Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
I.IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status perkawinan
Agama
Suku
Tanggal rawat di RS
Tanggal pemeriksaan
II.

: Tn. J
: 55 tahun
: Laki - Laki
: Kedungganteng, Sukorejo
: Wiraswasta
: Menikah
: Islam
: Jawa
: 18 juli 2016
: 25 juli 2016

ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis.
A. Keluhan Utama
Nyeri pada ulu hati
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Hardjono dengan keluhan nyeri pada ulu
hati tembus hingga belakang dan leher dan disertai dengan sesak. Sesak
yang dirasakan secara mendadak tanpa melakukan aktivitas sebelumnya,
pasien merasa berat pada dadanya seperti diikat. Tidak didapatkan suara
mengi saat bernafas, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tungkai.
Semenjak akhir-akhir ini pasien merasa gelisah dan mual muntah jika pasien
makan pasien juga terasa mudah lelah dan nafsu makan turun. Terdapat
kelemahan pada bagian tubuh sebelah kiri. Untuk sesak dan nyeri perut
pasien mengaku belum pernah dibawa ke dokter atau minum obat. Tetapi
untuk kelemahannya pasien sebelumnya pernah mengeluhkan dan dibagian
tubuh yang sama yaitu bagian sebelah kiri. Mual muntah (+), pusing (-)
demam (-). Pasien mengaku sudah 1 bulan yang lalu merasakan keluhannya.
dulunya pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang seperti ini.
Sebelumnya pasien ada riwayat merokok dan sekitar 1 tahun terakhir sudah
berhenti. Pasien mengaku juga ada riwayat HT (+) yang tidak terkontrol dan

CVA (+) 2 bulan yang lalu dan rawat inap. BAB normal dan BAK terasa
sedikit.
C. RiwayatPenyakitDahulu
1. Riwayat hipertensi
: diakui
2. Riwayat diabetes melitus
: disangkal
3. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
4. Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
5. Riwayat penyakit liver
: disangkal
6. Riwayat asma
: disangkal
7. Riwayat CVA
: diakui
8. Riwayat trauma
: disangkal
9. Riwayatpenyakitserupa
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat diabetes melitus
4. Riwayat penyakit jantung
5. Riwayat asma
E.Riwayat Pribadi
1. Merokok
2. Konsumsi alkohol
3. Konsumsi obat bebas
4. Konsumsi jamu
5. Konsumsi kopi
6. Makan tidak teratur
III.

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

PEMERIKSAAN FISIK (25 juli 2016)


Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: kompos mentis (E4 V5M6)
Vital Sign
:
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler
Respiratory rate : 34 x/menit tipe thorak oabdominal
Suhu
: 36,50C per aksiler

A. Kulit
selulitis (-) Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgor cukup,
hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering(-), sikatrik bekas operasi
(-).
B. Kepala
Bentuk normosefal, luka (-).
C. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-),injeksi konjungtiva (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 2 mm/2 mm,
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
D. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
E. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
F. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosapucat (-),
lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka sudut
bibir (-).
G. Leher
Leher simetris, deviasi trakea (-), JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-).
H. Thorak
1. Paru
- Inspeksi
:
kelainan
bentuk
(-),
simetris
(+),ketinggalan gerak (-),retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).
- Palpasi
Ketinggalan gerak
: (-)
Fremitus
: normal
- Perkusi
: sonor pada semua lapang paru
- Auskultasi:
Suara dasar vesikuler (SDV)
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
2. Jantung
- Palpasi

Inspeksi
tampak.
:iktus kordis kuat angkat.

: iktus kordis tidak

- Perkusi
: batas jantung.
Batas kiri jantung
Atas
: SIC II linea parasternalis sinistra.
Bawah
: SIC V 2 cm linea midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas
:SIC II linea parasternalis dextra.
Bawah
:SIC IV linea parasternalis dextra.
- Auskultasi
:bunyi jantung I-II murni, reguler,
murmur (-), gallop (-).
3. Abdomen
- Inspeksi
: dinding dada sejajar dengan dinding
abdomen, distended (-) venektasi(-).
-

Auskultasi
: peristaltik (+)
normal, metallic sound (-).
- Perkusi
: timpani, pekak alih (-), undulasi (-).
- Palpasi
: nyeri tekan pada daerah epigastrium (+)
hepar dan lien tidak teraba membesar, defans muskuler (-).
4. Pinggang
Nyeri ketok kostovertebra (-/-).
5. Ekstremitas
-

IV.

