Anda di halaman 1dari 45

PENGGUNAAN METODE POLARISASI TERINDUKSI UNTUK PENENTUAN

KONTAK BATUGAMPING DI GUNUNG JATI BUNGKUS,


KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Intisari

Telah dilakukan pengukuran menggunakan metode Polarisasi Terinduksi (Induced


Polarization) di Gunung Jatibungkus, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas kontak batugamping penyusun Gunung
Jatibungkus dengan batuan di sekelilingnya.
Metode Induced Polarisation digunakan dalam kawasan waktu (Time Domain) dengan tujuh
lintasan yang menyebar di sekitar Gunung Jatibungkus. Dari keseluruhan lintasan hasil yang didapat
masih didominasi oleh satuan batulempung dengan range resistivitas 4-10 Ohmm. Nilai resistivitas
yang cukup tinggi terlihat pada Lintasan 3 dan Lintasan 7 yang diinterpretasikan sebagai
batugamping, nilai resistivitas yang cukup tinggi ini tidak menerus ke bawah. Dari hasil ini
diperkirakan arah batugamping ini miring kearah Selatan.

V-1

APPLICATION OF INDUCED POLARIZATION METHOD IN DETERMINING


LIMESTONE CONTACT AT GUNUNG JATIBUNGKUS,
KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, CENTRAL JAVA.

Abstract

A research employing Induced Polarization method has been done at Gunung Jatibungkus,
Karangsambung, Kebumen, Central Java. This research is aimed to define lithologic contact between
limestone which constructed Gunung Jatibungkus and its surrounding lithology.
Time-domain Induced Polarization was used in measuring seven lines which spread around
West Gunung Jatibungkus. Measurements from the whole seven lines show a dominant resistivity
range of 4 Ohmm 10 Ohmm which is interpreted as claystone. A high resistivitiy range was
observed in Line 3 and Line 7 which is interpreted as limestone from Gunung Jatibungkus. This high
resistivity range is observed at near surface. It is estimated that this limestone body is dipping to
southern direction.

V-2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan peta geologi Kurniasih (1995) Gunung

Jatibungkus yang

terletak di Kec. Karangsambung, Kab.Kebumen, Jawa Tengah mempunyai litologi


penyusun berupa batu gamping yang menumpang diatas formasi waturanda. Di
sekitar Gunung Jatibungkus didominasi soil dan breksi. Batugamping yang terlihat
dipermukaan mempunyai struktur berongga dan keras. Secara teoritis batugamping
akan mempunyai harga resistivitas yang lebih tinggi dibandingkan soil atau breksi
(Telford, 1989).
Polarisasi terinduksi yang merupakan pengembangan metode resistivitas
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah tetap dapat menunjukkan
anomaly resistivitas walaupun target mempunyai resistivitas yang sama.
Pada metode IP pengukuran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dalam
kawasan waktu dan kawasan frekuensi. Dalam kawasan waktu pengukuran polarisasi
dilakukan dengan mengukur potensial decay, sedang dalam kawasan frekuensi
pengukuran polarisasi dilakukan dengan menghitung harga reistivitas sebagai fungsi
frekuensi arus yang dimasukkan ke dalam medium.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya Gunung Jatibungkus disusun oleh
batugamping, breksi, dan soil oleh karena itu kemungkinan polarisasi yang akan
terjadi di daerah ini adalah polarisasi membran.

I. 2 Tujuan
1. Menentukan batas kontak disekeliling Gunung Jatibungkus, dalam kaitannya
dengan keberadaan batugamping sebagai penyusun Gunung Jatibungkus.
2. Memperkirakan sumber/asal batugamping yang tampak dipermukaan.

V-3

I.3 Waktu dan Lokasi Penelitian


Lokasi pengambilan data

terletak

di

sekitar

Gunung

Jatibungkus,

Karangsambung, Jawa Tengah (Gambar III.1). Pengambilan data ini dilakukan


selama 7 hari yaitu pada tanggal 17-23 Agustus 2005.

V-4

BAB II
DASAR TEORI

II.1 Prinsip Dasar Metode Polarisasi Terinduksi (Induced Polarization)


Metode Polarisasi Terinduksi adalah salah satu Metode Geofisika yang teknis
pengukurannya relatif serupa dengan pengukuran pada Metode Geolistrik Tahanan
Jenis, karena metode ini merupakan pengembangan dari Metode Geolistrik Tahanan
Jenis. Metode ini telah terbukti dapat mengatasi kelemahan-kelemahan Metode
Geolistrik Tahanan Jenis misalnya kemampuan untuk memunculkan anomali IP
ketika ditemukan kontras tahanan jenis yang yang relatif sama..
Prinsip dasar metode ini adalah mengukur efek polarisasi di dalam medium
yang terinduksi karena pengaruh arus listrik yang melewatinya

(Gambar

II.1a) Metode ini menggunakan empat elektroda, dimana arus searah dialirkan
melalui dua elektroda arus (C1 dan C2), kemudian pada elektroda potensial (P1 dan
P2) terukur beda potensial (V). Apabila aliran arus dihentikan, maka nilai beda
potensial antara kedua elektroda potensial tidak segera menjadi nol, melainkan akan
timbul potential decay yang akan menjadi nol setelah beberapa detik. Kurva variasi
perbedaan potensial terhadap waktu yang dihasilkan bebentuk asimtotik dengan
perbedaan potensial (V) mendekati tak hingga atau nol.(Gambar II.1b). Peristiwa
ini terjadi disebabkan oleh proses elektrokimia yang terjadi pada medium yang
terpolarisasi (polarisabel) tersebut

