Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap harinya dimasyarakat ada saja seseorang yang selalu bertambah tua.
Prosese menua merupakan proses kehidupan yang tak dapat ditolak maupun diminta
tetapi dengan waktu itu akan terlihat sedikit demi sedikit.
Sebagian orang mengecap bahwa pada lanjut usia setelah berumur lebih dari
60 tahun maka akan memiliki rambut utih, muka kendor, bangun susah, sakitsakitan. Jika ditinjau lebih dalam lansia memang memiliki banyak perubahan dalam
dirinya seperti biologis, fungsional, psikososial, ekonomi, dan lain sebagainya. Itu
terjadi karena kinerja sel-sel yang kita miliki sudah menurun dalam segala hal.
Seperti halnya demensia, demensia atau pikun itu biasanya di derita pada umur
lansia tapi tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang yang bukan lansia juga
bisa mengalami penyakit ini.
Demensia memiliki dampak buruk bagi kesehatan karena berhubungan
dengan ingatan maka kegiatan apapun yang dilakukan terkadang lansia lupa dan
mengulanginya kembali, jika tidak ada pengawasan dari orang terdekatnya maka
jika lupa makan karena merasa lapar sudah sangat lambat proses pencernaan dalam
tubuhnya jadi bisa mengakibatkan kekurangan gizi maupun kelebihan gizi pada
lansia.
Melihat hal tersebut maka kami membuat makalah ini dengan tujuan agar
mulai memahami penyakit pikun atau demensia yang menimpa lansia sehingga
dapat ditangani dengan pengobatan yang tepat dalam asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit demensia pada lansia?
2. Konsep dasar asuhan keperawatan seperti apakah yang dapat memperbaiki
kondisi pklien dengan tepat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit demensia pada lansia.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada
pasien lansia dengan demensia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Kelenjar hipofisis terletak dalam rongga dinding tulang, sella tursika tulang
sphenoid, yang terletak berdekatan dengan kiasma optikum dan sinus kavernosus.
Kelenjar hipofisis memiliki dua komponen yaitu adhenohipofisis (lobus anterior)
berasal dari kantong Rathke dan neurohipofisis (lobus posterior) yahng merupakan
perluasan bagian ventral hipotalamus.
Berbagai jenis sel hipofisis anterior memproduksi tujuh jenis hormone yang berbeda
yaitu adenocorticotropic hormone (ACTH), melanocyte stimulating hormone (MSH),
thyrotropin (TSH), growth hormone (GH), follicle stimulating hormone (FSH),
luteinizing hormone (LH) dan prolaktin (PRL).
Berikut fungsi dari hormone-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior:
1. Growth Hormon meningakatkan pertumbuhan binatang dengan mempengaruhi
banyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh.
2. MSH
merupakan
unsure
pokok
dari
proopiomelanokortin.
Hormone
ini
6.
Gonadotropin
a. Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte Stimulating Hormon) merangsang
perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormone esterogen dan ovarium serta
spermatogenesis pada testis.
b. Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang sudah
masak di dalam ovarium. Pada laki laki hormon ini, yang dahulunya disebut
alveolus
payudara,
sehingga
mambantu
dari
hormone
yang
dihasilkan
seperti
GH
yang
struktur
vaskular,
yaitu
sistem
portal
hipotalamus-hipofisis,
juga
Etiologi
Keadaan hipofungsi kelenjar hiposis dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
hipofisis sendiri atau pada hipotalamus; namun demikian, akibat kedua keadaan ini pada
hakekatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior
kelenjar hipofisis. Kegagalan hipofisis anterior juga dapat disebabkan oleh adanya
nekrosis hipofisis pascapartus (syndrome Sheenan) namun merupakan penyebab yang
jarang.
Hipopituitarisme juga merupakan komplikasi terapi radiasi pada bagian kepala dan
leher. Kerusakan total kelenjar hipofisis akibat trauma, tumor atau lesi vaskuler akan
menghilangkan semua stimulus yang secara normal diterima oleh kelenjar tiroid, gonad
dan adrenal.
