Dalam penulisan kali ini penulis akan mencoba melakukan analisis terhadap pergerakan
terkini harga daging sapi di pasar tradisional dengan menekankan kepada motif dan prinsip
ekonomi yang berlaku.
Fokus dari tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi daging sapi dalam negeri dan daging sapi impor, permintaan daging
sapi dalam negeri, harga daging sapi impor, harga daging sapi dunia serta harga daging sapi
dalam negeri.
1. Kutipan Berita
SURABAYA--MI: Harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional di Surabaya, Sabtu (17/7),
naik sekitar Rp2.000 per kilogram (kg) dari harga yang ditawarkan pada pekan sebelumnya
(10/7) seiring naiknya permintaan pasar.
"Kini, harga daging sapi di pasar ini mencapai Rp59.000 per kg. Kalau pekan lalu hanya
Rp57.000," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Zainal Abidin saat
menghadiri peresmian Pasar Induk Agribis Puspa Agro di Sidoarjo, Sabtu (17/7) pagi.
Ia menjelaskan, sejak awal Juli ini grafik permintaan pasar terhadap komoditas tersebut
perlahan meningkat. Padahal, stoknya di wilayah ini diprediksi cukup memenuhi kebutuhan
pasar.
"Sementara itu, faktor tingginya permintaan pasar juga meningkatkan harga daging ayam
ras. Kenaikan harga ayam juga dipengaruhi tingginya harga pakan," katanya.
Pedagang Daging Ayam Ras di Pasar Jagir Baru Surabaya, Hariadi, membenarkan, kini harga
komoditas tersebut naik menjadi Rp24.500 per kg. "Padahal, harga pekan sebelumnya (10/7)
hanya mencapai Rp21.500 per kg," katanya.
Kenaikan harga daging ayam ras, kata dia, ikut dipicu anomali musim beberapa pekan
terakhir sehingga ada sejumlah ayam ras mengalami sakit. "Situasi tersebut tentu saja
berpengaruh terhadap stok ayam ras di pasar ini," katanya.
Menanggapi tingginya harga daging ayam ras, konsumen daging ayam ras di Pasar
Wonokromo Surabaya, Febry Tri Sukma, berharap, pada H-7 Ramadhan 1431 Hijriah kondisi ini
tidak terjadi mengingat saat itu permintaan pasar tinggi.
"Sebelum Ramadan, biasanya sejumlah masyarakat melaksanakan acara selamatan dan
selalu membeli daging ayam ras. Pilihan daging ayam ras karena harganya lebih terjangkau
dibandingkan harga daging ayam kampung yang kini antara Rp37.000,00 per ekor hingga
Rp40.000,00 per ekor," katanya. (Ant/OL-9)
Sumber: Media Indonesia, Sabtu, 17 Juli 2010
Semarang (ANTARA News) - Sejumlah pedagang bakso yang ada di Kota Semarang dan
sekitarnya mengeluhkan mahalnya harga daging sapi di pasaran yang saat ini mencapai
Rp60 ribu per kilogram.
"Kenaikan harga daging tersebut berbanding terbalik dengan harga hewan ternak sapi
yang saat ini sedang turun cukup drastis di kalangan peternak," kata Ketua Paguyuban
Pedagang Mi dan Bakso Jawa Tengah, Lasiman, di Semarang, Minggu.
Selain mengeluhkan kenaikan harga daging sapi dari Rp40 ribu menjadi Rp60 ribu per
kilogram, para pedagang bakso juga menyayangkan masih tingginya harga sayuran di
pasaran termasuk cabai yakni Rp35 ribu per kilogram.
Selaku ketua paguyuban, ia mengimbau kepada para pedagang daging agar menurunkan
harga salah satu bahan baku pembuatan bakso tersebut.
"Kalau harga hewan sapi turun diharapkan harga daging sapi juga secara otomatis ikut
turun, tidak seperti saat ini yang cukup memberatkan para pedagang kecil seperti
penjual bakso," ujarnya.
