Oleh:
Dyonisa Nasirochmi P
Novandi Lisyam P
Rurin Ayurinika P
G99142079
G99142080
G99142081
Pembimbing :
dr. Senyum Indrakila, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini
berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk
rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survei angka kebutaan
di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan
pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia. Salah satu
penyebab kebutaan adalah katarak, yaitu sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk di
Indonesia dan 78 % disebabkan oleh katarak.
Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut, namun
10% - 20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia usia 40 54
tahun, yang termasuk dalam kelompok usia produktif. Menurut Sirlan. F dalam
penelitiannya di daerah pantai Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat
mendapatkan penderita buta katarak usia produktif 14% dari seluruh buta katarak.
Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata
berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika
mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari
penderita justru merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Buta katarak pada usia produktif ini seharusnya tidak terjadi bila diketahui
faktor yang menyebabkannya, sehingga upaya penundaan dapat dilakukan sedini
mungkin. Buta katarak usia produktif sangat mengkhawatirkan karena dapat
mengancam sumber daya manusia produktif. Buta katarak berbeda dengan
kebutaan lainnya karena buta katarak merupakan kebutaan yang dapat
direhabilitasi dengan tindakan bedah. Sehingga sebagai dokter umum sebaiknya
mengenali tanda tanda dari katarak sehingga dapat memberikan penatalaksanaan
awal dan rujukan yang tepat bagi pasien sehingga mengurangi resiko kebutaan.
BAB II
STATUS PENDERITA
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Jawa
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Jebres, Surakarta
Tgl pemeriksaan
: 3 Maret 2016
No. RM
: 01226159
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Riwayat hipertensi
2.
: disangkal
3.
4.
: disangkal
5.
Riwayat kacamata
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
2.
: disangkal
3.
: disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
III.
Proses
OD
OS
Degenerasi
Degenerasi, Trauma
(operasi)
Lokalisasi
Lensa
Lensa
Sebab
Penuaan
Penuaan, trauma
Perjalanan
Kronis
Kronis
Komplikasi
Belum ditemukan
AAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
R
I
K
S
B. Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
HR : 92x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.80C
C. Pemeriksaan subyektif
OD
OS
1/300
1/~
a. pinhole
Tidak maju
Tidak maju
b. koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
c. refraksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1. Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3. Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
A. Visus Sentralis
B. Visus Perifer
D. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
OD
OS
a. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
b. luka
Tidak ada
Tidak ada
c. parut
Tidak ada
Tidak ada
d. kelainan warna
Tidak ada
Tidak ada
e. kelainan bentuk
Tidak ada
Tidak ada
2. Supercilia
a. warna
Hitam
Hitam
b. tumbuhnya
Normal
Normal
Sawo matang
Sawo matang
a. heteroforia
Tidak ada
Tidak ada
b. strabismus
Tidak ada
Tidak ada
c. pseudostrabismus
Tidak ada
Tidak ada
d. exophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
e. enophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
a. mikroftalmus
Tidak ada
Tidak ada
b. makroftalmus
Tidak ada
Tidak ada
c. ptisis bulbi
Tidak ada
Ada
d. atrofi bulbi
Tidak ada
Tidak ada
a. temporal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
b. temporal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
c. temporal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
d. nasal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
e. nasal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
f. nasal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
c. kulit
d. gerakan
3. Pasangan bola mata dalam
orbita
6. Kelopak mata
a. pasangannya
3.) blefaroptosis
Tidak ada
Tidak ada
4.) blefarospasme
Tidak ada
ada
1.) membuka
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
2.) menutup
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
3 mm
2.) ankiloblefaron
Tidak ada
Tidak ada
3.) blefarofimosis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Sawo matang
3.) epiblepharon
Tidak ada
Tidak ada
4.) blepharochalasis
Tidak ada
Tidak ada
1.) enteropion
Tidak ada
Tidak ada
2.) ekteropion
Tidak ada
Tidak ada
3.) koloboma
Tidak ada
Tidak ada
a. tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
b. benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
b. gerakannya
c. rima
1.) lebar
d. kulit
1.) tanda radang
2.) warna
b. benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Kesan normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.) sikatrik
Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
rapat
