Anda di halaman 1dari 57

TRAUMA

ABDOMEN

bambang aryanto

Defenisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak sengaja. (Smeltzer, 2001)
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut
yang dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan sehingga terkadang perlu dilakukan
tindakan laparatomi.
Biasanya dapat menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imunologi dan gangguan faal berbagai organ

Anatomi abdomen
Abdomen Luar
Abdomen depan
Batas abdomen adalah pada bagian superior oleh
garis antar papila mammae, inferior oleh
ligamentum inguinalis dan simfisis pubis dan
lateral oleh garis aksilaris anterior.
Pinggang (flank)
Berada di antara garis aksilaris anterior dan
posterior, dari ruang interkostal ke-6 di superior
sampai krista iliaka di inferior.
Punggung
Berada di belakang garis aksilaris posterior dari
ujung skapula sampai krista iliaka.

Abdomen Dalam
1. Rongga Peritoneum
2. Rongga Pelvis
3. Ruang retroperitoneum

Abdomen Dalam.cont..1
1. Rongga Peritoneum
Bagian atas (thoracoabdominal) meliputi
diafragma, hati, limpa, lambung, dan colon
transversum. Bagian bawah berisi usus halus
dan colon sigmoid.
Rongga peritoneum dilapisi oleh lapisan
peritoeum
Peritoneum merupakan membran serosa tipis
yang melapisi dinding cavitas abdominis dan
cavitis pelvis
Peritoneum parietale melapisi dinding cavitis
abdominis dan cavitis pelvis
Peritoeum visceral meliputi organ organ diatas

Abdomen Dalamconts2
2. Rongga Pelvis
Dibentuk oleh tulang
pelvis, berisi : rektum,
buli-buli, pembuluh
darah iliaka, uterus
3. Ruang retroperitoneum
Dibelakang abdomen yang
tidak diliputi peritoneum.
Berisi pembuluh darah besar,
doudenum, pankreas, ginjal,
ureter, kolon ascenden dan
kolon desenden

Persyarafan abdomen
1. Nn. Thoracales VII XII
2. N. Lumbales I

Persyarafan1
Nn. Thoracales VII XII
Rr.ventrales nn thoracales VII XII (Nn intercostales)
berjalan diantara m. Obliqus internus abdominis dan m.
Transversus abdominis. Rr. Cutanei anteriores
dipercabangkan setelah menembus vagina M. Rectus
abdominis, sedangkan RR cutanei laterales
dipercabangkan sekitar umbilikus.
Nn thoracales VII XII juga mempersarafi m. Rectus
abdominis sehingga kerusaka saraf tersebut dapat
menimbulkan kelumpuhan m. Rectus abdominis.
Nn thoracalis VII mempersarafi kulit dinding abdomen
setinggi proc. xiphoideus, Nn thoracales VIII IX antara
proc. xiphoideus dan umbilikus, N.thoracalis X setingi
umbilikus sedangkan N. Thoracalis XII mengurus
pertengahan antara umbilikus dan symphisis osseus
pubis.

Persyarafan2
N. Lumbales I
N lumbalis I berjalan sejajar dengan Nn thoracales dan
mempercabangkan :
N. iliohypogastricus
N. Iloinguinalis
Nn. Iliohypogastricus et ilioinguinales berjalan diantara
m. Obliqusinternus abdominis dan m. Transversus
abdominis sampai spina iliaca anterior superior. Kira
kira 2,5 cm disebelah kranial annulus inguinalis
superficialis, Nn. Iliohypogastricus menembus
aponeurosis otot serong dinding perut dan berubah
menjadi saraf kulit.
N. Iloinguinalis berjalan di kanalis inguinalis lal
mempersarafi kulit disekitar radix penis, bagian ventral
scrotum dan kulit tungkai atas didekatnya.

