Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA

A.

DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan


perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran

pada

tindakan

pencegahan

(Doenges,

1989).

Kasan

(2000)

mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan
menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan
otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta
otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus.
B.

KLASIFIKASI

Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :


1.

Cedera Kepala Primer

Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak
c. Laserasi
2.

Cedera Kepala Sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,


fisiologi yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Menurut jenis cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi diameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
cedera
2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak
ringan dengan cedera serebral yang luas.
Menurut berat ringannya didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma (GCS)
dibagi menjadi 3, yaitu :
a.

Cedera kepala ringan


GCS 14 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma

b.

Cedera kepala sedang


GCS 9 - 13
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak

c.

Cedera kepala berat


GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena

aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema
berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi
membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy
ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.
Skala koma
Glasgow
Dewasa
spontan
berdasarkan
printah verbal
berdasarkan rangsangan
nyeri
tidak memberi
respon

Respon
Buka Mata ( Eye)
4
3
2
1

Bayi dan Anak-anak


spontan
berdasarkan
suara
berdasarkan rangsangan
nyeri
tidak memberi respon

tidak memberi respon


senyum, orientasi terhadap
orientasi baik

objek
menangis tetapi dapat di

percakapan kacau

tenangkan
menengis tetapi tidak dapat

kata-kata kacau
mengerang
tidak memberi

3
2

ditenangkan
mengerang dan adititatif

respon
menurut perintah

1
Respon motorik
6

tidak memberi respon


aktif

melokalisir
rangsangan nyeri
menjauhi

melokalisir rangsang nyeri

rangsangan nyeri
fleksi abnormal
ekstensi

4
3

menjauhi rangsang nyeri


fleksi abnormal
ekstensi

abnormal
tidak memberi

abnormal

respon

tidak memberi respon

Skor
Kondis

14-15
compos mentis

12-13
Apatis

11-12
somnolent

8-10
stupor

<5
koma

i
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori
utama ( Hoffman, dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
a. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
b. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkn lenyap.
d. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan
TIK.

e. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.


f. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
D. ETIOLOGI
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasideselerasi, coup-countre coup , dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (mis; alat pemukul menghantam kapala atau peluru yang
ditembakkan kekepala.
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur kaca depan mobil
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang
pertama kali terbentur.Sebagai contoh pasien dipukul di bagian belakang
kepala
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak
E. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan CGS yang di kelompokkan menjadi cedera kepala
ringan , sedang , dan berat seperti di atas.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur .
(Smeltzer, suzanna, 2002)
Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkel pada sekitar fraktur
Fraaktur dasar tengkorak dicurigai ketika CGS keluar dari telinga
dan hidung

Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah

Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain:


1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak
sesaat (pingsan < 10 menit ) atau amnesia pasca cedera kepala
2. Kontusio serebri
(Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan < 10 menit)
atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi
dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal ,walaupun
dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak
3. Leserasi selebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur
terbuka pada cranium.
4. Epidural hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya
adalah robeknya arteri meningea media.
5. Subdural Hematom ( SDH )
Hematom di bawah lapisan durameter dengan sumber pendarahan dapat
berasal dari bridging vein,a/v cortical, sinus venous.
6. SAH (Subarachnoid hematom)
Merupakan pendarahan fokal di daerah subarachnoid.Gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri.
7. ICH (intraserebral Hematom)
Adalah pendarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
robekan pembuluh darah yg ada dalam pembuluh jaringan.
8. Fraktur basis kranii (Misulis KE, Head TC)
Fraktur dari dasar tengkorak ,biasanya melibatkan tulang temporal,
oksipital, sphenoid, dan etmoid.

Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI

4. CT-Scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS


lebih dari satu point, adanya lateralisasi, bradikardi, (nadi <60x/ mnt), fraktur
impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3
hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru.
Penatalaksanaan
Penanganan cedera kepala : ( Satyanegara,2010 )
1. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsiip-prinsip

ABC (Airway-

Breating-Circulation ).Keadaan hipoksemia, hipotensi, anmia akan cenderung


memperhemat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respon

mata,

motoric,

verbal,

pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflex okulovers tubuler.


Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
6. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken tomografi computer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Amnesia antegrade/pascatraumatik
Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang mederat sampai berat
Adanya riwayat penuruan kesadaran/pingsan
Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
Adanya fraktur tulang tengkorak
Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ottore/rinorre)
Cedera berat bagian tubuh lain
Indikasi social (tidak ada keluarga/pendamping di rumah
( Satyanegara,2010 )

Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan
bila ada gejala-gejala seperti :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengantuk dan sukar dibangunkan


Mual,muntah dan pusing hebat
Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa
Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang
Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
Kacau/bingung (confuse) tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan

personalitas
7. Gaduh, gelisah
8. Perubahan denyut nadi atau pola pernapasan
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi bedah:
1. Lesi masa intra intra atau ekstra-aksila yang menyebabkan pergeseran
garis tengah (pembuluh darah serebral anterior) yang melebihi 5 cm
2. Lesi masa ekstra-aksila yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula intrna
tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri serebri anterior atau
media
3. Lesi massa ekstra-aksial bilateral dengan tebal 5 mm dari tubula eksternal
(kecuali bila ada atropi otak)
4. Lesi massa intra-aksila lobus temporalis yang menyebabkan elevasi hebat
dari arteri serebri media atau menyebabkan pergeseran garis tengah
F. Masalah yang lazim muncul
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar kapiler
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan intracranial.
3. Resiko mencederai diri sendiri : trauma jatuh yang berhubungan tingkat
kesadaran .
4. Nyeri akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan
tulang)
5. Kerusakan memori b.d hipoksia, gangguan neurologis
G. Discharge Planning
1. Jangan terjadi cedera kepala yang kedua kalinya

2. Jika mengendarai kendaraan biasakan untuk menaati peraturan sehingga


dapat menghindarkan dari kecelakaan
3. Segera bawa ke rumah sakit jika erjadi muntah dan sakit dikepala yang
tak tertahankan

CEDERA
KEPALA

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N
O
1.

Diagnosis keperawatan

Tujuan
Kriteria Hasil

Gangguan pertukaran gas

Setelah

yang berhubungan dengan

intervensi selama 1x 24

ketidakseimbangan perfusi

jam,

ventilasi dan perubahan

pertukaran gas teratasi

membrane alveolar kapiler, di

dengan kriteria :

tandai dengan :
DS :
DO :

1.Klien

Intervensi

Rasional

1.1istirahat klien dengan

Posisi semifowler membantu dalam

dilakukan
ganngguan

akan

merasa

nyaman

posisi semifowler
2.1Pertahankan oksigenasi
NRM 8-10 l/mnt.

dan
sesak

pernapasan

dengan pengaruh gravitasi


Oksigen sangat penting untuk reaksi
yang

memelihara

ATP,kekurangan

suplai

oksigen

pada

metabolisme yang normal dengan

dapat

akibat terbentuknya asam laktat

membandingkan dengan
keadaan

otot-otot

jaringan akan menyebabkan lintasan

2.Klien mengatakan sesak


berkurang

ekspansi

(asidosis metabolik) ini akn bersama

pada

dengan asidosis respiratorik akan

saat serangan (onsef)

menghentikan

yang berbeda waktu

metabolism.Regenerasi
3.1 Observasi tanda vital

ATP

akan

berhenti sehingga tidak ada lagi

tiap jam atau sesuai

sumber

energy

yang

terisi

respon klien

terjadi kematian,
Normalnya TD akan sama pada
berbagai posisi
Nadi menandakantekanan
arteri.Nadi

Bayi :90/60 mmHg

arteri,yang akan menurunkan aliran

7-10 thn : 120 /80 mmHg


11-17 thn :130/80 mmHg
18-44 thn : 140/90 mmHg
45-64 thn :150/95 mmHg
>65 thn : 160/95 mmHg
Nadi dalm batas normal :
Janin : 120-160 x/mnt
Bayi 80-180 x/mnt
Anak 70-140 x/mnt
Remaja : 50-110 x/mnt
Dewasa : 70-82 x/mnt
(Campbell,1978)

>

dinding

3.TD dalam batas normal:

3-6 thun : 110/70 mmHg

yang

dan

50x/mnt

menunjukkan penurunan elastisitas


darah

arteri

dan

kekurangan

transport oksigen. Tekanan nadi <30


x/mnt

menandakan

sirkulasi

volume

insufisiensi
darah,yang

mengakibatkan kekurangan oksigen


ringan
Suhu aksila normalnya 36,70C
Suhu tubuh abnormal disebabkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh
yang menandakan tubuh kehilangan
daya

tahan

atau

mekanisme

pengaturan suhu tubuh yang buruk.


