Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MANDIRI

Pendidikan Kewirausahaan di Indonesia


Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri mata pelajaran ekonomi

Disusun Oleh :

Sarah Khaizuran Najma


Kelas XI IPS
NIS 101110219

Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandung


Jalan Belitung 8 Bandung 40113
TAHUN AJARAN 2012 2013
LATAR BELAKANG

Penduduk Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 224.904.900 orang


dan berdasarkan survey Tenaga Kerja Nasional sekitar10 juta resmi
tercatat menganggur yang 41% diantaranya berasal dari lulusan sekolah
lanjutan atas. Selain itu terdapat 30.4 juta orang masuk dalam kategori
setengah pengangguran yaitu orang yang bekerja kurang dari 35 jam per
minggunya (ILO, http://www.ilo.org/global/), dan 11.47% terdiri dari
lulusan sekolah lanjutan atas. Sisa dari para penganggur terbuka dan dan
setengah pengangguran berasal dari sekolah dasar, SMP dan SMU/SMK,
dan lulusan perguruan tinggi. Khusus untuk Jawa Barat jumlah penduduk
tahun 2007 adalah 41 juta orang, jumlah tenaga kerja 18,24 juta orang,
dengan jumlah penganggur terbuka 1.1 juta orang, dan setengah
penganggur sebanyak 5 juta orang (Jabarprov.go.id), atau sekitar 15%
populasi penduduk. Dikarenakan keterbatasan kapasitas perguruan tinggi
untuk menyerap lulusan sekolah lanjutan atas di samping keterbatasan
kesempatan kerja, mereka yang tidak bisa meneruskan sekolah akan
semakin menambah jumlah penganggur setiap tahunnya.
Kurikulum yang ada sekarang di SMA mungkin turut memberikan
kontribusi kepada ketidaksiapan lulusan untuk memilih karir kerja mandiri
(self-employment) atau berwirausaha karena mereka hanya disiapkan
untuk melanjutkan atau masuk perguruan tinggi. Demikian pula lulusan
perguruan tinggi pada umumnya dipersiapkan untuk bekerja menjadi
karyawan.
Memilih karir berwirausaha merupakan kasus luar biasa, kecuali bagi
mereka yang memiliki latar belakang keluarga wirausaha terutama dari
kalangan

warga

etnis

keturunan.

Oleh

sebab

itu

pendidikan

kewirausaahaan mungkin merupakan bagian dari solusi mengatasi


masalah

pengangguran

melalui.

Menurut

Global

Entrepreneurship

Monitors (GEM, 2008) proses kewirausahaan mencakup tahap konsepsi,


kelahiran usaha, dan tahap bertahan. Demikian pula peserta didik dalam
pendidikan kewirausahaan berada pada tahap konsepsi sebagai calon
entrepreneur

yang

mampu

mengidentifikasi

peluang,

mempunyai

pengetahuan dan keterampilan. Kemudian difasilitasi berbagai program

pemerintah sepanjang karir kerja mandirinya, para lulusan akan memulai


berwirausaha dan menjadi pemilik/manajer usaha baru (tahap kelahiran),
berkembang

menjadi

pemilik/manajer

perusahaan

mapan

(tahap

bertahan).
Dari

segi

kebijakan

sebetulnya

pemerintah

Indonesia

sudah

menyadari pentingnya kewirausahaan dalam pembangunan ekonomi


dengan mengeluarkan Keputusan Presiden No.4 tahun 1995. Berbagai
program telah diluncurkan untuk mengembangkan kewirausahaan baik
oleh berbagai departemen atau kementrian, termasuk juga partisipasi
BUMN atau swasta melalui program SCRnya. Dalam lingkup pendidikan
nasional banyak perguruan tinggi memasukkan kewirausahaan ke dalam
kurikulumnya, demikian pula untuk tingkat sekolah lanjutan yaitu di
sekolah-sekolah kejuruan. Meskipun terlambat, baru tahun 2010 ini
pemerintah

berencana

memasukkan

kewirausahaan

pada

sekolah

menengah umum.
Proses belajar mengajar kewirausahaan kalau tidak dirancang efecktif
dengan menggunakan pendekatan pedagogi yang tepat hanya akan
mengarah pada proses belajar mengajar tradisional yang tetap berpusat
pada guru, fokus pada hard-skill dan mengabaikan soft-skill yang
sangat penting bagi pembelajaran kewirausahaan (NESTA, 2007).
Di negara-negara maju pendidikan kewirausahaan populer karena 5
alasan (Charney & Libecap, 2000) yaitu :
a. Pembuatan

rencana

usaha

mengarahkan

mahasiswa

menggabungkan akuntansi, ekonomi, keuangan, pemasaran dan


disiplin

bisnis

lainnya.