Gambar II.1.a Konfigurasi elektroda dengan 2 elektroda arus dan 2 elektroda


potensial

V-5

Gambar II.1.b Efek polarisasi terinduksi


Untuk jenis medium yang berbeda akan memiliki efek IP yang berbeda,. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu :

Daya hantar listrik atau konduktivitas

Tingkat polarisasi medium

Tingkat mobilitas ion pada medium

II.2 Sumber Polarisasi


Adanya penyimpanan energi saat medium dialiri arus listrik menyebabkan
terjadinya polarisasi, bentuk energi yang tersimpan dapat berupa energi mekanik
(elektro-kinetik), energi listrik dan energi kimia (elektrokimia).
Energi yang tersimpan dalam medium terjadi akibat adanya:
1) Variasi mobilitas ion dalam fluida yang terkandung dalam medium,
efek dari peristiwa ini dikenal sebagai polarisasi membran atau polarisasi
elektrolit

(normal IP effect). Polarisasi membran banyak terjadi pada

medium yang tidak mengandung mineral logam.


2) Variasi daya hantar listrik ionik dan elektronik pada medium yang
mengandung mineral logam, efek polarisasi ini dikenal dengan polarisasi
elektroda atau efek over voltage. Efek over voltage biasanya lebih besar
dibandingkan efek IP normal, dimana besarnya tergantung pada kandungan
mineral logam yang ada dalam medium batuan.

II.2.1 Polarisasi Membran


Kebanyakan material pembentuk batuan memiliki muatan negatif (-) pada
bidang batas antara permukaan batuan dengan fluida pada pori. Pada umumnya

V-6

polarisasi membran terjadi pada kontak permukaan mineral lempung dengan air
dalam medium, dimana lempung bermuatan negatif. Maka mineral lempung akan
menarik ion positif sehingga akan membentuk awan ion positif di sekitar mineral
lempung tersebut dan akan meluas pada larutan. Apabila dialiri arus listrik maka
akan terjadi penumpukan ion positif dan negatif di dekat permukaan mineral. Adanya
ion negatif yang tidak dapat bergerak menyebabkan gerakan ion-ion tertahan, setelah
arus dimatikan ion-ion akan kembali ke posisi seimbang dalam waktu beberapa
detik.

Gambar II.2 Proses polarisasi membran pada medium oleh mineral lempung dalam
batuan (a) kondisi sebelum medium dialiri arus listrik (b) kondisi ketika
medium dialiri arus listrik
II.2.2 Polarisasi Elektroda
Polarisasi elektroda adalah polarisasi yang terjadi jika mineral konduktif dari
batuan mengalami kontak dengan larutan di dalam pori-pori batuan. Batuan yang
mengandung mineral konduktif dipandang sebagai suatu elektroda yang berada di
dalam elektrolit, sehingga mula-mula akan terjadi proes oksidasi dan reduksi (reaksi
redoks) karena timbulnya beda potensial antara mineral konduktif dengan larutan
sampai terjadi keseimbangan. Dalam keadaan setimbang akan terjadi proses
penggabunagn dan pelepasan muatan antara logam dan larutan dalam jumlah yang
sama dan sama sekali tidak ada arus yang mengalir. Apabila ada gangguan luar
misalnya pengaruh arus yang dialirkan, maka keadaan setimbang akan terganggu
sehingga akan timbul polarisasi pada elektrolit yang dikenal sebagai polarisasi
elektroda.

V-7

Gambar II.3 Sketsa terjadinya polarisasi elektroda pada mineral logam

II.3 Prinsip Pengukuran dengan Metode Polarisasi Terinduksi


Pengukuran IP dilakukan dalam 2 cara yaitu pengukuran dalam kawasan
waktu dan pengukuran dalam kawasan frekuensi.

II.3.1 Kawasan Waktu (Time Domain)


Prinsip pengukuran kawasan waktu, arus DC dialirkan ke dalam medium
dalam selang waktu tertentu melalui dua buah elektroda arus. Selama arus DC
mengalir, nilai beda potensial terukur pada kedua elektroda potensial dan dicatat
sebagai beda potensial primer (Vp). Saat sumber arus DC dimatikan, pada elektroda
potensial terukur adanya potential decay. Nilai beda potensial saat arus dimatikan
dicatat sebagai beda potensial sekunder (Vs).

Adapun parameter yang dihitung (Sumner, 1976):


1. IP efek (%)
IP(%) =

Vs (t1 )
x100%
Vp

(2.2)

2. Chargeability
t2

M=

1
Vs(t )dt
VP t1

(2.3)

dimana Vp adalah beda potensial saat arus dialirkan dan Vs(t) beda potensial saat
arus dimatikan.

