Anda di halaman 1dari 61

INVESTIGASI LAPISAN DANGKAL DI BAWAH PERMUKAAN

DI DAERAH BANJARSARI, KABUPATEN KEBUMEN


MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Intisari

Telah dilakukan penelitian dengan metode seismik refraksi pada tanggal 17-23 Agustus 2005
di daerah Banjarsari, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
litologi batuan, kedalaman dan bentuk bidang pembias serta mengetahui perubahan nilai kecepatan
batuan pada arah lateral. Penelitian dengan metode seismik refraksi ini menggunakan alat
Seismograph McSeis-SX 24 channel.
Dengan menganalisis first break pada penembakan arah maju dan balik, maka dapat dihitung
harga kecepatan lapisan pertama dan kedua yang masing-masing berharga 200-300 m/s dan 13002000 m/s. Berdasarkan harga kecepatan lapisan tersebut, diperkirakan jenis batuan pada lapisan
pertama adalah soil sedangkan jenis batuan pada lapisan kedua adalah pasir lepas dan batupasir. Harga
kecepatan lapisan pertama dan kedua dari seluruh lintasan di daerah survei dapat dibuat konturnya
untuk mengetahui trend perubahan kecepatan pada arah lateral yang mencermikan trend perubahan
litologi batuan. Kedalaman bidang pembias berharga 0.3-2.5 m. Berdasarkan kontur harga kedalaman
lapisan pertama diketahui bahwa bentuk topografi lapisan pembias di bawah permukaan relatif
mengikuti bentuk topografi di permukaan.

II-1

INVESTIGATION OF SHALLOW SUBSURFACE LAYER


AT BANJARSARI, KEBUMEN, CENTRAL JAVA
USING REFRACTION SEISMIC METHOD

Abstract

A research using seismic refraction method has been done in August, 17-23 2005 at
Banjarsari, Kebumen, Central Java. It is aimed to identify lithology, depth and shape of refractor,
and lateral velocity changes. The instrument used in this method was Seismograph McSeis-SX 24
channel.
By analyzing first break of the forward and reverse shots, velocity of the first and second layers can
be calculated. The velocity of the first layer has a value of 200 300 m/s and this of the second layer
is 1300 2000 m/s. Based on these values, it was estimated that first layer lithology is mainly soil,
whereas lithology of second layer is dominated by wet sand and sandstone. Velocity values of first and
second layers obtained from survey lines were contoured to find out trend in lateral velocity changes
which correspond to lithologic changes. The depth of refractor is about 0.3-2.5 m. Based on contour
of depth of first layer it is concluded that the topography of subsurface refractor relatively follows
surface topography.

II-2

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Daerah Karangsambung yang terletak di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
merupakan daerah yang menarik dilihat dari sudut pandang geologi. Daerah ini
memiliki litologi batuan yang lengkap dan struktur geologi yang cukup kompleks.
Keberagaman tersebut disebabkan karena daerah Karangsambung dulunya
merupakan zona tumbukan lempeng samudera Hindia-Australia dengan lempeng
benua Eurasia.
Salah satu ciri zona tumbukan adalah adanya kompleks melange di daerah
tersebut. Kompleks melange di daerah Karangsambung tersusun oleh berbagai jenis
batuan, seperti satuan basalt, satuan batupasir, satuan baturijang, satuan batulempung
hitam, satuan tufan dan satuan sekis-filit.
Lokakarya Geofisika Lapangan 2005 dilakukan di daerah Karangsambung
dan merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Geofisika. Dengan melakukan
survei seismik refraksi di daerah ini diharapkan nantinya dapat membedakan satuan
batuan dan penyebarannya pada kompleks melange tersebut.

I.2. Tujuan Penelitian


Salah satu metode geofisika yang dipakai dalam Lokakarya Geofisika
Lapangan 2005 adalah metode seismik refraksi. Secara umum penelitian dengan
metode seismik refraksi bertujuan untuk:
1. Mengetahui litologi batuan di daerah penelitian berdasarkan harga kecepatan
lapisan.
2. Mengetahui kedalaman bidang pembias.
3. Mengetahui trend perubahan nilai kecepatan lapisan pada arah lateral.
4. Mengetahui bentuk topografi bidang pembias di bawah permukaan.