Beberapa proses patologik dapat menyebabkan insufisiensi hipofisis dengan cara
merusak sel-sel hipofisis normal yaitu tumor hipofisis, thrombosis vaskuler yang
Klasifikasi
a. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Merupakan kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus kapiler yang luas
diantara sel sel kelenjar, 0,6 gr dan diameternya sekitar 1 cm sekresi hipofisis
anterior diatur oleh hormon yang dinamakan releasing dan inhibitory hormones
(atau factor) hipotalamus yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan
kemudian dihantarkan kehipofisis anterior melalui pembuluh darah kecil yang
dinamakan pembuluh partal hipotalamik hipofisial. Kelenjar hipofisis anterior
terdiri atas beberapa jenis sel. Pada umumnya terdapat satu jenis sel untuk setiap
jenis hormon yang dibentuk pada kelenjar ini, dengan teknik pewarnaan khusus
berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu sama lain. Satu-satunya kemungkinan
pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama mungkin menyekresi hormon
iuteinisasi dan hormon perangsang folikel.
Berdasarkan ciri-ciri pewarnaannya, sel-sel hipofise anterior dibedakan ke
dalam 3 kelompok klasik: Kromofobik (tanpa granul), Eosinofilik, dan
Basofilik. Sel-sel eosinfilik dianggap bertanggung jawab untuk sekresi ACTH,
TSH, LH serta FSH.
1) ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan
kortisol oleh korteks adrenal.
2) Hormon perangsang tiroid / TSH (Thyroid-Stimulating Hormon : tirotropin)
merangsang uptake yodida dan sintesis serta pelepasan hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid.
3) Hormon perangsang folikel/FSH (Follicte-Stimulating Hormon) merangsang
perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormon esterogen dan ovarium
serta spermatogenesis pada testis.
4) Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang
sudah masak di dalam ovarium. Pada laki laki hormon ini, yang dahulunya
disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell
Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh
sel sel leydig di testis.
5) Prolaktrin (PRL) merangsang sekresi air susu oleh payudara ibu setelah
melahirkan.
6) Pengendalian sekresi hipofisis anterior. Sistem rangkap (dual system) yang
mengendalikan sekresi hormon hipofise anterior melalui 2 mekanisme
kontrol antara lain :
a) Umpan
Balik negatif, dimana hormon dari kelenjar sasaran yang bekerja pada
tingakat hipofise/hipotalamus menghambat sekresi hormon trofiknya.
b) Pengendalian
Oleh hormonhormon hipotalamus yang berasal dari sel-sel neuronai
di dalam atau di dekat eminensia medialis dan disekresikan ke sirkulasi
partai hipofise.
b. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Kelenjar hipofisis posterior terutama terdiri atas sel-sel glia yang disebut pituisit.
Namun, pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai
struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung serat saraf dan bagian
terminal akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan
nukleus paraventrikel hipotalamus. Jaras saraf ini berjalan menuju ke
neurohipofisis melalui tangkai hipofisis, bagian akhir saraf ini merupakan knop
bulat yang mengandung banyak granula-granula sekretonik, yang terletak pada
permukaan kapiler tempat granula-granula tersebut mensekresikan hormon
hipofisis posterior berikut: Hormon antidiuretik (ADH) yang juga disebut
sebagai vasopresin yaitu senyawa oktapeptida yang merupakan produk utama
hipofise posterior. Memainkan peranan fisiologik yang penting dalam
pengaturan metabolisme air.
Hormon antidiuretik (ADH) dalam jumlah sedikit sekali, sekecil 2
nanogram, bila disuntukkan ke orang dapat menyebabkan anti diuresis yaitu
penurunan ekskresi air oleh ginjal. Stimulus yang lazim menimbulkan ekskresi
ADH adalah peningkatan osmolaritas plasma. Dalam keadaan normal
osmolaritas plasma dipertahankan secara ketat sebesar 280 mOsm/kg plasma.