Sehingga

menjadikan

pengalaman

pendidikan yang terpadu dan memperkaya.


b. Pendidikan kewirausahaan dapat mempromosikan pendirian usaha
baru oleh lulusan atau memperkuat prospek penerimaan kerja dan
keberhasilan lulusan di pasar tenaga kerja
c. Pendidikan kewirausahaan dapat mempromosikan transfer teknologi
dari perguruan tinggi ke pasar melalui pengembangan rencana
usaha yang berbasis teknologi
d. Pendidikan kewirausahaan menciptakan hubungan antara komunitas
bisnis dan komunitas perguruan tinggi. Pendidikan kewirausahaan

dipandang oleh pemimpin usaha sebagai aplikasi pendekatan yang


bermanfaat untuk belajar bisnis dan ekonomi, dan mereka telah
membuka diri bersedia mendanai program kewirausahaan serta
menyediakan tempat untuk magang.
e. Karena tidak ada pendekatan yang

baku

untuk

pendidikan

kewirausahaan ini, dan kewirausahaan berada di luar batas disiplin


ilmu yang tradisional, maka memungkinkan sekali untuk melakukan
percobaan-percobaan dalam kurikulumnya.
Bagaimana

pendidikan

kewirausahaan

di

perguruan

tinggi

di

Indonesia? Program pendidikan kewirausahaan ini dimasukkan dalam


kurikulum dengan kisaran bobot per semester antara 2 sampai 3 SKS,
dengan pertemuan/sesi tatap muka di kelas 3 jam per minggu, sementara
dalam sistem politeknik bisa berarti 2 kali 3 jam pertemuan kelas dalam
satu minggu. Pelaksanaan kuliahpun tidak akan jauh berbeda dengan
pengajaran mata kuliah lainnya yaitu dalam bentuk klasikal pengajaran
teori di dalam kelas di mana mahasiswa umumnya merupakan peserta
yang pasif. Padahal dalam setiap proses pembelajaran supaya efektif
peserta didik atau mahasiswa harus terlibat di dalam pengalaman
belajarnya (American Assembly College of International Business, dikutip
oleh Lawrence dkk, 2005).
Selain jumlah jam pertemuan per minggu yang terbatas yang perlu
dipertanyakan, apakah tujuan pengajaran/pendidikan telah dirumuskan
sesuai dengan karakteristik kewirausahaan yang dijadikan salah satu
mata kuliah, sesuaikah dengan kaidah dari konsep tujuan pendidikan yang
dianut. Bagaimanakah rancangan bentuk kegiatan pembelajarannya,
serta evaluasi pengajaran yang akan diterapkan? Di samping itu
bagaimana

komitmen

perguruan

tinggi

yang

bersangkutan

untuk

mengembangkan pendidikan kewirausahaan ini? Terakhir bagaimana


keterlibatan pemerintah dalam upaya ini serta program apa saja yang
telah dilakukan? Banyak pertanyaan dapat diajukan dari berbagai sudut
penilaian, namun tulisan ini akan membatasi pada pembahasan masalah
yang berkaitan dengan perumusan tujuan pendidikan, rancangan serta
kandungan aktivitas pembelajaran dari pendidikan kewirausahaan.

Arti, ciri, fungsi, dan kendala-kendala kewirausahaan.


Istilah

kewirausahaan

(entrepreneurship)

berhubungan

dengan

konsep wirausahawan (entrepreneur), dan perusahaan (enterprise).


