Anda di halaman 1dari 7

Analisis Pergerakan Harga Daging Sapi Juli-Agustus 2010

Dalam penulisan kali ini penulis akan mencoba melakukan analisis terhadap pergerakan
terkini harga daging sapi di pasar tradisional dengan menekankan kepada motif dan prinsip
ekonomi yang berlaku.
Fokus dari tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi daging sapi dalam negeri dan daging sapi impor, permintaan daging
sapi dalam negeri, harga daging sapi impor, harga daging sapi dunia serta harga daging sapi
dalam negeri.
1. Kutipan Berita
SURABAYA--MI: Harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional di Surabaya, Sabtu (17/7),
naik sekitar Rp2.000 per kilogram (kg) dari harga yang ditawarkan pada pekan sebelumnya
(10/7) seiring naiknya permintaan pasar.
"Kini, harga daging sapi di pasar ini mencapai Rp59.000 per kg. Kalau pekan lalu hanya
Rp57.000," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Zainal Abidin saat
menghadiri peresmian Pasar Induk Agribis Puspa Agro di Sidoarjo, Sabtu (17/7) pagi.
Ia menjelaskan, sejak awal Juli ini grafik permintaan pasar terhadap komoditas tersebut
perlahan meningkat. Padahal, stoknya di wilayah ini diprediksi cukup memenuhi kebutuhan
pasar.
"Sementara itu, faktor tingginya permintaan pasar juga meningkatkan harga daging ayam
ras. Kenaikan harga ayam juga dipengaruhi tingginya harga pakan," katanya.
Pedagang Daging Ayam Ras di Pasar Jagir Baru Surabaya, Hariadi, membenarkan, kini harga
komoditas tersebut naik menjadi Rp24.500 per kg. "Padahal, harga pekan sebelumnya (10/7)
hanya mencapai Rp21.500 per kg," katanya.
Kenaikan harga daging ayam ras, kata dia, ikut dipicu anomali musim beberapa pekan
terakhir sehingga ada sejumlah ayam ras mengalami sakit. "Situasi tersebut tentu saja
berpengaruh terhadap stok ayam ras di pasar ini," katanya.
Menanggapi tingginya harga daging ayam ras, konsumen daging ayam ras di Pasar
Wonokromo Surabaya, Febry Tri Sukma, berharap, pada H-7 Ramadhan 1431 Hijriah kondisi ini
tidak terjadi mengingat saat itu permintaan pasar tinggi.
"Sebelum Ramadan, biasanya sejumlah masyarakat melaksanakan acara selamatan dan
selalu membeli daging ayam ras. Pilihan daging ayam ras karena harganya lebih terjangkau
dibandingkan harga daging ayam kampung yang kini antara Rp37.000,00 per ekor hingga
Rp40.000,00 per ekor," katanya. (Ant/OL-9)
Sumber: Media Indonesia, Sabtu, 17 Juli 2010

Semarang (ANTARA News) - Sejumlah pedagang bakso yang ada di Kota Semarang dan
sekitarnya mengeluhkan mahalnya harga daging sapi di pasaran yang saat ini mencapai
Rp60 ribu per kilogram.
"Kenaikan harga daging tersebut berbanding terbalik dengan harga hewan ternak sapi
yang saat ini sedang turun cukup drastis di kalangan peternak," kata Ketua Paguyuban
Pedagang Mi dan Bakso Jawa Tengah, Lasiman, di Semarang, Minggu.
Selain mengeluhkan kenaikan harga daging sapi dari Rp40 ribu menjadi Rp60 ribu per
kilogram, para pedagang bakso juga menyayangkan masih tingginya harga sayuran di
pasaran termasuk cabai yakni Rp35 ribu per kilogram.
Selaku ketua paguyuban, ia mengimbau kepada para pedagang daging agar menurunkan
harga salah satu bahan baku pembuatan bakso tersebut.

