Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL


SISTEMA DIGESTI
SEVERE GASTRIC IMPACTION IN AN 8 YEAR OLD NIGERIAN LOCAL
DOG

Oleh :
MUHAMMAD WILDAN
150130100111028

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Cacing jantung adalah parasit cacing gelang yang dikenal dengan Dirofilaria
immitis. cacing ini dapat menyebar dari hewan terpapar ke hewan lainnya melalui
gigitan nyamuk. Cacing jantung adalah cacing yang termasuk jenis cacing filaria
karena cacing ini terlihat seperti benang kecil. Host definitif adalah anjing. Tetapi
cacing ini juga dapat menginfeksi kucing, serigala, coyote, rubah dan hewan lainnya,
seperti musang, singa laut dan bahkan ada ditemukan mampu menginfeksi manusia.
Cacing ini memiliki sistem perkembangbiakan secara vivipar, menghasilkan
stadium larva pertama yang motil, disebut mikrofilaria (Boreham 1988).
Nematoda Fillaria immitis, dikenal juga sebagai Filaria sanguinis atau
Dirofilaria lousianensis Faust (Beaver, Cupp dan Jung, 1984), suatu cacing dari
genus Dirofilaria yang merupakan agen penyebab Canine Heartworm Disease (CHD)
pada anjing, Human Pulmonary Dirofilariasis (HPD ).
Infeksi alami pada anjing/kucing sehat terjadi diawalai oleh gigitan
nyamukseperti Anopheles atau Culex

yang membawa larva microfilaria infektif

stadium 3 (L3).
Infeksi cacing jantung ini dapat menyebabkan penyakit serius bagi hewan
yang terinfeksi. vektor larva Dirofilaria immitis

adalah nyamuk yang dapat

membawa Dirofilaria immitis ke tahap (infektif) L3 seperti : Culex pipiens (sering


menginfeksi kucing), Anopheles maculipennis, Coquillettidia richiardii, Aedes
triseriatus, Ochlerotatus notoscriptus (lazim di Australia), Aedes albopictus, Aedes
aegypti, Culex quinquefasciatus, Aedes taeniorhynchus, Aedes scapularis, Aedes
trivittatus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dirofilariasis pada anjing adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing
Dirofilaria immitis atau sering disebut dengan cacing jantan, cacing berukuran 12-16
cm untuk yang jantan dan yang betina 25-30 cm. Cacing betina dewasa mengeluarkan
larva yang disebut Mikrofilaria kedalam aliran darah dan mikrofilaria ini akan tetap
aktif selama 1-3 tahun, akan tetapi tidak mampu berkembang menjadi dewasa
sebelum terhisap oleh induk semang antara yaitu sebangsa nyamuk penghisap darah
seperti Aedes sp., Culex sp. Predeleksi cacing dewasa pada jantung yaitu ventrikel
kanan, arteri pulmonalis dan vena cava. Biasanya penyakit ini terjadi pada daerah
panas dan lembab, dimana tempat ini sangat cocok bagi perkembangan nyamuk.
Hewan peka : Anjing, kucing, serigala dan rubah
Siklus hidup.
Cacing betina dewasa mengeluarkan larva (mikrofilaria) kedalam aliran
darah, mikrofilaria ini akan aktif selama 1-3 tahun, akan tetapi tidak mengalami
perkembangan lebih lanjut, sampai terhisap oleh Hospes intermidier (HI) yaitu
beberapa jenis nyamuk (Aedes aegypti, A.sollicitans, culex salinarius). Didalam
tubuh nyamuk terjadi perkembangan mikrofilaria menjadi L3 bersifat infeksius dan
larva ini berubah dalam tubuh nyamuk selama 2 minggu. kemudian saat nyamuk
menghisap darah host maka mikrofilaria akan terbebaskan selanjutnya akan
berpredeleksi pada jaringan sub kutan, sub serosa atau fascia intramuskuler sampai 23 bulan yang menyilih menjadi L4 dan setelah itu menuju ke organ predeleksi yaitu
jantung.
Cara penularan
Penularan penyakit ini dari anjing terinfeksi ke anjing sehat adalah melalui
gigitan nyamuk. Jika nyamuk menggigit anjing, maka pada saat nyamuk menghisap
darah, yang mana larva infektif tertarik oleh panas/suhu tubuh dan membuat jalan
bawah melalui probocis dan masuk kedalam darah induk semang. Larva mikrofilaria