Kewirausahaan secara sederhana diartikan sebagai
seorang

wirausahawan

(entrepreneur)

mengembangkan perusahaan, sedangkan

proses di mana

menciptakan

dan

entrepreneur adalah orang

yang menciptakan dan mengembangkan perusahaan (Dabson,

2005).

Adapun perusahaan (enterprise) sering dikonotasikan sebagai usaha kecil


dan menengah atau (SME = small and medium enterprise). Dalam definisi
tadi, unsur proses menciptakan dan mengembangkan dapat merupakan
perpaduan

antara

karakter

dan

kemampuan

teknis

seorang

wirausahawan.
Karakteristik atau ciri-ciri wirausahawan itu sendiri sering menjadi
topik

diskursus

para

penulis/peneliti,

dan

yang

menjadikan

lebih

kontroversial pembahasannya apakah karakteristik itu merupakan bakat


bawaan atau bisa diajarkan di kelas.
Stevenson (dikutip oleh
teknis

seperti

Dalam hal ini Timmons dan

Henry, 2005) menjelaskan bahwa kemapuan

akuntansi,

keuangan,

pemasaran,

sistem

informasi

manajeman dan berfikir kritis bisa diajarkan di kelas secara formal. Akan
tetapi kemampuan lainnya atau dapat dikategorikan sebagai karakter
wirausahawan seperti kemampuan menilai,

mengatasi

orang lain,

kesabaran dan tanggung jawab tidak dapat diajarkan secara langsung


melainkan melaui suatu kegiatan yang berhubungan dengan masalah
yang riil. Selanjutnya Simon (2004) menambah dimensi kewirausahaan
berdasarkan fungsinya yaitu :
Fungsi kewirausahaan
Referensi
Melibatkan kepemimpinan, motivasi, dan (Leibenstein, 1968).
kemampuan mengatasi krisis
Melakukan inovasi
(Schumpeter, 1934).
Menghadapi ketidakpastian dan mencari (Cantillon, 1755)
keuntungan
Merubah resiko menjadi keuntungan
Kewirausahaan

adalah

kegiatan

(Knight, 1921; Parker, 1996,


1997).
yang (Cole, 1968).

mempunyai

tujuan

dari

memulai,

menjaga, dan mengembangkan usaha


berorientasi keuntungan
Kewirausahaan
adalah
perantara,

mencari

tentang (Kirzner, 1985).

peluang

dan

menyediakan sumberdaya yang langka


ke pasar
Mengejar kebebasan dan kemandirian

(Shapero,
Vries,

Menyangkut penciptaan perusahaan baru


Menciptakan kombinasi baru dari faktor

1975;

1977;

Kets

Scase

de
and

Goffee, 1982; Cromie, 1987).


(Low and MacMillan, 1988)
(Say,
1828;
Schumpeter,

produksi termasuk perekrutan pegawai


1934).
Tabel 1 Fungsi Kewirausahaan I
Sejalan dengan sudut pandang fungsi di atas,

kewirausahaan

menurut Schumpeter seperti dikutip oleh Heinonen dan Poikkijoki (2006)


lebih menitikberatkan pada proses atau perilaku wirausaha.
demikian

pada

tahap

aplikasi

kegiatan

program

Dengan

pendidikan

kewirausahaan sudah selayaknya mengkondisikan mahasiwa pada situasi


yang menuntut dan merangsang mahasiswa untuk melatih fungsi-fungsi
kewirausahaan di atas.
Akan

tetapi

harus

disadari

pula

adanya

kendala-kendala

kewirausahaan sebagaimana dikutip oleh Simon (2004) dalam artikel yang


sama, bahwa dalam kewirausahaan terdapat

kendala modal uang

(Stiglitzand Weiss, 1981; Evans and Jovanovic, 1989); kendala modal


sosial (Gomez and Santor, 2001); dan kendala modal sumber daya
manusia.
Meskipun

demikian,

Baum

McHargue

(2003)

menghubungkan

langsung bagaimana sikap wirausaha menghadapi setiap jenis keadaan


sebagai berikut :
Keadaan
(pengalaman)
Fokus peluang

dihadapi Sikap (ciri) wirausaha


Ingin tahu, mengenali peluang

Orientasi tindakan ( (pro-acktif)