Peredaran darah abdomen


Arteri

Dinding abdomen diperdarahi oleh :


Aa. Intercostales VII XII
Aa. Lumbales
A. Epigastrica superior
A. Epigastrica inferior
Aa. Inguinales superficiales
A. Circumflexa ilium profunda

Peredaran darah abdomen


Vena
Vv. Superfcialies (pembuluh balik
dangkal).
Vv. Profundi, biasanya mengikuti
pembuluh nadinya

Vv. Superfcialies (pembuluh balik dangkal).


Membentik anyaman pembuluh balik yang luas di
jaringan subkutis lalu bermuara ke dalam :
V. epigastrica superficialis, yang selanjutnya bermuara
ke V. Femoralis
V. thoraco-epigastrica, bermuara ke dalam V. Axillaris
Disekita umbilikus terdapat pembuluh balik dangkal yang
dinamakan Vv. Paraumbilikalis Sappeyi dan berjalan
disepanjang ligamentum teres hepatis mulai dari
umbilikus sampai ke dalam sisa V. Umbilikalis yang
masih terbuka. Bila terjadi bendungan pada V. Porta
(misalnya pada hipertensi portal), Vv. Paraumbilikalis
Sappeyi mengalami varises dan membentuk gambaran
yang dinamakan Caput Medussae.

Perdarahan per organ abdomen


Vaskularisasi gaster

Perdarahan per organ abdomen


Vena gaster

Perdarahan per organ abdomen


Vaskularisasi duodenum

Perdarahan per organ abdomen


Vena duodenum

Perdarahan per organ abdomen


Vena Jejenum

Perdarahan per organ abdomen


Usus besar

Perdarahan per organ abdomen


Hepar (anatomi)

Perdarahan per organ abdomen


Hepar (segmentasi)

Perdarahan per organ abdomen


Lien
Lien Terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen,
setinggi costa IX-X sinistra region hypochondriaca
sinistra. Bentuk: piramis 3 sisi (facies).

Perdarahan per organ abdomen


Ginjal dan struktur disekitarnya

Perdarahan per organ abdomen


Vaskularisasi Ginjal

Topografi abdomen
ada dua cara pembagian topografi abdomen yg umum dipakai
1. Pembagian 4 kuadran / Quadran
2. Pembagian 9 daerah / Region

Abdominopelvic region
terdapat sembilan region

Secara anatomis berguna


untuk menunjuk topografi
(perletakan) proyeksi dari
organ-organ dalam rongga
abdomen dan pelvis

Menunjuk lokasi trauma, luka,


nyeri yang mengarah ke
diagnostik.

Etiologi dan klasifikasi.1


1. Trauma penetrasi /tembus (trauma perut dengan
penetrasi kedalam rongga peritonium).
a) Trauma Tembak
b) Trauma Tusuk

Etiologi dan klasifikasi2


2. Trauma non-penetrasi / trauma tumpul (trauma perut
tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
a) Jatuh
b) Kekerasan fisik atau pukul
c) Cedera olahraga kontak
d) Benturan
e) Ledakan
f) Cedera Deselerasi , akselerasi
g) Kompresi
h) Hancur akibat kecelakaan (50-75 % dari kasus)
i) Sabuk pengaman

JENIS CEDERA
Trauma
tumpul

Trauma
tembus

tumpul

Berdasarkan organ yang terkena


Trauma organ padat/solid,
misal hepar, Limfa/lien
gejala utama adalah
Perdarahan
Trauma organ berongga
Misal usus, saluran empedu
Gejala utama peritonitis

Patofisiologi1
Pada trauma tumpul abdomen cedera pada struktur
dalam rongga abdomen dapat diklasifikasikan menjadi
dua mekanisme cedera yaitu kekuatan kompresi dan
kekuatan perlambatan (deselerasi).
Kekuatan kompresi dapat ditemukan pada pukulan
secara langsung atau kompresi luar yang melawan
benda yang memfiksasi organ tersebut misalnya lap
belt dan spinal column. Umumnya kekuatan yang
merusak menyebabkan robek dan timbulnya
hematoma subkapsular dari organ visera yang padat.
Kekuatan tersebut juga menyebabkan perubahan
bentuk pada organ berongga dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal sementara
sehingga dapat menimbulkan robekan. Peningkatan
tekanan sementara ini biasanya terjadi pada usus
kecil.