"Kalau harga hewan sapi turun diharapkan harga daging sapi juga secara otomatis ikut
turun, tidak seperti saat ini yang cukup memberatkan para pedagang kecil seperti
penjual bakso," ujarnya.
Lasiman juga mengharapkan peran pemerintah melalui Dinas Pertanian baik itu di
tingkat kabupaten maupun kota berupaya menekan harga daging sapi yang cukup mahal
di pasaran.
"Hal tersebut dimaksudkan agar para pedagang bakso tidak merasa keberatan," katanya.
Terkait dengan mahalnya harga daging sapi ini, kata dia, para pedagang tidak mungkin
menaikkan harga satu porsi bakso yang rata-rata dijual Rp7.000.
"Kalau harga satu porsi bakso ikut dinaikkan oleh para pedagangnya maka dikhawatirkan
jumlah pembeli akan semakin berkurang dan berdampak pada pendapatan mereka,"
ujarnya.
Menurut dia, cara yang dapat dilakukan dirinya bersama anggota paguyuban dalam
menyikapi mahalnya harga daging sapi adalah dengan mengurangi sedikit porsi bakso
yang dijual kepada pembeli.
"Selain itu, kami juga menekan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu penting seperti
mematikan listrik di siang hari," kata Lasiman. (WSN/K004)
Sumber: Antara News, 19 Juli 2010
2. Analisis Berdasarkan Aspek Ekonomi
Berdasarkan kutipan berita kenaikan harga daging sapi di atas, analisis berdasarkan aspek
ekonomi yang dapat dilakukan adalah pengamatan dari segi tingkat produksi dan penawaran
(production and supply) beserta permintaan (demand), yang terbagi sebagai berikut:
a. Aspek produksi dan penawaran (production and supply)
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan sepanjang tahun 2004 hingga 2008,
tercatat tiga propinsi yang paling banyak memproduksi daging sapi adalah Jawa Timur
(402.220 ton), Jawa Barat (349.973 ton) dan Jawa Tengah (261.986 ton) dengan rincian
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Daging Nasional Per Provinsi - Sapi


