Anda di halaman 1dari 6

KOLIK RENAL

Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan karena obstruksi di ureter. Sebenarnya lebih tepat
diistilahkan dengan kolik ureter. Nyeri yang timbul berasal dari spasme ureter yang menjepit
batu, menyebabkan obstruksi dan distensi ureter, sistem pelviokalises, dan kapsul ginjal.
Walaupun sebagian besar diakibatkan oleh batu, kolik renal juga dapat disebabkan oleh
limfadenopati, blood clot, atau sloughed renal papilla.
Bagaimana Gejala Kolik Renal?
Gejala klasik kolik renal berupa nyeri akut di daerah pinggang (di antara sudut kostrovertebral,
lateral otot sakrospinal, dan di bawah iga ke 12). Nyeri dapat menjalar ke daerah perut kuadran
atas, punggung, selangkangan, testis atau labia mayora, tergantung lokasi obstruksi. Deskripsi
nyeri dapat digunakan untuk menentukan lokasi obstruksi. Bila batu terdapat di daerah Vesicoureteric Junction (VUJ) pasien mungkin mengalami anyang-anyang karena iritasi otot detrusor
oleh batu.
Gejala kolik renal juga dapat disertai mual dan muntah. Nyeri muncul hilang timbul dan
intensitas nyeri juga bervariasi. Nyeri seringkali reda di antara 2 serangan. Nyeri terus menerus
dapat dipikirkan sebagai gejala peritonitis. Hematuria makroskopik dapat terjadi, namun perlu
dipastikan apakah terdapat clot yang menandakan patologi saluran kemih bagian atas. Jika gejala
kolik renal disertai adanya infeksi, pasien dapat saja mengalami demam dan keringat dingin.
Berikut adalah tabel diferensial diagnosis pasien dengan gejala kolik renal:
Diferensial
Pielonefritis
Nyeri muskuloskeletal
Appendicitis
Cholecystitis

Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan


Demam dan nyeri di daerah ginjal
Makin memberat dengan pergerakan
Nyeri tekan atau tanda peritonitis di fossa iliaka kanan
Memberat setelah makan makanan berlemak, nyeri di kuadran kanan

Diverticulitis
Pecah Aneurisma

atas
Berhubungan dengan bowel symptoms, nyeri di fossa iliaka kiri
Usia tua, terdapat faktor risiko vascular

Aorta Abdominal
Torsio Testis
Problem ginekologis

Nyeri tekan testis


Usia muda, nyeri daerah pelvis

Indikasi perlunya dilakukan rawat inap:


Diagnostik kurang meyakinkan (misal pada pasien usia lanjut >60 tahun bisa terjadi AAA)

Ketidakmampuan untuk mengatasi nyeri


Disertai demam (>37.5 0C) pada kolik renal
Kolik renal pada transplan ginjal
Terdapat obstruksi batu bilateral
Adanya gagal ginjal akut
Ketidakmampuan SDM atau fasilitas untuk menilai kondisi urologis
Tanda-tanda sepsis pada kolik renal:
Demam (>37.5 0C)
Flushing pada wajah
Takikardia (terutama bila nyeri telah teratasi)
Hipotensi
Nyeri tulang belakang
Kapan pasien dapat dikembalikan ke primary care atau rawat jalan?
Pasien dengan gejala kolik renal seringkali masuk ke IGD, dengan keluhan karena nyeri dan
kecemasan. Walau demikian pasien dengan diagnosis yang jelas, nyeri yang dapat diatasi dan
tidak ada komplikasi seperti Tabel Indikasi Rawat atau Sepsis di atas, maka pasien dapat
dipulangkan atau dikembalikan ke primary care, tidak perlu perawatan di rumah sakit.
Pasien yang dipulangkan perlu diberikan NSAID untuk mengatasi nyeri yang mungkin muncul
tiba-tiba. Bila gejala muncul lagi dan nyeri tidak dapat diatasi dengan analgesik yang adekuat,
maka perlu dirujuk ke urologis.
Pemeriksaan apa saja yang diperlukan?
Setiap pasien perlu diperiksaan dipstik urin. Sensitivitas hematuria pada pasien dengan batu
saluran kemih sekitar 90%, namun demikian sekitar 40% pasien dengan nyeri pinggang
mendadak dan adanya hematuria ternyata tidak menderita batu saluran kemih. Oleh karena itu
untuk mendiagnosis batu saluran kemih tidak bisa melihat hanya dengan ada tidaknya hematuria.
Adanya leukosit dan nitrit menunjukkan adanya infeksi saluran kemih. Jika dilakukan kultur
maka diperlukan urin midstream.
Pemeriksaan darah rutin dan fungsi ginjal perlu dilakukan terutama bila ada gejala demam atau
ginjal yang berfungsi tinggal 1. Bila ada riwayat batu saluran kemih sebelumnya maka perlu di
tes serum kalsium atau asam urat.
Dimanakan lokasi batu yang paling banyak?
Secara anatomis terdapat 3 bagian tersempit di ureter, yaitu pelvio-ureteric junction (PUJ), midureter dimana ureter menyilang dengan pembuluh darah iliaka, dan VUJ. Namun lokasi batu