(Campbell,1978)
Sesak napas merupakan suatu bukti
bahwa tubuh memiliki mekanisme
kompensasi sedang bekerja guna

mencoba membawa oksigen lebih


banyak

ke

jaringan.Sesak

napas

pada penyakit paru dan jantung


mengkhatirkan karena dapat timbuk
hipoksia
(Roper N,1996)

4.1 Kolaborasi
pemeriksaan AGD
4. AGD dalam batas
normal :
pH : 7,35-7,45
CO2 : 20-26 mEq(bayi),
26-28 mEq(dewasa)
PO2(PaO2) : 80-100 mmHg
PCO2(PaCO2)

35-45

mmHg
2.

Ketidak efektifan perfusi

SaO2 : 95-97 %
Setelah dilakukan

jaringan serebral yang

intervensi keperawatan,

berhubungan dengan

klien tidak menunjukkan

peningkatan intracranial, di

TIK, dengan kriteria :

tandai dengan :
DS :
DO :

1.Klien akan mengatakan


tidak sakit kepala dan

1.1ubah posisi klien secara


bertahap.

Klien dengan paraplegia berisiko


mengalami luka tekan (dekubitus).
Perubahan posisi setiap 2 jam atau

merasa nyaman.

sesuai

respon

terjadinya

klien

luka

mencegah

tekan

akibat

tekanan yang lama karena jaringan


tersebut akan kekurangan nutrisi
1.2 Jaga suasana tenang

dan oksigen yang dibawa oleh darah.


Suasana tenang akan memberikan
rasa

2.1 Atur posisi klien


bedrest.
2.Mencegah cedera

nyaman

pada

klien

mencegah ketegangan.
Bedrest
bertujuan

dan

mengurangi

kerja fisik, beban kerja jantung,


mengatasi
yang

keadaan

disebabkan

anemia,

tiroksin,

beri-beri

dan

keadaan

menyebabkan

takikardi

yang

yang
demam,

;memperbaiki

shuntarterioventrikuler,
AV,Paten

output,

oleh

lainnya;mengatasi
dapat

high

duktus

merupakan

fistula

arteriosus,dan
beban

kerja

jantung.
2.2 Kurangi cahaya
ruangan
2.3 Tinggikan kepala

Cahaya

(soeparman, 1987)
merupakan salah satu

rangsangan yang berisiko terhadap


peningkatan TIK.
Membantu drainase

vena

mengurangi

untuk

kongesti

serebrovaskuler.
Rangsangan
2.4 Hindari rangsangan
oral
2.5 Angkat kepala dengan
hati-hati
2.6 Awasi kecepatan
tetesan cairan infus
2.7 Berikan makanan per
sonde sesuai jadwal

2.8 Pasang pagar tempat


tidur
2.9 Hindari prosedur

(carpenito ,1995)
oral risiko terjadi

peningkatan TIK
Tindakan yang

kasar

terhadap peningkatan TIK


Mencegah

berisiko
resiko

ketidakseimbangan volume cairan


Mencegah
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dan

mempercepat

proses

penyembuhan
Mencegah risiko cedera jatuh dari
tempat tidur akibat tidak sadar.
Meminimalkan peningkatan TIK

nonesensial yang
berulang
3.1 pantau tanda dan
3. GCS dalam batas
normal (E4,V5,M6)

gejala peningkatan TIK


dengan cara :
Kaji respon mmbuka mata
4 = spontan
3 = dengan printah
2 = dengan nyeri
1 = tidak berespons
Kaji respon verbal
5=

bicara

normal

(orientasi

orang,

waktu, tempat, dan


situasi)
4=kalimat

tidak

mengandung arti
3=hanya kata-kata saja
2=hanya bersuara saja
1=tidak ada suara
Kaji respon motoric
6=dapat

melakukan

semua

perintah

rangsangan nyeri
5=melokalisir nyeri
4=menghindari nyeri
3=fleksi
2=ekstensi
1=tidak ada respon
5.1kaji respon pupil :
Pergerakan mata
4. Peningkatan

konjugasi diatur oleh

pengetahuan pupil

saraf

bagian

korteks

membaik.

dan batang otak.