Tidak terstruktur, tidak pasti

Kebutuhan mencapai keberhasilan


Toleran
atas
ketidakpastian

dan

ketidakjelasan.
Independen,

self-starting,

pengendalian internal, individualisme


Mengambil resiko
Keterbatasan sumberdaya

Kreatif dan inovatif


Menciptakan
jaringan,

membangun

koalisi
Kerja-kelompok, hero-making
Yakin dengan nilai sendiri
Niche-craft
Dinamis,

bergolak,

Ulet, teguh pendirian


tidak Improvisasi

stabil

Empiris, pragmatis, bereksperimen

Tetap bertahan
Tabel 2 Sikap Wirausahawan Mengahadapi Kondisi Lingkungan
Dengan

demikian

perlu

digarisbawahi

bahwa

pendidikan

kewirausahaan sudah selayaknya menciptakan kondisi, dan melibatkan


mahasiwa dalam proses aktifitas yang dapat merealisasikan fungsi-fugsi
dan ciri-ciri kewirausahaan di atas. Adapun kendala-kendala yang lazim
ditemui dalam rangkaian kegiatan pendidikan kewirausahan merupakan
stimulus ekstra bagi peserta atau mahasiswau agar lebih mempercepat
proses kewirausahaan.
TUJUAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Dasar penetapan tujuan pendidikan secara umum yang telah lama
dikenal adalah Taxonomy

Bloom,

berdasarkan penggagasnya

yaitu

Benjamin Bloom (1956) yang mengembangkan 3 dasar ranah (domain)


tujuan pendidikan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap
ranah mengandung kategori berjenjang dimulai dari yang paling mudah
hingga ke yang paling sulit, artinya tingkat kesulitan pertama (dasar)

harus sudah bisa dikuasai sebelum mengerjakan tujuan tingkatan


berikutnya.
-

Ranah

kognitif.

Ranah

kognitif

mencakup

pengetahuan

dan

pengembangan kemampuan intelektual yang terdiri dari 6 kategori


yaitu : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
-

evaluasi.
Ranah Afektif. Ranah ini mencakup perilaku emosional
menghadapi

sesuatu

seperti

perasaan,

apresiasi,

dalam

antusiasme,

motivasi, dan sikap. Secara berjenjang ranah afektif ini mencakup 5


kategori dari perilaku yang paling sederhana sampai yang paling
rumit,

yaitu

mengorganisir
-

menerima,
dan

merespon,

membandingkan

dan

menilai

fenomena,

nilai,

serta

melakukan

internalisasi nilai.
Ranah Psikomotor. Ranah ini mencakup gerakan dan
fisik, dan penggunaan
latihan

dan

diukur

koordinasi

aspek skill motorik yang membutuhkan

berdasarkan

kecepatan,

ketepatan,

jarak,

prosedur, atau teknik pelaksanaan. Terdapat tujuh kategori utama


dimulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit yaitu :
persepsi, kesiapan bertindak, respon terarah (peniruan dan cobacoba),

mekanisme

(menjadikan

kebiasaan),

respon

lengkap,

adaptasi, orijinasi (menciptakan gerakan baru).


Selanjutnya pengembangan taxonomi Bloom khususnya dari ranah
kognitif dikembangkan oleh David Krathwohl dengan menyarankan model
yang mencakup dimensi pengetahuan yang dicapai dan dimensi proses
kognitif sebagaimana dikutip Leach (2005) sebagai berikut:

Gambar 1. Proses kewirausahaan : perilaku, keterampilan dan atribut


KEGIATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN.
Seperti dijelaskan di atas bahwa entrepreneurship adalah proses
menjadi seorang entrepreneur,
kewirausahaan

maka pencapaian

mengisyaratkan

harus

berbasis

tujuan pendidikan
aktifitas

yang

mengandung proses pembentukan entrepreneur. Henry, Hill, dan Leitch


(2005) menyebutnya sebagai active approach tanpa harus mengorbankan
aspek teori.

