pemberian Analgetik pada penderita penyakit otot dan persendian : dihentikan bila gejala
sakit sudah mereda
Salep 2-4 > hanya diberikan pada malam hari karena bila diberikan pada siang hari dan
terkena matahari makam memyebabkan salep menjadi terurai dan dapat mengiritasi kuli
sehingga kulit menjadi kemerahan dan berwana belang-belang
dan penggunaan antibiotik untuk infeksi non-bakteri (contoh penyakit karena virus yang
sebenarnya adalah self limiting disease atau dapat sembuh sendiri)
Penggunaan pengobatan suntikan berlebih dimana sebenarnya pengobatan secara oral (diminum)
dapat digunakan
Tidak mengikuti terapi pengobatan sesuai dengan panduan klinis (guidelines)
Pengobatan sendiri yang tidak tepat, umumnya untuk obat yang seharusnya dibeli dengan resep
dokter, dan dikonsumsi dengan dosis yang tidak sesuai
American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menyarankan pemberian obat batuk pilek pada
anak di bawah usia 2 tahun karena besarnya efek samping yang mungkin terjadi. Obat anti batuk
tidak dianjurkan karena batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran pernapasan, termasuk diantaranya adalah dahak atau lendir. Kenyataannya,
obat batuk-pilek belum terbukti sepenuhnya efektif untuk anak. Lebih berbahaya lagi, risiko
terjadinya overdosis obat pada anak.
The Food and Drug Administration (FDA) menyarankan untuk tidak mengonsumsi obat batukpilek pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun. Pemberian antibiotik pun umumnya tidak perlu
karena batuk-pilek pada anak kebanyakan disebabkan oleh virus yang akan sembuh sendiri.
Demam pada anak memiliki arti bahwa mekanisme tubuh anak sedang bekerja melawan kuman,
apabila tidak terlalu tinggi, tidak perlu diberikan obat demam. Suplemen vitamin pun harus
digunakan secara hati-hati karena vitamin tersebut dapat membebani kerja ginjal dan hati
sehingga dapat mengganggu fungsi organ, menimbulkan gangguan pembekuan darah, dan
keracunan vitamin. Suplemen pun belum tentu terbukti efektif meningkatkan nafsu makan.
Lalu apa obatnya?
Penanganan untuk keluhan karena virus adalah makan makanan bergizi, banyak minum, dan
istirahat. Tubuh sebagai ciptaan mahasempurna dari Yang Kuasa memiliki mekanisme luar biasa
untuk menghalau penyakit yang datang ke badan. Kekebalan tubuh yang ditunjang makanan
bergizi dari luar pun membutuhkan waktu untuk bekerja sehingga tentunya kesabaran diperlukan
sampai keluhannya membaik. Penyakit ringan memang akan terus terjadi karena itu adalah cara
alami untuk melawan bakteri atau virus di dalam tubuh. Jadi janganlah cepat panik dan terburuburu mengonsumsi obat apabila anda sakit. Meskipun obat berguna untuk kesehatan, namun
apabila digunakan sembarangan maka akan merugikan kesehatan itu sendiri.
Polemik puyer
Puyer (powder) atau pulvis adalah salah satu bentuk sediaan obat yang biasanya didapat dengan
menghaluskan atau menghancurkan sediaan obat tablet atau kaplet yang biasanya terdiri atas
sedikitnya dua macam obat. Lima puluh tahun yang lalu pembuatan obat dengan cara racikan ini
dikerjakan pada 60% resep dokter, namun saat ini di luar negeri resep racikan ini turun hingga
tinggal 1% .
Kontroversi penggunaan puyer saat ini timbul karena kekhawatiran bahwa puyer tidak sesuai
dengan Penggunaan Obat Rasional, tidak steril, memiliki risiko dosis yang kurang tepat, reaksi
campuran berbagai jenis obat, dan tidak sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Menurut Prof.Dr. Iwan Darmansjah, Sp. Fk, puyer saat ini masih diresepkan di Indonesia karena
memang tidak ada peraturan resmi yang melarangnya dan dokter diberi wewenang untuk
melakukannya. Menurut beliau pengobatan rasional-lah yang paling diperlukan.
Prof dr Iwan Dwiprahasto MMedSc PhD, guru besar Fakultas Kedokteran UGM mengajak para
profesional kesehatan untuk senantiasa mengacu pada bukti-bukti ilmiah terkini dengan tetap up
to date yang merupakan prasyarat fundamental dalam implementasi Evidence Based Medicine
(EBM).
Polemik puyer yang beredar saat ini memang masih belum terlihat bagaimana ujungnya. Dari
pemerintah sendiri hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang dikeluarkan untuk
menyikapi masalah ini. Puyer yang dicap sebagai salah satu penggunaan obat yang tidak rasional
memang menimbulkan berbagai kontroversi di masyarakat.