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.) sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemi
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.) benjolan
Tidak ada
Tidak ada
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemis
Tidak ada
Ada
3.) sekret
Tidak ada
Tidak ada
4.)injeksi konjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
c. konjungtiva fornix
d. konjungtiva bulbi
Tidak ada
Tidak ada
2.) hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
3.) sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Putih
b. tanda radang
Tidak ada
Ada
c. penonjolan
Tidak ada
Tidak ada
a. ukuran
12 mm
12 mm
b. limbus
Jernih
Jernih
c. permukaan
Rata, mengkilap
Rata, mengkilap
d. sensibilitas
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido )
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
g. arcus senilis
Tidak ada
Tidak ada
a. kejernihan
Jernih
Jernih
b. kedalaman
Dalam
Dalam
a. warna
Cokelat
Cokelat
b. bentuk
Tampak lempengan
Tampak lempengan
c. sinekia anterior
Tidak tampak
Tidak tampak
d. sinekia posterior
Tidak tampak
Tidak tampak
11. Sclera
a. warna
12. Kornea
14. Iris
15. Pupil
a. ukuran
3 mm
3 mm
b. bentuk
Bulat
Bulat
c. letak
Sentral
Sentral
Positif
Positif
Ada
Ada
Keruh padat
Keruh padat
Sentral
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e. tepi pupil
16. Lensa
a. ada/tidak
b. kejernihan
c. letak
e. shadow test
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan
b. Reflek fundus
OS
1/300
1/~
Konfrontasi tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
A.
B.
Visus perifer
C.
Sekitar mata
D.
Supercilium
E.
dalam orbita
F.
Ukuran bola mata
10
G.
H.
Kelopak mata
I.
Sekitar saccus
J.
lakrimalis
Sekitar glandula
lakrimalis
K.
Tekanan
intarokular
L.
Konjungtiva
Tampak hiperemis
Tampak hiperemis
M.
palpebra
Konjungtiva bulbi
N.
Konjungtiva fornix
Tampak hiperemis
O.
Sklera
Tampak hiperemis
P.
Kornea
Q.
Camera okuli
Kesan normal
sentral
sentral
Test (-)
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
R.
anterior
Iris
S.
Pupil
T.
U.
Lensa
Corpus vitreum
11
OD
OS
V. DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.
OS Katarak Komplikata
OD Katarak senilis matur
OS Katarak senilis matur
OD Katarak senilis imatur
ODS Kekeruhan badan kaca
VI. DIAGNOSIS
1.
OS Katarak Komplikata
2.
VII. TERAPI
1.
2.
3.
VIII. PLANNING
1. Funduskopi
2. Keratometri
3. Uji Ultrasonografi Sken A
4. Pengukuran tekanan bola mata
5. Informed consent
6. Cek lab darah rutin, kimia darah, dan rontgen thorax
7. Konsul jantung dan Konsul Anestesi
IX. PROGNOSIS
OD
OS
1. Ad vitam
Bonam
Bonam
2. Ad fungsionam
Bonam
Bonam
3. Ad sanam
Bonam
Bonam
4. Ad kosmetikum
Bonam
Bonam
12
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah dan
dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan
yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam
mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada
anak - anak yang baru lahir. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi atau penyakit lainnya (Sidarta, 2004).
B. Anatomi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang
kekuatan refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub
anterior dan posterior lensa dihubungkan oleh garis khayal yang disebut
axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang mengelilingi lensa.
Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan tidak
memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula
yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan
menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks
dan epitel lensa.
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan
transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk
lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian
anterior dan posterior zona pre-equator dan bagian paling tipis berada di
bagian tengah kutub posterior.
Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal
pars plana dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu
dengan lensa pada bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel
epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan
sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel
14
ini
dapat
menyebabkan
depresi
metabolisme
glukosa,
15
kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui
pompa sodium yang berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara
difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif (AAO,
2011).
Lensa memiliki kemampuan untuk mencembung dan menambah
kekuatan refraksinya, yang disebut dengan daya akomodasi lensa.
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke
benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa
oleh aksi badan silier terhadap serat serat zonula. Setelah umur 30 tahun,
kekakuan yang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya
akomodasi. Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi
mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung. Ketika otot silier
berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat,
dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang,
lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.
Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang
nervus III (okulomotorius). Obat - obat parasimpatomimetik (pilokarpin)
memicu akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropin)
memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot silier
disebut sikloplegik.
D. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini
(Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai
terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu - ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
16
homosisteinuri,
toksoplasmosis,
inklusi
sitomegalik,
dan
terdapat
riwayat
kejang,
tetani,
ikterus,
atau
17
bertambah
cembung.
Pencembungan
lensa
akan
18
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
19
Visus
(+)
<
<<
<<<
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
3.
cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata)
Katarak akibat penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipotiroidisme,
distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom
4.
5.
E. Etiologi
Katarak memiliki banyak etiologi. Umumnya adalah karena faktor
usia. Berdasar waktu terjadinya, katarak dibedakan menjadi katarak
20
didapat (99% kasus, terdiri dari 90% kasus katarak senilis dan 9% katarak
lainnya) dan kongenital (kurang dari 1% kasus). Katarak kongenital
disebabkan karena kelainan genetik, gangguan perkembangan, dan infeksi
virus (terutama rubella) pada masa pertumbuhan janin. Katarak juga dapat
disebabkan karena kelainan sistemik atau metabolik (contohnya DM) dan
terapi kortikosteroid sistemik dalam jangka waktu yang lama. Rokok dan
konsumsi alkohol meningkatkan faktor risiko katarak (Lang, 2007).
F. Patofisiologi
Katarak memiliki banyak patofisiologi tergantung dari jenis
katarak itu sendiri. Biasanya terjadi bilateral, tapi tiap mata memiliki
kecepatan perkembangan katarak yang berbeda.
Katarak senilis patogenesisnya multifaktorial
dan
belum
G. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1.
menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
22
mulai sedikit
23
Pemeriksaan tambahan:
-
katarak
Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah
operasi (INASCRS, 2011).
Terapi
Sampai sekarang tidak ada terapi konservatif untuk mencegah,
memperlambat, atau mengembalikan perkembangan katarak, kecuali
untuk katarak galaktosemik yang merupakan kasus khusus. Operasi
merupakan pilihan terapi utama dan tersering untuk menangani katarak.
Sebelumnya operasi katarak tergantung pada kematangan katarak, tapi
hal ini sudah bukan menjadi masalah pada operasi katarak modern
(Lang, 2007).
Berdasarkan INASCRS (2011) terapi katarak adalah sebagai
berikut:
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama
2.
3.
operasi katarak.
Tatalaksana pasien katrak dengan visus terbaik kurang dari 6/12
adalah operasi katarak berupa EKEK + IOL atau fako emulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan alat,
derajat kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah.
24
4.
5.
implantasi IOL
Ukuran IOL dihitung
6.
berdasarkan
data
keratometri
serta
Indikasi medis:
-
melakukan
operasi
untuk
mencegah
phacolytic
glaucoma.
Pada keadaan penyakit retina, pengambilan katarak mungkin
dibutuhkan untuk membersihkan axis optik dalam diagnosis
dan terapi laser pada retina (Lang, 2007).
25
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan OS Katarak Komplikata dan OD Katarak Senilis Matur. Adapun
penatalaksanaan pasien ini adalah dengan dilakukan operasi EKEK (Ekstraksi
Katarak Ekstra Kapsuler) dan IOL OS dikarenakan sudah terjadi komplikasi
akibat operasi sebelumnya. Untuk tatalaksana mata kanan, dapat juga
dilakukan operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler dan IOL, namun ditunda
terlebih dahulu dikarenakan tatalaksana pada mata kiri lebih gawat. Operasi
pada mata kanan dapat dipertimbangkan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
B. Saran
Dokter umum sebaiknya mengenali tanda tanda dari katarak sehingga
dapat memberikan penatalaksanaan awal dan rujukan yang tepat bagi pasien
sehingga mengurangi resiko kebutaan.
27
DAFTAR PUSTAKA
AAO
(American
Academy
of
Ophthalmology).
2011.
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/cataracts.cfm
Cataract.
(diakses
Epidemiology
and
Treatment.
Hindawi
Publishing
28