II-3

I.3. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dengan metode seismik refraksi pada Lokakarya Geofisika
Lapangan 2005 dilakukan di daerah Banjarsari, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
pada tanggal 17-23 Agustus 2005.

II-4

BAB II
DASAR TEORI

Metode seismik merupakan salah satu metode yang banyak dipakai dalam
eksplorasi geofisika. Hal ini dikarenakan metode seismik mempunyai ketelitian serta
resolusi cukup tinggi dalam menggambarkan perlapisan dan struktur geologi bawah
permukaan. Berdasarkan cara penjalaran gelombang di bawah permukaan, metode
seismik dibagi menjadi dua macam, yaitu seismik bias (refraction seismic) dan
seismik pantul (reflection seismic). Seismik bias gunakan untuk penentuan jenis
litologi dan struktur geologi perlapisan dangkal sedangkan seismik pantul efektif
untuk penentuan perlapisan dan struktur geologi dari perlapisan dalam.
Pengambilan data seismik dapat digambarkan pada Gambar II.1. Suatu
sumber gelombang dibangkitkan di permukaan bumi. Karena material bumi bersifat
elastik maka gelombang seismik yang terjadi akan menjalar ke dalam bumi dalam
berbagai arah. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang ini sebagian dipantulkan
dan sebagian lain dibiaskan. Di permukaan bumi gelombang tersebut diterima oleh
serangkaian detektor (geophone) kemudian dicatat atau direkam oleh suatu alat,
dalam hal ini menggunakan Seismograph McSeis-SX 24 channel.
Dengan mengetahui waktu tempuh gelombang dan jarak antara geophone
dengan sumber, maka dapat diketahui kecepatan medium serta struktur perlapisan di
bawah permukaan.

Sumber

Penerima

Gambar II.1. Ilustrasi pengambilan data seismik

II-5

II.1. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang


Hal-hal yang menjadi dasar pemantulan dan pembiasan gelombang adalah:
1. Asas Fermat
Gelombang menjalar dari satu titik ke titik lain melalui jalan yang
waktu penjalarannya tersingkat.
2. Prinsip Huygens
Titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang
baru. Muka gelombang yang menjalar menjauhi sumber adalah superposisi
muka gelombang-muka gelombang yang dihasilkan oleh sumber gelombang
baru tersebut.
3. Sudut Kritis
Sudut datang yang menghasilkan gelombang bias sejajar bidang batas
(r = 90).
4. Hukum Snellius
Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara
dua medium menurut persamaan:

V1
V
= 2
sin i sin r
dimana: i

= sudut datang

= sudut pantul

(1)

V1 = kecepatan gelombang pada lapisan pertama


V2 = kecepatan gelombang pada lapisan kedua
Waktu tempuh
Source

Geophone

Gelombang
refleksi

Gelombang
langsung
Gelombang
refraksi

V1

V2

Jarak geophone

(a)

(b)

Gambar II.2 penjalaran gelombang seismik (a) dan hasil plot first breaknya (b)

II-6

II.2. Seismik Refraksi


Seismik refraksi adalah metode yang sering dipakai untuk mengetahui bentuk
perlapisan di bawah permukaan. Perlapisan diketahui berdasarkan perbedaan cepat
rambat gelombang seismik pada setiap lapisan. Penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan hasil rekaman gelombang dari beberapa posisi sumber. Posisi
sumber yang dipilih adalah posisi titik tembak konvensional, yang letaknya di
permukaan tanah.
Data rekaman gelombang seismik tersebut diolah dengan menggunakan
berbagai metode analisis gelombang refraksi seperti metode waktu tunda, Hagiwara,
Masuda serta tomografi atau dengan menggunakan metode lainnya tergantung pada
hasil interpretasi yang ingin dicapai dan berdasarkan informasi geologi yang ada.
Proses permodelan dilakukan dengan cara mengolah data dari satu posisi sumber
atau gabungan dari satu posisi sumber dengan posisi sumber yang lain.

