Anda di halaman 1dari 11

ANEMIA APLASTIK

A. Definisi
Anemia aplastik adalah keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit akibat terhentinya pembentukan
sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 : 494)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang normokromik normositer yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah
oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam
sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang akan mati tidak dapat
diganti. Anemia Aplastik mungkin hanya mengenai sel sel darah merah, mungkin
berkaitan dengan defesiensi semua sel darah (pansitopenia) (Corwin, 1998).
B. Etiologi
Menurut Soeparman (2001) ada berapa penyebab Anemia Aplastik yaitu :
1. Faktor Genetik
Komplek ini dinamakan anemia aplastik konsitusional antara lain :
a. Anemia Fancosit suatu sindrom yang meliputi hipoplasi sumsum tulang yang
disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius miksefali retardasi
mental atau seksual, kelainan ginjal dan limfa.
b. Anemia Asteren Dahesshek anemia tanpa kelainan fisik.
c. Anemia Aplastik Konsitusional tanpa kelainan kulit atau tulang.

d. Sindrom Aplastik Parsial.


Sindrom black fans diamond.
Trombositopenia bawaan.
Agranulositosis bawaan.
2. Obat obatan dan bahan kimia
Anemia Aplastik terdiri atas hipersensitivitas atau posisi obat yang berlebihan
praktis semua obat dapat menyebabkan Anemia Aplastik pada seseorang dengan
periprodesisi genetik yang sering menyebabkannya ialah kloramfenikol bahan kimia
terkenal yang dapat menyebabkan Anemia Aplastik ialah senyawa benzen.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau permanen misalnya
infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, Influenza A, dengan Tuberkulosis
(millier). Setiap infeksi virus dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau
hepatitis A, hepatitis non A /non B mungkin hepatitis mungkin dapat menyebabkan
hepatitis C dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat sitomegalo virus dapat menekan
produksi sel sumsum tulang.
4. Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat atau ringan. Bila sistem
hemopoutik yang terkena, maka terjadi Anemia Aplastik ringan. Ini terjadi akibat
pengobatan penyakit keganasan dengan sinar x.
5. Kelainan imunologis.
Zat anti terhadap sel-sel hematomik dan lingkungan makro dapat menyebabkan
anemia

aplastik.

Perbaikan

fungsi

homopoetik

setelah

pengobatan

dengan

inmonosubresi merupakan argumen kuat terlibatnya mekanisme imun patofisiologi


anemia aplastik.
6. Anemia Aplastik pada keadaan penyakit lain.
a. Pada Leukemia Limpoblastik akut kadang-kadang ditemukan pamrositopenia
dengan hipoplesia sumsum tulang.
b. Paroxysmal Noctural Hemoglobinuria (PHN): penyakit ini dapat bermanifestasi
berupa anemia, berupa anemia aplastik, hemolisis disertai pansitopenia termasuk
kelainan (PHN).
c. Kelainan pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia
sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh

estrogen pada seseorang dengan predisposisi genetik adanya zat penghambat dalam
darah atau tidak ada perangsang hematoplesis.
7. Kelompok idiopatik
Biasanya kelompok idiopatik tergantung dari usaha mencari faktor etiologi.
C. Klasifikasi
Menurut Soeparman (2001) Anemia Aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Klasifikasi menurut penyebab
a. Idiopatik bila penyebabnya tidak diketahui ditemukan pada 50 % penyebab.
b. Sekunder bila penyebabnya diketahui.
c. Konstitusional adanya kelainan DNA yang diturunkan.
2. Klasifikasi menurut prognosis.
a. Anemia Aplastik berat.
Kesempatan sembuh 10 % di defisiensi anemia aplastik berat bila :
Neotropil kurang dari 500/ mm3.
Trombosit kurang dari 20.000/ mm3.
Retikulosit kurang dari 1 %.
Sumsum tulang selulerasi kurang dari 2 % normal.
b. Anemia Aplastik sangat berat efisiensinya sama dengan anemia aplastik berat
kecuali neotrofil kurang dari 200 / mm 3.
c. Anemia aplastik bukan berat kesempatan sembuh mendekati 50 %.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering dialami pada anemia aplastik adalah :
1. Lemah dan mudah lelah
2. Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena infeksi bakteri
3. Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
4. Pucat
5. Pusing
6. Anoreksia
7. Peningkatan tekanan sistolik
8. Takikardia
9. Penurunan pengisian kapler

10. Sesak
11. Demam
12. Purpura
13. Petekie
14. Hepatosplenomegali
15. Limfadenopati
E. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Infeksi organ
3. Gagal jantung
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anemia aplastik sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan darah
Hematokrit/ hemoglobin mengalami penurunan akibat dari penurunan sel darah merah.
Retikulosit menurun kurang dari 1%, neutrofil kurang dari 500 ml, trombosit kurang
dari 2.000/ ml kepadatan seluler sumsum tulang berkurang 20%. (Gannong, 1999).
a) Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Pada stadium awal
penyakit pansitopenia tidak selalu ditemukan jenis anemia adalah normokom,
normositik kadang-kadang pula makrositosis, anisitosis dan polisitosis adanya
eritrosit muda atau dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik granolosit
dan tromabosit ditemukan rendah, limpositosis relatif terdapat pada lebih dari 75 %
kasus.
Persentasi retikulosit, umumnya normal atau rendah pada sebagian kecil kasus
persentasi retikulosit ditemukan lebih dari 2% akan tetapi bila nilai ini dikoreksi
terhadap anemia maka diperoleh persentasi normal atau rendahnya juga, adanya
retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.
b) Laju Endap Darah
Laju endap darah umumnya meningkat penelitian menunjukkan bahwa 62 dari 70
kasus (89 %) mempunyai endapan darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.
c) Faal Hemotasis