Lasiman juga mengharapkan peran pemerintah melalui Dinas Pertanian baik itu di
tingkat kabupaten maupun kota berupaya menekan harga daging sapi yang cukup mahal
di pasaran.
"Hal tersebut dimaksudkan agar para pedagang bakso tidak merasa keberatan," katanya.
Terkait dengan mahalnya harga daging sapi ini, kata dia, para pedagang tidak mungkin
menaikkan harga satu porsi bakso yang rata-rata dijual Rp7.000.
"Kalau harga satu porsi bakso ikut dinaikkan oleh para pedagangnya maka dikhawatirkan
jumlah pembeli akan semakin berkurang dan berdampak pada pendapatan mereka,"
ujarnya.
Menurut dia, cara yang dapat dilakukan dirinya bersama anggota paguyuban dalam
menyikapi mahalnya harga daging sapi adalah dengan mengurangi sedikit porsi bakso
yang dijual kepada pembeli.
"Selain itu, kami juga menekan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu penting seperti
mematikan listrik di siang hari," kata Lasiman. (WSN/K004)
Sumber: Antara News, 19 Juli 2010
2. Analisis Berdasarkan Aspek Ekonomi
Berdasarkan kutipan berita kenaikan harga daging sapi di atas, analisis berdasarkan aspek
ekonomi yang dapat dilakukan adalah pengamatan dari segi tingkat produksi dan penawaran
(production and supply) beserta permintaan (demand), yang terbagi sebagai berikut:
a. Aspek produksi dan penawaran (production and supply)
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan sepanjang tahun 2004 hingga 2008,
tercatat tiga propinsi yang paling banyak memproduksi daging sapi adalah Jawa Timur
(402.220 ton), Jawa Barat (349.973 ton) dan Jawa Tengah (261.986 ton) dengan rincian
disajikan pada Tabel 1.
Propinsi
2004
2005
2006
2007
2008
6,635
7,172
11,601
12,146
7,322
Sumatera Utara
6,982
9,884
10,132
9,341
16,261
Sumatera Barat
13,544
14,716
15,562
14,774
16,026
Riau
3,754
4,593
6,861
5,640
6,222
Jambi
2,884
2,855
2,956
3,164
3,558
Sumatera Selatan
8,704
8,705
11,359
8,887
9,630
Bengkulu
1,633
1,425
1,127
1,388
1,905
Lampung
6,768
6,848
6,849
3,155
10,670
DKI Jakarta
13,045
10,061
8,505
7,051
8,562
10
Jawa Barat
79,029
72,529
77,759
50,646
70,010
11
Jawa Tengah
65,106
53,963
50,326
46,855
45,736
12
DI Yogyakarta
6,848
6,069
7,264
4,924
4,628
13
Jawa Timur
78,069
78,349
79,091
81,538
85,173
14
Bali
8,687
6,896
7,394
5,875
8,356
15
6,252
5,046
7,269
7,609
6,767
16
3,610
4,342
7,517
5,898
8,134
17
Kalimantan Barat
4,324
4,799
7,269
5,532
6,767
18
Kalimantan Tengah
2,971
3,038
3,001
4,779
4,898
19
Kalimantan Selatan
5,882
5,593
6,368
5,475
5,796
20
Kalimantan Timur
6,803
6,915
7,346
6,973
7,147
21
Sulawesi Utara
3,861
4,150
4,371
4,242
4,326
22
Sulawesi Tengah
2,499
2,988
3,218
3,265
2,640
23
Sulawesi Selatan
12,169
9,991
23,515
11,160
9,504
24
Sulawesi Tenggara
4,674
4,155
2,649
3,148
3,555
25
Maluku
1,459
1,642
1,613
1,450
1,261
26
Papua
2,071
1,432
2,005
2,145
2,133
27
Bangka Belitung
1,269
1,351
2,741
1,628
1,658
28
Banten
15,928
13,832
15,372
14,875
25,882
29
Gorontalo
72,113
1,911
906
2,909
2,892
30
Maluku Utara
897
1,151
859
1,110
31
Kepulauan Riau
977
954
776
794
32
600
759
828
1,594
33
Sulawesi Barat
983
1,032
544
1,594
447,573
358,707
395,842
339,479
392,511
TOTAL
Sedangkan laju produksi daging sapi di dalam negeri sepanjang tahun 2005 hingga 2009
mengalami kenaikan dengan rincian pada tahun 2005 populasi sapi sebesar 10,6 juta ekor
dan pada tahun 2006 menjadi 10,9 juta ekor atau meningkat 2,8%. Kenaikan populasi sapi
meningkat tajam pada tahun 2007 dan 2008 yakni masing-masing 5,5% dan 6,9%. Kenaikan
populasi sapi ini kemudian melambat 2,4% pada tahun 2009, yang secara diagramatik
disajikan pada Gambar 1.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kecenderungan produksi daging sapi di atas adalah
produksi daging sapi akan terus meningkat dari tahun ke tahun, namun menjelang bulan
Ramadhan ini penawaran akan daging sapi menurun dengan tingkat penurunan yang cukup
signifikan menyusul turunnya jumlah ketersediaan sapi potong dikarenakan perubahan cuaca
yang tidak menentu, yang bermakna pada saat ini terjadi pergeseran kurva penawaran
(supply curve) ke arah kiri karena terjadi penurunan jumlah penawaran dari produsen dari
posisi awal (S0) hingga posisi baru (S1) seperti pada Gambar 2 berikut ini.
di mana Q0 merupakan jumlah awal dari penawaran yang dilakukan di pasar berdasarkan
tingkat harga P1, sedangkan Q1 dan Q2 merupakan jumlah barang (dalam hal ini daging sapi)
yang ditawarkan setelah terjadi pergeseran penawaran dari S0 ke S1 berdasarkan tingkat
harga P0 sehingga dapat disimpulkan kenaikan tingkat penawaran daging sapi dari produsen
menyebabkan turunnya harga daging sapi yang berlaku di pasar.
b. Aspek permintaan (demand)
Permintaan akan komoditas pangan berupa daging sapi merupakan yang tertinggi di seluruh
Indonesia di mana kebutuhan daging sapi setiap tahunnya untuk konsumsi nasional terus
meningkat (berdasarkan data pada Tabel 2). Hal ini menyebabkan kurva permintaan (demand
curve) selalu bergeser ke arah jumlah (quantity) yang lebih besar, yang mana aspek
penawaran juga mempengaruhi posisi titik keseimbangan (equilibrium point) antara besarnya
permintaan dan besarnya penawaran.
Kurva permintaan akan daging sapi itu sendiri akan terus bergeser mengikuti kenaikan
penawaran dari posisi awal (D0) hingga posisi baru (D1) yang terjadi seperti pada Gambar 3
berikut ini.
Berdasarkan kurva permintaan di atas, terlihat bahwa kenaikan jumlah permintaan dari D0 ke
D1 menyebabkan kenaikan harga yang selisihnya adalah P1-P0 untuk daging sapi sejumlah
Q1 (yang berarti jumlah penawaran tetap). Hal ini mendorong terjadinya kenaikan harga jual
daging sapi di pasar, yang mana daya beli dari konsumen akan menurun seiring kenaikan
harga tersebut karena dalam jumlah penawaran yang tetap membuat jumlah barang yang
tersedia semakin menurun seiring naiknya permintaan terhadap daging sapi potong dari
konsumen.
Sedangkan titik keseimbangan harga yang baru akan tercapai pada kondisi harga yang sama
tetapi dengan jumlah penawaran yang dinaikkan atau dengan kata lain produsen perlu
menambah jumlah barang sehingga keseimbangan harga dan jumlah barang di pasar dapat
mencapai titik kestabilan E1 seperti pada Gambar 4 berikut ini.
http://charleskkb.blogspot.co.id/2010/07/analisis-pergerakan-harga-dagingsapi.html