(a)

(b)

Crossover

Gambar II.3 Penjalaran gelombang bias (a) dan plot first break gelombang langsung
dan biasnya (b)

II.3. Asumsi Dasar


Beberapa asumsi yang digunakan pada seismik refraksi yang berkaitan
dengan medium bawah permukaan bumi antara lain:
1. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda.
2. Makin bertambahnya kedalaman, batuan lapisan bumi makin kompak dimana
kecepatan lapisan batuan makin tinggi.

II-7

Sedangkan anggapan yang dipakai untuk penjalaran gelombang seismik adalah:


1. Panjang gelombang seismik panjangnya lebih kecil apabila dibandingkan
dengan ketebalan lapisan bumi. Hal ini memungkinkan setiap lapisan bumi
akan terdeteksi.
2. Gelombang seismik dipandang sebagai sinar seismik yang memenuhi hukum
Snellius dan prinsip Huygens.
3. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik menjalar dengan
kecepatan yang sama dengan kecepatan gelombang seismik pada lapisan di
bawahnya.
4. Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.

II.4. First Break


First break adalah waktu dimana gelombang seismik dari sumber pertama
kali mencapai penerima. Gelombang yang pertama mencapai geophone dapat berupa
gelombang langsung, refleksi maupun refraksi.
Terdapat tiga jenis sumber gelombang seismik (wavelet) yaitu:
1. Minimum Phase
Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak
maksimum di depan.
2. Zero Phase
Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak
maksimum di tengah.
3. Maximum Phase
Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak
maksimum di belakang.
Minimum Phase

Zero Phase

Maximum Phase

Gambar II.4 Tiga jenis sumber gelombang (wavelet) seismik

II-8

Dalam penelitian ini, sumber gelombang seismik berupa palu sehingga


dianalogikan menghasilkan gelombang minimum phase. Picking first break
dilakukan dengan membaca waktu pertama kali gelombang mencapai geophone yang
diperkirakan berasal dari sumber (bukan noise).

First break
Gambar II. 5 Contoh picking first break

II.5. Normalisasi
Normalisasi merupakan perbesaran amplitudo sinyal seismik dari berbagai
trace yang ada pada satu lintasan penembakan dengan cara menyamakan amplitudo
maksimal yang ada pada tiap trace sesuai dengan amplitudo maksimal yang ada pada
lintasan tersebut.

II.6. Metode Hagiwara


Metode Hagiwara merupakan salah satu metode pemrosesan data seismik
bias hasil pengembangan dari konsep metode waktu tunda (delay time). Metode ini
mampu menggambarkan kedalaman lapisan pertama. Metode ini dipakai dengan
harapan nantinya dapat dipergunakan untuk memperlihatkan struktur pelapisan di
bawah permukaan di daerah penelitian. Berbeda dengan pemrosesan data seismik
bias sederhana yang hanya mampu menggambarkan lapisan datar (rata) baik
horisontal maupun miring, metode Hagiwara mampu meenggambarkan lapisan yang
tidak datar (rata) karena metode ini akan mengetahui kedalaman lapisan di bawah
tiap geophone yang first break-nya merupakan gelombang bias. Untuk dapat
dilakukan pemrosesan dengan menggunakan metode Hagiwara, dibutuhkan data
seismik hasil pengukuran yang berupa data first break dan metode pengukurannya
dilakukan dengan penembakan arah maju dan arah balik. Asumsi yang berlaku pada
metode ini adalah dengan menganggap undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar
atau sudut kemiringan mendekati nol (<20o).