Superior
: clubbing finger (-), deformitas (-), palmar
eritema (-), edema (+) piting, akralhangat (+).
Inferior
: clubbing finger(-), deformitas
(-) edema (+) piting, akralhangat (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah rutin
19 juli 2016
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Leukosit

9,6

103 ul

410

Limfosit#

1,6

103 ul

0.84

Mid#

0,8

103 ul

0.1-0.9

Granulosit#

7,2

103 ul

27

Limfosit%

16,5

2040

Mid%

9,0

39

Granulosit%

74,5

5070

Hemoglobin

16,1

gr/dl

1116

Eritrosit

5,71

106ul

3.5 - 5.5

Hematokrit

45,5

3750

Indeks eritrosit
MCV
MCH

79,5
28,2

fl
pg

82-95
27-31

MCHC

35,5

g/dl

3236

Trombosit

239

103 ul

100-300

Gula Darah Acak 143

mg/dl

<140

B. Pemeriksaan kimia darah


19 juli 2016
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

SGOT

51

uI

038

SGPT

51,5

uI

0 40

Urea

134,69

mg/dl

1050

Kreatinin

2,1

mg/dl

0.7-1.4

Asamurat

8,4

g/dl

3.4 7

Kolesterol

187

mg/dl

140200

C. EKG

V.

Frekuensi : 65 x/menit

Jenis Irama : sinus

Ritme : reguler

R-R : V1

RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)


A. Anamnesis
1. Nyeri perut pada ulu hati, mual dan muntah
2. Sesak, edem pada tungkai
3. lemah bagian tubuh sebelah kiri

B. Pemeriksaan
1. Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

SGOT

Ul

0-38

SGPT

Ul

0-40

urea
creatinin
UA

Mg/dl
Mg/dl
g/dl

10-50
0,7-1,4
3,4-7

3. Gula Darah Acak 143 mg/dl


DIAGNOSIS

VI.

<140mg/dl

Penyakit jantung koroner dengan decomp cordis & CVA


VII.

POMR (Problem Oriented Medical Record)

DaftarMasalah

Assesment
Problem

Planning

Planning Terapi

Diagnosa

Plannin
g
Monito
ring

Sesak,

EKG

Tirah

baring

Foto

posisi

setengah

mual, muntah ,

thorax

duduk

-Vital

nafsu

Ct scan

Inf PZ 12 tpm

sign

menurun,lemah

Darah rutin

O2 3L/menit

anggota

gerak

Kimia

InjFarsix 2-2-1

riwayat

darah

Captopril 3x12,5

pada

nyeri

ulu

kiri,

hati,
makan

merokok

(+).

Gangguan
sirkulasi

1.

mg

Riwayat CVA (+)

Digoxin 1-0-0

dan HT(+)

ISDN 3x5mg

Vital sign :

Simvastatin 0-0-1

TD:130/80

Inj.Citicolin

mmHg

2x500

-EKG:

Inj. Vit B 3x1amp

RBBB
-laboratorium:

-EKG
-Klinis

WBC 9,6 ul
HB 16,1 gr/dl
HCT 45,4 %
PLT 239
GDA :143 mg/dl

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah
penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria.
Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis
arteritis, emboli koronaria, dan spasme. Oleh karena aterosklerosis merupakan
penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang PJK pada umumnya
terbatas penyebab tersebut

Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas


pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan
yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam
tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering
adalah pada left anterior descendent arteri coronaria, proximal arteri renalis dan
bifurcatio carotis.
2.1 PATOGENESIS PEMBENTUKAN ATEROSKLEROSIS
2.1.1

Pembentukan Aterosklerosis
Ada beberapa hopotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya

aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan


response to injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah
mengenai empat stage respon to injure hypothesis sebagai berikut:

a.

Stage A: Endothelial injure

Endotelial yang intake dan licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin
aliran darah koroner lancar. Faktor resiko yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi
maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan
terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit
(trombosit agregation).
b.

Stage B: Fatty Streak Formation

Gambar 1. Pembentukan formasi lapisan lemak dalam ruang subendotel


c.

Stage C: Fibrosis Plaque Formation

Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe
yaitu:

1) Stable fibrous plaque dan


2) Unstable fibrous plaque

Gambar 2. Formasi plak fibrous yang terdiri atas tutup dan inti

d.

Stage D: Unstable Plaque Formation

Formasi ini akan membentuk plak yang mudah ruptur (vulnarable plaque),
sehingga menyebabkan terbentuknya trombus dan oklusi pada arteri.