Sehingga Fiet (2000a) menyarankan penerapan aspek teori

dalam melatih kemampuan kognitif agar mahasiswa mampu mengambil


keputusan

yang

entrepreneurial

melalui

pendekatan

theory-based

activities (Fiet 2000b). Heinonen dan Poikkijoki (2006) lebih melihatnya


sebagai perpindahan dari mengajar ke belajar dalam lingkungan semirip
mungkin dengan kehidupan nyata,

sehingga

merupakan kombinasi

antara teori dan pengalaman nyata. Seperti dikutip oleh Heinonen dan
Poikkijoki (2006) dari Gibb, hal ini berarti meniru apa yang dilakukan oleh
Entrepreneur dalam cara belajarnya, yaitu belajar di dunia nyata melalui
adapative learning, mereka beorientasi pada tindakan dan sebagian
besar belajarnya berdasarkan pengalaman

(Rae dan Carswell, 2000).

Mereka belajar dengan dengan melakukan trial and error , pemecahan


masalah dan penemuan. (Deakins and Freel, 1998). Karena itu itu dalam
pelaksanaan pendidikan kewirausahaan, mahasiswa sudah selayaknya
pihak yang memiliki kegiatan pembelajaran sedangkan guru/dosen
bertindak sebagai fasilitator proses (Fiet, 2000). Sebagai fasilitator dosen
bisa mendatangkan berbagai nasarasumber yang bisa membangun dan
memberikan

motivasi

kepada

para

mahasiswa

untuk

mempunyai

semangat berwirausaha. Orang yang memiliki semangat kewirausahaan


adalah mereka yang ingin mendapatkan tuntutan pengetahuan dan
keterampilan unik dan berbeda dari berbagai macam

entrepreneur

(Smith, 2006).
Untuk

aspek

kurikulumnya,

Solomon

dan

Fernald

(1991)

menyarankan bahwa kurikulum yand dirancang harus memungkinkan


mahasiwa memperoleh pengalaman nyata melalui partisipasi aktif di
dalam proses pembelajaran. Jadi, apabila ingin meningkatkan perilaku
kewirausahaan para lulusan sebagai tujuan pendidikan kewirausahaan,
maka ubahlah cara mengajar kewirausahaan dengan melibatkan teknik
belajar yang sinerjis (Smith, 2006).
EVALUASI DAN DAMPAK PROGRAM
Suatu program pendidikan dikatakan efektif kalau tujuan pendidikan
yang dirumuskan berhasil dicapai oleh peserta didik dan juga bermanfaat
bagi lingkungan.

Menurut Kirkpatrick (1975) secara umum terdapat

tingkata evalulasi pelatihan yaitu raction, learning, behavior change,


impact. Reaction artinya apa yang mereka fikir dan rasakan tentang
pelatihan. Learning : hasil belajar berupa peningkatan penegatahuan
atau kemampuan. Behavior change merupakan peningkatan perilaku dan
kapabilitas, impelementasi atau aplikasi dari hasil belajar. Impact sebagai
pengaruh hasil belajar terhadap bisnis atau lingkungan dari kinerja
peserta didik. Yang paling sering dilakukan di peruguran tinggi termasuk
untuk mata kuliah kewirausahaan adalah pengukuran learning berupa pretest dan post-test. Sedangkan impact atau pengaruh belajar terhadap
perubahan perilaku alumni peserta didik di Indonesia nampaknya belum

banyak dilakukan, padahal cara inilah yang paling tepat dilakukan untuk
mengukur berbagai pendidikan atau pelatihan kewirausahaan.
Berdasarkan suatu evaluasi pelatihan kewirausahaan
2006) membuktikan adanya hasil yang

(Hegarty,

positif berdasarkan penilaian

yang diberikan peserta didik program kewirausahaan

secara kognitif,

afektif, dan keterampilan psikomotor sebagai berikut :


