Anda di halaman 1dari 2

1

Memperkenalkan Peradilan Restoratif


Daniel Van Ness, Allison Morris dan Gabrielle Maxwell
Peradilan Restoratif: Cara Berfikir Baru
Peradilan restoratif merupakan nama yang diberikan pada sebuah pergerakan yang
berada di dalam ataupun di luar sistem peradilan kriminal. Beberapa praktisi dan
pendukungnya mengarahkan model ini sebagai paradigma baru atau sebagai bentuk
berfikir baru. Model ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada masyarakat untuk
dijawab mengenai respon terhadap tindakan kriminal. Pembahasan-pemahasan model ini
biasanya dimulai dengan membandingkan model ini dengan sistem peradilan kriminal.
Mungkin contoh klasiknya seperti pembandingan yang dilakukan Howard Zehr (1990)
tentang perbandingan peradilan yang bersifat retributif dengan model ini (peradilan
restoratif). Baginya, peradilan restoratif dimulai dengan pemahaman keterangan-keterangan
tentang tindak kriminal: kriminal merupakan sebuah kejahatan negara, yang disebabkan
pelanggaran hukum dan kesalahan. Pengadilan memutuskan kesalahan dan memberikan
kesakitan dalam sebuah kontes antara pelaku dan negara dengan peraturan yang
sistematis (1990): 181. Dia melanjutkan
Peradilan restoratif melihat sesuatu dengan cara berbeda . . . . Tindakan kriminal
merupakan kejahatan seseorang dan hubungan mereka pada saat yang sama. . . .
Tindakan ini menimbulkan kewajiban untuk memperbaiki sesuatu yang dirusak.
Peradilan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam pencarian solusi yang
mempertimbangkan perbaikan, rekonsiliasi dan penentraman kembali (1990: 181).

Dia menjelaskan betapa pemahaman berbeda ini menghasilkan penekanan yang


berbeda. Peradilan retributif fokus pada kejahatan hukum, sedangkan peradilan restoratif
fokus pada kejahatan seseorang dan hubungan mereka sekaligus. Peradilan retributif
mencoba membersihkan hukum dengan menjatuhi kesalahan dan memberikan hukuman,
sedangkan peradilan restoratif mencoba membersihkan korban dengan menyatakan
pencideraan mereka dengan menciptakan kewajiban mereka yang bertanggung jawab
untuk membuat sesuatu yang cidera/ rusak tersebut kembali seperti semula. Peradilan
retributif melibatkan pelaku dan negara dalam proses formal pengadilan, sedangkan
peradilan restoratif melibatkan korban, pelaku dan anggota masyarakat dalam pencarian
solusi (1990: 181).
Dikotomi yang dibuat Zehr menunjukan sangat mungkin melihat suatu masalah
lampau dengan cara baru untuk mencapai pemahaman dan respon baru. Kita bisa
merespon perilaku melawan hukum dengan memfokuskan diri secara eksklusif pada
peraturan yang telah dilanggar atau dengan petama-tama melihat kerusakan yang
merusak orang lain dan hubungan yang ada. Cara bagaimana kita memandang tindakan
kriminal akan membawa kita pada sebuah respon yang terlihat logis dan benar. Respon
restoratif adalah untuk memfokuskan diri pada pemulihan kerusakan.
Beberapa komentator (seperti Daly 1999) sudah pernah menantang dikotomi
tersebut sebagai sesuatu yang begitu sederhana karena keduanya mengimplikasikan
bahwa peradilan restoratif merupakan hal yang baik dan peradilan retributif merupakan
hal yang jahat. Lebih lanjut, banyak pemuda diproses dalam peradilan restoratif dan
hasilnya memandangnya sebagai sebuah hukuman (1999: 10). Semuanya itu merupakan

poin-poin yang baik. Pendikotomian itu bisa menjadi lebih bermanfaat bagi tujuan-tujuan
didaktik dari pada sebagai penggambaran kelakuan orang-orang yang terlibat dalam
proses-proses restoratif. Tetapi pendikotomian itu betul-betul menyajikan ilustrasi dalam
percobaan yang luas mengenai cara dimana proses-proses peradilan restoratif mendorong
prioritas-prioritas baru, merubah penekanan dan pencantuman pihak-pihak baru sebagai
pembuat keputusan.
Sejarah Peradilan Restoratif
Dalam menjelaskan apa sebetulnya peradilan restoratif itu, penting rasanya untuk
mengingat bahwa peradilan restoratif merupakan sebuah teori keadilan yang telah memiliki
pengalaman. Model ini diinformasikan oleh respon pribumi dan orang biasa terhadap
tindakan kriminal, baik respon yang digunakan dimasa lalu, atupun yang digunakan
sekarang. Mungkin perkembangan modernya dimulai ketika merespon program mediasi
pelaku korban pertama yang dikembangkan ditengah tahun 1970an di Kanada. Programprogram ini dimulai sebagai alteratif terhadap hukum percobaan bagi pelaku muda

Anda mungkin juga menyukai