Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA SEDANG

A. DEFINISI CEDERA KEPALA


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan Gallo dalam Wijaya,2013).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak (Morton dalam Nanda, 2015).
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran
atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko
utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan TIK.
Dibawah ini beberapa klasifikasi cedera kepala:
1. Klasifikasi berdasarkan patologi:
a. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal akan menyebabkan
gangguan integritas fisik, kimi dan listrik dari sel di area tersebut yang
menyebabkan kematian sel.
b. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang mengakibatkan kerusakan otak lebih
lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang
tidak terkendali meliputi reposn fisiologis cedera otak, termasuk edema
serebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral,
iskemia serebral, hipotensi sistemik dan infeksi lokal hingga infeksi
sistemik.
2. Klasifikasi menurut jenis cedera:
a. Cedera kepala terbuka yaitu cedera yang menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duameter. Trauma yang menembus tengkorak
dan jaringan otak.

b. Cedra kepala tertutup dapat disamakan pada pasien gegar otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
3. Klasifikasi menurut berat ringannya cedera berdasarkan GCS:
1. Cedera kepala ringan/minor
a. GCS 14-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30
menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera kepala sedang
a. GCS 9-13
b. Kehilangan kesadaran dan terjadi amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
d. Diikuti kontusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
3. Cedera kepala berat
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan taau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Terjadi kontisio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
B. ETIOLOGI CEDERA KEPALA
Mekanisme cedera kepala meliputi:
1. Cedera akselerasi: terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak. Misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala
2. Cedera deselerasi: terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
mobil
3. Cedera akselerasi-deselerasi: cedera yang sering terjadi pada kecelakaan
bermotor dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-counter coup: terjadi kepala yang membentur menyebabkan
otak bergerak ke dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area
tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali
terbentur. Objek yang membentur bagian depan (Coup) atau bagian
belakang (Countercoup) kepala, objek yang membentur samping kepala
(coup atau countercoup) kepala yang mengenai objek dengan kecepatan
rendah. Contoh: pasien dipukul dibagian belakang kepala
5. Cedera rotasional: terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tenggkorak yang mengakibatkan peregangan atau

robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah


yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. PATOFIOLOGI CEDERA KEPALA
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala
berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat
masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio,
laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang
kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka
maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang
akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar
tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi
tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari
hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur
dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera Minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat
tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus
menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan
sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya
beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase


neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus
frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana
keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial
adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :

1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)


Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang
epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis
tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada
otak.
2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub
dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma
subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran
pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma

subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi


kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio
sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan
kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi
karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia
cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan
akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer,
tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.

D. MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA


Berikut merupakan manifestasi klinis yang muncul saat terjadi
cedera kepala:
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disorientasi ringan
b. Amnesia post traumatik
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan muntah
f. Vertigo dalam perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Odema pulmonal
b. Kejang
c. Infeksi
d. Tanda hernia otak
e. Hemiparesis
f. Gangguan pada saraf kranial.
Manifestasi klinis spesifik: gangguan otak, perdarahan epidural,
hematoma subdural, hematoma intrakranial, dan fraktur tengkorak.

E. KOMPLIKASI CEDERA KEPALA


Komplikasi yang dapat terjadi saat seseorang mengalami cedera
kepala sebagai berikut:
1. Epilepsi pasca trauma
Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala.

2. Afasia
Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadi cedera di
area bahasa pada otak (lobus temporalis sinistra dan lobus frontalis di
sebelahnya).
3. Apraksia
Ketidakmampuan melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan. Kelainan ini terjadi karena kerusakan lobus parietalis
atau lobus frontalis.
4. Agnosis
Suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda
tetapi tidak dapat menghubungkan antara peran atau fungsi normal benda
tersebut. Kelainan ini terjadi karena keruskaan di lobus parietalis dan
temporalis.
5. Amnesia
Merupakan hilangnya sebagian atau keseluruhan kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru terjadi atau sudah lama berlalu.
6. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita.
7. Diabetes insipidus
Kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis menyebabkan berhentinya
sekresi hormon antideutitik.
8. Kejang pasca trauma
9. Kebocoran vairan serebrospinal
Disebabkan oleh rusaknya leptomeningen.
10. Edema serebral dan herniasi
11. Defisit neurologis dan psikologis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG CEDERA KEPALA
1. Skull X-ray dan CT scan untuk melihat hematom serebral, odema serebral,
perdarahan intrakranial dan fraktur tulang tengkorak