II-9

hA

V1

hP
A A

R
P

hB

ic
P

V2

Gambar II.6 Model pembias miring yang tidak rata

Menggunakan hukum Snellius

V1
V
= 2
sin i sin r

dan menggunakan model

penjalaran muka gelombang seperti pada Gambar II.6 , dapat diperoleh persamaan:
RP"
RP"
P ' P"
=
=
V1
V2 sin i2
V2

(2)

Demikian pula dapat diperoleh:


PP" PR RP" hP cos i P ' P"
=
+
=
+
V1
V1
V1
V1
V2

(3)

Identik dengan persamaan (3), apabila ditinjau pada segitiga di bagian sumber
dan penerima yang lain akan didapatkan:
PP" hP cos i P ' P"
=
+
V1
V1
V2

(4)

AA" h A cos i A' A"


=
+
V1
V1
V2

(5)

B ' B" hB cos i B ' B"


=
+
V1
V1
V2

(6)

Menggunakan persamaan-persamaan geometris seperti pada persamaan (5)


dapat dicari pasangan waktu tempuh (travel time) sebagai berikut:
T AP =

TP =

AA" A" P" P" P h A cos i hP cos i A' P '


+
+
=
+
+
V1
V2
V1
V1
V1
V2

BB" B" P' ' ' P' ' ' P hB cosi hP cosi B' P"
+
+
=
+
+
V1
V2
V1
V1
V1
V2

(7)

(8)

II-10

T AB =

AA" A" B" B" P h A cos i hB cos i A' B '


+
+
=
+
+
V1
V2
V1
V1
V1
V2

(9)

Harga kedalaman lapisan pertama pada stasiun P (hP) dapat dicari


menggunakan persamaan (8), adapun persamaannya adalah:

hP =

V1
(T AP + TBP T AB )
2 cos i

(10)

Pada persamaan (10), parameter yang belum diketahui adalah sudut i.


Besarnya sudut tersebut dapat dicari secara ekslipit dengan mengetahui besarnya V2,
yang dicari dengan menggunakan persamaan:
T AP = T AP

(T AP + TBP + T AB ) h A cos i A' P'


=
+
2
V1
V2

(11)

Suku kiri persamaan (11) dapat dihitung dari waktu tiba yang berasal dari dua
sumber dan sesama sumber. Besarnya V2 merupakan kemiringan (slope) dari grafik,
jika harga AP diasumsikan sebagai sumbu x (sesuai jika sudut kemiringan tidak
terlampau besar). Akhirnya, dengan menggunakan hukum Snellius dapat dihitung
sudut i dan dapat ditentukan besarnya kedalaman hP.

II-11

BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pada workshop geofisika tahun 2005 ini, pengambilan data seismik bias
dilakukan di daerah Banjarsari, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Daerah survei
berupa persawahan dengan topografi yang cukup landai di daerah selatan. Area
survei seluas 90 m x 140 m.

Area survei
seismik bias

250 m

Gambar III.1 Daerah penelitian seismik bias (dimodifikasi dari Tim Lokakarya
Geofisika, 2003)

II-12

III.2. Cara Pengambilan Data


Pengambilan data seismik pada workshop geofisika 2005 dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
- Source

: palu 8 kg

- Jumlah geophone

: 24

- Bentangan geophone

: in-line

- Spasi geophone

:2m

- Near offset

:2m

- Far offset

: 48 m
Hari 2 (N 267o E)

100

utara

Hari 3 (N 267o E)
Hari 4 (N 187o E)

80

Hari 5 (N 112o E)
Hari 6 (N 87o E)
60

Hari 7 (N 267o E)
Titik Referensi
7o3258.02 S
109o4037.42 E
81.37 m
Koordinat Lokal
(100m, 100m)

40

20

-20

20 m
80

100

120

140

Gambar III.2 Arah lintasan pengukuran seismik refraksi

II-13

III.3. Peralatan yang Digunakan:

Gambar III.3 McSeis-SX 24 channel

1. Seismograph McSeis-SX 24 channel


Digunakan untuk akuisisi data seismik refraksi, menampilkan dan merekam
data seismik refraksi.
2. Palu 8 kg dan landasannya
Digunakan sebagai source atau sumber gelombang seismik.
3. Meteran
Digunakan untuk mengukur spasi geophone dan jarak antar lintasan seismik.
4. GPS Trimble
Digunakan untuk mengetahui posisi titik referensi.
5. Theodolit
Digunakan untuk mengukur beda tinggi antar geophone dan mengukur beda
tinggi antar lintasan.
6. Handy Talky
Digunakan untuk komunikasi selama akuisisi data.
7. Kompas
Digunakan untuk mengukur azimuth lintasan dan strike/dip lapisan.
8. Buku Log
Digunakan untuk mencatat hal-hal penting saat akuisisi data.

