Presentasi Kasus
ILMU PENYAKIT MATA
HORDEOLUM INTERNUM
Disusun Oleh :
Aryanda Widya TS
Ardian Hidayat
Dyah Tantry D
Adiptya Cahya M
Maria Mumtaz
G99151033
G99151034
G99151035
G99151036
G99151037
Pembimbing :
Dr. Retno Widiati, Sp. M
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata
melindungi kornea dan berfungsi dalam pendistribusian dan eliminasi air mata.
Penutupan kelopak mata berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh
permukaan mata dan memompa air mata melalui punctum lakrimalis.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari
yang jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur
seperti ektropion, entropion dan blepharoptosis. Untungnya, sebagian besar dari
kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan.
Salah satu penyakit yang sering terjadi pada kelopak mata adalah
timbilen atau timbil, yang dalam bahasa medis disebut hordeolum. Penyakit
ini biasanya menyerang pada dewasa muda, namun dapat juga terjadi pada semua
umur, terutama
pada
seseorang
dan
lingkungan
yang
kurang
terjada
kebersihannya. Tidak ada perbedaan angka kejadian antara wanita dengan pria.
Hordeolum merupakan infeksi lokal atau proses peradangan di daerah
mata. Bila kelenjar Meibom yang terkena disebut hordeolum internum, sedangkan
bila kelenjar Zeiss atau Moll yang terkena makan disebut hordeolum eksternum.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama / No. RM
: FM / 01 33 00 02
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswi
Alamat
Tgl pemeriksaan
: 17 Februari 2016
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama: Benjolan di mata kanan dan gatal
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk memeriksakan mata sebelah kanan berupa
benjolan dan rasa gatal. Keluhan ini muncul sejak 3 hari SMRS. Pasien
tidak mengeluhkan adanya mata merah, pandangan kabur, pandangan
dobel, silau, pusing, cekot-cekot, nrocos maupun blobok.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
disangkal
3
D. Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
Proses
Lokalisasi
OD
Inflamasi
Palpebra inferior
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
Oculi Dextra
Belum diketahui
Akut
-
B. Pemeriksaan Subyektif
OD
OS
6/12
6/9 f2
a. pinhole
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
b. dengan kacamata
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1. Konfrontasi test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3. Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
a. tanda radang
b. luka
c. parut
d. kelainan warna
e. kelainan bentuk
2. Supercilia
a. warna
b. tumbuhnya
c. kulit
d. gerakan
OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas
normal
OD
normal
OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
c. ptisis bulbi
d. atrofi bulbi
5. Gerakan bola mata
a. temporal
b. temporal superior
c. temporal inferior
d. nasal
e. nasal superior
f. nasal inferior
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Edema pada
Tidak ada
palpebral inferior
2.) hiperemi
dekstra
Hiperemi pada
Tidak ada
palpebral inferior
3.) blefaroptosis
4.) blefarospasme
b. gerakannya
1.) membuka
2.) menutup
c. rima
1.) lebar
2.) ankiloblefaron
3.) blefarofimosis
d. kulit
1.) tanda radang
dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
hiperemi pada
palpebra inferior
2.) warna
dekstra
Hiperemi pada
Sawo matang
palpebral inferior
3.) epiblepharon
4.) blepharochalasis
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion
2.) ekteropion
3.) koloboma
dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas
Dalam batas
normal
normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
OD
OS
Kesan normal
Tidak dilakukan
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Edema pada
Tidak ada
palpebral inferior
Hiperemi pada
Tidak ada
palpebral inferior
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9. Tekanan intraokular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
c. konjungtiva fornix
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) benjolan
d. konjungtiva bulbi
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sekret
4.) injeksi konjungtiva
5.) injeksi siliar
e. caruncula dan plika
semilunaris
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sikatrik
11. Sclera
a. warna
b. tanda radang
c. penonjolan
12. Kornea
a. ukuran
b. limbus
c. permukaan
d. sensibilitas
e. keratoskop ( placido )
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan
b. kedalaman
14. Iris
a. warna
b. bentuk
c. sinekia anterior
d. sinekia posterior
15. Pupil
a. ukuran/bentuk
b. letak
c. reaksi cahaya langsung
d. tepi pupil
16. Lensa
a. ada/tidak
b. kejernihan
c. letak
e. shadow test
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada
12 mm
Jernih
Rata, mengkilap
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
12 mm
Jernih
Rata, mengkilap
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Jernih
Dalam
Jernih
Dalam
Hitam
Tampak
Hitam
Tampak
lempengan
Tidak tampak
Tidak tampak
lempengan
Tidak tampak
Tidak tampak
3 mm/bulat
Sentral
Positif
Tidak ada kelainan
3 mm/bulat
Sentral
Positif
Tidak ada kelainan
Ada
Jernih
Sentral
Tidak dilakukan
Ada
Jernih
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
OD
6/12
OS
6/9 f2
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Dalam batas
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Dalam batas normal
normal
D.
Supercilium
Dalam batas
E.
Pasangan
normal
Dalam batas
dalam orbita
F.
Ukuran bola mata
normal
Dalam batas
G.
normal
Dalam batas
H.
Kelopak mata
normal
Edema dan
bola
mata
hiperemi pada
I.
J.
K.
L.
Sekitar saccuslacrimalis
Sekitar
glandula
lakrimalis
Tekanan intra okular
Konjungtiva palpebra
palpebral inferior
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Edema dan
hiperemi pada
M.
Konjungtiva bulbi
palpebral inferior
Dalam batas
N.