Gambar 3.Timeline dari Aterosklerosis


2.1.2

Patofisiologi Terjadinya Infark Miokard

Gambar 4. Aterosklerosis Pada Arteri Koronaria dan Anatomi Vasa


Koronaria

2.2 MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT JANTUNG KORONER


Penyakit jantung koroner memberikan dua manifestasi klinis penting yaitu
akut koroner sindrom dan angina pektoris stabil (ACC/AHA, 2007).
2.2.1 Plak Vulnarable (Plak yang memiliki dinding tipis dengan lemak yang
besar, mudah ruptur jika ada faktor pencetus akibat aktivasi enzim
protease yang dihasilkan makrofag) Akut koroner sindrom
a. ST elevasi miokard infark (STEACS); oklusi total oleh trombus
1) STEMI; infark, dengan peningkatan enzim jantung
2) Angina variant (prinzmetal), jarang terjadi; akibat spasme koroner
b. Non-ST elevasi acute coronary syndrom (NSTEACS); oklusi parsial
1) NSTEMI; infark, dengan peningkatan enzim jantung
2) Unstable angina; kresendo angina, tanpa peningkatan enzim jantung

2.2.2

Pl
ak Stabil (Plak yang memiliki dinding tebal dengan lemak yang
sedikit) angina pektoris stabil; dekresendo angina, tanpa
peningkatan enzim jantung

Gambar 5. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


2.3 FAKTOR RESIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER
2.3.1 Riwayat Keluarga ( Genetik )
Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan
darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko
independent untuk terjadinya PJK, dengan rasio odd dua hingga empat kali
lebih besar dari pada populasi control. Agregasi PJK keluarga menandakan
adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti
bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK
pada keluarga dekat.

2.3.2

Jenis kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan

pada 1 dari 5 laki laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki
mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar daripada perempuan. Pada
beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan
akan

meningkatkan

kadar

kolesterol.

Pada

wanita

hamil

kadar

kolesterolnya akan kembali normal 20 minggu setelah melahirkan.


2.3.3 Diabetes Mellitus
Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih
progresif, lebih kompleks, dan lebih difus dibandingkan kelompok control
dengan usia yang sesuai.
Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-pathologi
pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi
endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD).
2.3.4

Hipertensi Sistemik
Risiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah,
untuk setiap penurunan tekanan darah disatolik sebesar 5 mmHg risiko
PJK berkurang sekitar 16 %. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri,
sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat
akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja
jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium.

2.3.5

Lipid
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat

dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas


terjadinya PJK. Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan
tingkat serum kolesterol yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL
kolesterol : > 160 mg/dL) risiko terjadinya PJK akan meningkat.

2.3.6

Merokok
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya
penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki
hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok
akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung.
Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang
kompleks, diantaranya :

1. Timbulnya aterosklerosis.
2. Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri
koroner)
3. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
4. Provokasi aritmia jantung.

5. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard.


6. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen.
7. Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50 % setelah satu tahun
berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti.
2.3.7

Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko
peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban
penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Penurunan berat
badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia.

2.4 DIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG KORONER


Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.
Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di
dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan
akan dapat mengalami infark atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah
selalu mempunyai konsekuensi buruk terhadap kualitas hidup penderita. Pada
orang-orang muda, pembatasan kegiatan jasmani yang tidak pada tempatnya
mungkin akan dinasihatkan. Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat
pekerjaan mungkin akan berkurang.
Cara-cara Diagnostik Penyakit Jantung Koroner :
No
1

Diagnostik Penyakit Jantung Koroner


Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor
resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.

b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,
dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri
dada akibat neuropati diabetik.
Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

Angina pada wanita dan pria:


a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal

maksudnya nyeri dada)


b. Pria: Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol,
takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan
kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati
hipertensi/diabetik.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur
dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau

penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan


3

juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).


Laboratorium: leukositosis/normal, anemia,

gula

darah

tinggi/normal,

dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat


Enzim Jantung Penanda Infark Miokardium
Enzim
Meningkat
Puncak
Normal
CK-MB
6 jam
24 jam
36-48 jam
GOT
6-8 jam
36-48 jam
48-96 jam
LDH
24 jam
48-72 jam
7-10 hari
Troponin T
3 jam
12-24 jam
7-10 hari
Troponin I
3 jam
12-24 jam
7-14 hari
4
Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru
5
Pemeriksaan Jantung Non-invasif
2.4.1 EKG
Akut Koroner Sindrom:
a. STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru
atau diduga baru; ada evolusi EKG
b. NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris;
6
Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner
Arteriografi Koroner
Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti,
penentuan faktor resiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan
gejala angina pektoris ringan cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila
pasien dengan keluhan yang berat dan kemungkinan diperlukan tindakan
revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah merupakan indikasi.
Pada keadaan yang meragukan apat dilakukan treadmill test. Treadmill test
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan test
pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan angina pektoris dan
pemeriksaannya yang mudah dan biayanya terjangkau. Pada pasien PJK, iskemia

