Anda di halaman 1dari 2

REFORMASI PENDIDIKAN TINGGI DAN UNIVERSITAS KREATIF

Said Irandoust
Indonesia International Institute for Life Science, Jakarta

Universitas selayaknya menjadi pemain kunci dalam menciptakan generasi wirausaha


yang mampu memulai dan mengembangkan usaha, menciptakan lapangan kerja, dan turut
mendorong ekonomi.
Staf perguruan tinggi harus memiliki komitmen bersama dengan pemangku
kepentingan untuk tak hanya menghasilkan karyawan dan konsumen, tetapi juga pengusaha,
pencipta lapangan kerja, serta pencetus ide dan inovator. Agar tercapai, perguruan tinggi
perlu menumbuhkan pola pikir kreatif dan kewirausahaan.
Kreativitas dapat dilihat sebagai kemampuan mengimajinasikan atau menciptakan
sesuatu yang baru. Hal ini tak terbatas pada kemampuan mencipta dari ketiadaan, tetapi juga
menghasilkan ide-ide baru dengan menggabungkan, mengubah, atau mengulang ide-ide yang
ada. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif. Namun kreativitas kerap ditekan oleh
pendidikan meski hal itu dapat dibangkitkan lagi.
Hal yang dibutuhkan untuk menjadi kreatif adalah komitmen pada kreativitas.
Kreativitas juga merupakan sikap untuk menerima perubahan, kemauan untuk bermain
dengan ide dan kemungkinan, serta mencari cara untuk memperbaiki keadaan.
Adapun pola pikir kewirausahaan adalah kemampuan untuk berkerja secara efektif
dengan ide-ide inovatif dengan cepat mengubah konsep menjadi realitas. Ini adalah
kemampuan mengenali peluang komersial, wawasan, pengetahuan, dan keterampilan
bertindak. Yang paling penting bertindak dan mewujudkannya, termasuk mengenali peluang,
mengomersialkan konsep, memobilisasi sumber daya meski ada risiko, dan memulai usaha.
Kewirausahaan adalah gabungan keterampilan dan sikap lintas disiplin ilmu, seperti
manajemen, ekonomi, sistem informasi, dan keuangan. Selain itu, pemahaman peraturan,
hukum, serta dinamika pasar, teknologi, dan industri.
Namun pola pikir kreatif dan kewirausahaan tidak dikembangkan dan didukung oleh
sistem pendidikan tradisional.
Penelitian menunjukkan, pengusaha lebih memilih
pengalaman yang berorientasi hasil, bertujuan langsung, berdasarkan pengalaman inspiratif
yang nyata, dan diajarkan oleh praktisi. Meski pengajaran berbasis kelas adalah komponen
penting dari pendidikan, metode kuliah tradisional dengan pengajaran dan pembelajaran saja
tidaklah cukup.
Integrasi ke kurikulum
Pendidikan kewirausahaan harus memberi peluang siswa belajar kewirausahaan dari
tangan pertama, yakni bekerja bersama pengusaha. Hal ini membuat perguruan tinggi perlu
mengintegrasikan konsep kewirausahaan pada kurikulum, memperkuat interaksi dan jaringan,
serta menanamkan kewirausahaan dalam praktik akademik dan budaya. Perguruan tinggi di
Indonesia perlu mendukung perspektif ini dan bertindak sebagai tempat pengetahuan yang
meningkat.
Penemuan membutuhkan banyak pengetahuan, kata Fleming yang mengajar teknik di
MIT selama empat dekade. Kita, para guru, merasa harus menjejalkan pengetahuan ke
dalam pikiran manusia. Namun, kita juga harus memperhatikan kebebasan untuk bertanya
yang memungkinkan siswa menemukan cara dan mengembangkan pikiran kreatif mereka
sendiri.
Keseimbangan ini sangat penting ketika tiba saatnya meningkatkan daya cipta di negara
berkembang. Selain pendidikan, perlu distimulasi penemuan dan inovasi di seluruh dunia dan

mendorong masyarakat menghargai mereka yang sukses di bidang ini. Kita perlu
meningkatkan status inventor sehingga orang memandang penemu sama seperti bintang rock
atau atlet ternama.
Untuk mempromosikan semangat kewirausahaan di kalangan mahasiswa, perguruan
tinggi harus mencerminkan hal itu pada kegiatan belajar-mengajar. Termasuk, apakah
tersedia kombinasi tepat dari topik yang relevan dalam studi mahasiswa? Apakah mahasiswa
independen dalam kegiatan mereka? Apakah mahasiswa mendapat dukungan universitas?
Apakah pendapat mahasiswa terkait kegiatan universitas diperhitungkan?
Apakah mahasiswa didorong terlibat dalam studi kasus topik yang relevan? Apakah
mahasiswa secara aktif terlibat dalam proyek nyata kewirausahaan yang dapat memberikan
mereka inspirasi, pengalaman, dan kepercayaan diri yang diperlukan? Apakah mahasiswa
terbuka untuk peluang, jaringan yang relevan dan kemungkinan kolaborator untuk usaha
masa depan? Apakah mahasiswa dapat menciptakan bisnis masa depan berdasarkan apa yang
telah mereka pelajari?
Amon Salter, peneliti Pusat Studi Inovasi di Imperial College, mengatakan, penemuan
bukanlah proses linear, dari ide menjadi produk yang berdampak ekonomi. Sebaliknya,
penemuan adalah interaksi yang kompleks antara kreativitas manusia, teknologi, dan pasar.
Studi Salter berhubungan dengan praktik penyebaran teknologi. Bagaimana teknologi baru
disebarkan melalui pasar? Seberapa baik kelompok masyarakat tertentu tak hanya
menciptkan, tetapi juga menyebarkan teknologi?
Hanya sebagian kecil negara mengembangkan penemuan dan inovasi meski sekarang
terus bertambah. Dua negara yang paling padat penduduknya, Tiongkok dan India, kini
dalam proses menjadi pemimpin dunia.
Agar fenomena ini juga terjadi di Indonesia, universitas sebagai pusat kreasi
pengetahuan, bersama mitra mereka dalam bisnis dan pemerintah, harus memberi perhatian
penuh pada pola pikir kreatif dan kewirausahaan. Tantangan kompleks masa depan kita tak
dapat diselesaikan dengan solusi lama dan konvensional, tetapi oleh orang-orang kreatif,
berpandangan ke depan yang tak takut mempertanyakan gagasan mapan dan mampu
mengatasi rasa tak aman dan ketakpastian.
Jika Indonesia tak berhasil memperkuat kreativitas pada pendidikan tinggi, tujuan
masyarakat pengetahuan Indonesia dipertaruhkan, universitas harus memandang pada masa
depan kewirausahaan dalam semua kegiatan mereka.
Pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada pendidikan dan kesempatan belajar
kewirausahaan. Mahasiswa dan staf perguruan tinggi perlu didukung struktur kelembagaan
yang mendorong fleksibilitas dan pengambilan risiko, juga kerangka hukum, mekanisme
pendanaan, dan prioritas kebijakan di tingkat lokal dan nasional terkait kreativitas di
pendidikan tinggi.
(Kompas, 7 Mei 2014)

Anda mungkin juga menyukai