II-14

III.4. Diagram Alir Pengolahan Data Seismik Refraksi


mulai

Data seismik 24 channel

Picking first break

Grafik first break vs jarak geophone

Analisis gelombang
langsung

Analisis gelombang
bias

Kecepatan lapisan 1
(V1)

Grafik TAP dan TBP


vs
jarak geophone

Kecepatan lapisan 2
(V2)

Kedalaman lapisan 1 di tiap


geophone (hp)

Elevasi geophone
(topografi)

Penampang 3D
kedalaman lapisan 1 & topografi

selesai

Gambar III.4. Diagram alir pengolahan data seismik refraksi

II-15

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan data dimulai dengan memasukkan data rekaman seismik ke dalam


modul PickWin95 di dalam program SeisImager. Data seismik kemudian di
normalisasi untuk memperbesar amplitudo sinyal yang terekam pada geophonegeophone yang offset-nya jauh. Kemudian dilakukan picking first break baik forward
maupun reverse shooting di semua lintasan.

Gambar IV.1 Data seismik sebelum dinormalisasi

Gambar IV.2. Data seismik setelah dinormalisasi

II-16

Dari data yang diperoleh di lapangan tampak bahwa hanya terdapat dua slope
yaitu gelombang langsung dan gelombang bias pertama sehingga pemrosesan data
dilakukan dengan metode Hagiwara yang dapat digunakan untuk menginterpretasi
seismik refraksi model dua lapis. Dalam data first break seismik refraksi khususnya
pada pemrosesan data dengan metode Hagiwara dibutuhkan adanya data first break
total waktu rambat penembakan maju dan mundur. Oleh karena pada saat
pengukuran source untuk penembakan reverse tidak diletakkan pada titik geophone
terakhir (geophone ke-24) maka ditambahkan data first break sintetik untuk
melengkapi data tersebut. Penambahan data first break sintetik dilakukan dengan
ekstrapolasi dari data sebelumnya.
Data first break sintetik
(untuk total time)
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Gambar IV.3. Penambahan data first break sintetik untuk waktu total data seismik
refraksi
Setelah data-data first break penembakan maju dan mundur diperoleh,
dilakukan pengeplotan antara first break versus jarak geophone. Analisis pertama
yang dilakukan adalah mengidentifikasi gelombang langsung yang terekam pada
geophone pertama hingga geophone jarak tertentu. Dari slope gelombang langsung
pada grafik tersebut dapat diperoleh kecepatan lapisan pertama (V1).

II-17

GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING


60

First Break (ms)

50

40

30

Slope = 1/V1

Slope = 1/V1
20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Gambar IV.4 Analisis slope gelombang langsung untuk memperoleh V1

Analisis berikutnya adalah menentukan first break gelombang bias. Data-data


first break yang memiliki slope yang lebih kecil dan sebaran data yang relatif linier
dianggap sebagai first break gelombang refraksi. Untuk dapat memperoleh kurva
kecepatan lapisan kedua dibutuhkan data dari geophone-geophone yang memperoleh
first break gelombang bias baik pada penembakan maju dan mundur. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh Gambar IV.5. Dari persamaan (7) dan (11), nilai TAP dan TBP
diplot terhadap jarak, sehingga dari grafik tersebut dapat diperoleh kecepatan lapisan
kedua melalui analisis gradiennya.