2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral


3. Pemeriksaan MRI: dengan atau tanpa kontras
4. AGD: untuk mengkaji keadekuatan ventilasi atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK
5. CSS: menentukan kemungkinan ada perdarahan subaraknoid (warna,
komposisi, dan tekanan).
G. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
Indikasi rawat inap pada penderita cedera kepala ringan:
1. Amnesia pascatraumatik
2. Ada keluhan nyeri kepala derajat moderat hingga berat
3. Ada riwayat enurunan kesadaran atau pingsan
4. Intoksikasi alkohol atau obat-abatan
5. Ada fraktur tulang tengkorak
6. Ada kebocoran likuor serebrospinalis
7. Cedera berat bagian tubuh lain
8. Indikasi sosial (tidak ada keluarga yang merawat di rumah).
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CEDERA KEPALA
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1) Keluhan utama : sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan tergantung seberapa jauh dampak yang ditimbulkan oleh
trauma kepala dan disertai penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang : Ada riwayat trauma akibat kecelakaan,
jantung dari ketinggian, atau trauma langsung ke kepala. Pengkajian
yang di dapat meliputi tingkat keadaran, konvulsi, muntah,
takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, adanya likuor dari
hidung dan telinga, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret di
saluran pernapasan, dan kejang. Penurunan kesadaran dihubungkan
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Perlu ditanyakan kepada
keluarga atau pihak yang mengantar klien tentang penggunaan obat
adiktif, alkohol pada klien yang sering ngebut-ngebutan.
3) Riwayat penyakit dahulu : pengkajian yang diperlukan adalah
riwayat hipertensi, cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit

jantung,

anemia,

penggunaan

obat-obatan

seperti

antikoagulan, aspirin, vasodilator, zat adiktif, dan konsumsi alkohol


berlebihan.

4) Riwayat penyakit keluarga : mengkaji riwayat keluarga terdahulu


apakah menderita hipertensi dan diabetes mellitus.
5) Pengkajian psikospiritual : pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien dan keluarga saat keadaan sakit. Apakah ada
dampak yang ditimbulkan pada klien seperti kecemasan, rasa
ketidakmampuan melakukan aktivitas dan pandangan yang salah
terhadap dirinya ada perubahan peran dan cara komunikasi antar
anggota keluarga, dampak ekonomi yang ditimbulkan karena
perawatan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran dan perubahan tanda-tanda vital.
2) B1 (Breathing) :
a) Inspeksi: klien terlihat batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan oot
bantu napas, peningkatan frekuensi pernapasan.
Observasi retraksi dada yaitu pada otot
intercostal, substrenal, pernapasan abdomen
dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pernapasan paradoksal terjadi bila
otot intercostal tidak dapat menggerakkan
dinding dada.
b) Palpasi: tactil fremitus menurun pada sisi yang
lain akan didapatkan jika melibatkan trauma
thorak.
c) Perkusi: ada suara redup sampai pekak pada
keadaan trauma thorak/hematothoraks.
d) Auskultasi: ada bunyi napas tambahan seperti
stridor, rochi pada klien dengan peningkatan
rpoduksi sekret, kemampuan batuk menurun
pada klien dengan penurunan kesadaran.
e) Pada klien cedera kepala berat dan sudah
terjadi

disfungsi

pusat

pernapasan,

klien

biasanya dirawatn terpasang ETT dengan

ventilator dan dirawat di ruang perawatan


intensif.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem cardiovascular didapatkan renjatan syok
hipovolemik pada klien dengan cedera kepala sedang hingga berat.
Hasil pemeriksaan cardiovascular pada klien cedera kepala dapat
ditemukan tekanan darah berubah atau normal, nadi bradikardi atau
takikardi dan aritmia. Nadi cepat dan lemah berhubungan dengan
homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan
oksigen perifer. Nadi bradikardi merupakan tanda perubahan perfusi
jaringan otak. Kulit pucat menunjukkan penuruna kdara hemoglobin
dalam darah. Hipotensi menunjukkan perubahan perfusi jaringan
dan tanda syok. Pada keadaan lain akibat trauma kepala akan
merangsang pelepasan antideuretik hormon yang berdanpak pada
kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam
oleh tubulus. Mekanisme ini meningkatan konsentrasi elektrolit
sehingga meningkatkan risiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada cardiovascular.
4) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
akibat pengaruh peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan
adanya perdarahan.
a) Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien biasanya berkisar pada letargi, stupor,
semikoma sampai koma.
b) Pengkajian fungsi serebral :
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya

bicara, dan aktivitas motorik klien.


