PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adanya kecenderungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas
dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu
didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah
karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan
yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan
kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang
diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan
predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras
dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak
mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam
pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran
konvensional). Pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran,
berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu
mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus
interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat
individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga
individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan
pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada
lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri
siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-
lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah
model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari
pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang
ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat
dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif.
Wagitan (2006) menyimpulkan bahwa p embelajaran kooperatif dapat
menjadi salah satu alternatif karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa
pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat
mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk
mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar
manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya.
Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk
aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Slavin (1994) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa pengertian
model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke
dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan
maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok
tersebut.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan
sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan
terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata
cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif
mengandung pengertian
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa
secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar
belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur
dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara
anggota kelompok.
Menurut Sugiyanto (2008:35) pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.
Malik (2011) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis
untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu,
berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman
bersama.
Menurut Wikipedia (2011) pembelajaran kooperatif atau cooperative learning
merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk
mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompokkelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam
proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong
royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa
manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda
dengan pengajaran langsung. Di samping
model pembelajaran
kooperatif
mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu
dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat
mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
2.2.1.2 Tanggung Jawab Perseorangan
Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut
selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua kelompok dapat
mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota
kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang
berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk
mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas
yang berbeda sesuai dengan kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
2.2.1.3 Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru,
tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat
sa- ling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga
akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang
kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat
terselesaikan.
2.2.1.4 Komunikasi antar Anggota Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,
sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani
mempertahan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat
lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan
dalam pembelajaran kooperatif ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali de- ngan berbagai
keterampilan berkomunikasi.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa mempuanyai
keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada
kesediaan para anggotanya untuk sa- ling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas
mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan
orang lain.
2.2.1.5 Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap
kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa
pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
2.2.2 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
2.2.2.1 Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan.
2.2.2.2 Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di
samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
2.2.2.3 Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
2.2.2.4 Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.
2.2.2.5 Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh
terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
2.2.2.6 Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
2.2.2.7 Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani di dalam kelompoknya.
2.3 Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif.
2.3.1 Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin
merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan
utama sebagai berikut:
2.3.1.1 Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan
menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru
dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.3.1.2 Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok
ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi,
membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok
diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran.
2.3.1.3 Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan
tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling
membantu.
2.3.1.4 Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai
skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan skor rata-rata kelompok.
2.3.1.5 Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi,
diberikan penghargaan.
2.3.2 Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. ThinkPair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta
saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan
suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya
guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang
telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
2.3.2.1 Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu
tersebut secara mandiri.
2.3.2.2 Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode
dirancang
untuk
membimbing
para
siswa
mendefinisikan
masalah,
hasil
temuan-temuannya,
membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan
kelas.
2.3.6.5 Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang
dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
2.3.7 Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
2.3.7.1 Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
2.3.7.2
2.3.7.3
2.3.7.4
2.3.7.5
kartu jawaban.
Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
2.3.7.6 Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak
dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.
2.3.7.7 Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
2.3.7.8 Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
2.3.7.9 Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.
2.3.8 Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TS-TS)
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa
dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan
masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa
untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
2.3.8.1 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok
heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membelajarkan dan saling mendukung.
2.3.8.2 Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
2.3.8.3 Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir.
2.3.8.4 Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
2.3.8.5 Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
2.3.8.6 Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
2.3.8.7 Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
2.3.8.8 Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
2.4.1 Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
2.4.1.1 Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan
pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2.4.1.2 Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan,
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan
cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama,
berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
3.1.2 Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif,
interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota
kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif
yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling
bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara kolompok.
3.1.3 Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yaitu
tipe
STAD
(Student
Team
DAFTAR RUJUKAN
Aprilio, M, F. Tanpa tahun. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.muhfida.
com/pembelajaran-cooperative-learning.html), diakses 2 November 2011.
Dzaki, M, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.penelitian tindakan
kelas.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-kooperatif-cooperative.html),
diakses 2 November 2011.
Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT, (Online), (www.herdy07.wordpress.
com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together.html),
diakses 2 November 2011.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.
Jakarta: Grasindo.
Malik, H. 2011. Cooperative Learning, (Online), (www.edukasi.kompasiana.com/
2011/11/01/%E2%80%9Ccooperative-learning%E2%80%9D.html), diakses 2 November 2011.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Rudi. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS, (Online), (www.rudyunesa.blogspot.com/2011/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-think-pair-share.html), diakses 2 November 2011.
Slavin, R, E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
Sofa. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC, (Online), (www.massofa.wordpress.com/2011/07/24/menerapkan-pembelajaran-kooperatif-tipecirc.html), diakses 2 November 2011.
Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match, (Online), (www.
tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-amatch.html), diakses 2 November 2011.
Tanpa nama. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TS-TS, (Online), (www.furahasekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-staytwo-stray.html), diakses 2 November 2011.
Tanpa
nama.
2012.
Makalah
Model
Pembelajaran
Kooperatif,
(Online),