V2 = 1 /( Slope kurva)
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Gambar IV.5 Identifikasi gelombang bias

II-18

GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE


45
40
35
T'AP & T'BP (ms)

y = 0.5919x + 7.5867

30
25
20
15
y = -0.5919x + 40.413

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Gambar IV.6 Plot TAP & TBP versus jarak geophone untuk analisis V2
Dari analisis dan perhitungan di setiap lintasan pengukuran, diperoleh nilai
kecepatan baik untuk lapisan pertama dan lapisan kedua yang ditunjukkan dalam
tabel berikut:

Tabel IV.1 Tabel nilai kecepatan lapisan pertama dan kedua


Lintasan
H2 L1
H2 L2
H2 L3
H3 L1
H3 L2
H3 L3
H4 L1
H4 L2
H4 L3
H5 L1
H5 L2
H6 L1
H6 L2
H7 L1

Kecepatan lapisan pertama


(m/s)
292.40
251.26
253.16
239.17
261.78
241.07
212.99
242.42
220.02
237.25
212.99
250.31
212.99
212.99

Kecepatan lapisan kedua


(m/s)
1689.47
1397.43
1704.45
2052.55
1964.64
1867.06
1506.25
1373.25
1674.20
1831.17
1783.80
1748.86
1651.80
1465.20

Setelah mengetahui nilai V1 dan V2, kedalaman lapisan pertama di bawah tiap
geophone yang menerima gelombang bias baik pada penembakan maju maupun

II-19

balik dapat ditentukan menggunakan persamaan (10). Untuk memperlihatkan


penampang kedalaman lapisan pertama, data topografi yang diperoleh dari tiap
lintasan pengukuran di overlay-kan dengan kedalaman lapisan pertama. Elevasi dan
posisi titik ikat diukur dengan menggunakan GPS Trimble. Perbedaan ketinggian dan
posisi tiap titik geophone dan lintasan-lintasan lainnya terhadap titik ikat diukur
menggunakan theodolit. Beberapa titik geophone yang tidak diukur dengan theodolit,
elevasinya dihitung dengan melakukan interpolasi linier dengan elevasi titik-titik di
lintasan tersebut.
TOPOGRAFI LINTASAN SEISMIK
85

Elevasi (m)

82

79

76

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Gambar IV.7 Profil topografi salah satu lintasan seismik

Hasil gabungan data posisi dan elevasi titik pengukuran ditunjukkan pada
kontur di bawah ini:

II-20

100

utara
80
82
81.5
81

60

80.5
80
79.5
79

40

78.5
78
77.5
77

20

Interval kontur
0.5 m

76.5
76
75.5
75

74.5
74
73.5

-20

80

100

120

140

Gambar IV.8 Kontur topografi dan lintasan seismik

Agar lebih memperjelas kenampakan topografi, kontur di atas dapat


ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi seperti gambar di bawah ini.
utara

Gambar IV.9 Penampang 3D topografi dan lintasan seismik.

II-21

Data-data kecepatan lapisan pertama dan kedua dapat diplot pada peta untuk
mengetahui trend perubaan nilai kecepatan pada arah lateral.

100

utara
80

60

40
250

Kecepatan
lapisan 1 (ms)

20

0
200

-20

80

100

120

140

Gambar IV.10 Kontur topografi, kecepatan lapisan pertama dan lintasan seismik

Dari Gambar IV.10 dan Tabel IV.1, tampak bahwa nilai kecepatan lapisan
pertama berkisar antara 200-300 m/s. Kecepatan lapisan dengan nilai tersebut berada
dalam satu range jenis batuan yaitu soil di permukaan. Hal ini sesuai dengan
kenampakan di lapangan.
Untuk lapisan kedua (lapisan pembias) dilakukan analisis seperti pada lapisan
pertama. Hasilnya ditunjukkan sebagai berikut:

II-22

utara

Gambar IV.11 Penampang 3D lapisan pembias

100

utara
80

60

Batupasir
40
1800

Kecepatan
lapisan 2 (ms)