4.2 Periksa pupil dengan
senter.

Perubahan

pupil

menunjukkan

tekanan pada saraf okulomotorius


atau optikus.
(Hickey 1992 cit Carpenito 1995)
Saraf

kranial

VI

atau

saraf

berhubungan dengan abduksi dan


berhubungan dengan abduksi mata.
Saraf

kranial

atau

trigeminus,

saraf
juga

mengaturpergerakan mata.
Perubahan tanda vital menandakan
meningkat TIK
(Hickey 1992 cit Carpenito 1995)
Perubahan nadi dapat menunjukkan
tekanan batang otak, pada awalnya

5.1 kaji perubahan tanda


5. Tanda vital dalam batas
normal

vital

melambat
Kemudian

meningkat

mengompensasi
pernapasan
gangguan
Pernapasan

hipoksia.Pola
beragam

pada

untuk

berbagai

sesuai
lokasi.

Cheyne-Stokes

(meningkat

bertahap

diikuti

menurun bertahap ->periode apnea)


menunjukkan kerusakan pada kedua
hemisfer serebri, masenfalon, dan
pons atas. Pernapasan ataksia (tidak
teratur dengan pernapasan dalam
dan dangkal) menandakan disfungsi
medular.
Ketidakteraturan pernapasan :
Frekuensi (f) melambat dengan
pemanjangan periode apnea
dan

pelebaran

merupakan

TD

tekanan

nadi

awal

yang

tanda

menunjukkan hipoksia .
Muntah akibat dari tekanan pada
medulla.

Perubahan

yng

jelas

(contoh latergi, gelisa, pernapasan


yang

kuat,

gerakan

yang

tak

bertujuan dan perubahan fungsi


mental ) dan kompresi pergerakan
saraf.
5.2 Catat

muntah,

sakit

TIK, dan

nyeri.

Perubahan ini merupakan indikasi


awal perubahan TIK merangsang

kepala (konstan, latergi

pusat muntak di otak dan mengejan,

),

yang dapat mengakibatkan valsava

geliah

pernapasan

yang kuat, gerakan yang


tidak

bertujuan,

dan

maneuver.
Pelunak feses mencegah konstipasi

perubahan fungsi

5.3 Konsul dengan dokter


untuk
pelunak

pemberian
feses

bila

diperlukan.
3.

Resiko mencederai diri

Setelah dilakukan

sendiri : trauma jatuh yang

intervensi keperawatan

berhubungan tingkat

selama 7 x24 jam klien

kesadaran,
di tandai dengan :
DS :
DO :

tidak akan mengalami


trauma dengan kriteria :
1.Tidak Jatuh

1.1pasang pagar tempat


tidur

Pagar tempat tidur melindungi klien


dengan hemiplegia terjatuh tempat
tidur. Klien dengan gangguan sensasi
risiko trauma

1.2 lindungi

klien

dari

cedera

dengan

Klien dengan penurunan kesadaran


mencederai diri. Membungkus

menggunakan bantalan

tangan klien dengan kaos tangan

pada

pagar

tempat

mencegah klien melepaskan selang-

tidur

dan

bungkus

tangan

klien

selang di tubuh.

dengan

kaos tangan. Hindari


pemakaian

restrain

karena regangan dapat


meningkatkan

TIK

atau cedera lain.


1.3 Hindari
pemakaian
opioid
2. tidak terdapat luka
lecet atau luka bakar.
3. Agitasi dan
ketidakberdayaan
berkurang.

2.1

konstriksi pupil dan mengubah

lumasi

kulit

klien

dengan

minyak

pelembab
3.1

meminimalkan

rangsangan

lingkungan

dengan
mempertahankan
ruangan

Opioid menekan pernapasan,

tenang,

membatasi pengunjung,

tingkat responsive klien.


Pelembab dapat mencegah iritasi
Rangsangan yang sering dapat
meningkatkan TIK

berbicara

dengan

4.Dapat berorientasi

lembut,

dan

terhadap waktu,tempat

memberikan

dan orang.

yang

lebih

misalnya

orientasi
sering,

menjelaskan

nama klien.
4.1

memberikan

yang adekuat.

cahaya

Cahaya yang adekuat mencegah


terjadinya halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai