kurang
gizi

akan

berpotensimengalami

gangguan

pertumbuhan

fisik

danperkembangan mentalnya.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Gangguan Pertumbuhan Anak.
Banyak faktor yang mempengaruhi gangguan pertumbuhan. Dari seluruh
siklus kehidupan, masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan
kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan
oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat
bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh

12

sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah. Demikian seterusnya status
gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi kesehatan dan gizi saat
lahir
Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu,
manusia kecil telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya
menghadapi kemungkinan kurangnya zat gizi yang diterima dari ibu yang
mengandungnya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka
janin tersebut akan mengalami kurang gizi dan lahir dengan berat badan rendah
yang mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan
berikut.faktor ekonomi membuat ibu-ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan zat gizi
yang maximal selama hamil dan menjadikan mereka mengalami Kurang Energi
Kronis (KEK) yang didefinisikan dengan Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm.
Selain KEK dan anemia defisiensi besi, ibu hamil juga rawan terhadap
kekurangan zat gizi lain seperti vitan A, yodium,dan zinc. Kekurangan zat-zat gizi
ini secara bersama-sama akan membawa dampak yang lebih serius baik bagi
ibunya maupun bagi bayi yang di kandungnya.Bayiyang lahir dengan berat badan
lahir rendah umumnya akan mengalamikehidupan masa depan yang kurang baik.
Bayi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal dalam lima tahun
pertama kehidupan. Mereka yang dapat bertahan hidup dalam lima tahun pertama
akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hambatan dalam kehidupan
jangka panjangnya.
Bagi bayi non BBLR, pada umumnya mereka mempunyai status gizi saat
lahir yang kurang lebih sama dengan status gizi bayi di negara lain. Akan tetapi
seiring dengan bertambahnya umur, disertai dengan adanya asupan zat gizi yang
lebih
rendah dibandingkan kebutuhan serta tingginya beban penyakit infeksi pada awalawal kehidupan maka sebagian besar bayi Indonesia terus mengalami penurunan
status gizi dengan puncak penurunan pada umur kurang lebih 18-24 bulan. Pada
kelompok

umur

inilah

prevalensi

balita

kurus

(wasting)

dan

balita

pendek(stunting) mencapai tertinggi. Setelah melewati umur 24 bulan,status gizi


balita umumnya mengalami perbaikan meskipun

13

tidak sempurna.Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi
dibandingkanbalita yang tidak kurang gizi. Kekurangan gizi pada balita ini
meliputi kurang energi dan protein serta kekurangan zat gizi seperti vitaminA, zat
besi,yodium dan zinc.
2.2. Dampak Gangguan Pertumbuhan Anak Terhadap Kwalitas Sumber Daya
Manusia(SDM)
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas
SDM di masa depan karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh
kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Dan berlnjut masa balita oleh
karena merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas. Terlebih lagi 6 bulan terakhir masa kehamilan dan dua
tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.Gagal tumbuh yang
terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada
kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki.Anak yang menderita kurang gizi berat
mempunyai rata-rata IQ lebih rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak
kurang gizi.
Masalah kurang gizi lain yang dihadapi anak usia balita adalah kekurangan zat
gizi mikro seperti vitaminA, zat besi, yodium dan sebagainya.Sebagai akibat lebih
lanjut dari tingginya angka BBLR dan kurang gizi pada masabalita dan tidak
adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth)yang sempurna pada
masa berikutnya, maka tidak heran apabila pada usia sekolah banyak ditemukan
anak yang kurang gizi. Lebih dari seper tiga (36,1%) anak usia sekolah di
Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah yang
merupakan indikator adanya kurang gizi kronis. Prevalensi anak pendek ini
semakin meningkat dengan bertambah nya umur dan gambaran ini ditemukan
baik pada laki-laki maupun perempuan.
Gagal tumbuh antar generasi ibu hamil yang mengalami kurang gizi mempunyai
risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi BBLR di bandingkan ibu hamil yang