20

0
1300

Pasir lepas
-20

80

100

120

140

Gambar IV.12 Kontur bidang pembias, kecepatan lapisan kedua dan lintasan seismik

II-23

Dari Gambar IV.11, tampak bahwa bentuk 3D lapisan pembias mengikuti


trend topografi. Kedalaman lapisan pembias berkisar antara 0.3 m hingga 2.5 m.
kecepatan lapisan kedua secara umum lebih tinggi dari pada lapisan pertama. Nilai
kecepatannya bervariasi antara 1300 hingga 2050 m/s. Berdasarkan kecepatan ini
dapat diketahui terdapat dua jenis litologi batuan yaitu pasir lepas dengan range
kecepatan 610-1830 m/s dan batupasir dengan range kecepatan 1830-2000 m/s.
Untuk lebih memperjelas kenampakan lapisan pembias, dibuat profil 2D dan
3D seperti gambar berikut.
PROFIL TOPOGRAFI DAN BIDANG PEMBIAS
85

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76
bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Gambar IV.13 Profil kedalaman lapisan pembias di salah satu lintasan seismik

Soil

Pasir lepas, batupasir

Gambar IV.14 Penampang 3D topografi dan bidang pembias (lapisan 2)

II-24

BAB V
KESIMPULAN & SARAN

V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian metode seismik bias pada Lokakarya Geofisika
Lapangan
2005 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat satu bidang pembias yang menunjukkan adanya dua perlapisan.
2. Kecepatan lapisan pertama berkisar antara 200-300 m/s.
3. Kecepatan lapisan kedua berkisar antara 1300-2000 m/s.
4. Kedalaman lapisan pertama berkisar antara 0.3-2.5 m.
5. Trend kedalaman lapisan pertama mengikuti bentuk topografi di permukaan.
6. Litologi batuan pada lapisan pertama adalah soil.
7. Litologi batuan pada lapisan kedua adalah pasir lepas dan batupasir.

V.2 Saran
1. Diharapkan

pada

penelitian

selanjutnya

memperhatikan

metodologi

pengukuran yang benar.


2. Picking first break hendaknya dilakukan dengan cermat dan seksama.
3. Diharapkan dapat melakukan proses lanjutan, misalnya pemfilteran data dan
reduksi ke bidang datar (koreksi topografi).

II-25

Daftar Pustaka

Hartantyo, E., 2002, Modul Praktikum Seismik Refraksi (Bias), Laboratorium


Geofisika UGM.
Sismanto., 1996, Modul 1 Akuisisi data Seismik, Laboratorium Geofisika UGM.
Tim Geofisika . 2004 . Panduan Workshop Geofisika 2003. Laboratorium Geofisika
FMIPA UGM
Tim Lokakarya Geofisika. 2003. Peta Topografi Daerah Karangsambung.
Laboratorium Geofisika FMIPA UGM

II-26

LAMPIRAN 1
DATA LAPANGAN
FORWARD SHOOTING DAN REVERSE SHOOTING

Lintasan H2 L1 (forward shooting (atas) dan reverse shooting (bawah))

II-27

Lintasan H2 L2

II-28

Lintasan H2 L3

II-29

Lintasan H3 L1

II-30

Lintasan H3 L2

II-31

Lintasan H3 L3

II-32

Lintasan H4 L1

II-33

Lintasan H4 L2

II-34

Lintasan H4 L3

II-35

Lintasan H5 L1

II-36

Lintasan H5 L2

II-37

Lintasan H6 L1

II-38

Lintasan H6 L2

II-39

Lintasan H7 L1

II-40

LAMPIRAN 2
PLOT FIRST BREAK
Lintasan H2 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60
N 267 E

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H2 L2
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60
N 267 E

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-41

Lintasan H2 L3
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 267 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H3 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 267 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-42

Lintasan H3 L2
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
45
N 267 E

40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H3 L3
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 267 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-43

Lintasan H4 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 187 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H4 L2
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60
N 187 E

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-44

Lintasan H4 L3
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 187 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H5 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 112 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-45

Lintasan H5 L2
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
50
N 112 E

45
40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H6 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
45
N 87 E

40

First Break (ms)

35
30
25
20
15
10
Forward Shooting

Reverse Shooting

5
0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-46

Lintasan H6 L2
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60
N 87 E

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

Lintasan H7 L1
GRAFIK FIRST BREAK FORWARD DAN REVERSE SHOOTING
60
N 267 E

First Break (ms)