Kalau terjadi kehilangan air ekstraselular, osmolaritas plasma akan meningkat
shingga mengaktifkan osmoreseptor, kemudian sinyal untuk pelepasan ADH,
peningkatan osmolaritas plasma juga merangsang pusat rasa haus yang secara
anatomis berdekatan / berhubungan dengan nukleus supraoptikus. Kerja ADH
untuk mempertahankan jumlah air tubuh terutama terjadi pada sel sel ductus
colligens ginjal. ADH mengerahkan kemampuannya yang baik untuk mengubah
permeabilitas membran sel epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari
tubulus ke dalam cairan hipertonik diruang pertibuler/interstisial. Aktifitas ADH
dan rasa haus yang saling terintigritas itu sangat efektif untuk mempertahankan
osmolaritas cairan tubuh dalam batas batas yang sangat sempit.
c. Hipofisis Pars Intermedus
Berasal dari bagian dorsal kantong Rathke yang menjadi satu dengan hipofisis
posterior. Pars intermedus mengeluarkan hormon MSH (melanocyte stimulating
hormon) melanotropin sama dengan intermedian. MSH terdiri dari sub unit alfa
dan sub untui beta, beta MHS lebih menentukan khasiat hormon tersebut. Pada
manusia, pars intermedus sangat rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak
ada bukti bahwa MSH dihasilkan oleh bagian ini. Beta MSH memiliki struktur
kimia yang mirip dengan ACTH (adrenocortico tropic hormon), sehingga ACTH
memiliki khasiat seperti MSH.
4.
Manifestasi Klinis
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang oleh
hormon-hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung kepada jenis
hormon apa yang kurang. Gejala-gejalanya biasanya timbul secara bertahap dan tidak
disadari selama beberapa waktu, tetapi kadang terjadi secara mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
a.
menyebabkan:
1) terhentinya siklus menstruasi (amenore)
2) kemandulan
3) vagina yang kering
4) hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
b. Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
1) impotensi
2) pengkisutan buah zakar
3) berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
4) hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut
wajah).
c. Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga
menderita:
1) celah bibir atau celah langit langit mulut
2) buta warna
Patofisiologi
Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada
kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus, namun demikian akibat kedua
keadaan ini pada hakekatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan
kegagalan hipofisis anterior yang jarang. Keadaan ini lebih cenderung terjadi pada
wanita yang mengalami kehilangan darah, hipovolemia dan hipotensi pada saat
melahirkan.
Hipopituitarisme juga merupakan komplikasi terapi radiasi pada bagian kepala dan
leher. Kerusakan total kelenjar hipofisis akibat trauma, tumor atau lesi vaskuler akan
menghilangkan semua stimulus yang secara normal diterima oleh kelenjar tiroid, gonad
dan adrenal. Akibatnya adalah penurunan berat badan yang ektrim, pelisutan tubuh,
atrofi semua kelenjar serta organ endokrin, kerontokan rambut impotensi anemor,
hipometabolisme dan hipoglikemia. Koma dan kematian akan terjadi jika tidak
dilakukan terapi hormone pengganti.
6. Pathway
Terapi radiasi di kepala dan leher, traumatik, tumor, lesidestruktif, thrombosis
vaskuler, auto imun
Lesi destruktif
Merusak Koordinasi Hipotalamus
Menekan dinding sel
tursika
Kelenjar pituitari anterior
Tekanan Intrakranial
Defisiensi Hormon Multiple
meningkat
Tumor
Traumatik
Auto imun
Sekresi hormone
hipofisis menurun
Hipoptuitarisme
Buta warna
Gangguan
pertumbuhan
tulang
Kerusakan
Integritas kulit
dan otot
Dwarfisme
maturasi
Ansietas
10
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17
hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika.
a) Foto polos kepala
b) Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
c) Pneumoensefalografi.
d) CTScan.
e) Angiografi serebral.
3. Pemeriksaan Lapang Pandang.
a) Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
b) Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optic
4. Pemeriksaan Diagnostik.
a) Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
b) Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
c) Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan
dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d) Tes provokatif.