Perdebatan tentang kontroversi penggunaan puyer yang sekarang terjadi dalam masyarakat
disarankan untuk diselesaikan secara ilmiah. Perdebatan ilmiah harus disertai fakta ilmiah
berdasarkan evidence based medicine untuk menentukan mengenai bahaya puyer dan
menyatakan apakah puyer tersebut dapat tetap diresepkan atau tidak di Indonesia.
Be Smarter Be Healthier
Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah pemberian obat yang sesuai kebutuhan pasien,
dengan dosis yang sesuai, dalam periode waktu tertentu, dan dengan biaya serendah mungkin
baik bagi pasien maupun komunitasnya. Dr Purnamawati S Pujiarto, SpA(K), MMPed
mengatakan bahwa pola pengobatan yang rasional bukanlah pengobatan yang tergopoh-gopoh
mengobati gejala, melainkan mencari akar permasalahan.
Menurut dokter yang akrab disapa Wati ini pemberian obat berlebihan (polifarmasi) merupakan
salah satu bentuk penggunaan obat irasional yang lazim ditemui. Dalam kasus tersebut biasanya
pengobatan bersifat simtomatis atau pengobatan terhadap gejala, bukan pada sumber penyakit.
Jadi apabila terdapat 4 gejala maka diberikanlah 4 jenis obat.
Pemberian obat tidak rasional ini pun dipengaruhi oleh berbagai pihak :
Dokter. Dokter yang kurang percaya diri mengenai pengobatan yang diberikannya, kurangnya
pengetahuan berdasarkan panduan klinis (guidelines) mengenai tatalaksana penyakit, dan rasa
ketakutan bahwa pasien akan berpindah ke dokter lain apabila obat yang diberikan tidak
langsung menyembuhkan
Pasien. Pasien yang menuntut pemberian obat yang mujarab dan langsung sembuh, terkadang
juga meminta antibiotik untuk infeksi virus, serta protes apabila pulang konsultasi tidak diberi
obat (umumnya meminta obat meskipun hanya vitamin). Obat yang diminta pun paten karena
adanya pandangan semakin mahal obat semakin bagus obatnya sehingga obat generik yang
murah tidak lagi dipercaya (belum tentu benar). Suatu produk yang berkualitas belum tentu
mahal
Banyaknya obat yang beredar di pasaran. Obat dengan bahan aktif yang sama, misalnya
ranitidin saat ini mereknya beredar sekitar ratusan di pasaran. Banyak pula obat jenis ini yang
termasuk di dalam mee-too drugs. Banyaknya merek obat akan membuat seorang dokter
bingung dan terkadang salah mengenali obat mee-too yang terkadang harganya jauh di atas
obat paten
Banyak faktor yang mempengaruhi pengobatan. Karena itulah diperlukan kerjasama dari
berbagai pihak untuk kembali merasionalisasikan pengobatan. Kita semua sebagai pasien saat ini
pun sebaiknya memang lebih kritis mengenai diagnosa penyakit dan obat yang diberikan.
Pergunakanlah hak pasien untuk bertanya dan memperoleh informasi mengenai gangguan
kesehatan dan obat yang diresepkan.
Dibawah ini terdapat beberapa tips untuk menghindari resep obat irasional:
Pelajari penyakit-penyakit harian seperti demam, batuk pilek, diare, dan sakit kepala. Biasakan
browsing di internet dari situs yang tepercaya, seperti Mayoclinic, AAP, RCH, Kidshealth, CDC,
WHO, BMJ, dan NEJM
Ketika ke dokter, pahami, tujuannya adalah berkonsultasi, bukan sekadar meminta secarik resep.
Berdiskusilah, mintalah diagnosis dalam bahasa medis sehingga bisa digunakan saat mencari
informasi tambahan di internet atau sumber lain, mintalah penjelasan penyebab timbulnya
masalah, diagnosis, dan rencana penanganannya
Ketika diberi resep, hitung jumlah barisnya. Jika lebih dari dua, berhati-hatilah bahwa terdapat
polifarmasi
Tanyakan baris per baris obat ke dokter (dan farmasis), meliputi kandungan aktifnya, mekanisme
kerja, indikasi, kontra indikasi, dan risiko efek samping
Resep jangan langsung dibeli, cari informasi tambahan mengenai obat obatan yang diresepkan.
Tidak perlu khawatir kondisi akan memburuk sebab apabila kita berada dalam kondisi gawat
darurat, tentu akan langsung dirujuk rawat inap dengan berbagai intervensi segera
Mintalah resep obat generik karena obat paten dengan harga mahal meskipun memiliki bahan
dasar yang sama bukanlah jaminan bahwa obat tersebut lebih baik.
Sumber : http://www.klikdokter.com/article/detail/627