Patofisiologi2
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan
(stretching) dan memotong (shearing) secara linier
bagian organ yang relatif terfiksir dengan bagian yang
bergerak bebas. Kekuatan memotong secara
longitudinal cenderung menyebabkan ruptur dari
struktu penyokong pada daerah hubungan antara dua
segmen yang bergerak bebas dan terfiksir. Cedera
deselerasi yang klasik termasuk robeknya hepar
sepanjang ligamentum teres dan trauma lapisan intima
dari arteri renalis. Hal serupa juga dapat menyebabkan
kolon terlepas dari perlekatannya dengan
mesenterium, trombosis dan robekan mesenterik serta
dapat juga ditemukan cedera pada arteri splanikus.

Patofisiologi3
Pada luka tusuk, kerusakan organ adalah akibat
langsung dari alat penusuk. Kerusakan dapat
berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah
atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga
abdomen dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum. Luka tembak akan menimbul
kerusakan pada organ yang dilalui peluru. Organ
padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas
akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe
high velocity.

Patofisiologi4
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi

kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen


yang serius, pasien akan memperlihatkan tandatanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel
darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik.
Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut
meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis
mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi
kecil hanya tanda-tanda tidak khas

Tanda Dan Gejala


Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi

kedalam rongga peritonium) :

Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ


Respon stres simpati
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel

Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi

kedalam rongga peritonium).

Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan
(rigidity) dinding perut.
Iritasi cairan usus

Komplikasi
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi

Diagnostik
Anamnesis
Dapatkan keterangan mengenai
perlukaanya, bila mungkin dari
penderitanya sendiri, orang sekitar
korban, polisi atau saksi lainnya
bersamaan dengan usaha resusitasi
Pemeriksaan fisik ( lihat Askep)
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
Skrinning pemeriksaan rongten: Foto rontgen torak tegak berguna

untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau


untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retroperitoneum.
IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning: ini di lakukan untuk
mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
Uretrografi: di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
Sistografi: ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing
DPL
USG (FAST)

Penatalaksanaa1
Pre hospital
Primary survei : ABC
Penanganan awal trauma non- penetrasi
(trauma tumpul)
Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Kirim kerumah sakit.

Penatalaksanaa2
Pre hospital
Penetrasi (trauma tajam)
Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
1. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
2. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau
bila ada verban steril.
3. Imobilisasi pasien.
4. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
5. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
6. Kirim ke rumah sakit.

Penatalaksaan RS
Evaluasi primer dan penatalaksanaan
Initial resuscitation dan penatalaksanaan
pasien trauma berdasarkan pada protokol
Advanced Trauma Life Support. Penilaian
awal (Primary survey) mengikuti pola
ABCDE, yaitu Airway, Breathing,
Circulation, Disability (status neurologis),
dan Exposure.

A. Intial assesment
B. Studi Laboratorium

Intial assesment
Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi
yang sangat bervariasi, mulai dari pasien dengan vital sign
normal dan keluhan minor hingga pasien dengan shock berat.
Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan
walaupun sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang
parah.
Jika didapati bukti cedera extraabdominal, harus dicurigai
adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik
pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal.
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil,
resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan
fisik abdomen harus dilakukan secara teliti dan sistematis,
dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
Penemuannya positif dan negatif harus dicatat dengan teliti
dalam rekam medik.

inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan
penilaian.
Bila dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan
hemodinamik penderita stabil, segmen abdominal
dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau
dengan teliti.
Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah
tanda untuk menambah resusitasi cairan sebelum
meneruskan pengempesan (deflasi).
Perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan
perineum, harus diperiksa apakah ada goresan, robekan,
ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap,
keluarnya omentum atau usus kecil, dan status hamil.
Seat belt sign, dengan tanda konstitusi atau abrasi pada
abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungan
dengan cedera intraperitoneal.

inspeksi
Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan
dengan pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus
sebagai akibat dari iritasi peritoneal merupakan hal penting
yang harus diperhatikan.
Adanya kebiruan yang melibatkan region flank, punggung
bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya
perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal,
atau fraktur pelvis.
Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan
adanya perdarahan peritoneal biasanya selalu melibatkan
perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda ini biasanya
baru didapati setelah beberapa jam atau hari.
Fraktur costa yang melibatkan dada bagian bawah, biasanya
berhubungan dengan cedera lien atau liver.

Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada
atau tidak. Penurunan suara usus dapat berasal dari
adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan atau ruptur
organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan
seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul
juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada
cedera intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi
usus bukan berarti pasti ada cedera intrabdominal.
Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya
cedera pada diafragma.

Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan
peritoneum, dan dapat menunjukkan
adanya peritonitis yang masih meragukan.
Perkusi juga dapat menunjukkan adanya
bunyi timpani di kuadran atas akibat dari
dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila
ada hemoperitoneum.

Palpasi
Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen
(voluntary guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan
abdomen.
Sebaliknya defans muskuler (involuntary guarding) adalah
tanda yang andal dari iritasi peritoneum.
Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati
nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri
tekan dalam, atau nyeri lepas tekan.
Nyeri lepas tekan biasanya menandakan adanya peritonitis
yang timbul akibat adanya darah atau isi usus.
Pada truma tumpul abdomen perlu juga disertai
kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk menilai stabilitas
pelvis, yaitu dengan cara menekankan tangan pada tulangtualng iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau
nyeri tulang yang menandakan adanya fraktur pelvis.

Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi


cedera intraperitoneal, keakuratan pemeriksaan fisik
pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya
berkisar antara 5565%. Tidak adanya tanda dan gejala
yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik tidak
menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga
diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi untuk
menghindarkan missed injury.
Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya
perubahan sensoris atau cedera extraabdominal yang
disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen
harus lebih mengarahkan kepada cedera intrabdominal.
Lebih dari 10% pasien dengan cedera kepala tertutup,
disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien
trauma tumpul dengan cedera extraabdominal memiliki
cedera intraabdominal, walaupun tanpa disertai rasa
nyeri.

Studi Laboratorium

Blood typing
Hematocrit/Darah lengkap Serial
Hitung leukosit
Enzim pankreas
Tes fungsi hati
Analisis toksikologi
Urinalisis

Diagnostik khusus

Radiologi
Computed Tomography ( CT-scan )
Ultrasound
Diagnostic Peritoneal Lavage

Penatalaksanaan lanjutan
Pasien trauma tumpul abdomen harus
dievalusi lanjut apakah diperlukan
perawatan operatif atau tidak.
Setelah melakukan resusitasi dan
penatalaksanaan awal berdasarkan
protokol ATLS, harus dipertimbangkan
indikasi untuk laparotomi melalui
pemeriksaan fisik, ultrasound (USG),
computed tomography (CT), dan DPT/DPL

Indikasi Klinis Laparotomi


Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma
jika terdapat indikasi klinis sebagai berikut :
kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui
penyebabnya, dan pada pasien yang tidak bisa stabil
setelah resusitasi, dan jika ada kecurigaan kuat adanya
cedera intrabdominal
adanya tanda - tanda iritasi peritoneum
bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten
dengan ruptur viscera
bukti adanya ruptur diafragma
jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati
adanya GI bleeding yang persisten dan bermakna.

Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Sda
2. DX - nanda
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Deficient fluit volume/Kurang volume cairan


Risk for bleeding/risiko perdarahan
Risk for infection/Risiko infeksi
Pain/Nyeri , akut-kronik
Risk for ineffective gatrointestinal perfusion
Risk for syock/

referensi
American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life
Support. Terjemahan IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First
Impression :USA
Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta
King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta
Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan
Kampus fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal
Trauma in Adult. UpToDate
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta
Sandy Craig, MD. 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicine

Anda mungkin juga menyukai