Anda di halaman 1dari 16

Universitas Gunadarma 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setelah kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia memasuki era yang sangat
sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik dan keamanan yang sangat
dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan. Masih terdapat ketimpangan
ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita
yang masih sangat rendah. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya
merupakan akibat dari semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam
perekonomian global, dimana pada saat yang sama perangkat kelembagaan bagi bekerjanya
ekonomi pasar yang efisien belum tertata dengan baik. Untuk dapat memperbaiki sistem
perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia
dari masa penjajahan hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat
mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan
bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi
untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada atau yang sedang berlangsung.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka peneliti merumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1. Apa saja kebijakkan ekonomi yang telah diambil pemerintah?
2. Bagaimana dampak kebijakan ekonomi tersebut terhadap perekonomian Indonesia?
3. Bagaimana kontribusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada?

1.3 TUJUAN MAKALAH

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:


1. Mengetahui kebijakkan ekonomi yang telah diambil pemerintah.
2. Menjelaskan dampak-dampak dari kebijakkan ekonomi tersebut terhadap
perekonomian Indonesia.

3. Mengetahui cara-cara untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN

1. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

A. Kajian Tentang Sistem Perekonomian Indonesia di Masa Kolonial Belanda


Sebagai hasil dari berbagai kajian yang lebih mutakhir mengenai sejarah perekonomian
bangsa kita di masa kekuasaan Belanda pernah disajikan dalam suatu konferensi terbuka yang
secara khusus membahas sejarah perekonomian Indonesia. Yang pertama di pertengahan
dasawarsa tahun 1960-an terdapat beberapa arsip Belanda dan Indonesia yang berisikan
tentang sistem administrasi pada masa pemerintahan Belanda yang terjadi pada abda ke-19
dan abad ke-20 yang dibuka untuk umum. Bahkan hasil pengkajian yang lebih mendalam dari
arsip arsip tersebut melahirkan berbagai temuan yang membantah berbagai pendapat
tentang masa silam, contohnya sistem tanam paksa yang menimpa para petani di Pulau Jawa
saat itu, banyak sejarahwan yang berpendapat bahwa hal itu telah menjadikan petani di Jawa
menjadi lebih miskin, padahal tidak demikian.

Termasuk bagian kedua yang menjadi pendorong terhadap bangkitnya keinginan mempelajari
sejarah perekonomian Indonesia adalah hasil pengumpulan dan seleksi beberapa data statistik
yang sangat besar yang dilakukan oleh almarhum P. Creutsberg yang merupakan seorang
pensiunan biro pusat statistik Jakarta yang juga saat itu membawahi beberapa kelompok
ekonom kecil Belanda.
Kelompok itu berhasil mengumpulkan statistik perekonomian Indonesia dalam kurun waktu
1816 1940 yang kemudian mengalihkan perhatian beberapa ekonom Australia yang saat itu
turut mempelajari sejarah ekonomi Indonesia masa kini, justru semakin tertarik untuk terlebih
dahulu mempelajari data statistik yang dikumpulkan oleh kelompok ekonom Belanda tersebut
dalam rangka menjadi acuan untuk mempelajari ekonomi Indonesia di masa kini.
1. Sejarah Sistem Perekonomian Indonesia di Masa Sistem Tanam Paksa

Menurut sejarah, sejarah perekonomian Indonesia mencatat bahwa ditahun 1830 terjadi
kebangkrutan yang dialami oleh pemerintah penjajah akibat dari Perang Diponegoro tahun
1825 1930 yang merupakan perang terbesar di tanah Jawa dan juga Perang Paderi tahun
1821 1837 di Sumatera Barat. Kemudian Jendral Van den Bosch selaku Gubernur saat itu
memperoleh izin untuk menerapkan Sistem Tanam Paksa atau yang disebut dengan Cultuur
Stelsel yang memiliki tujuan utama untuk menutupi defisit dari besarnya anggaran
pemerintah serta untuk mengumpulkan kembali kas pemerintahan yang habis terpakai.
Sebenarnya sistem tanam paksa ini lebih kejam dan lebih keras dibanding dengan sistem
monopoli VOC sebab adanya sasaran keperluan pemasukan negara yang memang sangat
dibutuhkan saat itu. Jika dalam masa monopoli VOC para petani diwajibkan menjual hasil
tertentu dari pertaniannya kepada VOC, maka di masa tanam paksa ini pemerintah sekaligus
yang menetapkan harganya. Akibatnya matinya perkembangan sistem pasar yang bebas.
Sistem tanam paksa ini juga banyak dijadikan contoh sejarah klasik yang menindas rakyat
Indonesia khususnya petani di Jawa saat itu. Dengan memaksa para petani untuk bekerja
hingga 4 kali lebih lama dari jam kerja biasa dengan tujuan pokok agar kapasitas hasil
pertanian meningkat demi untuk meningkatkan kondisi ekonomi pemerintahan Belanda saat
itu.
Memang dari hasil sistem Tanam Paksa ini berhasil meningkatkan sejumlah komoditi
pertanian hingga dapat dieskpor ke Eropa, sehingga semakin tinggi penghasilan yang didapat
oleh pemerintahan Belanda saat itu namun upah yang diberikan kepada kaum petani tidak
seimbang dibanding tenaga dan jerih payah yang mereka keluarkan di masa sistem tanam
paksa tersebut.

2. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA


Sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, Proklamator sekaligus Presiden pertama indonesia,
perekonomian indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir. Soekarno. Sebagai orang yang
pertama memimpin Indonesia boleh dibilang Soekarno adalah peletak dasar perekonomian
indonesia. Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :

Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia.


Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak

Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor

Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian

indonesia.

Setelah kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia memasuki era yang sangat
sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik dan keamanan yang sangat

dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan.


Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu
merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana
produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang
stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan. Pada periode tahun 1950-an
Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan
pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat
dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana).
Model ini tidak berhasil, karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi, sosial, politik
dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama dan
simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiper inflasi
yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965. Pada masa pemerintahan Orde Lama,
Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga
memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman,
masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi
masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya
ketidakstabilan pada ekonomi negara.

Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi
komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan.
Penyebabnya adalah :
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok
kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi
nasional.
2. Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional -yang berakibat jatuhbangunnya cabinet tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk
teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
3) Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan menjadi kekuatan
pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki
basis borjuis yang tangguh.

Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan


ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan masyarakyat. Dalam usaha
memasifkan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang Trisakti:
Berdikari di bidang ekonomi;
Berdaulat di bidang politik; dan
Berkepribadian dalam budaya

Perekonomian Pada Masa Orde Lama 1945-1966

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan


struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk
memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada
akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar negeri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti
wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan
memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank
Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.

Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar.


Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta
Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar
dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut.

Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern.


Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan
atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa
untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.

Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.

Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan


pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi
Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk
membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.

Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%.


Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat
dengan negara-negara komunis.

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)


Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh:
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata
uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan
berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946,
pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.

4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :


a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunanperkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 untuk mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
f. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat :
sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang
menyatakan laissez faire laissez passer.Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan
belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.

Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru
merdeka
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir
pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.

Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak


Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha
pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada
pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha
swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi
kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni IndonesiaBelanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, akan
tetapi pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaanperusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini
belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.

Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa itu:


a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut:
Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100,
dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan
pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah
tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.

e. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga
sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi
terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam
politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

Sitem Perekonomian
Selama masa orde lama, berbagai sistem ekonomi telah mewarnai perekonomian Indonesia,
antara lain :
1. Sistem ekonomi Pancasila & Ekonomi Demokrasi
2. Liberalis

: Awal Berdirinya RI
: Awal 1950an 1957an

3. Sistem Etatisme

: Awal 1958an orde baru

3. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA ORDE BARU


Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal Masa Orde Baru
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk,
dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama
memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun, kata Emil
Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden
menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah
mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun.
Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh
dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran,
menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor
ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara

b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara


c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

sering

2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.


3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi
yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu
melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara
periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan
melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari
negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.
1. Pelita I (1 April 1969 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru.

Tujuan Pelita I

Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.

Sasaran Pelita I

Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.

Titik Berat Pelita I :

Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan


ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari
1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak

melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II (1 April 1974 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.
3. Pelita III (1 April 1979 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan
nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik
dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4. Pelita IV (1 April 1984 31 Maret 1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang
dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras.
kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia)
pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada
pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
5. Pelita V (1 April 1989 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan
pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan
akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan
kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.

6. Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999)


Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun
1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang
memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah
Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu
berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik.
Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru,
dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras
untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde
Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian
Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat
dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde
Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan
ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik
lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal
dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis
kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan
yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena
pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia
meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar
golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan

pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah
yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia
menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan
ekonomi selanjutnya.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah
terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang
memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin
meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
1. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme)
5. Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
7. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah
yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan
Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997

4. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA REFORMASI (2000


2001)

A.

Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia

Setelah terjadi berbagai goncangan ditanah air dan berbagai tekanan rakyat kepada presiden
Soeharto, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J.
Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde
Reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Selain itu pada masa ini juga memberi kebebasan dalam menyampaikan pendapat, partisipasi
masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari
berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan
kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
Dengan hadirnya reformasi pembangunan dapat di kontrol langsung oleh rakyat, dan
kebijakan pembangunanpun didasari demokrasi yang bebunyi dari, oleh dan untuk rakyat,
sehingga dengan dasar ini partisipasi rakyat tidak terkekang seperti pada masa orde
baru,kehidupan perekonomian Indonesia dapat didorong oleh siap saja.
Selain pemabangunan nasional pada masa ini juga ditekankan kepada hak daerah dan
masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing-masing, sehingga pembangunan daerah
sangat diutamakan sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang no 32/2004,UndangUndang 33/2004, Undang-Undang 18/2001 Untuk pemerintahan Aceh, Undang-Undang
21/2001 Untuk Papua. Keempat undang-undang ini mencerminkan keseriusan pusat dalam
melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah dan rakyat di daerah agar daerah dapat
menentukan pembangunan yang sesuai ratyatnya inginkan.

C. Sistem Pemerintahan
Pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan
muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas
apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.

D. Kondisi perekonomian Indonesia


Pada masa pemerintahan reformasi memiliki karakteristik sebagai berikut:

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai


mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju
inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri
juga sudah mulai stabil.

Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga


kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999
mengenai bank Indonesai, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam
uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.

Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing
menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.

Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin,
dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam
perdagangan saham di dalam negeri.

Kesimpulan untuk keadaan perokonomian pada masa reformasi yaitu :


1. Kondisi perekonomian menunjukkan perbaikan dibanding dengan zaman sebelumnya
2. Stabilitas keamanan politik dan sosial mendapatkan ancaman-ancaman serius
meningkatkan country risk
3. Kondisi perekonomian Indonesia cenderung lebih buruk dibanding masa transisi,
dimana:
w Country Risk semakin besar
w IHSG menunjukkan pertumbuhan negatif
w Nilai tukar rupiah semakin merosot

Pada waktu NKRI dilanda krisis ekonomi lahir gerakan reformasi sebagai responsi dan
koreksi terhadap Orde Baru. Agenda reformasi antara lain sbb:
1. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945;
2. Penghapusan dwifungsi ABRI;
3. Penegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), dan
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah melalui
penyelenggaraan otonomi daerah;
5. Mewujudkan kebebasan pers; Mewujudkan kehidupan demokrasi

BAB III
KESIMPULAN

Dari makalah ini, kita dapat mengetahui sejarah perkembangan perekonomian Indonesia dari
masa penjajahan, orde lama, orde baru, sampai masa reformasi. Pada masa penjajahansejarah
perekonomian Indonesia mencatat bahwa ditahun 1830 terjadi kebangkrutan yang dialami
oleh pemerintah penjajah akibat dari Perang Diponegoro tahun 1825 1930 yang merupakan
perang terbesar di tanah Jawa dan juga Perang Paderi tahun 1821 1837 di Sumatera Barat.
Kemudian Jendral Van den Bosch selaku Gubernur saat itu memperoleh izin untuk
menerapkan Sistem Tanam Paksa atau yang disebut dengan Cultuur Stelsel yang memiliki
tujuan utama untuk menutupi defisit dari besarnya anggaran pemerintah serta untuk
mengumpulkan kembali kas pemerintahan yang habis terpakai.
Pada masa orde lama, setelah kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia
memasuki era yang sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik
dan keamanan yang sangat dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan.
Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu
merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana
produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang
stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan.
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk,
dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama
memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun, kata Emil
Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.

Pada masa krisis ekonomi di masa reformasi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan
Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun
juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa
mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Selama sepuluh tahun terakhir ini kapasitas dan kemampuan administrasi negara
menunjukkan perbaikkan-perbaikkan. Tetapi perlu diakui pula bahwa sepuluh tahun
pertumbuhan ekonomi ini belum dapat menghasilkan perbaikan tingkat hidup bagi sebagian
penduduk. Hal ini tidak mengherankan, karena laju pertumbuhan yang sangat mengesankan,
kalau dilihat secara total, belum berarti banyak bila dijabarkan kedalam perbaikan absolute
dari konsumsi real perkapita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Booth, Anne dan Peter McCawley. Ekonomi Orde Baru. LP3ES.
2. http://obrolanekonomi.blogspot.com/2013/04/sistem-perekonomian-indonesia-padamasa-penjajahan-belanda.html
3. http://imeldaputri231207.blogspot.com/2012/03/kondisi-perekonomian-indonesiamasa.html
4. http://adypato.wordpress.com/2010/06/16/kondisi-ekonomi-indonesia-pada-masaorde-baru/
5. http://hendrybaits.blogspot.com/2012_09_01_archive.html

Anda mungkin juga menyukai