PENDAHULUAN
a. Penulisan kasus
SKENARIO 2
Amanah yang tertunda
Seorang perempuan berusia 29 tahun, G4P0A3H0, usia gestasi 10 minggu datang ke
Unit Gawat Darurat dengan keluhan perut terasa sakit, dari daerah kemaluan keluar
darah yang banyak dan menggumpal. Menurut pasien, selama 2 mingguterakhir sudah
keluar flek-flek yang tampak pada celana dalamnya. Hasil USG masih terlihat adanya
sisa jaringan dan akan dilakukan tindakan curettage. Pasien tampak terpukul dengan
apa yang dialaminya.
b. Daftar kata sulit
1. Gestasi
2. Curretage
3. GPAH
4. USG
c. Daftar kata kunci
1. abortus
d. Daftar pertanyaan
1. Etiologi abortus ?
2. Klasifikasi abortus ?
3. Komplikasi abortus ?
4. Penatalaksanaan abortus ?
5. Perbedaan dari aborsi dan abortus ?
6. Pathway abortus ?
7. Pemeriksaan diagnostic abortus ?
8. Manifestasi Klinis abortus ?
9. Pencegahan dari abortus ?
10. Penatalaksanaan curettage ?
11. Penatalaksaan abortus berdasarkan tipe ?
12. Indikasi curettage ?
13. Asuhan keperawatan abortus ?
BAB II
PEMBAHASAN
(3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru
berat,
anemi gravis.
(4) Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid,
kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.
c) Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah
fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya
fetus.
d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi
Misalnya, sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi,
dan lain-lain.
Dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak
langsung karena instrument, benda, dan obat-obatan.
e) Gangguan Sirkulasi Plasenta
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi,
toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis olehkarena
lues.
f) Usia Ibu
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena padausia
kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan
perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih
dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi,
kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.
2) Faktor Janin
Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering
menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka,
dari1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang
patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6%
disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6%
diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.
Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu
bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin
besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).
3) Faktor Paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya
abortus. Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat
4
Perdarahan
biasanya
terus
berlangsung,
banyak,
dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda
5
di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus
kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.
Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah
abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis
pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).
d. Abortus Tertunda (Missed abortion)
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Pada abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikitsedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus
tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan
dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).
e. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus
habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus
habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau
lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa,
dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain
itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta
yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah
korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.
f. Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau
abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syaratsyarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan
abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,
Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup.
b. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta
satuan tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam, atau
antibiotika spektrum luas lainnya
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat
bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk
mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita. Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus
0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat
segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan
banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2 Pasien dianjurkan
istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah
perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat
Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum
dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
e. Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus
spontan serta terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini
diringkas sebagai berikut (Kenneth dkk, 2003):
f. Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus Kuretase Aspirasi vakum
(kuretase isap) Dilatasi dan evakuasi (D&E) Dilatasi dan Curretase
(D&C) Aspirasi haid Laparatomi
Histerotomi
Histerektomi Teknik
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Ingesti oral
morbiditas
infeksi
setelah
dilator dikeluarkan.
(Repository USU)
5. Pathway abortus ?
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung
dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan
8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya
selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding
cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang
banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 22, Janin biasanya sudah
dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang
plasenta
masih
tertinggal
dalam
uterus
sehingga
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri
lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya
perdarahan
uterus
dan
nyeri
dengan
intensitas
beragam
(Prawirohardjo, 2002).
6. Pemeriksaan diagnostic abortus ?
a. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi).
Hal ini membantu dokter untuk memeriksa detak jantung janin dan
menentukan apakah embrio berkembang normal.
b. Pemeriksaan darah. Jika mengalami keguguran, pengukuran hormon
kehamilan, HCG beta, kadang-kadang bisa berguna dalam menentukan
apakah Anda telah benar-benar melewati semua jaringan plasenta.
c. Pemeriksaan jaringan. Jika telah melewati jaringan, dapat dikirim ke
laboratorium untuk mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi - dan
bahwa gejala tidak berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan
kehamilan (Vicken Sepilian, 2007).
7. Manifestasi Klinis abortus ?
Adapun gejala-gejala dari abortus spontan sebagai berikut:
1. Pendarahan mungkin hanya bercak sedikit, atau bisa cukup parah. Dokter
akan bertanya tentang berapa banyak pendarahan yang terjadi-biasanya
jumlah pembalut yang telah dipakai selama pendarahan. Anda juga akan
ditanya tentang gumpalan darah atau apakah Anda melihat jaringan apapun.
2. Nyeri dan kram terjadi di perut bagian bawah. Mereka hanya satu sisi,
kedua sisi, atau di tengah. Rasa sakit juga dapat masuk ke punggung bawah,
bokong, dan alat kelamin.
3. Anda mungkin tidak lagi memiliki tanda-tanda kehamilan seperti mual
atau payudara bengkak / nyeri jika Anda telah mengalami keguguran
(Vicken Sepilian, 2007).
8. Penatalaksanaan curettage ?
- Prosedur Kuretase
Persiapan Pasien Sebelum Kuretase
1. Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan
dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut
dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
2. Persiapan Psikologis
10
imminens
ditentukan
apabila
terjadi
perdarahan
11
progestasional
sintetik
peroral
atau
secara
secara pasti.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal
ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum
atau
dengan
cunam
ovum,
disusul
dengan
kerokan.
13
pada
abortus
imminens
mungkin
juga
dapat
Kehamilan Mola
Penanganan
1). Perbaikan keadaan umum
2). Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja
asal bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi
(Prawirohardjo, 2007).
Blighted Ovum
Penanganan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted
ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat
diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya
antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan (Intan, 2008).
Misssed Abortion
Penanganan
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu
tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat
16
erat
pada
dinding
uterus
dan
kadang-kadang
terdapat
Sisa Plasenta
Penanganan
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,
pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan
pemeriksaan patologi-anatomik (PA) (Manuaba, 2008)
sakit, dari daerah kemaluan keluar darah yang banyak dan menggumpal
Riwayat penyakit sekarang
:
Pasien mengatakan selama 2
minggu terakhir sudah keluar
dalamnya
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan penunjang
USG
Curretage
b. Analisa data
N
Data
Masalah keperawatan
17
o
1
Ds:
Pasien
mengeluhkan
keluar
darah
yang
banyak
dari
daerah
kemaluan
Do :
-
Hasil
USG
masih terlihat
adanya
sisa
jaringan
dan
akan
dilakukan
tindakan
curettage
3) Diagnosa
a) Resiko syok hipovolemik
4) Intervensi
Diagnosa
NOC
Risiko syok Keparahan
hipovolemik
pendarahan
- Kehilangan
NIC
Management shock
- Monitor TTV, tekanan
darah ortostatik, status
darah
terlihat
-
5
Perdarahan
vagina 2
5
kebutuhan
Catat
bila
terjadi
bradicardi
atau
penurunan
tekanan
pucat, cyanosis
Monitor tanda dan gejala
gagal nafas
Monitor status
meliputi
cairan
intake
dan
output
Management shock: volume
-
persisten
Catat nilai Hb dan HT
sebelum
dan
sesudah
kehilangan darah
Berikan produk darah
sesuai instruksi
Cegah kehilangan darah
dengan
menekan
sisi
perdarahan
BAB III
SKEMA
19
Abortus
Pencegahan Abortus
Etiologi
Komplikasi
Abortus
Abortus
Penatalaksanaan
Abortus
Pemeriksaan
Patofisiologi
penunjang Abortus
Abortus
Askep Abortus
DAFTAR PUSTAKA
20
Fauziyah, Yulia. 2012. Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan.
Yogyakarta. Nuha Medika.
Bobak. Lowdermilk. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta. EGC
Joseph HK. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi & Obstetri (obsgyn). Yogyakarta. Nuha
Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nugroho Taufan, dkk, 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Nuha Medika : Yogyakarta.
Wilkinson M. Judith, dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC : Jakarta
21