50

40

30

20

10
Forward Shooting

Reverse Shooting

0
0

10

15

20
25
30
Jarak Geophone (m)

35

40

45

50

II-47

LAMPIRAN 3
PLOT HARGA TAP DAN TBP VERSUS JARAK GEOPHONE
Lintasan H2 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
45
N 267 E

40
35
T'AP & T'BP (ms)

y = 0.5919x + 7.5867

30
25
20
15
y = -0.5919x + 40.413

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H2 L2
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
45
N 267 E

40
y = 0.7156x + 5.9921

T'AP & T'BP (ms)

35
30
25
20
15
y = -0.7156x + 44.008

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-48

Lintasan H2 L3
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 267 E

35
y = 0.5867x + 8.2094

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.5867x + 36.791
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H3 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
35
N 267 E

30
y = 0.4872x + 9.9228

T'AP & T'BP (ms)

25

20

15
y = -0.4872x + 33.077
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

Jarak Geophone (m)

II-49

Lintasan H3 L2
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 267 E

35
30
T'AP & T'BP (ms)

y = 0.509x + 6.3955

25
20
15
y = -0.509x + 34.605
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H3 L3
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 267 E

35
y = 0.5356x + 9.9739

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.5356x + 36.026

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-50

Lintasan H4 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 187 E

35
y = 0.6639x + 7.0368

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.6639x + 39.963

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H4 L2
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
45
N 187 E

40
y = 0.7282x + 6.7184

T'AP & T'BP (ms)

35
30
25
20
15
y = -0.7282x + 43.282

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-51

Lintasan H4 L3
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
45
N 187 E

40
35
T'AP & T'BP (ms)

y = 0.5973x + 8.6734

30
25
20
15
T'AP

10

T'BP
y = -0.5973x + 36.327

Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H5 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 112 E

35
y = 0.5461x + 10.243

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.5461x + 34.757
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

Jarak Geophone (m)

II-52

Lintasan H5 L2
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 112 E

35
y = 0.5606x + 6.7968

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.5606x + 38.203
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H6 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
35
N 87 E

30
y = 0.5718x + 6.113

T'AP & T'BP (ms)

25

20

15

10

T'AP
y = -0.5718x + 33.887

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

Jarak Geophone (m)

II-53

Lintasan H6 L2
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
40
N 87 E

35
y = 0.6054x + 7.917

T'AP & T'BP (ms)

30
25
20
15
y = -0.6054x + 37.083
T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H7 L1
GRAFIK T'AP & T'BP VERSUS JARAK GEOPHONE
50
N 267 E

45
40
y = 0.6825x + 6.3176

T'AP & T'BP (ms)

35
30
25
20
15
y = -0.6825x + 43.682

T'AP

10

T'BP
Linear (T'AP)

Linear (T'BP)

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-54

LAMPIRAN 4
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS

Lintasan H2 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

topografi permukaan

79

bidang pembias

76

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H2 L2
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

82

Elevasi (m)

topografi permukaan
79

bidang pembias

76

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-55

Lintasan H2 L3
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan

76
bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H3 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76

bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-56

Lintasan H3 L2
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76

bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H3 L3
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76
bidang pembias
73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-57

Lintasan H4 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 187 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76

bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H4 L2
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 187 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76

bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-58

Lintasan H4 L3
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 187 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
bidang pembias
76

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H5 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 112 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
bidang pembias
76

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-59

Lintasan H5 L2
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 112 E

Elevasi (m)

82

79
topografi permukaan
76
bidang pembias
73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H6 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 87 E

Elevasi (m)

82

79

76
topografi permukaan
73
bidang pembias
70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-60

Lintasan H6 L2
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 87 E

Elevasi (m)

82

79

76
topografi permukaan
73
bidang pembias

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

Lintasan H7 L1
PROFIL LINTASAN DAN KEDALAMAN BIDANG PEMBIAS
85
N 267 E

Elevasi (m)

82

79

76

topografi permukaan
bidang pembias

73

70
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jarak Geophone (m)

II-61

Anda mungkin juga menyukai