Anda di halaman 1dari 26

KIMIA MEDISINAL

1. Pendahuluan
Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cabang ilmu kimia
dan biologi, digunakan umtuk memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat
pada tingkat molekul.
Batasan Kimia Medisinal menurut Burger (1970) adalah:
Ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari ilmu kimia dan biologi, dan
digunakan untuk memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat.
Batasan Kimia Medisinal menurut IUPAC (1974) adalah:
Ilmu pengetahuan yang mempelajari penemuan, pengembangan, identifikasi dan
interpretasi cara kerja senyawa biologis aktif (obat) pada tingkat molekul.
Batasan Kimia Medisinal menurut Taylor dan Kennewell (1981) adalah:
Studi kimiawi senyawa atau obat yang dapat memberikan efek menguntungkan
dalam sistem kehidupan dan melibatkan studi hubungan struktur kimia senyawa
dengan aktivitas biologis serta mekanisme cara kerja senyawa pada sistem
biologis, dalam usaha mendapatkan efek pengobatan yang maksimal dan
memperkecil efek samping yang tidak menguntungkan.
Ruang lingkup bidang kimia medisinal menurut Burger (1980) adalah:
1. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang secara empirik telah
digunakan untuk pengobatan.
2. Sintesis struktur analog dari bentuk dasar senyawa yang mempunyai aktivitas
pengobatan potensial.
3. Mencari struktur induk baru dengan cara sintesis senyawa organik, dengan
ataupun tanpa berhubungan dengan zat aktif alamiah.
4. Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya.
5. Mengembangkan rancangan obat.

6. Mengembangkan hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis melalui sifat


kimia fisika dengan bantuan statistik.

Kimia Medisinal (Medicinal Chemistry)


disebut

pula

Kimia

Farmasi

( Pharmaceutical

Chemistry),

Farmakokimia

(Farmacochemie, Pharmacochemistry) dan kimia terapi (Chimie Therapeutique).


Hubungan kimia medisinal dengan cabang ilmu lain yaitu:

Kimia

Analisis

Kimia

Organik

Kimia Fisik

Farmasetika

Biokimia
Kimia

Medisinal

------------->farmakologi

Biofarmasi
----------->

Kedokteran

Biologi
Mikrobiologi

Klinik

Toksikologi
Patologi
Fisiologi

Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga, yaitu:


1. Obat alamiah
Obat yang terdapat di alam.

Pada tanaman, contoh: kuinin dan atropin


Pada Hewan, contoh : minyak ikan dan hormon
Pada mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida (KBr).

2. Obat semisintetik
Obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat
di alam.
Contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3. Obat sintetik murni
Obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan
senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu .
Contoh: obat-obat golongan analgetik-antipiretik, antihistamin dan diuretika.
Dari 252 obat pada daftar obat esensial yang dikeluarkan oleh WHO (1985),
sumber-sumber obat dapat dibagi sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sintesis kimia (48,9%)


Semisintetik (9,5%)
Mikroorganisme (6,4%)
Vaksin (4,32%)
Sera (2%)
Mineral (9,1%)
Tumbuh-tumbuhan (11,1%)
Hewan (8,7%)
Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar yang sangat penting untuk menjelaskan
aktivitas biologis obat, oleh karena:

1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja yang dapat
berinteraksi dengan reseptor biologis.

2. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Absorpsi,


Distribusi dan Ekskresi Obat
Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu (oral, parenteral, anal,
dermal, dll) obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metanolisme dan
ekskresi.
Tiga Fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah :
1. Fasa farmasetik
Meliputi proses pabrikasi, penganturan dosis, formulasi, bentuk sediaan,
pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam
ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh.
2. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (ADME).
Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran
(target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3. Fasa Farmakodinamik
Fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini
berperan dalam timbulnya respons biologis obat.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami prosesproses sebagai berikut :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respons biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu:

a.

Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan


menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan

menimbulkan respons biologis (bioaktivasi)


b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat
yang tetap utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar
obat berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau
terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut sisi kehilangan (site of

loss).
Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang
dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif menjadi
bentuk tidak aktif dan proses ekskresi obat baik sebelum maupun sesudah
proses metabolisme.

A. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Absorpsi Obat


Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat. Kegagalan ata kehilangan obat selama proses absorpsi akan
mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
1. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna

Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi
pada saluran cerna.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat pada saluran
cerna antara lain:
Bentuk sediaan
Sifat kimia fisika
Cara pemberian
Faktor biologis
Faktor-faktor lain seperti umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan

senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.


Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel
molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
2. Absorpsi Obat melalui Mata
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi
melalui membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan
penetrasi tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk
yang tidak terionisasi dan mudah larut dalam lemak cepat diabsorpsi oleh
membran mata. Penetrasi obat yang bersifat asam lemah lebih cepat dalam
suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk tidak terionisasinya besar
sehingga mudah menembus membran mata. Untuk obat yang bersifat basa lemah
penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
3. Absorpsi Obat melalui Paru
Obat anestesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi
melalui epitel paru dan membran mukosa saluran napas. Krena mempunyai luas
permukaan besar maka absorpsi melalui buluh darah paru berjalan dengan cepat.

Absorpsi obat melalui paru tergantung pada:


Kadar obat dalam alveoli
Koefisien partisi gas/darah
Kecepatan aliran darah paru
Ukuran partikel obat

4. Absorpsi Obat melalui Kulit


Absorpsi obat melalui kulit sangat tergantung pada kelarutan obat dalam lemak
karena epidermis kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis.

B. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Distribusi Obat

Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul


obat secara serentak didistribusikan ke seluruh jaringan dan organ tubuh.
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan
tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
- Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak
- Sifat membran biologis
- Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh
- Ikatan obat dengan sisi kehilangan
- Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
- Masa atau volume jaringan
1. Struktur Membran Biologis
Membran biologis mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
- Sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas yang khas
- Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi
a. Komponen Membran Sel
- Lapisan Lemak Bimolekul
- Protein
- Mukopolisakarida
b. Model Membran Sel
- Model Struktur Membran Davson-Danielli (1935)
Struktur membran sel terdiri daru dua bagian dalam adalah bagian lapisan
lemak bimolekul dan bagian luar adalah satu lapisan protein, yang mengapit

lapisan lemak bimolekul. Protein ini bergabung dengan bagian polar lemak melalui
kekuatan elektrostatik.
- Model Struktur Membran Robertson (1964)
Memperjelas model membran biologis Davson-danielli yaitu daerah polar
molekul lemak secara normal berorientasi pada permukaan sel dan diselimuti oleh
satu lapis protein pada permukaan membran.
- Model Struktur Membran Singer dan Nicholson (1972)
Disebut model cairan mosaik dimana struktur membran terdiri dari lemak
bimolekul dan protein globular yang tersebar diantara lemak bimolekul tersebut.
2. Hubungan Struktur, Kimia Fisika dengan Proses Distribusi Obat
Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran
biologis melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia,
sifat kimia fisika obat dan sifat membran biologis.
Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi aktif.

- Difusi pasif
Difusi pasif melalui pori
Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
Difusi pasif dengan fasilitas
- Difusi aktif
Sistem pengangkutan aktif
Pinositosis
Interaksi obat dengan biopolimer

C. Hubungan Struktur, Kimia Fisika dengan Proses Ekskresi Obat

1. Ekskresi obat melalui Paru


Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang digunakan secara
inhalasi. Sifat fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru
adalah koefisien partisi darah/udara.
2. Ekskresi obat melalui Ginjal
Ekskresi obat melalui Ginjal melibatkan tiga proses:
- Penyaringan Glomerulus
- Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal
- Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal
3. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis
menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati
empedu menuju ke usus dengan mekanisme pegangkutan aktif. Obat tersebut
biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sulfat atau
glisin. Di usus bentuk terkonjugat tersebut secara langsung diekskresikan
melaui tinja, atau dapat mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus
menjadi senyawa yang bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali ke plasma
darah, kembali ke hati, dimetabolisis, dikeluarkan lagi melaui empedu menuju ke
usus,demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus yang dinamakan
siklus enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih
panjang.

3. Hubungan struktur dan proses Metabolisme Obat

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktovitas biologis, masa kerja


dan toksisitas obat sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan
senyawa organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia
medisinal.

Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis


a.

dengan melalui dua jalur, yaitu:


Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan

reseptor dan menimbulkan respons biologis.


b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme
menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons
biologis (bioaktivasi).
Metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non polar, menjadi
senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat
1. Faktor Genetik atau Keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang
terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau
keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme
obat.
2. Perbedaan Spesies dan Galur

Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan
galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada
perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh
perbedaan dilakukan terhadap tipe resksi metabolik atau perbedaan kualitatif
dan pada kecepatan metabolisme atau perbedaan kuantitatif.
3. Perbedaan Jenis kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolisme obat.
4. Perbedaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati
yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat
peka terhadap obat.
5. Penghambatan Enzim Metabolisme
Pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang
menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek
obat, memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek
samping dan toksisitas.
6. Induksi Enzim Metabolisme
Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau proses induksi
enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas
dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya
menjadi lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa
obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan pembentukan metabolit
reaktif.
7. Faktor lain-lain
Diet makanan, keadaan kekurangan gizi, ganguan keseimbangan hormon,
kehamilan, pengikatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan
dan keadaan patologis hati.
B. Tempat Metabolisme Obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan
organ-organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh
yang merupakan tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih
banyak enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain. Setelah pemberian secara
oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk keperedaran darah dan kemudian ke
hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa
organik asing melewati sel-sel hati secara perlahan-lahan dan termetabolisis
menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekskresikan melalui urin.
C. Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organik Asing
Reaksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dua tahap, yaitu:
1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisme
2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi
a. Reaksi fasa I
1. Reaksi oksidasi:
- Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari
2.
-

gugus karbonil dan imin.


Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik
Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S
Oksidasi alkohol dan aldehid
Reaksi oksidasi lain-lain
Reaksi reduksi
Reduksi aldehid dan keton
Reduksi senyawa azo dan nitro
Reaksi reduksi lain-lain
Reaksi fasa I dapat dicapai dengan :

1. Secara langsung memasukkan gugus fungsional, contoh : hidroksilasi senyawa


aromatik dan alifatik
2. Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul, contoh :
reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol
Fasa I dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkonjugasi atau
mengalami reaksi fasa II. Tujuan reaksi fasa II adalah mengikat gugus

fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang mudah
terionisasi dan bersifat polar.

b.
1.
-

Reaksi fasa II
Reaksi konjugasi:
Konjugasi asam glukuronat
Konjugasi sulfat
Kinjugasi dengan glisin dan glutamin
Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat

c. Reaksi asetilasi
d. Reaksi metilasi

4. Hubungan Struktur, Ikatan Kimia dan Aktivitas Biologis


Respons biologis merupakan akibat interaksi molekul obat dengan gugus
fungsional molekul reseptor. Interaksi ini dapat berlangsung karena kekuatan
ikatan kimia tertentu.

Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi


obat reseptor antara lain adalah ikatan-ikatan kovalen, ion-ion yang saling
memperkuat (reinforce ions), ion (elektrostatik), hidrogen, ion-dipol, dipol-dipol,
van der Waals, ikatan hidrofob dan transfer muatan.
a. Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang
elektron secara bersama-sama. Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang
paling kuat dengan rata-rata kekuatan ikatan 1000 kkal/mol. Dengan kekuatan
ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal ikatan bersifat ireversibel dan hanya

dapat pecah bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu. Interaksi obatkatalisator melalui ikatan kovalen menghasilkan kompleks yang cukup stabil dan
sifat ini dapat digunakan untuk tujuan pengobatan tertentu.
b. Ikatan ion
Ikatan ion adalah ikatan yag dihasilkan oleh daya tarik menarik
elektrostatik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik-menarik
akan makin berkurang bila jarak antar ion makin jauh dan pengurangan tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya.
c. Interaksi Ion-Dipol dan dipol-Dipol
Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang lain
seperti O dan N, akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol,
yang mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai
daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah.
Contoh: turunan metadon
d. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang mempunyai
muatan positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan
mempunyai sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap seperti O, N, F. Atom
yang bermuatan positif parsial dapat berinteraksi dengan atom negatif parsial
dari molekul atau atom lain yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu molekul.
Contoh : H2O
e. Ikatan Van Der Waals
Ikatan van der waals merupakan kekuatan tarik-menarik antar molekul
atau atom yang tidak bermuatan dan letaknya berdekatan atau jaraknya 4-6 .
Ikatan ini terjadi karena sifat kepolarisasian molekul atau atom. Meskipun
secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan ikatan van del waals merupakan
faktor pengikat yang cukup bermakna terutama untuk senyawa-senyawa yang