V-8

Gambar II.4 Konsep pengukuran polarisasi kawasan waktu (Telford, 1989)

II.3.2 Kawasan Frekuensi (Frequency Domain)


Prinsip pengukuran kawasan frekuensi, mengukur tahanan jenis semu (a)
pada dua atau lebih frekuensi arus bolak balik (AC). Polarisasi elektrokimia
berlangsung lambat, sehingga bila arus AC dimasukkan ke dalam medium yang
polarisable, maka pada saat arus dengan frekuensi rendah dimasukkan ke dalam
medium harga Vp terukur tinggi yang mencerminkan harga resistivitas tinggi.
Sebaliknya dengan frekuensi tinggi menyebabkan harga Vp yang terukur lebih
rendah sehingga mencerminkn harga resisitivitas yang rendah.
Parameter yang diukur :
1) Percent Frequency Effect (PFE)
PFE =

l h
x100%
h

l = resistivitas yang terukur dengan frekuensi rendah


2 = resistivitas yang terukur dengan frekuensi tinggi
2) Metal Factor
MF =

PFE

x 2 x 1000

V-9

Gambar II.5 Konsep pengukuran polarisasi terinduksi kawasan frekuensi


(Loke, 2000)
II.4 Efek Gangguan Dalam Pengukuran Metode Polarisasi terinduksi
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat, diusahakan data yang
terukur bebas dari noise namun hal ini tidaklah mungkin karena di alam noise tidak
dapat dihilangkan. Untuk itu kita harus mengenal beberapa effek gangguan dalam
pengukuran metode polarisasi terinduksi sehingga didapatkan data lapangan yang
terbebas dari noise.
a) Pengukuran Kawasan waktu

Stray Current, berupa arus yang mempunyai frekuensi rendah.


Penempatan kabel yang menghubungkan antara elektroda dengan
receiver yang sejajar dan berdekatan dapat menyebabkan kapasitansi
sehingga timbul stray current. Keberadaan Stray current ini sangat
berpengaruh terhadap keakuratan data hasil pengukuran.

Self potensial, keberadaan self potensial atau spontaneous polarization


di alam diakibatkan oleh adanya vein-vein logam tertentu atau atau
venomena filtrasi elektro. Arus ala mini akan menghasilkan perbedaan
potensial yang besarnya dapat mencapai puluhan milivolt. Untuk
meminimalisir efek self potensial dalam pengukuran dengan menjaga
sinyal agar tetap stabil.

Noise yang ditimbulkan oleh elektroda, sebelum dilakukannya


akuisisi data terlebih dahulu harus dipastikan bahwa elektroda
potensial telah tertanam cukup dalam di dalam tanah. Hal ini

V-10

dilakukan untuk menghindari adnya fenomena elektrokimia pada saat


terjadinya terjadinya kontak antara elektroda dengan tanah.

Arus telluric, keberadaan arus telurik ini dapat menyebabkan


terjadinya kesulitan dalam pengukuran, hal ini disebabkan karena
keberadaan arus telurik dapat menyebabkan kurva asimtotik zero
polarisai terinduksi mempunyai variasi yang konstan terhadap waktu,
cenderung mengikuti fluktuasia arus telurik. Untuk meminimalkan
efek ini, sebaiknya dilakukan pembacaan harga potensial beberapa
kali untuk mendapatkan rata-rata pembacaan dan memperkecil waktu
untuk satu kali siklus pembacaan dilakukan karena arus telurik
mempunyai periode yang cukup besar.

Noise akibat frekuensi dari arus di kabel pengukuran, jika kabel yang
digunakan untuk menyambungkan elektroda potensial dan receiver
terlalu panjang maka dapat memungkinkan terjadinya induksi yang
disebabkan oleh medan magnet alam. Untuk mencegah noise ini,
sebaiknya receiver berpindah untuk setiap stasiun sehingga kabel
yang digunakan untuk menyambungkan elektroda potensial dan
receiver dapat sependek mungkin.

b) Pengukuran kawasan frekuensi


Efek gangguan atau noise yang dapat timbul pada pengukuran
dalam kawasan frekuensi adalah adanya arus yang mempunyai
frekuensi yang lebih tinggi (sekitar 50 -60 Hz) dari frekuensi yang
digunakan dalam pengukuran metode polarisasi terinduksi. Gangguan
ini akan muncul, terutama jika daerah penelitian merupakan daerah
kawasan industri.

II.5 Konfigurasi Elektroda Akuisisi Data Metode Polarisasi Terimbas


Konfigurasi elektroda yang seing digunakan dalam akuisis data metode
polarisasi

terimbas

adalah

konfigurasi

dipole-dipole

(dipole-dipole

array).

Konfigurasi ini menggunakan dua elektroda arus (A dan B) dan dua elektroda

V-11

potensial (M dan N). disebut dipole-dipole karena, misalkan I1 = AB, I2 = MN dan L


= xy spasi dengan x adalah titik tengah antara dua elektroda potensial (MN).
Perlapisan bumi secara vertikal untuk n = 2 adalah

1
a
2

Perlapisan bumi secara vertikal untuk n = 3 adalah a


Perlapisan bumi secara vertikal untuk n = 4 adalah 2a

1
Perlapisan bumi secara vertikal untuk n = 5 adalah 2 a
2

V-12

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Pengambilan Data

Survey Geofisika menggunakan Metode Induced Polarization (IP) mencakup


lima lintasan yang berarah relatif Utara Selatan (Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan 3,
Lintasan 5, Lintasan7) dan Lintasan 4 yang berarah Timur Barat, seperti terlihat
pada Gambar III.1 dan III.2.