paling banyak yaitu VUJ (60.6%), proximal ureter (23.4%), PUJ (10.6%), dan dekat iliaka
(1.1%).
Analgesik apa yang tepat diberikan?
NSAID dan golongan opiat masih merupakan pilihan utama. NSAID mengurangi skor nyeri dan
pasien biasanya tidak memerlukan tambahan analgesik lain dibandingkan dengan pasien yang
diberi golongan opiat. Opiat, semisal petidin, memiliki efek samping terutama muntah. NSAID
diberikan pada pasien kolik renal kecuali bila ada kontraindikasi (ulkus peptik, gangguan fungsi
ginjal, dan asma berat). Namun penelitian Cohcrane review tidak dapat menentukan NSAID
mana yang paling baik digunakan.
Pasien dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi cairan untuk mendorong batu keluar, dan
beberapa pusat perawatan menggunakan cairan intravena volume besar atau diuretik untuk
tujuan yang sama. Sebenarnya belum ada bukti berdasarkan dari Cohrane review untuk
menggunakan cairan dalam jumlah besar, namun konsumsi cairan 2 L per hari dianjurkan oleh
para ahli untuk memastikan hidrasi yang cukup, terutama bila pasien menggunakan obat yang
nefrotoksik.
Penggunaan akupuntur pada beberapa negara di dunia, pada studi randomisasi terbukti efek yang
ekuivalen dengan analgesik intramuskular. Terdapat bukti dengan nilai yang rendah penggunaan
anti-spasmodik pada kolik renal, salah satunya hyosin versus plasebo.
Berapa besar kemungkinan batu dapat keluar, dan berapa lama diperlukan?
Apakah batu dapat keluar dengan spontan tergantung dari ukuran dan lokasinya. Pada salah satu
penelitian yang dilakukan pada 172 pasien, berdasarkan lokasinya, kemungkinan keluar spontan
berkisar 49% pada proksimal ureter, 60% pada mid ureter, 75% pada distal ureter, dan 79% pada
VUJ. Berdasarkan ukuran diameternya, kemungkinan keluarnya batu yaitu 76% pada ukuran 2-4
mm, 60% pada ukuran 5-7 mm, 48% pada ukuran 7-9 mm, dan 25% pada ukuran >9 mm.
Penelitian meta-analisis pada 328 pasien menunjukkan, kemungkinan keluarnya batu yaitu 68%
pada ukuran < 5 mm dan 47% pada ukuran 5-10 mm. Penelitian terbaru pada 656 pasien
menunjukkan 86% akan keluar tanpa pengobatan, yakni 55.3% dalam 7 hari, 73.7% dalam 14
hari, dan 88.5% dalam 28 hari.19 Berdasarkan ukurannya waktu yang diperlukan untuk keluar
spontan adalah 6.8 hari untuk ukuran < 2 mm, 12.6 hari untuk ukuran 2-4 mm, 14.8 hari untuk
ukuran 4-6 mm, dan 21.8 hari untuk ukuran 6-8 mm.

Apa pentingnya terapi ekspulsif pada batu saluran kemih?


