1. Definisi
Karsinoma Bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
nafas.
Di dalam kepustakaan selalu di laporkan peningkatan insiden kanker paru secara
progresif, yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia
serta kemampuan diagnostik yang lebih baik namun oleh karena memang
karsinoma bronkogenik lebih sering terjadi (Pengatar Ilmu Penyakit paru).
2. Etiopatogenesis
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari
bahan karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan
kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ras
serta status immunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah
rokok.
Pengaruh rokok:
Bahan-bahan karsinogenik dalam asap rokok adalah antara lain : polomium 210
dan 3,4 benzypyrene. Penggunaan filter dikatakan dapat menurunkan resiko
terkenanya karsinoma bronkogenik, namun masih tetap lebih tinggi dibanding
dengan bukan perokok.
Pengaruh Industri
Yang paling banyak dihubungkan dengan karsinogenik adalah asbestos, yang
dinyatakan meningkatkan resiko kanker 6-10 kali. Menyusul kemudian industri
bahan-bahan radioaktif, penambang uramium mempunyai resiko 4 kali populasi
pada umumnya. Paparan industri ini baru nampak pengaruhnya setalah 15-20
tahun.
Cell cadangan (reserve cell) basal mukosa bronchus Bersihan jalan nafas tidak efektif
Hyperplasi, metaplasi.
Cell Kanker
Manifestasi Klinis
Proksimal Distal
Sesak nafas
(Wheezing) Gangguan Pertukaran gas
INTRATORASIK EKSTRAPULMONER
Mediastinum
Dispnoe Gg. Kom. Gg. Fungsi Oedema muka gg. Per Nutrisi Penurunan
Verbal. Penglihatan & lengan tukarn.gas krg.;kebut. Curah Jtng
Gg. Pola nafas
EKTRATORASIK NON METASTATIK
Pe Growth Hormon
Jari Tabuh
Sirkulasi Arterial
4. Radiologis
a.Massa Radiopaque di paru
b.Obstruksi jalan nafas dengan akibat atelektasis
c.Pneumonia
d.Pembesaran Kelenjar Hilar
e.Kavitasi
f.Tumor Pancoast.Ca. Bronchogenik yang terdapat disuperior pulmonary sulcus,
pada apek lobus superior.
g.Kelainan pada pleura
h.Kelainan tulang
5. Bronkografi
Adapun gambaran bronkografi yang dianggap patognomonik adalah obstruksi
stenosis irreguler, stenosis ekor tikus dan indentasi cap jempol.
6 Sitologi
Dahak yang representatif dapat diperoleh melalui batuk spontan, dengan bantuan
aerosol ( 20% propylene glycol dalam larutan 10% NaCl. Dihangatkan sampai
kurang lebih 45-50 C.)atau melalui bilasan/sikatan aspirasi bronkial.Tatalaksana
pada Lung Cancer Detection Program di New York adalah sbb. Saliva dan post
nasal discharge dikeluarkan dahulu, lalu penderita disuruh batuk dalam , dahak
yang dihasilkan segera difiksasi, kesemuanya ini dilakukan pada 3 hari berturut-
turut, sebaiknya pada pagi hari.
7. Endoskopi
Meliputi pemeriksaan laringoskopi dan bronkoskopi serta bilasan bronkial,
kerokan/sikatan serta biopsi. Tujuan pemeriksaan bronkoskopi ( serat optik )
adalah :
a. Mengetahui perubahan pada bronkus akibat kanker paru.
b. Mengambil bahan untuk pemeriksaan sitologis.
c. Memperhatikan perubahan pada permukaan tumor/mukosa untuk
memperkirakan jenis keganasan.
d. Menilai keberhasilan terapi.
e. Menentukan operbilitas kanker paru.
8. Biopsi
Bahan biopsi dapat diperoleh melalui cara biopsi perkutaneus transbronkial
ataupun open biopsi. Sedangkan bahannya dapat berupa jaringan kelenjar regional
jaringan pleura ataupun jaringan paru.
9. Imunologi
Adanya korelasi yang negatif antara kanker dan reaksi imnunologi telah umum
diketahui. Gangguan imunulogik terutama tampak pada Cell mediated immunity
yang dapat ditunjukan melalui delayed hypersensitivity reaction yang jelak,
toleransi terhadap skin graft, jumlah circulatory T cell yang renadh, serta
transformasi limfosit invitro yang rendah. Pada saat ini pemeriksaan imunulogik
lebih banyak berperan sebagai faktor prognosis daripada faktor diagnostik.
Kesimpulan korelasi uji kulit dan tanggapan terhadap sitostatika :
a. Kurang dari 1,0 cm. : prognosa jelek, penyakit luas.
b. Kurang dari 2,5 m. ; prognosa lebih baik, penyakit terbatas, tanggap terhadap
khemoterapi baik
12. Pengkajian :
a. Aktivitas/istirahat.: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
b. Sirkulasi Peningkaran Vena Jugulari, Bunyi jantung: gesekan perikordial
( menujukan efusi ) tachicardia?disritmia, jari tabuh.
c. Integritas Ego. : Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat,
gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang.
d. Eliminasi ; Diare yang hilang timbul ( ketidakseimbngan hormonal,)Peningkatan
frekuesnsi/jumlah urine ( Ketidakseimbngan Hormonal ).
e. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan masukan cairan
Kurus, kerempeng, atau penampilan kurang bobot ( tahap lanjut 0, Edema wajah,
periorbital ( ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine .
f. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago sekunder
terhadap peningkatan hormon pertumbuhan.Nyeri abdomen hilang/timbul
g. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan
produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak,
paralisis pita suara, dan riwayat merokok.Dsipnoe, meni gfkat dengan kerja,
peningkatan fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi ( ganguan
aliran udara ). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal( area yang
mengalami lesi ) Hemoptisis.
h. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
i. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
j. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga, : adanya riwayat kanker paru,
TBC. Kegagalan untuk membaik.
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC
Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan lab. Nilai rendah
( BUN, protein serum, menunjukan malnutrisi
albumin Hb.)
Bila perlu berikan Meningkatkan masukan
nutrisi parenteral. . nutrisi adekuat.
Resiko Gangguan Kaji kulit dengan sering Efek kemerahan dan
terjadi integritas kulit thd. Efek samping deskuamasi dapat
gangguan tidak terjadi. terapi radiasi. terjadi pada tindakan
integritas Kriteria : radioterapi.
kulit pada Jaringan kulit Mandikan dengan air Mempertahankan
daerah tetap utuh hangat dan sabun kebersihan tanpa
sternum b/d ringan mengiritasi kulit.
efek Anjurkan klien untuk Membantu mencegah
radioterapi tidak menggaruk atau friksi/trauma kulit.
menepuk kulit yang
kering.
Anjurkan klien untuk Meningktakn
menghindari iritasi/reaksi secara
penggunaan krim, salep nyata
dan bedak.
Jangan menghilangkan Sebagai identifikasi
tanda area radiasi tanda area radiasi.
Berikan tepung kanji Membantu mengontrol
pada area sesuai dengan kelembaban.
kebutuhan 2X/hari
setelah radiasi selesai.
Tindakan Keperawatan