Konjungtiva fornix
normal
Dalam batas
Sklera
normal
Dalam batas
P.
Kornea
normal
Dalam batas
Q.
R.
S.
normal
Kesan normal
Bulat, warna hitam
3 mm, bulat,
Kesan normal
Bulat, warna hitam
3 mm, bulat,
sentral
Kesan normal
Tidak dilakukan
sentral
Kesan normal
Tidak dilakukan
O.
T.
U.
Lensa
Corpus vitreum
10
V. GAMBARAN KLINIS
Dokumentasi Foto Pasien
11
IX. PLANNING
Kontrol lagi 2 minggu bila belum ada perbaikan
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
Ad kosmetikum
OD
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
OS
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
12
internasional
menyebutkan
bahwa
hordeolum
13
14
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari
muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor utama
adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk
membungkus muskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas
bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor
palpebrae disarafi oleh nervus simpatis.
Levator dan muskulus rektus inferior
dipersarafi
oleh
nervus
dengan
hordeolum
rekuren.
Hiperlipidemia
termasuk
15
Organisme penyebab
Staphylococcus aureus adalah agen infeksi pada 90-95% kasus
hordeolum.5
E Klasifikasi
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis:3
1 Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum
interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata
2
bagian dalam).
Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll.
Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar
(palpebra).
F Patogenesis
Kebanyakan
hordeolum
disebabkan
infeksi
Staphylococcus,
kelenjar.
Statis
ini
akan
mencetuskan
infeksi
sekunder
Secara
histologis
akan
tampak
gambaran
abses,
dengan
16
biasanya
berukuran
lebih
besar
dibanding
hordeolum
eksternum.6,7
Tanda klinik
Pada stadium selulitis ditandai dengan adanya benjolan keras,
kemerahan, lokal, nyeri, edema, umumnya pada margo palpebral. Pada
stadium abses ditandai dengan adanya pus yang dapat terlihat berupa
bintik kuning atau putih pada kelopak mata pada silia yang terifeksi.
Umumnya pembentukan hordeolum tunggal, namun bisa lebih dari
satu/multipel (hordeola).2
Pseudoptosis atau ptosis dapat terjadi akibat bertambah beratnya
kelopak mata sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum,
17
Gambar 4. Kalazion
I
Penatalaksanaan
Dapat dengan kompres air hangat 2-3 kali per hari sangat membantu pada
stadium selulitis. Ketika bintik pus sudah terbentuk dapat dilakukan evakuasi
dengan epilasi pada silia yang berkaitan. Insisi pembedahan jarang dilakukan
18
kecuali pada abses yang besar. Antibiotik tetes (3-4 kali sehari) dan salep
antibiotik (saat akan tidur) sebaiknya diberikan setiap tiga jam untuk
mengontrol terjadinya infeksi. Obat anti inflamasi dan analgetik dapat
diberikan untuk mengurangi nyeri dan edema. Pada kasus tertentu yang
jarang terjadi, hordeolum dapat menyebabkan timbulnya selulitis preseptal
sekunder sehingga dibutuhkan pemberian antibiotik sistemik. Antibiotik
sistemik dapat digunakan pula untuk kontrol segera infeksi. Pada hordeolum
rekuren, perlu dicari dan diterapi kondisi predisposisi yang berkaitan. Jika
tidak ada perbaikan kondisi dalam 48 jam, insisi dan drainase bahan purulen
dapat diindikasikan.1,2,4,6
Pada tindakan pembedahan berupa insisi hordeolum terlebih dahulu
diberikan anestesia topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi
infiltrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan
insisi yang bila :
1 Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
2 Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
pada margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotik.
J
Prognosis
Hordeolum termasuk gangguan kelopak mata yang jinak, namun
umumnya sering rekuren.4
K Komplikasi
1 Selulitis
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita sering disebabkan
sinusitis terutama sinusitis etmoid yang merupakan penyebab utama
eksoftalmos pada bayi. Kuman penyebab selulitis orbita antara lain
2
19
sistemik, atau sebagai infeksi sekunder dari khalazion atau tumor. Disertai
3
20
BAB IV
PENUTUP
A Simpulan
Dari anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi didapatkan diagnosis dari
pasien ini adalah OD hordeolum internum. Adapun penatalaksanaan pasien
ini adalah kompres air hangat OD 15 menit 4 kali sehari, cendo xytrol EO
zalf OD 3 kali sehari, amoxicillin 500mg 3 kali sehari, natrium diklofenak
50mg 2 kali sehari dan vitamin B kompleks 3 kali sehari.
B Saran
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, olah raga, dan udara segar
mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit dan palpebra.
Pasien disarankan untuk selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh kulit di sekitar mata dan membersihkan minyak yang berlebihan di
tepi kelopak mata secara perlahan. Selain itu, pasien juga disarankan untuk
menjaga kebersihan wajah, membiasakan mencuci tangan sebelum menyentuh
wajah, dan menjaga kebersihan peralatan kosmetik mata.
23
21
DAFTAR PUSTAKA
1
Lang G, ed. Ophthalmology: A Pocet Textbook Atlas 2nd Edition. New York:
Thieme; 2006. p. 37-9.
Sullivan JH, Shetlar DJ, Whitcher JP. Lids, Lacrimal Apparatus and Tears. In:
Riordan P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asburys General Ophthalmology.
California: McGraw-Hill; 2004. p. 78-81.
Ming AS, Constable IJ, eds. Color Atlas of Ophthalmology 3rd Edition.
Bustos
DE.
Chalazion
on
Medline
Plus.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/001006.htm
2010.
24