14

tidak menderita kurang gizi.Apabila tidak meninggal pada awal kehidupan, bayi
BBLR akan tumbuh dan berkembang dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan lebih lambat,terlebih lagi apabila mendapat ASI Ekslusif yang
kurang dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup.
Oleh karena itu bayi BBLR cenderung menjadi balita dengan status gizi
yang lebih jelek. Balita yang kurang gizi biasanya akan mengalami hambatan
pertumbuhan juga terutama apabila konsumsi makanannya tidak cukup dan pola
asuh tidak benar. Oleh karena itu balita kurang gizi cenderung tumbuh menjadi
remaja yang mengalami gangguan pertumbuhan dan mempunyai produktivitas
yang rendah. Jika remaja ini tumbuh dewasa maka remaja tersebut akan menjadi
dewasa yang pendek dan apabila itu wanita maka jelas wanita tersebut akan
mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR lagi dan seterusnya
Upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengan penanggulangan masalah
gizi kurang antara lain penyelenggaraan posyandu dengan pemantauan
pertumbuhan, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan termasuk
MP-ASI serta tata laksana gizi buruk

pemantauan pertumbuhan anak dapat

dilakukan melalui penimbangan berat badan dan tinggi badan atau panjang dan
yang dapat dilakukan baik di posyandu
maupun diluar posyandu.
Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap bulan. Tujuan dari pemantauan
pertumbuhan adalah untuk menentukan apakah anak tumbuh secara normal atau
mempunyai masalah pertumbuhan atau ada kecenderungan masalah gangguan
pertumbuhan yang perlu ditangani. Anak yang mempunyai masalah pertumbuhan
atau kecenderungan mengalami masalah gangguan pertumbuhan dicari faktor
penyebabnya agar dapat dilakukan tindakan mengatasi atau memecahkan faktorfaktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan tersebut.
Kwalitas Sumber Daya Manusia sangat bergantung pada pertumbuhan
anak dimulai dari kandungan sampai lahir dan di usia balita.
Dampak dari pertumbuhan anak yang terganggu akan menghasilkan anak atau
generasi kedepan nya kurang berkwalitas.maka dengan upaya upaya pemerintah
yang sudah dipaparkan diatas maka diharapkan anak balita dan anak usia sekolah

15

serta remaja bisa menjadi generasi penerus yang berkwalitas dan menjadi anak
anak bangsa yang cerdas dan bermartabat.

16

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Kasus
Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu. Pemantauan
dan perawatan kesehatan. K1 ideal adalah proporsi kelahiran yang mendapat
pelayanan kesehatan ibu hamil pertama kali pada trimester 1.
K4 adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu
hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1
2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2
dan minimal 2 kali pada trimester 3.ANC minimal 4 kali adalah proporsi
kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4 kali tanpa
memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.
Dalam data Riskesdes Tahun 2013 terdapat data cakupan pemeriksaan
ANC tertinggi terdapat di Bali, jika kita hubungkan dengan hasil pemeriksaan
panjang badan lahir bayi maka terdapat Panjang badan bayi lahir pendek terdapat
di Bali juga. Maka dapat kita ketahui bahwa ibu hamil yang memperhatikan
kesehatan kehamilan dan janin nya maka akan mempengaruhi yaitu berdampak
baik pada kelahiran bayi nya.
Cakupan ANC menurut karakteristik menunjukkan bahwa semakin muda umur,
semakin tinggi pendidikan ibu, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan dan
tinggal di perkotaan, maka ibu cendrung untuk melakukan ANC.
Menurut jenis pekerjaan, persentase anak lahir pendek tertinggi pada anak balita
dengan kepala rumah tangga yang tidak bekerja (22,3%), sedangkan persentase
terendah pada kelompok pekerjaan pegawai (18,1%). Persentase anak lahir
pendek di perdesaan (21,9%) lebih tinggi daripada di perkotaan (19,1%).

17

18

Anda mungkin juga menyukai