mempunyai berat molekul tinggi. Ikatan van der waals terlibat pada interaksi
cincin benzen dengan daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi rantai
hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor.
f. Ikatan hidrofob
Ikatan hidrofob merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor
biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut dalam air dan molekulmolekul air disekelilingnya akan bergabung melalui ikatan hidrogen membentuk
struktur quasi-crystalline (icebergs).
g. Transfer Muatan
Kompleks yang terbentuk antara dua molekul melalui ikatan hidrogen
merupakan kasus khusus dari fenomena umum kompleks donor-aseptor, yang
distabilkan melaui daya tarik-menarik elektrostatis antara molekul donor
elektron dan molekul aseptor elektron.
Contoh: komplek transfer muatan N-metilpiridinum iodida

5. Hubungan Struktur dan Interaksi Obat-Reseptor

Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung


gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan
bersifat spesifik, dapat berinteraksi secara reversibel dengan molekul obat yang
mengandung gugus fungsional spesifik, menghasilkan respons biologis yang
spesifik pula.
Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap, yaitu:
a. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik
Interaksi ini memerlukan afinitas
b. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein
sehingga timbul respons biologis.
A.Teori Klasik
Crum, Brown dan Fraser (1869), mengatakan bahwa aktivitas biologis suatu
senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi
pada sistem biologis mempunyai sifat yang karakteristik.
Langley (1878), dari studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin,
memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali dan kemudian dikembangkan
oleh Ehrlich.
Ehrlich (1907), memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep
sederhana tentang interaksi obat-reseptor yaitu corpora non agunt nisi fixata
atau obat tidak dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor.
B. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati satu
sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebih agar tetap
efektif selama proses pembentukan kompleks.
Obat akan berinteraksi dengan reseptor membentuk kompleks obatreseptor. Clark hanya meninjau dari segi agonis saja yang kemudian dilengkapi
oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari segi antagonis.
Respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat
merupakan:

1. Rangsangan aktivitas (efek agonis)


2. Pengurangan aktivitas (efek antagonis)
Ariens (1954) dan Stephenson

(1956), memodifikasi dan membagi

interaksi obat-reseptor menjadi dua tahap, yaitu:


1. Pembentukan kompleks obat-reseptor
2. Menghasilkan respons biologis
Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas
dapat menunjang afinitas interaksi obat-reseptor dan mempunyai efisiensi untuk
menimbulkan respons biologis sebagai akibat pembentukan kompleks obat
reseptor.
Afinitas

Efikasi

O + R ----------> Kompleks O-R -----------> Respons biologis


O + R ----------> O-R ----------> Respons (+) : Senyawa agonis
<----------O + R -----------> O-R ----------> Respons (-) : Senyawa antagonis
<-----------C. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa obat hanya
efisien pada saat berinteraksi dengan reseptor.
Paton (1961), mengatakan bahwa efek biologis dari obat setara dengan
kecepatan ikatan obat-reseptor

dan bukan dari jumlah reseptor yang

didudukinya.

Asosiasi
+ R ----------->
<-----------

Disosiasi
Kompleks
O-R

---------->

Respons

biologis

Senyawa dikatakan agonis bila mempunyai kecepatan asosiasi atau sifat


mengikat reseptor besar dan disosiasi yang besar.
Senyawa dikatakn antagonis bila mempunyai kecepatan asosiasi sangat besar
sedang disosiasi nya sangat kecil.
Senyawa dikatakan agonis parsial bila kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak
maksimal.
D. Teori Kesesuaian Terimbas
Menurut Koshland (1958), ikatan enzim (E) dengan substrat (S) dapat
menginduksi

terjadinya

perubahan

konformasi

struktur

enzim

sehingga

menyebabkan orientasi gugus-gugus aktif enzim.


(E) + (S) ----------> Kompleks E-S -----------> Respons biologis
<----------E. Teori Ganguan Makromolekul
Belleau (1964), memperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori
gangguan makromolekul. Menurut Belleau, interaksi mikromolekul obat dengan
makromolekul protein (reseptor) dapat menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk konformasi reseptor sebagai berikut:
1. Gangguan konformasi spesifik (Specific Conformational Perturbation = SCP)
2. Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Specific Conformational Perturbation =
NSCP.
Obat agonis adalah obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat
mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP sehingga menimbulkan respons
biologis.
Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan
dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan
efek pemblokan.
Pada teori ini ikatan hidrofob merupakan faktor penunjang yang penting
pada proses pengikatan obat-reseptor.
F. Teori Pendudukan-Aktivasi

Ariens

dan

Rodrigues

de

Miranda

(1979),

mengemukakan

teori

pendudukan-aktivasi dari model dua keadaan yaitu bahwa sebelum berinteraksi


dengan obat, reseptor berada dalam kesetimbangan dinamik antara dua keadaan
yang berbeda fungsinya, yaitu:
1. Bentuk teraktifkan (R*) : dapat menunjang efek biologis
2. Bentuk istirahat (R) : tidak dapat menunjang efek biologis
Agonis
R

----------->

R*

<----------Antagonis
G. Konsep Kurir Kedua
Reseptor dari banyak hormon berhubungan erat dengan sistem adenil
siklase. Sebagai contoh katekolamin, glukagon, hormon paratiroid, serotonin dan
histamin telah menunjukkan pengaruhnya terhadap kadar siklik-AMP dalam
intrasel, tergantung pada hambatan atau rangsangan adenil siklase. Bila
rangsangan tersebut meningkatkan kadar siklik-AMP, hormon dianggap sebagai
kurir pertama (first messenger), sedang siklik-AMP sebagai kurir kedua (second

messenger).
H. Teori Mekanisme dan Farmakofor sebagai dasar Rancangan Obat
Teori mekanisme dan farmakofor sebagai dasar rancangan obat dapat
diilustrasikan oleh obat antihipertensi penghambat kompetitif enzim pengubah
angiotensin (Angiotensin-converting enzyme = ACE).

6. HUBUNGAN KUALITATIF STRUKTUR-AKTIVITAS


A. Aktivitas Obat
Dasar dari aktivitas obat adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai
dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.

Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat, yaitu:


- Fasa farmakokinetik

Meliputi proses fasa II dan


fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang menghasilkan
ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (pH = 7,4)
yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa
yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang
menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada.
Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan
target.
- Fasa farmakodinamik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi
molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan
target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat seperti ikatan kovalen ,
ion van der waals, hidrogen, hidrofob, ion-dipol atau dipol-dipol, keserasian
bentuk dan ukuran molekul obat dengan reseptor. Fasa V adalah induksi
ransangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons
biologis. Rancangan obat dalapt dilakukan pada fasa I sampai IV.
1. Aktivitas pada Fase Farmakokinetik
Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus
berinteraksi dengan reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar

yang cukup tinggi. Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dulu harus melalui
proses farmakokinetik.
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah :
a. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, cairan
ekstrasel dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
b. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin
dapat mengikat obat.
c. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan
waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut yang sangat menentukan
kinetika obat.
d. Dosis dan sediaan obat, transpor antar kompartemen seperti proses absorpsi,
bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukann lama obat dalam tubuh.
Metabolisme

obat

mempunyai

peranan

penting

dalam

proses

farmakokinetik. Sistem enzim metabolisme obat, terutama enzim oksidase di


hati serta enzim hidrolase di hati dan plasma, berperan dalam mengubah senyawa
lipofilik menjadi

substrat

untuk

sistem konjugasi. Selanjutnya senyawa

mengalami konjugasi menghasilkan konjugat glukuronida, sulfat dan glisin yang


bersifat sangat mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan melalui ginjal
atau hati. Senyawa lipofilik yang tahan terhadap proses metabolisme akan
diakumulasikan pada jaringan lemak.
Pengikatan obat dengan protein plasma terutama albumin juga berperan
penting dalam proses farmakokinetik. Hanya fraksi obat yang bebas (bentuk
tidak terikat) dalam plasma yang dipandang sebagai indikator untuk kadar obat
dalam kompartemen-kompartemen lain, bukan kadar obat dalam plasma.
2. Aktivitas yang Terjadi pada Proses Farmakokinetik Lingkungan
Farmakokinetik lingkungan mempelajari tentang interaksi antara makhluk
hidup, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan senyawa-senyawa kimia yang
tersebar di lingkungan.
Studi farmakokinetik lingkungan meliputi :

a. Ekosistem atau populasi dalam lingkungan


Bagian utama sistem kompartemen lingkungan adalah udara, tanah, air tanah dan
air permukaan serta populasi berbagai spesies tanaman dan hewan atau biomasa.
b. Polutan
Tingkat akumulasi polutan atau senyawa radioaktif perlu ditentukan dengan
satuan unit per waktu, juga waktu paro (t1/2) dan kecepatan eliminasi biologisnya.
c. Senyawa anorganik.
Ditentukan waktu beradanya, lama senyawa berubah, kadar senyawa dan
kecepatan peningkatan senyawa dengan satuan unit per waktu, waktu eliminasi
senyawa sampai tercapai keadaan keseimbangan dan waktu paro senyawa.
3. Aktivitas oleh Induksi dari Efek
Kekuatan respons biologis obat tergantung pada :
a. Jumlah tempat reseptor yang diduduki
b. Rata-rata lama pendudukan, yang tergantung pada kecepatan disosiasi kompleks
obat-reseptor
c. Kemampuan atau kapasitas molekul obat untuk menginduksi perubahan bentuk
konformasi biopolimer, yang dibutuhkan sebagai pemicu rangsangan timbulnya
respons biologis.
4. Afinitas dan Aktivitas Instrinsik
Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas
dapat menunjang afinitas interaksi obat-reseptor dan mempunyai efisiensi untuk
menimbulkan respons biologis sebagai akibat pembentukan kompleks obat
reseptor.
Parameter induksi efek pada reseptor spesifik adalah sebagai berikut :
a. Afinitas molekul obat dengan reseptor, yang ditentukan oleh kekuatan ikatan
obat-reseptor.
b. Kompleks obat-reseptor yang memungkinkan terjadinya perubahan transformasi
dan distribusi muatan reseptor sehingga timbul rangsangan atau respons yang
sesuai. Kemampuan untuk menimbulkan respons biologis disebut aktivitas
intrinsik.

Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk mengikat reseptor. Afinitas


sangat tergantung pada struktur molekul obat dan sisi reseptor.
Aktivitas intrinsik adalah ukuran kemampuan obat untuk dapat memulai timbulnya
respons biologis. Aktivitas intrinsik merupakan karakteristik dari senyawasenyawa agonis.
5. Aktivitas pada Percobaan in vivo dan in vitro
Aktivitas biologis pada percobaan in vivo adalah satu integrasi dan
keseimbangan yang kompleks dari sifat kimia fisika senyawa yang ditentukan oleh
berbagai kondisi biologis atau biokimia dan biofisika pada berbagai fasa dari
aktivitas obat.
Studi obat secara in vitro pada pecobaan dengan menggunakan organ yang
terisolasi, pengaruh dari transpor, perubahan kimia, metabolisme dan ekskresi
obat menjadi minimal dan distribusi menjadi lebih sederhana, sehingga
diharapkan hubungan struktur-aktivitas menjadi lebih jelas dan mendapatkan
informasi tentang sifat kimia obat yang berperan terhadap aktivitas, bagian
struktur molekul obat yang berinteraksi dengan reseptor (gugus fungsi) dan
penyebab dari efek.
6. Aktivitas dari Senyawa Multipoten
Beberapa senyawa dalam satu turunan obat dapat menunjukkan aktivitas
biologis yang bermacam-macam.
Hubungan antara komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas senyawa
multipoten mempunyai kemungkinan bervariasi, yaitu:
a. Komponen yang bervariasi dalam aktivitas biologis disebabkan oleh interaksi obat
dengan tipe reseptor yang berbeda
b. Komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas kemungkinan disebabkan
oleh tipe molekul yang berbeda. Molekul obat sendiri dapat menimbulkan satu
efek sedang metabolitnya menimbulkan efek yang lain

c. Komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas kemungkinan merupakan


aspek yang mendasar dari satu tipe unit aksi farmakologis
d. Hilangnya satu komponen aktivitas dalam spektrum aktivitas dari turunan obat
tertentu kemungkinan disebabkan oleh perbedaan distribusi, tidak oleh
pemisahan yang mendasar dari aktivitas komponen.
7. Efek Terapetik dan Efek Samping
Spektrum efek dari senyawa multipoten dapat dibedakan dalam efek
terapetik dan efek samping atau efek yang diinginkan dan efek yang tidak
diinginkan. Kualifikasi efek terapetik atau efek samping dapat relatif subyektif.
Untuk mencapai tujuan pengembangan obat dapat dilakukan dengan
menghilangkan salah satu komponen aktivitas dari spektrum aktivitas obat atau
memisahkan dua komponen aktivitas dari satu obat menjadi dua senyawa yang
berbeda, melalui manipulasi molekul.
B. Hubungan Struktur-Aktivitas
1. Faktor yang Kurang Mendukung Hubungan Struktur-Aktivitas
a. Perbedaan keadaan pengukuran parameter kimia fisika dan aktivitas biologis
b. Senyawa yang digunakan ternyata bentuk pra-obat, yang terlebih dahulu harus
mengalami bioaktivasi menjadi metabolit aktif.
c. Aktivitas obat dipengaruhi oleh banyak keadaan in vivo, seperti distribusi obat
yang melibatkan proses transpor, pengikatan oleh protein, proses metabolisme
yaitu bioaktivasi dan biodegradasi serta proses ekskresi.
d. Senyawa mempunyai pusat atom asimetris, sehingga kemungkinan merupakan
campuran rasemat dan masing-masing isomer mempunyai derajat aktivitas yang
berbeda.
e. Senyawa mempunyai aktivitas biologis yang mirip dengan senyawa lain tetapi
berbeda mekanisme aksinya.
f. Pengaruh bentuk sediaan terhadap aktivitas
Formulasi farmasetis dapat menyebabkan kegagalan studi hubungan strukturaktivitas. Faktor seperti ukuran partikel dan bentuk kristal obat dalam sediaan
farmasi kemungkinan dapat mempengaruhi potensi obat.

g. Obat bersifat multipoten


Struktur kimia yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis yang
berbeda mungkin serupa atau tuumpang tindih, sedikit atau banyak dan ini pada
umumnya terdapat pada senyawa multipoten
h. Perbedaan spesies
Terutama pada obat yang memberikan perbedaan aktivitas yang besar oleh
adanya perbedaan spesies. Perbedaan ini pada umumnya terjadi pada obat
bersifat

lipofilik yang

kemungkinan

disebabkan

oleh

perbedaan

proses

perubahan metabolik (oksidatif atau hidrolitik) di hati dan proses ekskresi obat
di ginjal.
2. Faktor yang Mendukung Hubungan Struktur-Aktivitas
a. Hubungan struktur-aktivitas empiris yang sifatnya Insidental
Untuk tipe obat tertentu hukum empiris yang diperlukan untuk terjadinya
aktivitas biologis dapat digunakan untuk membuat turunan obat berdasarkan
data percobaan yang tersedia.
b. Struktur obat simetrik
Beberapa tipe obat tertentu ada yang mengandung dua gugus fungsi yang
simetrik yang berhubungan dan mungkin diperlukan untuk aktivitas atau
mempunyai keuntungan tertentu.
3. Hubungan struktur-aktivitas yang sebenarnya
Aktivitas biologis merupakan refleksi sifat kimia fisika dari senyawa bioaktif,
sehingga hubungan struktur-aktivitas sebenarnya ada hukum yang tertentu.
a. Hubungan sifat kimia fisika dan aktivitas
b. Hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis obat dengan tempat aksi yang
sama
c. Hubungan struktur-aktivitas tak langsung
d. Hubungan struktur-aktivitas untuk stereoisomer
C. Pengukuran Kuantitatif Aktivitas Biologis
1. Efek individu
2. Efek bertingkat
3. Efek kuantal

Anda mungkin juga menyukai