III.1.1 Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data adalah seperangkat alat


survey IP, yang terdiri dari :

IP Scintrex, meliputi :
1. Motor Generator TSQ-4
2. Transmitter Control TSQ-3
3. Receiver Time Domain IPR-12

Peralatan Pendukung, meliputi :

1 gulung meteran @ 200 m

2 kabel gulung arus

6 kabel gulung potensial

2 elektroda arus (logam)

6 elektroda potensial (porous-pot)

1 perangkat tool set

1 buah multimeter

1 buah kompas geologi

3 buah Handy-Talky (HT)

CuSO4

1 buah palu geologi

V-13

Legenda :
Garis Kontur

Jalan
Jalan Setapak
Sungai
Lintasan Pengukuran
Titik Ketinggian

Interval Kontur 12.5m

Gambar III.1 Peta Lintasan Survey Metode Polarisasi Terimbas


G. Jatibungkus, Kec.Karangsambung, Kab. Kebumen, Jawa Tengah

V-14

Gambar III.2 Peta Geologi (Kurniasih, 1995) Lintasan Survey


Metode Induced Polarization

V-15

2 buah palu

Buku lapangan dan alat tulis

Payung

Gambar III.3 Seperangkat alat survey IP

III.1.2 Prosedur Pengambilan Data


III.1.2a Konfigurasi Elektroda

Pengukuran metode IP dilakukan dengan metode mapping yaitu pengukuran


dengan spasi elektroda yang konstan menggunakan konfigurasi dipole-dipole,
elektroda arus dan elektroda potensial bergerak bersama-sama, sehingga diperoleh
harga tahanan jenis semu secara lateral (horizontal).
Pada survey IP yang telah dilakukan menggunakan spasi elektroda yang
berbeda yaitu 15 meter untuk Lintasan 1, 20 meter untuk Lintasan 2,3,4, dan 10
meter untuk Lintasan 5. Spasi elektroda yang digunakan akan menentukan
kedalaman target yang akan dicapai. Konfigurasi elektroda dipole-dipole memiliki
faktor geometri K= x a x n(n+1)x(n+2).
Data data resistivitas yang terukur diplot pada titik titik yang sesuai dengan
harga n (n=1,2,3,4,5) dengan kedalaman yang ditunjukkan adalah tingkat kedalaman
semu, sehingga dapat dibuat kontur pseudodepth section variasi resistivitas ke arah
lateral dan ke arah kedalaman semu.
Hasil pengukuran dengan mengunakan spasi antar elektroda arus dan elektroda
potensial yang semakain lebar akan memberikan informasi struktur bawah

V-16

permukaan yang lebih dalam. Dengan demikian, konfigurasi dipole-dipole ini dapat
dianggap efektif untuk dipergunakan dalam pemetaan, baik kearah lateral maupun
vertikal.

Gambar III.4 Konfigurasi elektroda dipole dipole

III.1.2b Pengukuran dan Perhitungan Parameter Data

Unit IPR-12 yang merupakan alat dalam survey IP ini dapat melakukan
pengukuran dan perhitungan beberapa parameter sekaligus untuk setiap dipole
potensial. Beberapa parameter-parameter tersebut diantaranya:
1. Tegangan Primer (Vp)
Tegangan primer diukur pada saat arus diinjeksikan ke medium bumi. Hal
ini dilakukan untuk mengkompensasikan deformasi tegangan primer pada
beberapa medium yang memiliki efek IP cukup besar, ketidakstabilan
transmisi dan noise. Harga tegangan primer akan terus dirata-ratakan selama
durasi pengukuran untuk meningkatkan kualitas sinyal.
2. Chargeability (Mx)
Parameter IP kawasan waktu ini akan diukur selama arus tidak
ditransmisikan ke medium bumi. IPR-12 akan membagi peluruhan tegangan
dalam kawasan waktu menjadi bagian-bagian menurut rentang waktu tertentu
(preset) maupun dalam selang waktu yang ditentukan oleh pengguna.
Pemilihan selang waktu yang digunakan dalam pengukuran tergantung
kebutuhan dan kondisi medium pada daerah penelitian. Chargeability
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

V-17

M =

1 2
Vs (t )dt
V t1

(3.1)

Dimana :
t1 = waktu awal bagian peluruhan
t2 = waktu akhir bagian peluruhan
Vs = tegangan terukur selama peluruhan
Vp = tegangan terukur saat arus diinjeksikan
3. Faktor Geometri (K)
Perhitungan faktor geometri (K) didasarkan pada rumusan distribusi
potensial pada dipole arus.
V =

I
2

1
1
1
1

+
C1 P1 C1 P2 C 2 P1 C 2 P2

(3.2)

Informasi posisi elektroda diperoleh dari masukan posisi elektroda


pengukuran di lapangan.

4. Resistivitas semu ( a )
Dihitung dengan persamaan berikut:

a = K

Vp
I

(3.3)

Beberapa parameter lain yang diukur dan dihitung oleh IPR-12 tidak dijelaskan
karena tidak dipergunakan dalam penelitan.

III.2 Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data lapangan yang diperoleh dari survey Metode


IP adalah sebagai berikut :

Parameter chargeability (Mx) dan tahan jenis semu (a) diplot dengan
teknik plot pseudodepth-section. Data tersebut diplot pada titik yang
merupakan perpotongan garis yang ditarik dari titik tengah elektroda

V-18

arus dan elektroda potensial dengan sudut 45 terhadap horizontal.titik


potong tersebut dianggap sebagai posisi data yang diukur. Pengeplotan
dapat dilakukan dengan menggunakan SURFER.

Untuk memperoleh harga Resistivitas dan chargeabilitas sebenarnya


pada

tiap-tiap

lintasan

maka

dilakukan

pemodelan

dengan

menggunakan RES2DINV.

III.3 Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara kualitatif dengan melihat karakteristik atau


kecenderungan harga resistivitas dan chargeabilitas semu yang

kemudian di

korelasikan dengan informasi geologi yang ada.

V-19

III.4 Diagram Alir Penelitian

Informasi geologi

Mulai

Studi Literatur

Studi Pendahuluan

Orientasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Lapangan
Vp, I, Mx, a
Pseudodepthsection
a, Mx tiap-tiap
lintasan

Analisa Kualitatif

Selesai

Gambar III.5 Skema Diagram Alir Penelitian

V-20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pseudo-section Resistivitas dan Chargeability


Lintasan 1

Lintasan 1 berlokasi di sebelah barat Gunung Jatibungkus. Kondisi geologi


dan litologi permukaan yang dijumpai pada Lintasan 1 umumnya didominasi oleh
soil atau tanah lapuk. Lintasan pengukuran berarah tenggara-barat laut (N355 E).
Nilai resistivitas semu berkisar (2-6) m sedang resistivitas sebenarnya
berkisar (1-10) m dengan kecenderungan nilai resistivitas yang semakin ke bawah
cenderung lebih rendah (Gambar IV.1). Nilai resistivitas ini diinterpretasikan sebagai
lempung (Telford, 1989), hasil ini sesuai dengan informasi geologi yang ada
(Kurniasih, 1999).
N 355oE

Gambar IV.1 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 1

V-21

N 355oE

Gambar. IV.2 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 1

Nilai Chargeability semu berkisar (1.3 10.12) ms, sedang chargeability


sebenarnya berkisar (-1.61 - 7.48) ms. Harga chargeability yang kecil bahkan hingga
mencapai negatif ini biasanya berasosiasi dengan keberadaan lempung, sesuai
dengan nilai resistivity yang rendah. Chargeability negatif mengindikasikan bahwa
di tempat tersebut murni disusun oleh lempung sedang chargeability yang kecil dan
tidak mencapai negatif mengindikasikan bahwa daerah tersebut masih tersusun oleh
mineral lempung tetapi dimungkinkan sudah tercampur dengan mineral yang lain.
Secara keseluruhan dilihat dari harga resistivitas dan chargeabilitas dapat
disimpulkan bahwa Lintasan 1 secara umum disusun oleh mineral lempung.

V-22

Lintasan 2

Terdapat di sebelah utara Gunung Jatibungkus, berada di sekitar N 275oE dari


Gunung Paras dan N 75oE dari Gunung Budjil, dengan azimuth lintasan N 330oE..
Panjang lintasan pengukuran 240 m dengan konfigurasi yang digunakan adalah
dipole-dipole spasi 20 meter dan n = 5. Kondisi litologi dan geologi permukaan
dijumpai di area survey adalah lempung vulkanik.
Nilai Resistivitas semu berkisar (1 6) m yang diinterpretasikan sebagai
satuan batulempung. Resistivitas sebenarnya berkisar (0.9 97) m, terdapat nilai
resistivitas tinggi pada kedalaman sekitar 10 m di akhir lintasan, namun semakin ke
bawah nilainya semakin rendah dapat dilihat pada Gambar IV.3. Nilai resistivitas
tinggi di akhir lintasan ini diinterpretasikan sebagai batugamping. Namun jika dilihat
dari nilai chargeability yang diperoleh di akhir lintasan menunjukkan kisaran
chargeability batupasir (Gambar IV.4), untuk nilai chargeability yang terukur secara
keseluruhan merupakan kisaran nilai chargeability dari soil dan batupasir.(Telford,
1989). Sehingga kami menyimpulkan bahwa nilai resistivitas yang tinggi merupkan
respon dari pelamparan bongkahan batugamping yang hanya terdapat di permukaan
saja, sedangkan chargeability yang rendah merupakan chargeability batuan sekitar
yaitu batupasir dan soil.

Lintasan 3

Lintasan 3 berlokasi disebelah barat Gunung Jatibungkus, dengan azimuth


lintasan N 140 oE. konfigurasi yang digunkan sama seperti pada Lintasan 1 dan
Lintasan 2 yaitu konfigurasi dipole-dipole n=5, panjang lintasan 180 m dengan spasi
antar titik adalah 20 m. Kondisi litologi yang tampak dipermukaan adalah diawal
lintasan dijumpai soil

sampai meter ke 40, kemudian melewati bongkahan

batugamping dan selanjutnya dijumpai bongkahan breksi batulempung diakhir


lintasan. Di sebelah Utara lintasan pengukuran ditemukan singkapan batugamping
yang menumpang di atas satuan breksi batulempung.

V-23

N 330oE

Gambar IV.3 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 2

V-24

N 330oE

Gambar IV.4 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 2

Nilai resistivitas semu yang diperoleh berkisar (4-1100) m sedang resistivitas


sebenarnya berkisar (1-900) m dengan kecenderungan nilai resistivitas yang
semakin mendekati batugamping semakin tinggi, dengan harga reisistivitas tertinggi
dicapai saat melintasi batugamping kemudian nilai resistivitas mulai turun kembali
setelah melewati batugamping (Gambar IV.5). Nilai resistivitas rendah diawal
lintasan diinterpretasikan sebagai lempung (Telford, 1989), batugamping selanjutnya
satuan breksi batulempung hasil ini sesuai dengan informasi dari peta geologi
(Kurniasih, 1995).