Terdapat bukti yang mengindikasikan pengobatan dapat meningkatkan laju keluarnya batu
dengan merelaksasi otot halus ureter, baik dengan 1 reseptor bloker atau dengan inhibitor
pompa channel kalsium. Pada studi meta-analisis, pasien yang diberikan terapi ekspulsif 65%
nya akan mengalami keluaran batu dibandingkan yang tidak diterapi. bloker tidak hanya
meningkatkan laju keluaran batu tetapi juga mengurangi waktu ekspulsi, episode nyeri, skala
nyeri, dan kebutuhan analgesik.
Karena batu dengan diameter < 5 mm cenderung untuk keluar spontan, terapi ekspulsif lebih
berefek pada batu dengan ukuran 5-10 mm. Dalam studi lain menunjukkan batu < 5 mm
memiliki kemungkinan laju keluar lebih tinggi dengan tamsulosin dibandingnya yang tidak
diterapi (71.4% vs 50%). Pasien harus diperingatkan akan efek samping obat, dan wanita
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ketika mengkonsumsi
obat-obatan ini.
Berapa lama batu aman untuk dibiarkan?
Bukti penelitian yang ada sampai saat ini lemah. Pada percobaan hewan dengan obstruksi
unilateral komplit, kemungkinan renal loss terjadi dalam waktu 6 minggu. Untungnya, batu
biasanya hanya menyebabkan obstruksi parsial. Pedoman saat ini merekomendasikan evaluasi
periodik bila ditangani secara konservatif, dengan USG untuk mendeteksi hidronefrosis. Jika
batu tidak keluar dalam waktu 4-6 minggu, dan sepertinya tidak ada kemungkinan untuk keluar,
maka intervensi perlu dilakukan.
Kapan intervensi bedah segera/urgent dilakukan?
Intervensi bedah emergensi direkomendasikan pada 4 keadaan, yakni adanya obstruksi pada
ginjal yang terinfeksi, obstruksi pada ginjal soliter, obstruksi bilateral, dan nyeri yang tak dapat
dikontrol. Infeksi yang terjadi pada saat obstruksi perlu dilakukan tindakan bedah segera.
Kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat dengan adanya hipotensi dan syok sepsis,
terutama akibat organisme Gram negatif. Resusitasi cairan secara agresif dengan antibiotik
intravena spektrum luas dan perawatan intensif mungkin diperlukan. Antibiotik yang dapat
melalui sistem yang terobstruksi sangat terbatas, oleh karena itu diperlukan dekompresi, yang
dapat tercapai dengan nefrostomi perkutaneus atau stent ureteric-retrograde.
Imaging apa yang diperlukan untuk follow up?
Tidak ada cukup bukti yang menunjukkan kapan sebaiknya dilakukan follow dan imaging apa

yang diperlukan bila penanganan batu dilakukan secara konservatif. Jika batu sudah keluar, maka
tidak perlu dilakukan follow up imaging. Jika batu terlihat saat menggunakan NCCT,
penggunaan radiografi pada ginjal, ureter, dan kantung kemih dapat digunakan untuk menilai
progresivitas batu. Jika batu tidak terlihat dengan NCCT, radiografi dapat tetap dilakukan karena
kemungkinan 10% batu akan tetap terlihat. Untuk follow up biasanya para ahli
merekomendasikan radiografi X-ray pada ginjal, ureter, dan kandung kemih untuk melihat
adanya batu, atau dengan USG untuk melihat derajat hidronefrosis.
Apa pilihan tatalaksana untuk mengatas batu saluran kemih?
Tatalaksana batu saluran kemih tergantung dari beberapa kondisi seperti ukuran, lokasi, gejala
yang sedang dirasakan, ketersediaan fasilitas, dan pilihan pasien. Beberapa fasilitas kesehatan
melakukan tatalaksana konservatif untuk batu dengan ukuran < 10 mm, nyeri terkontrol, fungsi
ginjal normal dan tidak ada tanda sepsis. Jika batu tidak keluar dalam 4-6 minggu, maka
kemungkinaan dapat keluar setelah itu sangat kecil.
Pasien perlu diberitahu, terutama bila pasien sedang bepergian. Bisa saja keluhan kolik dapat
muncul selama penerbangan dan asuransi tidak akan menanggung untuk kejadian tersebut.
Indikasi penanganan batu secara aktif yaitu pada pasien dengan kemungkinan kecil batu dapat
keluar spontan, nyeri persisten, obstruksi yang sedang berlangsung, dan insufisiensi ginjal. Jika
terdapat infeksi, maka drainase ginjal perlu dilakukan.
Pilihan utama untuk terapi batu saluran kemih yaitu dengan extracorporeal shockwave lithotripsy
(ESWL) atau ureteroskopi. Berikut adalah perbedaannya:
ESWL
Dengan analgesik atau sedasi
Prinsip gelombang suara yang

Ureteroskopi
Dengan general atau spinal anastesia
Rigid atau semi-rigid ureteroskop

dipusatkan ke batu
Perlu dilakukan 1 atau lebih

Perlu sekali saja, namun mungkin perlu

pemeriksaan
Keberhasilan berdasarkan letak:

pasang stent
Keberhasilan berdasarkan letak:

Proximal: 82%

Proximal: 82%

Mid: 73%

Mid: 87%

Distal: 74%
Keberhasilan berdasarkan diameter

Distal: 93%
Keberhasilan berdasarkan diameter

Distal, < 10 mm: 86%

Distal, < 10 mm: 97%

Distal, > 10 mm: 74%

Distal, > 10 mm: 93%

Proksimal, > 10 mm: 70%


Tidak invasif
Lower stone-free rate
Shorter hospital stay
Lower risk complications
Diagnosa : nyeri

Proksimal, > 10 mm: 81%


Invasif
Better stone-free rate
Longer hospital stay
Greater risk complications

Anda mungkin juga menyukai