Waktu pendarahan memanjang yang disebabkan oleh trombositopenia, sedangkan


faal hematosis lainnya normal.
d) Sumsum tulang
Karena adanya sarang-sarang hematopoesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi
maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali.
Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus pada anemia
aplastik, hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan kriteria diagnosis.
e) Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis, parvovirus
dan sitomegalovirus.
f) Tes Hemolisis Sukrosa.
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH (Paroxymal Noctural
Hemoglobunuria) sebagai penyebab.
g) Kromosom.
Pada anemia aplastik tidak ditemukan kromosom tetapi pada anemia aplastik
konsitusional kadar eritropoetin ditemukan meningkat.
h) Defesiensi imun.
Adanya defesiensi diketahui melalui melalui penentuan titer imunoglobin dan
pemeriksaan imunitas sel T.
2. Memeriksaan radiologi.
a. Noclear Manetik Resonance Imaging (NMRI)
Merupakan pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya
perlemakan karena dapat membuat pemisahan darah sumsum tulang berlemak dan
sumsum selular.
b. Radio Noklid Bonemarrow Imaging (Bonemarow Skening)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh setelah di
suntik dengan koloic radiatif teknitum sulfur yang akan terkait pada makrofag
sumsum tulang atau indium klorida yang akan terikat pada transfering/ koma dengan
bantuan sken sumsum tulang dapat ditentukan daerah hematosis aktif untuk
memperoleh sel-sel progenitor.
G. Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai
berikut :

1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini sulit
dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia.
Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengatasi infeksi
Hygiene mulut
Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat
Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b. Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak
perlu sampai normal karena akan menekan eritropoesis internal
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jika terdapat pedarahan mayor atau trombosit <
20.000/mm3.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut :
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami
berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
- Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
- GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4. Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut :
a. Terapi imunosuprersif
- Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline
(ATG) dapat menekan proses imunologis
- Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan


kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
I. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
- Tujuan

: Mempertahankan suplai Oksigen dan nutrisi ke sel.

- Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan perifer adekuat, misal tanda-tanda vital
stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine
adekuat; mental seperti biasa.
- Rencana tindakan :
Mandiri
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.
R: Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menentukan kebutuhan intervensi.

b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


R: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : Kontraindikasi bila ada hipotensi.
c. Awasi upaya pernafasan; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventisius.
R: Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/
peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial resiko infark.
e. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung.
R: Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau
defisiensi vitamin B12.
f. Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktifitas pasien
untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi dan
aktifitas.
R: Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/
mempertahankan kebutuhan AKS.
g. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
R: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan
pasien/ kebutuhan rasa hangat seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari
panas berlebih pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
h. Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air

mandi dengan termometer.


R: Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi :
i. Awasi pemeriksaan laboratorium misal Hb/ Ht dan jumlah SDM, GDA.
R: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon terhadap
terapi.
j. Berikan SDM darah lengkap/ packed, proses darah sesuai indikasi. Awasi ketat
untuk komplikasi transfusi.
R: Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan.

k. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


R: Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
l. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
R: Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
- Tujuan

: Aktifitas dapat kembali normal.

- Kriteria hasil

: Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (termasuk aktifitas

sehari-hari), menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi,


pernafasan, dan TD masih dalam rentang normal.
- Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/ AKS normal, catat laporan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R: Mempengaruhi intervensi/ bantuan.
b. Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
R: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/ resiko cedera.
c. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktifitas. Catat respon
terhadap tingkat aktifitas (peningkatan denyut jantung/ TD, disritmia, pusing,
dispnea, Takipnea, dan sebagainya).
R: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Pantau dan batasi pengunjung, Telepon, dan gangguan berulang tindakan yang
tak direncanakan.
R: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.
e. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R: Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing,
berdenyut, dan peningkatan resiko cedera.
f. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. pilih
periode istirahat dengan periode aktifitas.
R: Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem
jantung dan pernafasan.

g. Berikan bantuan dalam aktifitas/ ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien


untuk melakukannya sebanyak mungkin.
R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu
sendiri.
h. Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang
dianggap pasien perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai toleransi.
R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/ stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.
i. Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan duduk, duduk untuk
melakukan tugas-tugas.
R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan
energi dan mencegah kelemahan.
j. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
R: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan
dekompensasi/ kegagalan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi
nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
- Tujuan

: Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan

berat badan.
- Kriteria hasil

: Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai

laboratorium dalam rentang normal.


- Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi.
R : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien terlindungi dari aspirasi.
b. Auskultasi bising usus.
R : Fungsi saluran cerna biasanya tak baik pada kasus cedera kepala. Jadi
bising usus membantu menentukan respon untuk makan atau berkembangnya
komplikasi seperti paralitik illeus.

c. Timbang berat badan sesuai indikasi.


R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
d. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur.
R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
e. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai saat makan.
R : Meningkatkan nafsu untuk makan makanan yang disediakan.
f. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
R : Perdarahan sub akut / akut dapat terjadi (ulkus lambung) dan perlu
intervensi dan metode alternatif pemberian makan.
g. Konsultasi dengan ahli gizi
R : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori / nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan
penyakit sekarang ( trauma, penyakit jantung dan masalah metabolic ).

Anda mungkin juga menyukai