V-25

Dilihat dari harga reisistivitas yang didapat batas litologi antara batulempung
(soil) dengan batugamping diperkirakan mulai di meter ke- 40 dari lintasan.
Terdapat kecenderungan harga resistivitas yang menurun ke arah yang semakin
ke dalam, dari kecenderungan harga ini dimungkinkan batugamping yang ada hanya
menumpang di atas satuan breksi batulempung formasi Waturanda.
N 140oE

Gambar IV.5 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 3

Nilai chargeability semu dengan kisaran (1.3-10.12)ms, sedang chargeability


sebenarnya berkisar (1 - 10)ms, dapat dilihat pada Gambar IV.6.

V-26

Range harga chargeability Lintasan 3 tidak terlalu jauh dibanding Lintasan 1


dan 2 yaitu merupakan kisaran nilai chargeability untuk batupasir dan soil, tetapi
pada Lintasan 3 tidak dijumpai harga chargeability yang negatif hal ini
dimungkinkan karena lintasan semakin mendekati ke batugamping.
N 140oE

Gambar IV.6 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 3

V-27

Lintasan 4

Lintasan 4 berlokasi di sebelah timur Gunung Jatibungkus dengan Azimuth


o

N265 E. Panjang lintasan pengukuran adalah 140 m dengan spasi antar titik 20 m,
konfigurasi yang digunakan adalah dipole-dipole n=5. Kondisi litologi di area survey
adalah tanah lapuk (soil) dan batupasir.
Nilai resistivitas yang di peroleh dari pengukuran di lapangan berkisar (1.0
17)m sedangkan setelah dilakukan pemodelan dengan RES2DINV diperoleh
harga resistivitas sebenarnya sekitar (0.5 35)m. di akhir lintasan diperoleh nilai
resistivitas sebenarnya tinggi yang diperkirakan sebagai batugamping, hal ini
didukung oleh nilai chargeability yang diperoleh di akhir lintasan berkisar (10 11)ms sampai pada kedalaman 10 m yang merupakan termasuk dalam kisaran
chargeability batugamping (Telford, 1989).
Nilai resistivitas yang tinggi juga ditemukan pada kedalaman (10 25) m
diinterpretasikan sebagai batugamping, namun chargeabilitynya rendah sekitar (1-4)
ms yang merupakan chargeability soil, menunjukkan bahwa batugamping tersebut
sifatnya hanya setempat karena di daerah sekitarnya masih didominasi oleh soil.
N265oE

Gambar IV.7 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 4

V-28

N265oE

Gambar IV.8 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 4

Lintasan 6

Lokasi lintasan pengukuran disebelah timur Jatibungkus. Berdasarkan peta


geologi daerah tersebut didominasi oleh breksi-lempung. Harga resistivitas semu
maupun harga resiativitas sebenarnya yang didapat menunjukkan harga resistivitas
lempung (Gambar IV.9), sesuai dengan informasi geologi yang ada. Pada Lintasan 6
belum ditemukan adanya gamping maupun batas antara batugamping dengan
batulempung. Berdasarkan harga chargeability yang diperoleh yaitu bernilai negatif
menunjukkan bahwa daerah tersebut tersusun oleh oleh batulempung murni.

V-29

N 185oE

Gambar IV.9 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 6

V-30

N 185oE

Gambar IV.10 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 6

Lintasan 7

Terdapat di sebelah utara Gunung Jatibungkus, dengan informasi geologi


breksi-lempung (Peta geologi Kurniasih, 1995). Dari hasil pengolahan diperoleh
harga resistivitas yang besar di awal lintasan diperkirakan sebagai gamping, yang
masih menjadi pertanyaan keberadaan resistivitas yang besar di bagian atas akhir
lintasan. Harga chargeability yang terdeteksi masih menunjukan adanya dominasi

V-31

lempung yang mengindikasikan polarisasi membran dengan harga chargeability


yang kecil.
N 265oE

Gambar IV.11 Contour Map Pseudosection Resistivity Lintasan 7

V-32

N 265oE

Gambar IV.12 Contour Map Pseudosection Chargeability Lintasan 7

V-33

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V..1 Kesimpulan
1.

Pada Lintasan 1 belum dijumpai adanya batas kontak litologi antara soil
dengan batugamping, batas ini baru terlihat di Lintasan 3 pada meter ke
40 dari Lintasan 2, dicirikan dengan harga resistivitas yang jauh lebih
tinggi, tetapi harga ini cenderung mengecil ke arah bawah.

2.

Pada Lintasan 2, batas kontak litologi diperkirakan pada meter ke 210


dari lintasan, resistivitas tinggi juga tidak menerus kebawah.

3.

Pada Lintasan 4 kontak batugamping dijumpai di akhir lintasan yang


tunjukkan oleh nilai resistivitas yang tinggi dan didukung pula oleh nilai
chargeability yang merupakan chargeability batugamping.

4.

Pada Lintasan 6 harga resistivitas yang didapat belum dijumpai batas


litologi.

5.

Lintasan 7, karakteristik resistivitas gamping juga dijumpai di akhir


lintasan yaitu semakin mendekati Jatibungkus.

6.

Berdasarkan interpretasi dari lintasan-lintasan di atas diperkirakan


pelamparan batugamping kearah selatan dan kemungkinan batugamping
hanya merupakan bongkahan yang sifatnya setempat dan tidak menerus..
Hal ini didukung oleh chargeability yang didapat, yakni didaerah yang
harga resistivitas tinggi tetapi memiliki harga chargeability yang rendah.