miokard direfleksikan dengan depresi segmen ST, yang sering terlihat pada lead
dengan gelombang R tertinggi (biasanya V5).
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi
dan teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner,
Computed Tomography, Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensitifitas
dan spesifitas yang lebih tinggi. Di samping itu tes ini juga cocok untuk pasien
yang tidak dapat melakukan exercise, di mana dapat dilakukan uji latih dengan
menggunakan obat dipyridamole atau dobutamine.
2.5 PENATALAKSANAAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA
1) Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah, berikan nitrat sublingual
2) Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan
3) Jika mungkin periksa petanda biokimia
b. Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA: Kirim pasien ke
fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi defenitif dapat diberikan
c. Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA
1) Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan
2) Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat
1) Pemberian obat:
a.

Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi


(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm)

b.

Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan


dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

c.

Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap
5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.
Prinsip Management:
STEMI

: MONACO + Reperfusi

NSTEMI

: MONACO + Heparin

A. Hasil penilaian EKG, bila:


1) Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya
IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :
Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam,
usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.
o Streptokinase: BP > 90 mmHg
o tPA: BP < 70mmHg
o Kontraindikasi:

Riwayat

stroke

hemoragik,

active

internal

bleeding, diseksi aorta.


o Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan sama dengan
NSTEMI/UAP.
Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga
memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik
atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi
trombolitik

2) Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T),
diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
3) EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di
UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam
pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan
bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk
evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien
di rawat di ICCU.

2.5.2 Angina Pektoris Stabil (Kronis Koroner Sindrom)


Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kematian dan terjadinya
serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan
angina sehingga memperbaiki kualitas hidup.
Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk
mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup. Tindakan lain adalah

terapi reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner dengan balon dan
pemakaian stent sampai operasi CABG (bypass).
Berikut 10 elemen penting untuk penatalaksanaan angina stabil:
A
Aspirin dan anti angina
B
Beta bloker dan pengontrol tekanan darah
C

Cholesterol kontrol dan berhenti merokok

Diet dan atasi diabetes

Edukasi dan olah raga

2.6 KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG KORONER


Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan
komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum
sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal
jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.

2.7 PROGNOSIS PENYAKIT JANTUNG KORONER


Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:
1. Wilayah yang terkena oklusi
2. Sirkulasi kolateral
3. Durasi atau waktu oklusi
4. Oklusi total atau parsial
5. Kebutuhan oksigen miokard
Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:
1. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit
2. Total mortalitas 15-30%
3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
4. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

BAB III
PEMBAHASAN

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak
sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.1
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh tidak
terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai adanya
hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya tekanan darah
tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi juga dipengaruhi
oleh faktor neurohormonal.6
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai
terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi
ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel
sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik).3
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lain-lain) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.3
Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu5: Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat dan
pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi.

Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah harus


<140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik (chronic kidney
disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki penyakit tersebut5.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi, misalnya
modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat badan, atau
penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi diastolik dan
sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia5.
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam sesuai
dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko komplikasi
bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri. Semakin besar
kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang akan timbul juga
akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu hipertensi akan sangat
berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/
NonST-Elevation Myocardial Infarction-Executive Summary. J Am Coll
Cardiol, 2007; 50:652-726
Acute Coronary Sindromes. (2010). Journal of the American Medical Association, Vol.
303, No.1
Alwi, Idrus. (2006). Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Coughlin, DeBeasi. (2006). Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit (6th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Guyton, AC dan Hall, JE. (2006). Texbook of Medical Physiology (11th ed.).
Philadelphia: Elsevier Saunders Inc.
Gray, Huon., Dawkins., Morgan, John dan Simpson. (2005). Penyakit Jantung
Koroner. Lecture Notes Kardiologi (4th ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harun, S. (2006). Infark Miokard Akut Tanpa ST Elevasi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kalim, Harmani. (2009). Penanganan Mutakhir Penyakit Jantung Koroner: Sindroma
Koroner Akut. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Rahman, Muin. (2006). Angina Pektoris Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Tanuwidjojo S, Rifqi S. (2003). Atherosklerosis from theory to clinical practice,
Naskah lengkap cardiology-update. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Tristohadi, Hanafi. (2006). Angina Pektoris Tak Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai