Tanda dan gejala klinis bervariasi tergantung pada beratnya asma.
Pasien dengan asma ringan mempunyai pertukaran udara yang memadai dan asimtomatik bila tidak terjadi serangan. Asma ringan diklasifikasikan sebagai asma intermiten ringan atau asma ringan yang menetap (Djuantoro, 2014). Pada asma ringan intermiten, pasien mengalami gejala klinis batuk, mengi, rasa ketat/ sesak di dada, atau kesulitan napas kurang dari dua kali per minggu. Eksaserbasi berlangsung singkat tetapi mempunyai intensitas yang bervariasi. Gejala klinis di malam hari terjadi kurang dari dua kali per bulan (Djuantoro, 2014). Pada asma ringan yang menetap, gejala klinis batuk, mengi, rasa ketat di dada, atau sulit bernapas terjadi tiga sampai enam kali per minggu. Eksaserbasi dapat mempengaruhi tingkat aktivitas pasien. Gejala klinis di malam hari terjadi tiga atau empat kali per minggu. Pasien dengan asma menetap yang sedang mempunyai pertukaran gas yang normal atau di bawah normal , serta tanda dan gejala klinis yang mencakup batuk, mengi, rasa ketat di dada, atau sulit bernapas setiap hari. Eksaserbasi dapat mempengaruhi tingkat aktivitas pasien. Gejala klinis di malam hari terjadi lima kali atau lebih per bulan (Djuantoro, 2014). Pasien dengan asma menetap yang berat mempunyai pertukaran di bawah - normal dan mengalami gejala batuk, mengi, rasa ketat di dada, dan sulit bernapas yang terus menerus. Tingkat aktivitasnya banyak terpengaruh. Gejala klinis di malam hari sering terjadi (Djuantoro, 2014). Pasien dengan setiap jenis asma dapat mengalami status asmatikus, yaitu serangan akut yang berat yang tidak memberi respon terhadap terapi konvensional. Pasien akan mengalami tanda dan gejala klinis yang mencakup: 1. Gangguan fungsi respirasi yang mencolok 2. Mengi yang mencolok atau suara napas yang tidak terdengar sama sekali 3. Pulsus paradoksus lebih dari 10 mm Hg. 4. Kontriksi dinding dada (Djuantoro, 2014). Terapi Asma Terapi yang terbaik untuk asma adalah pencegahan dengan cara mengidentifikasi dan menghindari faktor-faktor pemicu, seperti alergen lingkungan atau iritan. Terapi asam dapat dilakukan dengan obat-obatan dan oksigen. Obat sintesis yang biasanya diberikan diantaranya: 1. Bronkodilator kerja jangka panjang (salmoterol dan formoterol) menurunkan bronkokonstriksi, menurunkan edema jalan napas bronkial, serta meningkatkan ventilasi pulmonal.
2. Kortikosteroid (hidrokortison dan metilprednisolon) efek sama
seperti brokodilator, antiperadangan dan imunosupresi. Kortikosteroid inhalasi untuk mengontrol asma jangka panjang. 3. Modifier leukotrin (monteluklast, zafirlukast, dan zileuton) mengurangi pembentukan mukus dan konstriksi jalan napas. 4. Stabiliser sel mast (cromolyn dan nedocromil), bilamana diberikan secara profilaksis, memblokade efek obstruktif akut dari paparan antigen. 5. Imunomodulator (omalizumab) mengubah bagaimana sistem imun bereaksi terhadap pemicu asma dan digunakan dalam kontrol asma jangka panjang (Djuantoro, 2014). Oksigen lembab aliran rendah mungkin diperlukan untuk terapi dispnea, sianosis, dan hipoksemia. Jumlah yang dialirkan untuk mempertahankan tekanan parsial oksigen arterial antara 65 mm Hg 85 mm Hg, seperti yang ditentukan dengan gas darah arterial. Ventilasi mekanik diperlukan jika pasien tidak memberikan respon terhadap penopang ventilasi awal dan obat-obatan atau mengalami gagal napas (Djuantoro, 2014).
Manifestasi Klinis Bronkitis
Pada bronkitis kronis, hipersekresi mukus dan batuk produktif yang kronis berlangsung selama 3 bulan setiap tahun dan terjadi sekurangkurangnya 2 tahun secara berturut-turut. Tanda dan gejala klinis bronkitis kronis yang lanjut mencakup: 1. Batuk yang produktif 2. Dispnea 3. Sianosis 4. Penggunaan otot-otot asesoris untuk pernapasan 5. Hipertensi pulmonal (Djuantoro, 2014). Terapi Bronkitis Kronis Terapi yang paling efektif untuk bronkitis kronis adalah menghindari polutan udara dan jika pasien adalah seorang perokok, menghentikan merokok. Terapi yang lain mencakup: 1. Antibiotik untuk terapi infeksi yang berulang 2. Bronkodilator untuk meredakan bronkospasme dan mempermudah klieren mukus 3. Hidrasi yang memadai 4. Fisioterapi dada untuk memobilisasi sekresi 5. Terapi nebulizer untuk mengencerkan dan memobilisasi sekresi 6. Kortikosteroid untuk memberantas peradangan 7. Diuretik untuk edema 8. Oksigen untuk hipoksia (Djuantoro, 2014).
Dapus Djuantoro, D. 2014. Buku Ajar Ilustrasi Patofisiologi. Tanggerang: Binarupa Aksara.