yang masuk kedalam tubuh anjing akan berkembang biak dalam tubuh anjing dan
menjadi dewasa pada jantung dan arteri pulmonalis 6 sampai 7 bulan. Anjing
berumur 6 bulan baru bisa dilihat adanya cacing jantung dewasa.
Patogenesa
Tingkat keparahan cacing jantung tergantung dari seberapa banyak dan
seberapa lama mereka berada dalam tubuh dan bagaima sistem kekebalan tubuh
bereaksi terhadap cacing. Adanya cacing jantung pada arteri pulmonalis
menyebabkan reaksi peradangan dan dapat menyebabkan penggumpalan darah. Juga
mengakibatkan kebocoran pada arteri yang akhirnya cairan keluar dan masuk
kedalam jaringan (Oedema pulmonum). Kemungkinan dapat terjadi hipertensi paruparu karena adanya pembesaran ventrikel kanan akibat jantung bekerja lebih cepat
memompa darah untuk melawan tekanan.
Jika cacing dalam jumlah banyak, kemungkinan bisa memenuhi atrium kanan
dan vena cava caudal sehingga akan mengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke
jantung, ini mengakibatkan perubahan pada sel-sel darah merah dan sistim
pembekuan darah. Sistem kekebalan (immun) bisa dirusak oleh mikrofilaria sehingga
hasil tes serologis negatif.
Terjadi peradangan pada jantung (endometritis), juga dapat menyebabkan
emboli dan thrombus oleh cacing yang hidup maupun yang telah mati pada arteri
pulmonalis. Pada infeksi yang berat akan menyebabkan distres (kesulitan sirkulasi),
terutama karena gangguan mekanis cacing dewasa. Juga dapat terjadi gangguan
fungsi katup terio ventrikuler yang akibatnya terjadi cirrhosis kongestive hati dan
ascites. Dilatasi dan hipertropi ventrikel kanan akibat dari cacing. Pada arteri
pulmonalis dapat menimbulkan endarteritis.

Gejala klinis
Gejala klinis bervariasi tergantung derajat keparahan infeksi dan lokasi
parasit. Gejala klinis yaitu gangguan sirkulasi, kesulitan bernafas (respirasi). Batuk
dan cendrung menjadi cepat lelah, anemi, acites, oedema, adanya kegagalan jantung
akan timbul gejala sesak nafas. Anemia disebabkan oleh destruksi sel darah dalam
sirkulasi darah..
Patologi Anatomi
1.
2.
3.
4.

pada jantung kanan dipenuhi cacing diliputi gumpalan darah yang membeku
endokardium menebal dan meradang
paru-paru memperlihatkan nekrose dengan foki kecil
endarteritis pada arteri pulmonalis menyebabkan penyempitan pembuluh darah
arteri

Diagnosa
Diagnosa dirofilariasis dapat dilakukan dengan menemukan mikrofilaria
secara langsung pada aliran darah penderita. Teknik yang bisa digunakan untuk
mendiagnosa mikrofilaria dalam darah antara lain dengan preparat basah, teknik
modifikasi knott, metode aceton dan teknik kapiler hematokrit. Selain itu dapat
digunakan pemeriksan serologis dengan ELISA.

BAB III

STUDI KASUS
Signalmen
a)
b)
c)
d)
e)

Jenis
: Anjing
Ras/Breed : Anjing Rothweiler
Usia
: 9 Tahun
Jenis kelamin
: jantan
Berat badan
:-

Anamnesa
Pada pemeriksaan sebelumnya anjing dikatahui meninggal akibat peritonitis
karena perforasi dari intestinal diverticula. Anjing Rothweiler ini diketahui tinggal
satu area dengan dua anjing sehat lainnya.
Hasil Pemeriksaan
Pada pemeriksaan secara nekropsi anjing diketahui menderita kaheksia
dengan disertai phlegmonous inflamasi subkutan pada cubital, coxal dan daerah
karpal. Pada pemeriksaan organ hati terlihat bahwa hati mengalami serosis yang
disertai dengan ikterus. Pada pemeriksaan histopat ditemukan jumlah microfilaria
dalam jumlah yang banyak yang sebagian besar berlokasi di intravaskuler, akan tetapi
pada organ hati, lifonodul dan paru-paru microfilaria hanya menempati daerah
jaringan yang mengalami hemoragi.
Dua anjing sehat yang tinggal dalam satu area dengan anjing yang sudah
meninggal kemudian dilakukan pemeriksaan dengan Knotts test untuk microfilaria
D. repens dan hasil test menunjukkan hasil positif bahwa kedua anjing sehat tersebut
telah terinfeksi drifilaria, kemudian penanganan selanjutnya adalah dengan di berikan
treatment pemberian ivermectin secara s.c dua kali sehari selama 7 hari dan hasilnya
berhasil.

BAB III
PEMBAHASAN
Gangguan fungsi pada katup biasanya juga sering terjadi sehingga lumen
jantung kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi. Kondisi tersebut akan berlanjut
dengan pembendungan, sirosis hati dan penimbunan cairan pada rongga perut atau
asites (Soulsby, 1974). Pada dasarnya perubahan patologik yang terjadi merupakan
reaksi inang terhadap fenomena sekunder seperti thrombosis (Baker dan Muller,
1988).
Infeksi dirofilaria pada anjing akan menyebabkan hambatan sirkulasi darah
local, termasuk hambatan dalam paru-paru. Ventilasi di dalam paru-paru akan
berkurang sehingga daerah yang menerima oksigen berkurang (hipoksia). Pada
kejadian kronis dengan ditandai adanya cacing dan microfilaria dalam darah, arteri
pulmonalis akan menderita kerusakan secara mekanik sehingga menebal dan
mengalami perluasan tekanan darah pada paru-paru meningkat (hipertensi), dan
ditemukan sel-sel radang polimorf. Bila terjadi kematian cacing dewasa
menyebabkan pendarahan akut, hipertensi paru-paru dan thrombosis (Boudreaux et
al., 1991).
Perubahan dalam bentuk proliferasi pembuluh darah kapler ini diduga terjadi
sebagai reaksi local yang muncul untuk memenuhi kebutuhan oksigen di paru-paru.
Microfilaria yang ditemukan pada beberapa tempat/organ menunjukkan adanya
mikrofilaremia pada waktu hewan masih hidup. Microfilaria dapat menyebabkan
kerusakan mekanik pada jaringan dan sebagian yang telah mati dapat tertimbun di
suatu tempat dan membentuk granula kecil. Paru-paru merupakan sasaran utama
infestasi microfilaria terbukti dengan di temukannya microfilaria pada sampel paruparu. Perubahan yang ditemukan pada organ lain sebagai reaksi terhadap microfilaria
adalah nefritis dan sistitis.

Pengobatan terhadap dirofilaria pada kedua anjing yang sehat ini adalah
menggunakan obat ivermectin. Ivermectin bekerja dengan cara meningkatkan
pelepasan gamma amino butyric acid (GABA) di system saraf serangga dan otot
polos cacing. GABA berfungsi memblokir impuls syaraf, akibatnya terjadi kegagalan
system syaraf pada parasit, sehingga parasit menjadi lumpuh.
PR:
1. Bentukan Otot jantung?
Otot jantung adalah jenis otot lurik tidak sadar yang ditemukan di
dinding jantung, khususnya myocardium. Otot jantung adalah satu dari tiga
jenis otot, yang lainnya adalah otot lurik dan otot polos. Sel-sel yang meliputi
otot jantung, disebut cardiomyocyte atau sel otot myocardiocyteal, dapat
berisi satu, dua, tiga dan empat inti sel (tiga atau empat sangat jarang).
2. Apa saja faktor pembekuan darah?
Faktor I: Fibrinogen
Fibrinogen adalah salah satu protein yang disintesis oleh hati yang
merupakan reaktan fase akut yang berbentuk globulin beta. Fungsi dari
fibrinogen sendiri adalah untuk membantu proses hemostatis dan akan dibuah
menjadi fibrin.
Faktor II: Protombin
Protombin adalah sejenis glikoprotein yang disimpan dan dibentuk di
dalam hati. Dalam proses pembekuan darah protombin berperan sebagai
protein plasma yang disintesis dalam hati yang pada akhirnya akan diubah
menjadi thrombin.
Faktor III: Trombokinase
Faktor pembekuan darah selanjutnya adalah trombokinase.
Trokmbokinase juga seringkali disebut secara keliru sebagai tromboplastin.