8. Komplikasi
a. Kardiovaskuler:
hipertensi,
tromboflebitis,
tromboembolisme,
percepatan
aterosklerosis
b. Imunologi: peningkatan risiko infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeksi
c. Perubahan mata: glaucoma, lesi kornea
d. Musculoskeletal: pelisutan otot, kesembuhan luka yang jelek, osteoporosis
dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis
aseptic kaput femoris.
e. Metabolic: perubahan pada metabolism glukosa sindrom penghentian steroid
f. Perubahan penampilan: muka seperti bulan (moonface), pertambagan berat
badan, jerawat.
9. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormone-hormon yang
kurang. GH manusia, hormone yan ghanya efektif pada manusia dihasilkan dengan
teknik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk
mengobati pasien dengan defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter
spesialis.
Insufisiensi adrenal yang disebabkan karena defisiensi sekresi ACTH diobati
dengan memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati
hipotiroidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian androgen dan estrogen
11
12
3) Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan
rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat
haid dan lain-lain.
4) Infertilitas.
5) Impotensi.
6) Libido menurun.
7) Nyeri senggama pada wanita.
g. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi: amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan
ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis pada klien pria
amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
2) Palpasi: palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar
tergantung pada penyebab hipotuitari, perlu juga dikaji data lain sebagian
data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukkan
pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan
adanya keluhan nyeri kepala.
3) Dampak perubahan fisik terhadap klien dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
4) Data penunjang dari pemeriksaan seperti: foto cranium untuk melihat
pelebaran dan atau erosi sela tursika, pemeriksaan serum darah untuk
menilai LH, FSH, GH, prolaktin, aldosteron, testosterone, kortisol, androgen,
tess stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid
releasing hormone.
h. Kaji dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
i. Data penunjang dari pemeriksaan diagnostic
1) Foto cranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
2) Pemeriksaan serum darah: LH, FSH, GH, androgen, prolaktin, testosterone,
kortisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan
stimulasi tiroid releasing hormone.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormone
pertumbuhan.
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
13
Tujuan Dan
Intervensi
Rasional
Kriteria
Hasil
Dx
1 Setelah diberikan tindakan a. Dorong individu untuk a. Kita dapat mengkaji
keperawatan selama
mengekspresikan
sejauh
perasaan.
penolakan
diharapkan klien
mana
tingkat
terhadap
fisik
dan
mempercepat
teknik
penyembuhan
harga
diri
tinggi
mengenai
penerimaan,
masalah,
penanganan,
penampilan misalnya
perkembangan,
kerapian
prognosa kesehatan.
postur
kegiatan
pakaian,
tubuh,
pola
dalam
perawatan
untuk
penanganan.
b. Dengan
mengetahui
proses
perjalanan
c. Tingkatkan komunikasi
terbuka,
menghindari
kenyataan.
kritik / penilaian tentang c. Membantu untuk tiap
perilaku klien.
individu
untuk
diri/tanggungjawab
peran.
tubuh,
d. Berikan
berbagi
kesempatan
rasa
individu
dengan
yang
mengalami pengalaman
yang sama.
e. Bantu staf mewaspadai
tidak
terjadi.
d. Sebagai
problem
solving
bila
pasien lain.
merawat
e. Perilaku
menilai,
aneh
dapat
mempengaruhi
perawatan/ditransmisik
14
2.
yang berlebih.
diharapkan
meningkatkan relaksasi
penglihatan
berangsur-
mata.
tanda
yang
menimbulkan
gangguan
tes
dalam
indera
penglihatan.
c. Meningkatkan
indera
penglihatan
tanpa gangguan.
melalui
stimulus
indera
khususnya penglihatan.
d. Mempertahankan
menghilangkan faktor
rasionalisasi
sensori
kepekaan
sensori.
b. Mengidentifikasi dan
resiko jika mungkin.
c. Menggunakan
mengetahui
b. Untuk
keseluruhan 3 bidang
penurunan
gejala
d. Gunakan berbagai
normalitas
melalui
metode untuk
menstimulasi indera.
tidak
tindakan penanganan
3.
an pada klien.
a. Mengurangi tingkat
mampu
menggunakan
penglihatan.