V.2 Saran
1.

Menambah lintasan pengukuran di sebelah barat dan selatan G. Jatibungkus.

2.

Memperpanjang lintasan pengukuran ke arah selatan agar dapat diketahui batas


akhir pelamparan batugamping.

3.

Pada saat pengukuran sebaiknya spasi antar titik untuk tiap lintasan sama, agar
dapat dibuat kontur Apperent Resistivity per kedalaman.

V-34

DAFTAR PUSTAKA

V-35

LAMPIRAN I
MODEL GEOLOGI LINTASAN 2,3,4,7

Model Geologi Lintasan 2

Kedalaman (m)

3.42
10.3
17.4
25.3

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

Jarak (m)
Batupasir

Batugamping

V-36

Model Geologi Lintasan 3


0

Kedalaman (m)

10.3

17.4

25.3

34

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Jarak (m)
Batupasir

Batugamping

Satuan breksi batulempung

V-37

Model geologi Lintasan 4

Kedalaman (m)

3.42
10.3

17.4

25.3
34

20

40

60

80

100

120

140

160

Jarak (m)
Batugamping
Satuan breksi batulempung

V-38

Model Geologi Lintasan 7


0

Kedalaman (m)

1.71

5.13

8.72

12.7
17.0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

Jarak (m)

Batugamping
Satuan breksi batulempung

V-39

LAMPIRAN II
PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PARAMETER PADA IPR-12

Peralatan dasar yang diperlukan dalam sebuah survey polarisasi terinduksi


kawasan waktu terdiri atas sistem pemancar arus (transmitter), sistem penerima
(receiver), sistem pengkabelan dan elektroda (Gambar A). Sistem pemancar biasanya
terdiri dari sebuah catu daya dan sistem control elektronik. Daya dibangkitkan dari
sebuah pembangkit. (motor generator).

Sistem Catu Daya


Motor Generator
atau Battery

Sistem control
(Misal : TSQ3)

C1
Elektroda arus

kabel
C2

Sistem Penerima
Missal :IPR12

C1
kabel

Elektroda arus
C2

Gambar A. sistem peralatam survey polarisasi terinduksi

1. Sistem catu daya dan sistem kontrol


Sistem kontrol, misalnya TSQ 3 adalah salah satu unit batuan Scintrex Ltd
yang dapat digunakan dalam survey polarisasi terinduksi kawasan waktu maupun
kawasan frekuensi maupun dalam pengukuran resistivitas. Sistem catu daya yang
digunakan adalah motor generator TSQ 4 yang terdiri atas mesin pembangkit Briggs
and strattin 4 tak yang menggunakan alternator magnet permanen.
Secara umum sistem catudaya dan sistem control berfungsi sebagai berikut :
sistem catudaya membangkitkan daya 800 Hz, 3 fasa, 230 V AC. Energi ini
kemudian di transmisikan ke sistem control yang mengatur tegangan sesuai dengan
keinginan pengguna. Arus AC yang dihasilkan kemudian disearahkan dengan

V-40

rangkai penyearah. Komutator berfungsi untuk mengontrol tegangan DC agar bentuk


gelombang dan frekuensinya sesuai dengan yang diset pengguna.

Tabel A. Spesifikasi sistem control


Daya keluaran

3000 VA maksimum (kecuali pada 300


V)

Tegangan Keluaran

300, 400, 500, 600, 750, 900, 1050,


1200, 1350, dan 1500 V, dapat dipilih
dengan saklar pemilih

Arus Keluaran

Maksimum 10 A

Stabilitas arus keluaran

Control otomatis dalam rentang 0.1 %


sampai dengan variasi beban 50 % atau
sampai 10% variasi tegangan input

Proteksi arus keluaran

Kemampuan untuk mematikan otomatis


apabila

melebihi

ditetapkan,

50%

kecuali

batas
untuk

yang
daya

maksimum dibatasi melebihi 12%


Layer digital

Menggunakan LED

Resolusi pembacaan arus

10 mA untuk resolusi kasar (1-10a) dan 1


mA untuk resolusi halus (0-2A)

Bentuk gelombang (kawasan frekuensi)

Gelombang kotak, sekitar 6% off pada


tiap perubahan polaritas

Kawasan frekuensi

Standar : 0.1, 0.3, 1.0 dan 3.0 Hz, dapat


dipilih melalui saklar pemilih

Siklusdan durasi sinyal (kawasan waktu)

t:t:t:t

berarti

siklus

on:off:on:off:

dilakukan otomatis
Pembalikan polaritas (kawasan waktu)

Setiap 2t dilakukan otomatis

Durasi pulsa sinyal (kawasan waktu)

Standar : t = 1,2,4,8,16

Ketepatan waktu dan frekuensi

Dikontrol oleh osilator kristal sehingga


memungkinkan kesalahan < 0.1% atau 20

V-41

ppm pada suhu operasional


Efisiensi

78

Suhu operasional

-30C sampai -50C

Proteksi kelebihan beban

Otomatis

mematikan

diri

pada

diri

pada

pencapaian 3000VA
Proteksi kekurangan beban

Otomatis

mematikan

pencapaian < 85mA


Proteksi panas

Otomatis mematikan diri pada suhu


internal > 85C

Ukuran

350 mm x 530 mm x 320 mm

Berat

25.0 kg

Tabel.B spesifikasi sistem catudaya


Tipe

Sistem motor dan alternator dalam satu


wadah

Motor

Briggs and Stratton, 4 tak, 8 HP

Alternator

Jenis magnet permanent, 800 Hz, 3 fasa


230 VAC saat beban penuh

Daya keluaran

3500 V A maksimum

Ukuran

520 mm x 715 mm x 560 mm

Berat

72.5 kg

Berat total sistem

150 kg termasuk sistem control, sistem


catudaya, kabel konektor dan wadah besi

2. Sistem penerima
Sistem penerima (misalnya IPR-12) adalah sebuah unit buatan Scintrex Ltd
yang merupakan sistenm penerima survey polarisasi terinduksi kawasan waktu. IPR12 memilki kemampuan untuk menerima sinyal dari 8 elektroda potensial secara
simultan dan kemudian menyimpan data pengukuran dalam sistem memorinya. IPR-

V-42

12 mengukur parameter tegangan primer (Vp), potensial diri (SP), resistivitas dan
parameter terinduksi (Mi), melakukan perhitungan parameter Cole (M dan tau) yang
dapat digunakan untuk membedakan penyebab anomaly polarisasi terinduksi
berdasarkan ukuran tekstural. Perhitungan factor geometri (K)juga dapat dilakukan
berdasarkan masukan posisi elektroda dan jenis konfigurasi yang dipergunakan.

Tabel. C Spesifikasi sistem penerima


Masukan

8 dipole masukan yang dapat diukur


secara simultan

Impedansi masukan

16 M

Batas tegangan masukan

15V 14 V

Jumlahan Vp2Vp8

14 V

Batas chargeability

0 300 msec

Bata TAU

2-14 211 detik

Resolusi pembacaan Vp, SP dan M

Vp : 10 V, SP : 1 mV, M-0.01 msec

Akurasi absolut

<1%

Waktu integrasi Vp

10% - 80% saat arus diinjeksikan

Pewaktu transmisi

1,2,4,8,16,32s

sesuai

dengan

sistem

pemancar. Akurasi waktu sekitar 100


ppm. Sinkronisasi menggunakan osilasi
kristal
Pengukuran tahanan kontak

10 Hz AC; batas 0 -2 M dengan


resolusi 0.1 k

Sistem tapis

Tapis RF, anti aliasing, tapis lolos rendah


10 Hz, algoritma rejection, koreksi drift
linear,

beroperasi

pad

tiap

siklus

pengukuran.
Generator tes internal

SP = 1200 mV, Vp=807mV, M = 30.28


msec

Sistem pemanas

Thermostat berfungsi pada suhu < 15C

V-43

Kapasitas memori

400

pembacaan

dengan

dipole,

kapasitas lebih besar apabila digunakan


jumlah dipole < 8
Keluaran digital

7 atau 8 bit ASCII, 1 start, 1 stop bit dan


tanpa parity

Catudaya

8 buah batteri ni-Cad @ 1.5 V, 4Ah;


mamapu beroperasi 6 jam pada suhu
kerja 30C

Suhu operasional

-30C - +50C

Ukuran

355 x 270 x165

Berat

5.8 kg tanpa batteri

3. Elektroda
Elektroda digunakan sebagai kontak antara peralatan survey dengan medium
bumi. Beberapa elektroda yang sering digunakan dalam survey polarisasi terinduksi
yaitu:
1. Elektroda batang
2. Aluminium foil
3. Porous pot
Elektroda batang terbuat dari besi anti karat dan memiliki keunggulan dalam
ha operasional lapangan karena sangat mudah, ringan dan cepat. Elektroda
aluminium foil memiliki kemampuan kontak dengan medium bumi yang lebih luas
karena bentuknya yang sangat memungkinkan untuk itu. Kedua jenis elektroda
inibiasanya digunakan sebagai elektroda arus, dimana arus dinjeksikan ke dalam
medium bumi.
Elektroda porous-pot dalam survey polarisasi terinduksi digunakan sebagai
elektroda potensial. Elektroda porous-pot terbuat dari porselin semi porus yang
didalamnya diberi larutan elektrolit logam dan garamnya (misalnya Cu dan cusO4).
Tujuan digunakannya elektroda porous-pot sebagai elektroda potensial adalah untuk
mencegah pengukuran kontak potensial dan meminimalkan polarisasi elektroda
antara elektroda logam dengan medium bumi.

V-44

Teoritis, tidak terjadi potensial elektrokimia pada sistem porous pot, namun
dalam kenyataannya hal ini sangat sulit untuk diwujudkan di lapangan. Oleh karena
itu, elektroda porous-pot biasanya dibuat sebagai sistem larutan buffer.

Tabel D Chargeability Batuan Dan Mineral


(Telford, 1989)

Batuan dan Mineral


Chargeability (ms)
20% sulfides
2000 - 3000
8 - 20% sulfides
1000 - 2000
2 - 8 % sulfides
500 - 1000
Volcanic Tuffs
300 - 800
Siltstone
100 - 500
Dense volcanic rocks
100 - 500
Shale
50 - 100
Granite, grandodiorite
10-50
Limestone, dolomite
10-20
Ground water
0
Alluvium
1-4
Gravels
3-9
Precambrian
volcanics
8-20
Precambrian gneisses
6-30
Schists
5-20
Sandstones
3-12
Argilites
3-10
Quartzites
5-12

V-45

Anda mungkin juga menyukai