Tahun 2004 s/d 2008
(dalam ekor)
TAHUN
No

Propinsi
2004

2005

2006

2007

2008

Nanggro Aceh Darussalam

6,635

7,172

11,601

12,146

7,322

Sumatera Utara

6,982

9,884

10,132

9,341

16,261

Sumatera Barat

13,544

14,716

15,562

14,774

16,026

Riau

3,754

4,593

6,861

5,640

6,222

Jambi

2,884

2,855

2,956

3,164

3,558

Sumatera Selatan

8,704

8,705

11,359

8,887

9,630

Bengkulu

1,633

1,425

1,127

1,388

1,905

Lampung

6,768

6,848

6,849

3,155

10,670

DKI Jakarta

13,045

10,061

8,505

7,051

8,562

10

Jawa Barat

79,029

72,529

77,759

50,646

70,010

11

Jawa Tengah

65,106

53,963

50,326

46,855

45,736

12

DI Yogyakarta

6,848

6,069

7,264

4,924

4,628

13

Jawa Timur

78,069

78,349

79,091

81,538

85,173

14

Bali

8,687

6,896

7,394

5,875

8,356

15

Nusa Tenggara Barat

6,252

5,046

7,269

7,609

6,767

16

Nusa Tenggara Timur

3,610

4,342

7,517

5,898

8,134

17

Kalimantan Barat

4,324

4,799

7,269

5,532

6,767

18

Kalimantan Tengah

2,971

3,038

3,001

4,779

4,898

19

Kalimantan Selatan

5,882

5,593

6,368

5,475

5,796

20

Kalimantan Timur

6,803

6,915

7,346

6,973

7,147

21

Sulawesi Utara

3,861

4,150

4,371

4,242

4,326

22

Sulawesi Tengah

2,499

2,988

3,218

3,265

2,640

23

Sulawesi Selatan

12,169

9,991

23,515

11,160

9,504

24

Sulawesi Tenggara

4,674

4,155

2,649

3,148

3,555

25

Maluku

1,459

1,642

1,613

1,450

1,261

26

Papua

2,071

1,432

2,005

2,145

2,133

27

Bangka Belitung

1,269

1,351

2,741

1,628

1,658

28

Banten

15,928

13,832

15,372

14,875

25,882

29

Gorontalo

72,113

1,911

906

2,909

2,892

30

Maluku Utara

897

1,151

859

1,110

31

Kepulauan Riau

977

954

776

794

32

Irian Jaya Barat

600

759

828

1,594

33

Sulawesi Barat

983

1,032

544

1,594

447,573

358,707

395,842

339,479

392,511

TOTAL

Keterangan: angka 0 menunjukan tidak ada data atau dibawah satuan.

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan


Selain produksi lokal, dikarenakan jumlah permintaan akan daging sapi yang terus meningkat
setiap tahunnya, ketersediaan daging sapi di dalam negeri juga diperoleh dengan mengimpor
daging sapi potong dari luar negeri, yang mana berdasarkan data yang diperoleh sejak 2005
hingga 2009 rincian produksi daging nasional beserta besarnya konsumsi daging sapi setiap
tahunnya tersaji dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Produksi Daging Sapi Potong Lokal dan Impor


Tahun 2005 s/d 2010
(dalam ribuan ton)

Sumber: Blue Print Program Swasembada


Daging Sapi 2014, Departemen Pertanian

Sedangkan laju produksi daging sapi di dalam negeri sepanjang tahun 2005 hingga 2009
mengalami kenaikan dengan rincian pada tahun 2005 populasi sapi sebesar 10,6 juta ekor
dan pada tahun 2006 menjadi 10,9 juta ekor atau meningkat 2,8%. Kenaikan populasi sapi
meningkat tajam pada tahun 2007 dan 2008 yakni masing-masing 5,5% dan 6,9%. Kenaikan
populasi sapi ini kemudian melambat 2,4% pada tahun 2009, yang secara diagramatik
disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Produksi Daging Nasional Per Tahun


Tahun 2005 s/d 2008
(dalam jutaan ekor)

Sumber: Blue Print Program Swasembada


Daging Sapi 2014, Departemen Pertanian

Pemerintah melalui Departemen Pertanian sendiri telah memproyeksikan pertumbuhan


produksi daging sapi di dalam negeri untuk lima tahun ke depan (2010 hingga 2014) dengan
data yang tersaji pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Proyeksi Produksi Daging Sapi Potong Lokal dan Impor


Tahun 2010 s/d 2014
(dalam ribuan ton)

Kesimpulan yang dapat diambil dari kecenderungan produksi daging sapi di atas adalah
produksi daging sapi akan terus meningkat dari tahun ke tahun, namun menjelang bulan
Ramadhan ini penawaran akan daging sapi menurun dengan tingkat penurunan yang cukup
signifikan menyusul turunnya jumlah ketersediaan sapi potong dikarenakan perubahan cuaca
yang tidak menentu, yang bermakna pada saat ini terjadi pergeseran kurva penawaran
(supply curve) ke arah kiri karena terjadi penurunan jumlah penawaran dari produsen dari
posisi awal (S0) hingga posisi baru (S1) seperti pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Grafik Kecenderungan Pergeseran Penawaran Daging Sapi