Ranah

Penjelasan

pembelajar
an
Kognitif

Penilaian peserta atas program


pendidikan kewirausahaan

Memerlukan proses

Atribut positif : mencari resiko,

berfikir. Intinya

komitmen, dan peluang

pada pemahaman,

Keahlian dan kompetensi :

memori, analisa,

riset/pengembangan ide-ide bagus

dan evaluasi

Fenomena yang berkaitan dengan


organisasi : intrapreneurship dan

Afektif

Meliputi sikap,

membuat pilihan-pilihan gayahidup


Kewirausahaan memunculkan

emosi, perasaan

perasaan positif

serta fikiran

Kewirausahaan bermanfaat bila


diterapkan pada individu dan

Keterampil

Belajar menuntut

organisasi
Melibatkan konsep inovasi

an

proses berfikir dan

Berkaitan dengan individu dalam hal

psikomotor

aktifitas tubuh

berfikir kreatif, dorongan untuk

seperti membuat

berhasil, pengambilan resiko dan

model
fleksibilitas.
Tabel 5. Penilaian peserta terhadap pendidikan kewirausahaan
Jelas penilaian peserta didik sebagaiamana ditunjukkan oleh Tabel 5
sifatnya masih sementara karena belum terbukti hasilnya di dunia yang
sebenarnya, karena cara evaluasi di atas termasuk dalam level 1 dan 2.
Di lain pihak suatu penelitian yang dilakukan di Universitas Arizona AS
telah membuktikan dampak yang jelas bagi bagi peserta didik, industri
dan lingkungan (Charney dan Libecap, 1999) setelah investasi pendidikan

selama 16 tahun berikut membuktikan manfaat yang sangat besar dari


pendidikan kewirausahaan yaitu:
-

Berkontribusi pada kegiatan pengambilan resiko dan pembentukan

usaha baru.
Meningkatkan keinginan lulusan untuk berusaha sendiri.
Berpengaruh signifikan terhadap penghasilan lulusan.
Berkontribusi
pada
pertumbuhan
perusahaan
khususnya

perusahaan kecil.
Mempromosikan transfer teknologi dari universitas kepada sector

swasta dan mempromosikan perusahaan berbasis teknologi.


Menghasilkan juara inovasi
Inovasi metodologi pengajaran yang diterapkan dalam pendidikan
kewirausahaan telah mempengaruhi pengembangan

kurikulum

program studi bisnis lainnya di Universitas Arizona.


Dengan demikian ternyata untuk membuktikan apakah suatu
pendidikan atau pelatihan telah mencapai tujuan yang sebenarnya harus
dilihat setelah alumni berada di dunia kerja atau bisnis, apakah mereka
kebanyakan menjadi pekerja atau menjadi entrepreneur.

KESIMPULAN
Pendidikan kewirausahaan telah banyak diterapkan

di

banyak

perguruan tinggi di luar dan di dalam negeri juga sudah dimasukkan ke


dalam kurikulum. Hal ini terjadi karena manfaatnya tidak saja sebagai
katalisastor beberapa ilmu pengetahuan cabang ilmu ekonomi dan bisnis
seperti akuntansi dan keaungan, manajemen, marketing,

komunikasi

bisnis dll ketika mahasiwa membuat rencana usaha, tetapi juga telah
memberikan inspirasi pembuatan kurikulum dan metodologi pembelajaran
mata kuliah mata kuliah lainya.. Selain itu juga dampak terhadap individu
dan lingkungan masyartakat semakin memperkuat pentingnya pendidikan
kewirausahaan bagi para mahasiswa yang notabene adalah generasi
muda yang akan menjadi pelaku dalam roda perekonomian suatu negara.
Selanjutnya, faktor yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
pendidikan kewirausahaan adalah perumusan tujuan pendidikan yang
mencakup domain atau ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Proses
pembelajaran yang dilakukan mahasiswa harus membawa mereka ke
dalam pengalaman-penalaman belajar yang spesifik sehingga mahasiswa
secara langsung diarahkan pada keterampilan, sikap dan perilaku yang
menjadi ciri serta fungsi kewirausahaan. Perubahan dari tradisi lama ke
cara baru pembelajaran kewirausahaan harus berani dilakukan agar
semua sumber daya yang telah dipergunakan mendapatkan hasil (return)
berarti. Untuk itu evaluasi pendidikan kewirausahaan perlu diteruskan
tidak saja berhenti pada tingkat post-test, tetapi juga sampai pada tingkat
dampak terhadap perubahan perilaku kewirausahaan yang diharapkan
terjadi pada para lulusan.

Anda mungkin juga menyukai