Fungsi intelektual: pada beberapa keadaan cedera kepala
didapatkan penurunan memori jangka pendek maupun
jangka panjang.

Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan dampak


psikologis

didapatkan jika trauma

kerusakan

pada

lobus

frontal.

mengakibatkan

Disfungsi

dapat

ditunjukkan dengan perubahan lapang perhatian terbatas,


kesulitan dalam pemahamanlupa, kurang motivasi.
Masalah psikologis lain yaitu emosi labil, frustasi,

kurang kerjasama.
Hemisfer: cedera kepala hemisfer kanan didapatkan
hemiparese kiri, penilaian buruk, kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera pada hemisfer
kiri didapatkan hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,

disfagia global, afasia dan mudah frustasi.


c) Pengkajian saraf cranial
N.1 : penuruna daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penuruna penglihatan
N.III, N.IV dan N.VI : penurunan lapang pandang,
refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola

mata tidak dapat mengikuti perintah dan anisokor


N.V : gangguan mengunyah
N.VII dan N.XII : penutupan kelopak mata melemah,

kehilangan rasa pada 2/3 anterior lidah


N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan

tubuh
N.IX, N.X dan N.XI jarang ditemukan.
d) Pengkajian sistem sensorik
Pada persepsi dapat mengalami ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Kehilangan sensorik pada cedera
kepala dapat berupa kehilangan sensorik primer atau lebih berat,
dengan kehilangan untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh
serta kesulitan dalam menginterpretasi stimulus visual, taktil
dan auditori.
5) B4 (Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik urine


hingga berat jenis urine. Setelah cedera kepala klien mungkin
mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan dan ketidakmampuan menggunakan sistem
perkemihan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal berkurang atau menghilang
sehingga pada keadaan ini klien biasanya memakai kateter.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan keluhan nafu makan menurun, mual, muntah, kesulitan
menelan. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan nutrisi karena
peningkatan peoduksi asam lambung. Pola defekasi akan menjadi
konstipasi akibat penurunan periltaltik usus. Bising usus perlu dikaji
2 menit.
7) B6 (Bone)
Disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan pada
seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan dan turgor
kulit. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralisis/hemiplagi menyebabkan masalah
pola aktivitas dan istirahat.
2. DIAGNOSA
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d obstruksi jalan napas d/d
dispnea, sputum berlebihan, suara napas tambahan
b. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan aktif
c. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penurunan ruangan
untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral
d. Perubahan persepsi sensori b/d deficit neurologis
e. Kerusakan memori b/d hipoksia, gangguan neurologis

d/d

ketidakmampuan melakukan keterampilan yang telah dipelajari


sebelumnya, ketidakmampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan, ketidakmampuan mempelajari informasi baru
f. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (terputusnya jaringan tulang) d/d
ada bukti nyeri dengan menggunakan standar daftra periksa, sikap

melindungi area nyeri, mengekspresikan perilaku gelisah, merengek,


waspada dan menangis
g. Hambatan mobilitas fisik b/d program pembatasan gerak, intoleransi
aktivitas, kerusakan integritas struktur tulang d/d keterbatasan rentang
gerak, penurunan kemampuan melakuakn aktivitas motorik halus dan
kasar, kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan, gangguan
sikap berjalan
h. Risiko infeksi b/d gangguan integritas kulit
i. Risiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, kejang
j. Ansietas b/d ancaman status terkini d/d gelisah, agitasi, tremor,
mengekspresikan kekhawatiran, pusing, lemah.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin,

Arif.2012.Asuhan

Keperawatan

Klien

Dengan

Gangguan

Persarafan.Jakarta:Salemba Medika.
NANDA.2015.Diagnosis Keperawatan 2015-1017.Jakarta:EGC
NANDA. Apikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC.2015.Yogyakarta:Mediaction.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
Revisi.Jakarta:EGC.
Wijaya, Andra Saferi.2013.Keperawatan Medikal Beah 2.Yogyakarta:NuMed.

Anda mungkin juga menyukai