Sepanjang Juli 2010

di mana Q0 merupakan jumlah awal dari penawaran yang dilakukan di pasar berdasarkan
tingkat harga P1, sedangkan Q1 dan Q2 merupakan jumlah barang (dalam hal ini daging sapi)
yang ditawarkan setelah terjadi pergeseran penawaran dari S0 ke S1 berdasarkan tingkat
harga P0 sehingga dapat disimpulkan kenaikan tingkat penawaran daging sapi dari produsen
menyebabkan turunnya harga daging sapi yang berlaku di pasar.
b. Aspek permintaan (demand)
Permintaan akan komoditas pangan berupa daging sapi merupakan yang tertinggi di seluruh
Indonesia di mana kebutuhan daging sapi setiap tahunnya untuk konsumsi nasional terus
meningkat (berdasarkan data pada Tabel 2). Hal ini menyebabkan kurva permintaan (demand
curve) selalu bergeser ke arah jumlah (quantity) yang lebih besar, yang mana aspek
penawaran juga mempengaruhi posisi titik keseimbangan (equilibrium point) antara besarnya
permintaan dan besarnya penawaran.
Kurva permintaan akan daging sapi itu sendiri akan terus bergeser mengikuti kenaikan
penawaran dari posisi awal (D0) hingga posisi baru (D1) yang terjadi seperti pada Gambar 3
berikut ini.

Gambar 3. Grafik Kecenderungan Pergeseran Permintaan Daging Sapi


Sepanjang Juli 2010

Berdasarkan kurva permintaan di atas, terlihat bahwa kenaikan jumlah permintaan dari D0 ke
D1 menyebabkan kenaikan harga yang selisihnya adalah P1-P0 untuk daging sapi sejumlah
Q1 (yang berarti jumlah penawaran tetap). Hal ini mendorong terjadinya kenaikan harga jual
daging sapi di pasar, yang mana daya beli dari konsumen akan menurun seiring kenaikan
harga tersebut karena dalam jumlah penawaran yang tetap membuat jumlah barang yang
tersedia semakin menurun seiring naiknya permintaan terhadap daging sapi potong dari
konsumen.
Sedangkan titik keseimbangan harga yang baru akan tercapai pada kondisi harga yang sama
tetapi dengan jumlah penawaran yang dinaikkan atau dengan kata lain produsen perlu
menambah jumlah barang sehingga keseimbangan harga dan jumlah barang di pasar dapat
mencapai titik kestabilan E1 seperti pada Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Grafik Kecenderungan Pergeseran Permintaan dan Penawaran Daging


Sapi
Sepanjang Juli 2010

Berdasarkan analisis di atas, dapat


disimpulkan bahwa langkah yang efektif untuk mengurangi laju kenaikan harga akibat
berkurangnya pasokan dari produsen adalah dengan meningkatkan jumlah produksi dalam
negeri dan impor untuk mencapai kestabilan harga.

3. Upaya yang Dapat Dilakukan


Untuk menjaga kestabilan harga daging yang saat ini berkecenderungan terus meningkat
seiring mendekatnya hari raya Idul Fitri, maka pemerintah perlu melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
a. Operasi pasar
Operasi pasar dapat dilakukan dengan sasaran menambah jumlah ketersediaan daging sapi
di pasar, di mana produsen daging sapi turut aktif berperan dalam meningkatkan jumlah
produksi sehingga jumlah penawaran di pasar juga ikut meningkat untuk mengimbangi
naiknya permintaan, dan produsen juga perlu melakukan langkah-langkah persuasif untuk
mengurangi tingkat mortalitas dari sapi potong akibat perubahan cuaca.
b. Impor daging sapi dari luar negeri
Apabila operasi pasar tidak juga dapat menyelesaikan masalah kenaikan harga daging sapi di
pasar, maka alternatif berikutnya yang dapat ditempuh adalah meningkatkan jumlah
penawaran melalui jalur impor daging sapi potong dari produsen di luar negeri. Namun impor
daging sapi itu sendiri masih mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak menyangkut
aspek keamanan dan kesterilan daging sapi potong yang diimpor, menyusul merebaknya
sejumlah penyakit yang mewabah di beberapa negara eksportir daging sapi potong yang
memasukkan produk hasil peternakannya ke Indonesia.
Demikian penulisan saya tentang analisis pergerakan harga daging sapi potong sepanjang
bulan Juli hingga Agustus 2010, semoga informasi yang penulis sajikan dapat bermanfaat bagi
pembaca.

http://charleskkb.blogspot.co.id/2010/07/analisis-pergerakan-harga-dagingsapi.html

Anda mungkin juga menyukai