Setelah diberikan asuhan a. Kaji tingkat kecemasan a. Untuk
mengetahui
keperawatan selama
pasien
sampai berat
diharapkan
kecemasan
baik
ringan
sampai
sejauh
mana
klien
sehingga memudahkan
penanganan/pemberian
hasil :
askep se-lanjutnya.
a. Pasien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
kondisinya.
gejala cemas
b. Pasien mampu
memikirkan
c. Untuk mengetahui cara
c. Kaji
intervensi
mengidentifikasi dan
dapat
menunjukkan tekhnik
ansietas.
yang
menurunkan
mana
yang
paling
efektif
untuk
menurunkan/
untuk mengontrol
mengurangi
cemas
kecemasan
tingkkat
15
c. Ekspresi wajah
pasienmenunjukkan
dengan
senang
melakukan
berkurangnya
dapat
aktivitas
kecemasan.
kecemasan/
ketegangan.
4.
hati
dengan
program perawatan.
Setelah diberikan asuhan a. Pertahankan kecukupan a. Mengurangi
keperawatan selama
ketidaknyamanan yang
x diharapkan integritas
dihubungkan
kulit
dalam
normal
dengan
dengan
kondisi
kriteria
kering
hasil :
a. Mengidentifikasi
faktor penyebab.
b. Berpartisipasi dalam
b. Berikan
dorongan
rencana
pengobatan c. Ubah
yang
dilanjutkan
posisi
atau
mobilisasi.
c. Menggambarkan
d. Tingkatkan
rehidrasi.
b. Meningkatkan
pemeliharaan
fungsi
otot / sendi.
c. Meningkatkan
posisi
fungsional
pada
masukan
dan
kehilangan pengaturan
metabolisme
untuk mempertahankan
makanan
pencegahan.
keseimbangan nitrogen
mengakibatkan
d. Memperlihatkan
positif.
e. Pertahankan
terhadap
dapat
malnutrisi.
e. Posisi datar menjaga
untuk
ekstrimitas.
d. Kelemahan
untuk meningkatkan
penyembuhan luka.
dan
tempat
keseimbangan
tubuh
pada
daerah
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan
16
5. Evaluasi Keperawatan
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormone pertumbuhan.
1) Klien dapat melakukan kegiatan penerimaan, penampilan (kerapian pakaian,
postur tubuh, pola makan dan kehadiran diri).
2) Klien dapat merubah penampilan dalam perawatan diri/tanggungjawab peran.
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
1) Klien menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan
gangguan persepsi sensori.
2) Klien mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
c. Klien menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan
1) Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
cemas.
3) Ekspresi wajah pasienmenunjukkan berkurangnya kecemasan.
d. Risiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya
kadar hormonal.
1) Klien mengidentifikasi faktor penyebab gangguan integritas kulit.
2) Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk
meningkatkan penyembuhan luka.
3) Klien menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sistem endokrin biasanya tidak diketahui dalam prosesnya sehingga ketika
mengalami penyakit yang berpengaruh pada endokrin akan bertanya-tanya seperti salah
satunya hiperpituitarisme.
Hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau
hyperplasia hipofisis sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormone
hipofisis atau lebih (rumahorbo H, 2006).
Hipopituitari mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormone hipofisis anterior
yang sangat rendah. Panhipopituirarisme mengacu pada penurunan sekresi semua
hormone pituitarisme.
Hal tersebut memerlukan pengkajian, diagnose, intervensi untuk membuat kondisi
sakit menjadi membaik.
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khusunya dalam bidang
keperawatan. Dalam makalah ini masih banyak memiliki kekurangan untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ovedoff,
David.2002.Kapita
Selekta
Kedokteran.
Jakarta
Binarupa
Aksara.
Price, Silvia A., & Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Greenstein, Ben, & Diana Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin edisi kedua. Jakarta:
Erlangga.
Silbernagl, Stefan, & Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi . Jakarta: EGC
19