Trombokinase adalah protein kompleks yang berfungsi sebagai katalis yang


memicu proses koagulasi untuk membentuk trombin.
Faktor IV: Kalsium
Elemen kima yang memiliki simbol Ca ini merupakan salah satu
logam alkali tanah yang berfungsi untuk menormalkan tekanan darah,
mengaktifkan saraf, melenturkan otot serta dapat melancarkan peredaran
darah.
Faktor V: Proakselerin
Berikutnya adalah proakselerin. Dalam pembekuan darah proakselerin
berguna untuk mempercepat proses konversi protombin menjadi trombin.
Faktor VI: Prokonvertin
Prokonvertin adalah sebuah enzim yang meningkatkan laju konversi
protombin menjadi trombin dengan baktuan faktor II, IV dan juga V. Enzim
ini diproduksi oleh kati dengan bantuan stimulasi vitamin K.
Faktor VII: Plasmokinin
Faktor pembekuan darah berikutnya adalah plasmokinin. Dalam
proses pembekuan darah plasmokinin merupakan kofaktor bagi faktor IXa
yang membentuk kompleks protein saat distimulasi oleh fosfolipid.
Faktor VIII: Protomboplastin Beta
Protomboplastin beta adalah sejenis glikoprotein dengan rantai tunggal
yang disintesis oleh hepatosit sebagai protein prekusor.
Faktor IX: Protombinase
Protombinasi atau FX merupakan enzim yang utama pada lintasan
koagulasi yang berujung pada pembentukan trombus.

Faktor X: Faktor PTA


Faktor pembekuan darah berikutnya adalah faktor PTA. Faktor PTA
adalah zimogen dari jenis serina protease yang merupakan prekursor dari
faktor Xia yang disekresi ke dalam sirkulasi darah untuk mengaktivasi plasma
tromboplastin intrinsik.

Faktor XI: Faktor Hageman


Faktor hageman adalah faktor koagulasi yang beredar dalam sirkulasi
darah dalam bentuk zimogen. Yang pada akhirnya akan dikonversi menjadi
serina protease.
Faktor XII: Fibrinase
Berguna untuk hubungan silang filamen-filamen fibrin.
3. Proses terjadinya edema?
Mekanisme:
1. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di
dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan
plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada
sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).
2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah
(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah
dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun
(limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk
mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas
menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar

inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan


edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki
gajah/elephantiasis).
3. Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat
dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya
dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari
pada limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang
mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat
pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat
bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan
osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan
interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang
meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas
kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
4. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan
rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma
merembes keluar vaskula sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia
dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing Haemonchus
contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar
(abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala
albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin)
berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan edema umum.
5. Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali,
sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah.
Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi,
misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan
osmotic jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga
mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini

berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang


seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat
tersebut mudah timbul edema.
6. Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil
dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka
akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah
cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah.
Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh
factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom
nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH,
testosteron, progesteron atau estrogen).

DAFTAR PUSTAKA
Boudreaux, M. K., A. R. Dilon, W, R. Ravis, E.A. Sartin, and J. S. Spano. 1991.
Effects of treatment with aspirin/dipyridamole combination in heartworm
infected, heartworm-infected, and embolized heartworm infected dogs. Am. J.
Vet. Res. 52 (12) : 1992-1999.

Anda mungkin juga menyukai